Anda di halaman 1dari 14

`KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT HIPOSPADIA

Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra
externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan
uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang
mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral
penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain
pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah
antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 )
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering
ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya
harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya mendapatkan
hasil yang memuaskan.

Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadi dan epispadia Namun, ada beberapa
faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
b. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis
androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.\
c. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

Manifestasi Klinis
Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan
sekitar.
Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe
ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat
asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat
dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.
Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum
bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat
dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai
kelainan pada ginjal.

Komplikasi
Komplikasi dari hypospadia yaitu :
Infertility
Resiko hernia inguinalis
Gangguan psikososial

Patofisiologi
Hypospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra
dalam utero. Hypospadia di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan
skortum, ini dapat berkaitan dengan crodee kongiental.
Paling umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada
tempat frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di
tandai pada glans penis sebagai celah buntuh.
Epispadia terbukanya uretranya sebelah ventral. Kelainan ini meliputi
leher kandung kemih. ( epispadia total ) atau hanya uretra ( epispadia persial ).
Epispadia dimana lubang uretra terdapat pada permukaan dorsum penis, dan
tanpak sebagai celah atu alur tanpa tutup.
Epispadia parsialis di mana muara uretra terdapat di sebelah atas dan di
belakang glans penis, permukaan dorsal penis biasanya bertarik sampai ujungnya
tetapi lubang uretra dapat berakhir pada corona atau di sebelah proksimalnya.
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu
ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu
mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan
endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membran
kloaka.
Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical
cord dan tailyang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada garis tengah
terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang
disebut genital fold. Selama minggu ke-7,genital tubercle akan memanjang dan
membentuk glans.
Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk,
sehingga penis juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur
dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari
sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka
akan terjadi hipospadia.

Penatalaksanaan
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia dan epispadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang
normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat
melakukan coitus dengan normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau
anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk
pembedahan nanti.
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia dan epispadia yang umumnya terdiri
dari beberapa tahap yaitu :
1. Operasi Hipospadia dan epispadia satu tahap ( ONE STAGE
URETHROPLASTY )Adalah tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan,
terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau
yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang
berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk
tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat,
maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal
seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat,
globuler glans yan bengkok kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan
propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih
kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya ) biasanya diikuti dengan penis
yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada
saat dilakukan operasi pembuatan uretra ( saluran kencing ). Kelainan yang seperti
ini biasanya harus dilakukan 2 tahap.
2. Operasi Hipospadia epispadia 2 tahap
Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling dilakukan untuk
meluruskan penis supaya posisi meatus ( lubang tempat keluar kencing ) nantinya
letaknya lebih proksimal ( lebih mendekati letak yang normal ), memobilisasi
kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap
selanjutnya ( tahap kedua ) dilakukan uretroplasty ( pembuatan saluran kencing
buatan/uretra ) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang
terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan
yang dialami oleh pasien.
Diagnosa Keperawatan
a. Pasien pre operasi
1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola
perawatan keluarga.
2. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga
dan klien.
b. Pasien post operasi
1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan
dengan petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi

Intervensi
Diagnosa pre operasi
1. Diagnosa : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan
pola perawatan keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
manajemen regimen terapeutik kembali efektif.
NOC : Family health status
Indikator :
a. Status imunisasi anggota kelurga
b. Kesehatan fisik anggota keluarga
c. Asupan makanan yang adekuat
d. Tidak adanya kekerasan anggota kelurga
e. Penggunaan perawatan kesehatan
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
NIC : Family mobilization
Intervensi :
a. Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga
b. Diskusikan kekuatan kelurga sebagai pendukung
c. Kaji pengaruh budaya keluarga
d. Monitor situasi kelurga
e. Ajarkan perawatan di rumah tentang terapi pasien
f. Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
g. Dukung kelurga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan
perubahan gaya hidup
h. Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan kelurga dalam menjaga status
kesehatan.
2. Diagnosa : Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan
obstruksi mekanik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan retensi urin berkurang.
NOC : Pengawasan urin
Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengesankan kandung kemih secara komplet
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Perawatan retensi urin
Intervensi :
a.Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus
kepada inkontinensia (ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi
kognitif dan masalah urin)
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.
3. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi
baik keluarga dan klien.
Tujuan : Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kecemasan pasien berkurang.
NOC : Kontrol ansietas
Indikator :
a. Tingkat kecemasan di batas normal
b. Mengetahui penyebab cemas
c. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas
d. Informasi untuk mengurangi kecemasan
e. Strategi koping untuk situasi penuh stress
f. Hubungan sosial
g. Tidur adekuat
h. Respon cemas
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC : Pengurangan cemas


