Anda di halaman 1dari 3

Menurut SNI 01-2902-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Minyak Kelapa, minyak kelapa adalah minyak yang

diperoleh dengan cara mengepres kopra yang telah dikeringkan


atau hasil ekstraksi bungkil kopra. Buah kelapa (Cocos nucifera L.) telah menjadi salah satu sumber makanan sejak jaman dahulu. Buah ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam kehidupan tradisional, daging buah kelapa merupakan sumber nutrisi yang penuh dengan santan berasa gurih (Prior et al 1981). Terdapat
beberapa cara untuk mengekstraksi minyak dari daging buahnya, yaitu secara fisika, kimia, dan fermentasi. Proses tradisional melalui cara fisika (pemanasan) menghasilkan minyak
dengan kualitas rendah karena kandungan airnya tinggi dan menyebabkan ketengikan.. Ekstraksi minyak dengan cara kimia dapat menyebabkan penurunan kualitas beberapa unsur
nutrisi penting, antara lain asam laurat dan tokoferol serta menyebabkan tingginya bilangan peroksida . Minyak kelapa fermentasi (fermikel) memiliki banyak kelebihan di antaranya
tahan lama, tidak mudah tengik dan hampir tanpa kandungan kolesterol. Fermikel mengandung lebih dari 95% trigliserida (trigliserol) serta beberapa jenis asam lemak jenuh dan
tidak jenuh. Asam lemak jenuhnya meliputi asam laurat, miristat, palmitat, dan stearat, sedangkan asam lemak tidak jenuhnya meliputi asam oleat, linoleat, dan linolenat. Asam
lemak jenuh yang dominan adalah asam laurat. Kelebihan proses ekstraksi secara fermentasi dibandingkan cara lain adalah kemudahannya sehingga dapat diproduksi secara praktis,
hemat bahan bakar, residu galendo lebih sedikit, tingkat ketengikan rendah dengan daya simpan lebih lama, aroma lebih harum, dan bebas senyawa penginduksi kolesterol (PDII LIPI
1998).
Proses ekstraksi minyak secara fermentasi melibatkan enzim-enzim pemecah emulsi santan. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH,
suhu dan lamanya reaksi enzimatik (Pelczar dan Chan 1986). Biakan mikrobia yang digunakan diharapkan memiliki aktivitas proteolitik, amilolitik, dan lipolitik yang berperan dalam
menghidrolisis protein, karbohidrat, dan lemak (Ishwanto 2001). Uji kualitatif aktivitas amilolitik dan proteolitik dilakukan pada media agar yang telah ditumbuhi biakan berumur 3
hari. Aktivitas proteolitik dan amilolitik ditandai dengan adanya zona bening di sekitar koloni, dimana untuk aktivitas amilolitik media terlebih dahulu ditaburi larutan iodium agar
zona beningnya dapat terlihat jelas. Uji lipolitik menggunakan media yang mengandung ekstrak khamir 3%, tributirin 10%, dan polivinil alkohol 1%. Aktivitas lipolitik ditandai dengan
adanya zona bening di sekitar koloni. Kandungan utama fermikel adalah 92% asam lemak jenuh, 6% asam lemak tak jenuh tunggal, dan 2% asam lemak tak jenuh majemuk.
Konsentrasi ragi memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap hasil minyak kelapa yang diperoleh melalui proses fermentasi. Meningkatnya jumlah mikroba yang mengakibatkan
semakin banyaknya asam asam yang terbentuk selama proses fermentasi. Hal ini mengakibakan terjadinya perubahan pH dalam substrat krim santan. Penurunan pH krim santan
menyebabkan protein menggumpal sehingga terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase protein. Setiap enzim memiliki pH optimum untuk melakukan aktifitasnya, sedangkan
pH santan kelapa selama proses fermentasi berlangsung akan terus menurun sampai mencapai kisaran ph 4-5. Proses ekstraksi minyak secara fermentasi melibatkan enzim-enzim
pemecah emulsi santan. Aktifitas enzim dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, pH, suhu dan lamanya reaksi enzimatik (Pelczar dan Chan 1986).
Melalui proses fermentasi, ekstraksi minyak diperoleh dengan cara memecah ikatan protein yang berperan sebagai stabilisator emulsi. Fermentasi santan kelapa terjadi
karena adanya peranan mikrobia dalam santan kelapa. Mikrobia tersebut menghasilkan enzim protease yang menghidrolisis protein menjadi polipeptida. Pemecahan protein pada
emulsi santan akan menyebabkan terjadinya pemisahan antara fasa minyak dilapisan paling atas, air pada lapisan bawah dan protein pada lapisan tengah. Karena berat jenis minyak
lebih kecil daripada air, maka lapisan minyak lebih mudah dipisahkan dari lapisan air. Untuk memisahkan lapisan minyak dari protein dilakukan dengan cara penyaringan menggunakan
kertas saring. Peningkatan hasil minyak kelapa pada awal fermentasi disebabkan karena mikroba berada dalam fase pertumbuhan eksponensial sehingga mencapai jumlah yang
maksimum. Dengan demikian enzim pemecah karbohidrat dan protein yang dihasilkan oleh mikroba juga maksimum.
Rendering merupakan salah satu cara ekstraksi minyak dari bahan yang diduga mengandung minyak dengan kadar air tinggi. Pada semua cararenderi ng, penggunaan
panas adalah suatu hal yang spesifik, yaitu bertujuan untuk menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga
mudah ditembus oleh minyak yang terkandung di dalamnya. Menurut pengejaannya rendering dibagi dalam dua cara, yaitu wet rendering, dandry rendering. Wet rendering adalah
proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut, minyak diperoleh dengan cara memanaskan santan. Sedangkan Dry rendering adalah cara rendering tanpa adanya penambahan air
selama proses berlangsung, minyak diperolah dengan cara mengepress kelapa parut yang telah digoreng atau disangrai. Pengolahan minyak secara rendering ini merupakan cara
pengolahan tradisional yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan minyak kelapa rakyat. Proses produksi minyak kelapa dengan menggunakan bahan dasar daging buah kelapa
segar dikenal dengan proses wet rendering, karena pada proses ini ditambahkan air untuk mengekstraknya. Sedangkan pada produksi minyak kelapa dengan menggunakan bahan
baku kopra digunakan cara dry rendering. Wet rendering adalah suatu cara memproduksi minyak kelapa menggunakan santan kelapa dengan penambahan air. Cara ini memiliki
beberapa kelemahan antara lain : masih banyak minyak yang tertinggal dalam protein serta menggunakan air dan bahan bakar yang banyak, air ini diuapkan dengan pemasakan,
hingga ada dua pekerjaan yang sia-sia. Air ditambahkan dalam proses penyantanan, namun tidak lama kemudian diuapkan dalam proses mengubah santan menjadi minyak. Cara dry
rendering menggunakan kopra sebagai bahan bakunya dilakukan dengan cara kopra dipres dan diambil minyaknya. Cara dry rendering ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu :
membutuhkan tenaga yang besar, karena banyak pekerjaan yang harus dilakukan pada proses pemurnian, protein sebagai hasil sampingan tidak dapat dimakan karena tercemar
mikroba pada waktu pengeringan buah kelapa segar yang biasanya tidak terkontrol. Minyak kelapa yang terbuat dari kopra berubah warna menjadi coklat emas, berbau dan mudah
tengik sehingga masa penyimpanan tidak lama (Suhadijono dan Syamsiah 2012) Pemasakan biasanya dilakukan dengan penambahan air (rasio buah dan air 1:2-4) dalam waktu yang
cukup lama, berkisar antara 5-30 jam (Limbongan dan Malik 2009), sehingga bisa menyebabkan terjadinya kerusakan minyak oleh panas, air berlebih, udara dan cahaya, yang berakibat
pada penurunan kualitas minyak buah merah yang dihasilkan.
Pengepressan mekanik (Mechanical Expression) merupakan suatu cara ekstraksi minyak dengan cara melakukan pengepressan, terutama dilakukan pada bahan yang
umumnya berkadar minyak cukup tinggi (30-70%) terutama biji-bijian dan sering juga diterapkan pada kopra. Proses pengepressan mekanik ini terdiri dari dua cara, yaitu
pengepressan hidraulik (Hydraulic Pressing) serta pengepressan sekrup dan ulir (Screw atau Expeller Pressing). Pada cara pengepressan hidraulik, bahan dipress dengan tekanan
sekitar 2000 pound/inch2. Banyaknya minyak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepressan dan tekanan yang dipergunakan untuk mengepress. Sedangkan
banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi antara 4-6%, tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik. Pada cara pengepressan sekrup ataupun
ulir memerlukan perlakuan pendahuluan dari bahan yang dipress, yaitu dengan pemasakan ataut emperi ng. Pada proses pemasakan dipergunakan temperatur 240oF (115,5oC).
Tekanan yang dipergunakan biasanya 15-20 ton/inch2. Minyak yang dihasilkan pada cara ini kadar airnya berkisar antara 2,5 s/d 3,5% sedangkan bungkil yang dihasilkan masih
mengandung minyak antara 4-5%. Teknik mekanik dilakukan dengan maksud merusak protein dan air yang menyelubungi tetes-tetes minyak. Caranya yaitu dengan memasukkan
santan kedalam mixer atau terjadi pengadukan. Dengan adanya pengadukan terus-menerus molekul air dan molekul protein dapat rusak yang akhirnya tetes-tetes minyak dapat
keluar. Menurut Bailey dalam Fajdawani (1996), pemasakan atau penyangraian merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam ekstraksi minyak yang menggunakan cara
pengepresan. Tujuan utama pemasakan adalah untuk mengkoagulasi protein dalam bahan, sehingga butiran (droplet) minyak terakumulasi dan minyak mudah keluar dari bahan.
Selain itu, pemasakan menyebabkan penurunan afinitas (tekanan permukaan) minyak dengan permukaan bahan, sehingga minyak diperoleh semaksimal mungkin pada waktu bahan
dipres. Minyak yang diperoleh dari perlakuan kukus mempunyai volume minyak lebih banyak, dikarenakan kelapa yang dikukus akan terkena panas sehingga enzim yang berada pada
kelapa akan di nonaktifkan yang membuat protein terdenaturasi. Terdenaturasinya protein sebelum dilakukan pemanasan untuk mengekstrak minyak akan membuat minyak lebih
cepat keluar dan hasilnya lebih banyak.
Rendemen dihitung untuk mengetahui output yang didapat dari banyaknya input bahan yang masuk. Menurut Raharja (2010), Rendemen minyak menunjukkan jumlah lemak yang
dapat terekstrak. Hal ini terjadi karena perlakuan fresh menggunakan proses pemisahan minyak dengan cara digoreng. Penggorengan dilakukan untuk menghilangkan air dan juga
dapat membuat minyak mudah keluar dari bahan. Rendahnya rendemen yang dihasilkan dalam pembuatan minyak kelapa dengan cara penggorengan disebabkan karena berat
minyak yang dihasilkan hanya sedikit. Seharusnya, menurut Ketaren dalam Widiandani (2010), Pembuatan minyak kelapa dengan cara kering yaitu dengan mengeringkan daging buah
kelapa melalui pemanasan minimum kemudian melakukan penekanan (pres) secara mekanik terhadap buah kering. Melalui cara ini rendemen minyak kelapa yang diperoleh Rendah.
Warna merupakan sifat produk yang dapat dipandang sebagai sifat fisik (objektif) dan sifat organoleptik (subjektif). Warna dapat diukur atau dianalisa secara objektif
dengan instrumen fisik dan secara organoleptik atau subjektif dengan instrument manusia.Warna juga akan mempengaruhi penerimaan produk oleh konsumen (Soekarto,
1990).Minyak kelapa yang baik adalah yang berwarna kuning jernih dengan rasa dan bau yang enak, sedangkan minyak kelapa yang tengik biasanya berwarna cokelat
kekuningkuningan serta mempunyai rasa dan bau yang tidak enak. Uji deskripsi warna menunjukkan bahwa skor rata-rata tertinggi untuk warna minyak kelapa adalah 3.38 (antara
netral sampai jernih) yaitu minyak kelapa yang dihasilkan pada perlakuan penambahan ragi tapai.Warna pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran kotoran lainnya.
Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karotene yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi (Ketaren, 1986). Pada umumnya
konsumen tidak menginginkan adanya zat warna dalam minyak. Kebanyakan warna yang diinginkan dalam minyak adalah warna bening.
Untuk kelapa parut fresh, kelas C mempunyai warna kuning yang lebih jernih dibandingkan kelas lain dikarenakan zat warna alami pada kelapa yang mengandung minyak
ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Menurut Kataren (1986), zat warna alami yang terdapat dalam bahan yang mengandung minyak ikut terekstrak bersama
minyak pada proses ekstraksi. Zat warna ini antara lain terdiri dari karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin, yang menyebabkan minyak berwarna kuning jernih. (Fajdawani, 1996)
Untuk kelapa parut yang dioven selama 4 jam dan disangrai, kelas A dan C mendapatkan warna yang gelap. Hal ini terjadi karena suhu yang tinggi dapat menyebebkan tokoferol yang
terdapat pada minyak teroksidasi sehingga dihasilkan minyak yang berwarna gelap. Disamping itu pemanasan langsung juga dapat mengakibatkan terjadinya reaksi browning atau
pencoklatan terhadap bahan yang mengadung minyak pada saat proses ekstraksi dilakukan. Tingkat pemanasan yang paling tinggi diterima bahan (daging kelapa) terjadi proses
ekstraksi penyangraian. Pada proses ini bahan mengalami kontan langsung dengan wajan yang terbuat dari bahan logam, sehingga panas yang diterima menjadi tinggi. menurut
Fatwatun, dkk (2013), pembuatan minyak kelapa dengan cara pemanasan secara tradisional relatif mudah dan peralatan yang digunakan juga relative sederhana, tetapi kualitas
minyak kelapa yang dihasilkan kurang baik karena selama pemanasan pada suhu tinggi (100 110oC) protein, lemak, dan antioksidan yang dikandung akan rusak. Selain itu, minyak
yang dihasilkan tidak jernih dan tidak tahan lama, hanya bertahan sekitar 2 3 minggu.
Bau tengik minyak kelapa berhubungan dengan derajat kerusakan minyak secara oksidatif yang diukur dari bilangan peroksida. Kadar air merupakan parameter yang
mempengaruhi tingkat ketahanan minyak terhadap kerusakan. Menurut Ketaren (1986), terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak dapat mengakibatkan terjadinya reaksi
hidrolisis. Minyak atau lemak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini akan menghasilkan flavour dan bau tengik pada minyak tersebut. Minyak yang tengik
dikarenakan ada air yang teroksidasi dan dengan perlakuan pengovenan selama 24 jam dengan suhu 700C membuat peluang oksidasi lebih besar.
Syarat mutu minyak kelapa berdasarkan SNI 01-2902-1992 yaitu Air maks. 0,5%, Kotoran maks. 0,05%, Bilangan jod (g jod/100 g contoh) 8 10,0, Bilangan penyabunan
(mg KOH/g contoh) 255 265, Bilangan peroksida (mg oksigen/g contoh) maks. 5,0, Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) maks. 5%, Warna, bau normal, Minyak pelikan
negative, Untuk industri makanan tidak boleh mengandung logam- logam berbahaya dan arsen.
Barlina, R. dan H. Novarianto. 2005. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa
Murni. Penebar Swadaya, Depok.
Diyah,Nuzul Wahyuning., Purwanto, Yunita Susanti, dan Yuliana Kristiani Dewi.
2010. Pembuatan Minyak Kelapa Secara Enzimatis Dengan Memanfaatkan
Kulit Buah Dan Biji Pepaya Serta Analisis Sifat Fisikokimianya. Surabaya:
Departemen Kimia Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Fajdawani, Abdul Kholik. 1996. Kajian Proses dan Finansial Pembuatan Minyak
Kelapa Untuk Industri Kecil dengan Pengepresan Mekanik. Bogor: Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Fatwatun, Nely. Kaunaini Chusna, dan Bambang Pramudono. 2013. Pembuatan
Virgin Coconut Oil (VCO): Pemecahan Emulsi dengan Metode Ultrasonik.
Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Kimia Universita Diponegoro.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Raharja, Sapta dan Maya Dwiyuni. 2010. Kajian Sifat Fisiko Kimia Ekstrak Minyak
Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil, Vco) Yang Dibuat Dengan Metode
Pembekuan Krim Santan. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Setiaji, B. dan S. Prayogo. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi. Penebar
Swadaya, Depok.
Suastuti, Dwi Adhi. 2009. Kadar Air dan Bilangan Asam dari Minyak Kelapa yang
Dibuat dengan Cara Tradisional dan Fermentasi. Bukit Jimbaran: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas Udayana.
Widiandani, Tri, Purwanto, Suko Harjono, Bambang T. P., Rully, S., Nuzul W. D.
2010. Upaya Peningkatan Kualitas Minyak Kelapa yang Dibuat dari Cocos
nucifera L dengan Berbagai Metode Kimiawi dan Fisik. Surabaya : Universitas
Airlangga.

Zeffa Aprilasani, Adiwarna Adiwarna


Jurnal konversi. 2014. 3(1)

Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 11 (21) Juni 2013 ISSN : 1693 - 1157 PUSDIBANG KS UNIMED 55 MINYAK KELAPA HASIL FERMENTASI MENGGUNAKAN RAGI TAPE DENGAN
KONSENTRASI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERVARIASI Uswatun Hasanah*)

PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP MUTU KIMIA DAN KOMPOSISI ASAM LEMAK MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus) THE EFFECT OF EXTRACTION METHOD ON THE
CHEMICAL QUALITY AND FATTY ACID COMPOSITION OF RED FRUIT (Pandanus Conoideus) OIL Zita Letviany Sarungallo1,2), Purwiyatno Hariyadi1,3)*, Nuri Andarwulan1,3) , Eko Hari
Purnomo1,3)
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 24 (3):209-217 (2014)
PENGARUH LAMA WAKTU PENGADUKAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN ASAM ASETAT DALAM PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) DARI BUAH KELAPA

Anda mungkin juga menyukai