Intervensi :
a. Ciptakan suasana yang tenang
b. Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa, tindakan dan prognosa,
dampingi pasien untuk meciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Kuatkan kebiasaan yang mendukung
e. Ciptakan hubungan saling percaya
f. Identifikasi perubahan tingkatan kecemasan
g. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan

Diagnosa post operasi


1. Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik
berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kesiapan peningkatan regimen terapeutik baik.
NOC : Family participation in profesioal care
Indikator :
a. Ikut serta dalam perencanaan perawatanb.
b. Ikut serta dalam menyediakan perawatan
c. Menyediakan informasi yang relefan
d. Kolaborasi dalam melakukan latihan
e. Evaluasi keefektifan perawatan
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Family process maintenance
Intervensi :
a. Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu
b. Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi
c. Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
d. Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana
pengaruh pada keluarga
e. Buat jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
f. Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status
kesehatan keluarga.
2. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan nyeri berkurang.
NOC 1 : Level nyeri
Indikator :
a. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)
b. Perubahan vital sign dalam batas normal
c. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri
NOC 2 : Tingkat kenyamanan
Indikator
a. Melaporkan kondisi fisik yang nyeman
b. Menunjukan ekspresi puas terhadap manajemen nyeri
NOC 3 : Kontrol nyeri
Indikator :
a. Mengungkap faktor pencetus nyeri
b. Menggunakan tetapi non farmakologi
c. Dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri
d. Melaporkan nyeri terkontrol
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC 1 : Manajemen nyeri
Intervensi :
a. Kaji secara komperhensif mengenai lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri
b. Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik nonfarmakologi (ralaksasi)
d. Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri
e. Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri)
NIC 2 : Monitor tanda vital
Intervensi :
a. Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien
b. Monitor keabnormalan pola napas pasien
c. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
d. Monitor toleransi aktivitas pasien
e. Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat
NIC 3 : Manajemen lingkungan
Intervensi :
a. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan
b. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman

3. Diagnosa : Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi infeksi.
NOC 1 : Deteksi resiko
Indikator :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko
b. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang mengidentifikasi faktor resiko
c. Menggunakan sumber & pelayanan kesehatan untuk mendapat sumber
informasi
NOC 2 : Kontrol resiko
Indikator :
a. Membenarkan faktor resiko
b. Memonitor faktor resiko dari lingkungan
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko
d. Memonitor & mengungkapkan status kesehatan
NOC 3 : Status imun
Indikator :
a. Tidak menunjukan infeksi berulang
b. Suhu tubuh dalam batas normal
c. Sel darah putih tidak meningkat
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC 1 : Kontrol infeksi
Intervensi :
a. Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar
b. Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan harus melaporkan
kepada petugas
c. Batasi pengunjung
d. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien
NIC 2 : Perawatan luka
Intervensi :
a. Catat karakteristik luka, drainase
b. Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril
c. Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan
d. Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur perawatan luka
NIC 3 : Perlindungan infeksi
Intervensi :
a. Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih
b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.
4. Diagnosa : Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan
trauma operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan retensi urin berkurang.
NOC : Pengawasan urin
Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengosongkan kandung kemih secara komplet
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Perawatan retensi urin
Intervensi :
a. Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada
inkontinensia (ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan
masalah urin)
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai