PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya konservasi perairan di Indonesia tumbuh selaras dengan pembangunan
nasional di bidang konservasi sumberdaya alam, tuntutan masyarakat pesisir serta
perkembangan konservasi dunia yang berwawasan global. Kesadaran konservasi di Indonesia
bahkan telah muncul jauh sebelum masa penjajahan Belanda, hal ini ditunjukan, misalnya
pada abad ke-13 (zaman majapahit) telah muncul undang-undang yang mengatur pengelolaan
air dan terbitnya ordonansi tentang pengaturan satwa liar pada zaman penjajahan Belanda.
Perjalanan konservasi di Indonesia terus bergulir pada masa sebelum kemerdekaan, dan orde-
orde pemerintahan pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya kawasan konservasi perairan dalam
mendukung pelestarian sumberdaya kelautan dan pesisir, hal ini tercermin dalam deklarasi
kawasan konservasi laut pertama tahun 1973 di Pulau Pombo, Maluku. Perjalanan regulasi di
bidang konservasi dan pengelolaannya juga tidak kalah dinamis. Hal ini sudah dimulai pada
zaman kerajaan dengan kitab-kitab-nya hingga terbit beberapa Undang-undang, turunan
undang-undang serta perubahannya. Perkembangan pemahaman konservasi saat ini, sangat
maju dan telah terjadi pergeseran paradigma pemahaman konservasi sebelumnya, khususnya
yang terkait pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan, sebagaimana sering menjadi
momok, khususnya bagi masyarakat nelayan. Begitu pula halnya dengan peran dan tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat pesisir memiliki kewenangan pengelolaan dan tanggung
jawab yang jelas untuk menjaga, melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya pesisir secara
berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
1
1. Bagaimana sejarah konservasi perairan di Indonesia?
2. Bagaimana pengertian konservasi perairan?
3. Bagaimana kondisi ekosistem air tawar di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya?
4. Bagaimana kondisi pantai di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya?
5. Bagaimana kondisi estuaria di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya?
6. Bagaimana kondisi mangrove di Indonesia saat ini dan bagaimana usaha konservasinya?
7. Bagaimana kondisi terumbu karang di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya?
8. Bagaimana kondisi padang lamun di Indonesia saat ini dan bagaimana usaha
konservasinya?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Bagaimana sejarah konservasi perairan di Indonesia.
2. Bagaimana pengertian konservasi perairan.
3. Bagaimana kondisi ekosistem air tawar di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya.
4. Bagaimana kondisi pantai di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya.
5. Bagaimana kondisi estuaria di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya.
6. Bagaimana kondisi mangrove di Indonesia saat ini dan bagaimana usaha konservasinya
7. Bagaimana kondisi terumbu karang di Indonesia dan bagaimana usaha konservasinya.
8. Bagaimana kondisi padang lamun di Indonesia saat ini dan bagaimana usaha
konservasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Cenderawasih, dan konsep Wawasan Nusantara melalui Deklarasi Juanda 13 Desember 1957
yang diperkuat dengan UU No. 4 tahun 1960. Pada tahun 1971 dibentuk Direktorat
Perlindungan dan Pengawetan Alam dibawah Departemen Pertanian sebagai bentuk
keseriusan pemerintah terhadap kegiatan perlindungan alam. Dan pada tahun 1973 Indonesia
ikut meratifikasi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Flora dan Fauna) dan dikukuhkan melalui Kepress No. 43 Tahun 1978.
Sumberdaya pesisir dan laut mendapat perhatian lebih besar dengan berdirinya
Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan pada tahun 1999, yang kemudian berubah
menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan dan terakhir berubah nama menjadi
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk menangani kegiatan-kegiatan konservasi
sumberdaya pesisir dan laut, kementerian membentuk Direktorat Konservasi dan Taman
nasional Laut (KTNL) yang kemudian berubah menjadi Direktorat Konservasi Kawasan dan
Jenis Ikan (Dit. KKJI). Pada awalnya, Dit. KKJI mengembangkan konsep-konsep konservasi
dan memfasilitasi upaya konservasi di daerah, yaitu dengan mengembangkan Kawasan
Konservasi Laut yang sering disebut dengan nama Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD), walaupun dalam perjalanan regulasi aturan tidak ada istilah konservasi perairan laut
yang meng-address KKLD. Istilah yang dikenal perundang-undangan adalah kawasan
konservasi perairan (KKP) dan/atau kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil (KKP3K). Saat ini telah banyak inisiatif pemerintah daerah mengembangkan konservasi
kawasan di perairan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dalam upaya meningkatkan luasan
kawasan konservasi menuju pegelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan (Kementrian
Konservasi Perairan, 2013).
b. Berikutnya adalah sungai yang tercemar karena digunakan oleh warga sekitar sebagai
pembuangan sampah anorganik seperti sampah-sampah berbahan plastik. Seperti kita
ketahui bahwa sampah anorganik tidak bisa diuraikan, dan zat kimia yang terkandung
didalamnya dapat berpengaruh buruk pada komponen ekosistem sungai tersebut.
Sampah- sampah tersebut membuat sungai menjadi kumuh, tidak sehat dan yang pasti
sangat tercemar.
Sangat memprihatinkan danau yang indah ini di ambang kehancuran. Airnya terancam
kering. Tiap tahun terjadi penyusutan volume airnya. Dalam masa lima tahun terakhir, airnya
sudah surut dua meter. Kepedulian warga sekitarnya juga kurang. Air di danau ini digunakan
untuk semua keperluan warga, seperti pengairan sawah dan kebutuhan air warga dari 2
kabupaten. Sehingga membuat debit air terus mengalami penurunan, karena debit air yang
diperoleh dengan yang digunakan tidak seimbang.
5. Konservasi sungai
Konservasi sungai yang dapat dilakukan dengan membentuk kerjasama yang baik
antara pemerintah dan masyarakat antara lain sebagai berikut:
1. Penanaman Pohon pada daerah-daerah Konservasi DAS
2. Pemantauan Kualitas Air dengan pengambilan
3. Penetapan Klasifikasi sumber-sumber air.
4. Memberi penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah di sungai
5. Sebisa mungkin membuat bantaran sungai menjadi hijau untuk daerah-daerah resapan air
sungai.
6. Konservasi danau
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan ekosistem danau,
diantaranya dengan melakukan konservasi berupa:
a. Pemerintah setempat sebaiknya membuat larangan tegas seperti mengelurkan perda yang
mengatur tentang pambakaran lahan dan hutan
b. Pelarangan pembuangan sampah dan limbah rumah tangga kedalam danau
c. Pemerintah setempat sebaikanya membuat larangan tegas seperti mengelurkan perda
yang mengatur tentang pembuangan sampah kedalam danau
d. Membuat spanduk, pelangkat yang berisikan tinjauan agar tidak membuang sampah
kedalam danau
e. Pembuangan Limbah Pabrik Toba Pulp Lestari (TPL) Kedalam Danau Toba.
f. Pemda memberikan teguran /melarang keras agar tidak membuang limbah pabrik
kedalam danau
g. Pabrik sebaiknya sebelum membuang limbah sekitar kawasan danau menetralkan
terlebih dahulu zat beracun yang terkandung didalamnya
D. Konservasi Pantai
Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah
pesisir laut. Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem
darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin maka pasir dari pantai membentuk
gundukan ke arah darat. Menurut koreksi PBB tahun 2008, Indonesia merupakan negara
berpantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia.
Panjang garis pantai Indonesia tercatat sebesar 95.181 km.
c. Parasit pada bagian-bagian tubuhnya, seperti lumut dan jamur (Gambar 10).
Gambar 10. Seluruh tubuh penyu dipenuhi oleh parasit dalam bentuk lumut (Sumber: Pusat Pendidikan dan
Konservasi Penyu, Bali)
Selain itu, penyakit pada penyu dapat juga ditimbulkan karena sistem pemeliharaan
penyu yang tidak memenuhi syarat ekologis seperti pergantian air tidak kontinyu. Hal ini
dapat mengakibatkan lingkungan perairan menjadi kurang sehat sehingga mudah
menimbulkan berbagai penyakit seperti Dermatitis, Helminthiasis dan Tuberculosis.
Beberapa langkah penanggulangan yang harus dilakukan dalam upaya pengelolaan
konservasi penyu, yaitu:
- Melakukan karantina terhadap penyu-penyu yang berpenyakit, baik yang dewasa maupun
tukik, agar tidak menular kepada penyu-penyu yang lain.
- Pemberian obat secara rutin kepada penyu-penyu yang berpenyakit hingga sehat kembali
menciptakan kondisi lingkungan perairan yang sehat dan memenuhi syarat ekologi bagi
kehidupan penyu, terutama di penangkaran penyu
- Pemberian pakan yang cukup, sehat dan bergizi bagi tukik agar didapat penyu yang sehat
dan tahan penyakit sebelum dilepas ke alam.
E. Konservari Estuaria
Estuaria adalah wilayah sungai yang ada di bagian hilir dan bermuara ke laut,
sehingga memungkinkan terjadinya pencampuran antara air tawar dan air laut. Estuaria
didominasi oleh substrat lumpur yang berasal dari endapan yang dibawa oleh air tawar
sehingga bersatu dengan air laut. Partikel yang mengendap kebanyakan bersifat organik,
substrat dasar estuaria kaya akan bahan organik. Bahan organik tersebut sebagai cadangan
makanan utama, bagi pertumbuhan mangrove dan organisme lainnya. Komponen fauna
estuaria dihuni oleh biota air laut dan air tawar. Komponen fauna estuaria didominasi
hewan stenohaline dan hewan eurihaline. Hewan stenohaline adalah hewan yang terbatas
kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas sampai 30 permil. Sedangkan
hewan eurihaline adalah hewan khas laut yang mampu mentolerir penurunan salinitas hingga
di bawah 30 permil.
Parameter lingkungan utama ekosistem estuaria antara lain sirkulasi air, partikel
tersuspensi dan kandungan polutan. Dengan demikian ekosistem estuaria ini sangat sensitif
terhadap perubahan sirkulasi air, tersuspensinya partikel dan polutan.
F. Konservasi Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau
tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri
tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Dalam dua dekade ini keberadaan ekosistem
mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis. Saat ini mangrove yang tersisa
hanyalah berupa komunitas-komunitas mangrove yang ada disekitar muara-muara sungai
dengan ketebalan 10-100 meter, didominasi oleh Avicennia marina, Rhizophora mucronata,
Sonneratia caseolaris yang semuanya memiliki manfaat sendiri. Misalkan pohon Avicennia
memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun,
akar, dan batang) logam berat pencemar, sehingga keberadaan mangrove dapat berperan
untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran diperairan laut, dan manfaat ekonomis
seperti hasil kayu serta bermanfaat sebagai pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan
lautan. (Wijayanti, 2007).
Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi produktivitasnya
(Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi terhadap produktivitas ekosistem pesisir
(Harger, 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:
(a) Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan
(feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung,
biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti
anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut, dan berbagai hidupan lainnya;
(b) Ekosistem mangrove sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang
dan gempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi air laut;
(c) Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah, sehingga segala macam biota
perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang laut
lainnya;
(d) Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah
organik;
(e) Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting
mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan
yang melalui ekosistem mangrove;
(f) Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu;
(g) Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi.
1. Kerusakan Mangrove
Kawasan pantai dan ekosistem mangrove menjadi sasaran kegiatan eksploitasi
sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan pembangunan yang masih
cenderung menitik beratkan bidang ekonomi. Semakin banyak manfaat dan keuntungan
ekonomis yang diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan. Dampak-dampak lingkungan tersebut dapat diidentifikasi dengan adanya
degradasi kawasan pantai dan semakin berkurangnya luas ekosistem mangrove.
Eksploitasi dan degradasi kawasan mangrove mengakibatkan perubahan ekosistem
kawasan pantai seperti tidak terkendalinya pengelolaan terumbu karang, keanekaragaman
ikan, hutan mangrove, abrasi pantai, intrusi air laut dan punahnya berbagai jenis flora dan
fauna langka, barulah muncul kesadaran pentingnya peran ekosistem mangrove dalam
menjaga keseimbangan ekosistem kawasan pantai. Pada saat ini telah terjadi konversi
ekosistem mangrove menjadi lahan pertanian, perikanan (pertambakan), dan pemukiman
yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Padahal kekayaan flora dan faunanya belum
diketahui secara pasti, begitu pula dengan berbagai hal yang terkait dengan keberadaan
ekosistem mangrove tersebut. Untuk itu perlu diambil langkah-langkah penanganan
konservasi ekosistem mangrove. Adapun beberapa tujuan dari konservasi mangrove adalah :
a. Melestarikan contoh-contoh perwakilan habitat dengan tipe-tipe ekosistemnya.
b. Melindungi jenis-jenis biota (dengan habitatnya) yang terancam punah.
c. Mengelola daerah yang penting bagi pembiakan jenis-jenis biota yang bernilai ekonomi.
d. Memanfaatkan daerah tersebut untuk usaha rekreasi, pariwisata, pendidikan dan
penelitian.
e. Sebagai tempat untuk melakukan pelatihan di bidang pengelolaan sumberdaya alam.
f. Sebagai tempat pembanding bagi kegiatan monitoring tentang akibat manusia terhadap
lingkungannya.
Hilangnya ekosistem mangrove karena dikonversikan untuk penggunaan lain sudah
pasti akan berpengaruh negatif terhadap keanekaragaman hayati di daerah tersebut Untuk
menghindari hal tersebut yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengupayakan luasan kawasan konservasi mangrove 20 % dengan dasar pertimbangan
terhadap rasionalisasi penggunaan terbesar dari pemanfaatan lahan mangrove
diperuntukan pertanian, pertambakan, dan permukiman.
b. Keberadaan dan kondisi mangrove yang sebenarnya perlu diketahui, sebagai dasar untuk
perencanaan dan penetapan kebijakan selanjutnya.
c. Penetapan beberapa areal mangrove sebagai kawasan lindung.
d. Perlu ditingkatkan pengetahuan tentang peraturan-peraturan.
e. Pengenaan pajak untuk areal tambak, agar keinginan membuat tambak berkurang.
Menurut Waryono (1973) bahwa ekosistem mangrove di Indonesia berdasarkan status
peruntukannya dapat dikelompokkan menjadi: (a) kawasan konservasi dengan peruntukan
sebagai cagar alam, (b) kawasan konservasi dengan peruntukan sebagai suaka margasatwa,
(c) kawasan konservasi perlindungan alam, (d) kawasan konservasi jalur hijau penyangga, (e)
kawasan hutan produksi mangrove, dan (f) kawasan ekosistem wisata mangrove.
Bedeng bisa dibuat dengan berbagai macam tipe, disesuaikan dengan kondisi,
situasi, budaya setempat dan tentunya anggaran yang dimiliki. Pembangunan bedeng
persemaian ditujukan untuk menyemaikan buah-buah mangrove. Ada beberapa macam
bentuk bedeng, diantaranya adalah bedeng tingkat dan bedeng tanpa tingkat.
Bedeng Tingkat
Bedeng tingkat artinya, dasar bedeng ditinggikan beberapa sentimeter dari
atas tanah dengan tujuan untuk menghindari pemangsaaan bibit mangrove oleh
pemangsa misalkan kepiting.
Bedeng Tanpa Tingkat
Bedeng tanpa tingkat artinya, dasar bedeng tidak ditinggikan melainkan
langsung menggunakan tanah sebagai dasarnya. Kelebihan bedeng ini adalah bisa
cepat dibangun dengan hanya membutuhkan biaya yang murah.
2) Survey Lokasi buah mangrove dan pengambilan buah
Buah mangrove diambil dari pohonnya secara langsung. Buah-buah mangrove dari
jenis Rhizophora dan Ceriops, terletak bervariasi di ketinggian yang berbeda. Buah
Rhizophora yang diambil adalah buah yang sudah matang, yang ditandai dengan adanya
cincin kuning di bagian propagulnya. Untuk jenis Sonneratia, buah matang dicirikan
dengan telah pecahnya kulit buah sehingga terlihat biji-bijinya.
Berikut ini adalah gambar propagul (buah vivipari) jenis mangrove Rhizophora
apiculata. Anda bisa melihat bagian-bagiannya mulai dari (1) Tangkai, (2) Kelopak Buah,
(3) Plumula/Bakal daun, (4) Buah, (5) Keping Buah, (6) Hipokotil, dan (7) Radikula.
Setelah dipetik dari lapangan, buah mangrove direndam kurang lebih dua hari atau
menyesuaikan dengan jarak waktu antara pembibitan dan penanaman, sebelum
kemudian disemaikan di bedeng. Perendaman ini berfungsi untuk menghilangkan
kandungan gula pada buah, yang disukai oleh kepiting.
3) Pembibitan
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan pembibitan mangrove, adalah
polibek, buah mangrove berbagai jenis, lumpur, cetok, dan bedeng. Pembibitan dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Ambil polibek, lalu isi dengan lumpur yang ada di sekitar bedeng.
2. Isi polibek dengan sedimen, tapi jangan terlalu penuh, melainkan dari isi polibek.
3. Setelah diisi lumpur, lipat bagian atas polibek ke bagian luar, dengan tujuan, pada saat
surut dan cuaca kering, kristal-kristal garam air laut tidak terjebak di dalam polibek yang
bisa menghambat pertumbuhan buah mangrove.
4. Selanjutnya, tanam buah mangrove yang telah dipilih dan berkondisi baik, ke dalam
sedimen dengan kedalaman yang cukup.
5. Jangan lupa untuk menanam buah Ceriops, Sonneratia dan Avicennia ke dalam polibek
kecil dan buah Rhizophora dan Bruguiera ke dalam polibek yang berukuran besar.
6. Setelah itu, masukkan satu persatu polibek yang sudah terisi dengan buah-buah
mangrove tersebut, ke dalam bedeng. Sebaiknya, diusahakan agar satu buah bedeng
bisa digunakan untuk satu jenis mangrove saja, agar mempermudah distribusi pada
saat pengambilannya di tahap penanaman mangrove.
7) Pemeliharaan
Tahap ini adalah tahap lanjutan setelah tahap penyulaman selesai dilakukan.
Tahapan pemeliharaan mangrove, memiliki tujuan jangka panjang untuk memastikan
agar bibit-bibit mangrove kita, bisa hidup dalam jangka waktu yang lama.
Jakarta, 31 Agustus 2013. Dalam rangka rangkaian acara Hari Cinta Puspa Satwa
Nasional (HCPSN) 2013 dan peringatan Hari Pramuka ke-52 Kementerian Lingkungan
Hidup bersama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka menyelenggarakan kegiatan Bakti
Masyarakat Penanaman Mangrove sekaligus Peresmian Percontohan Persiapan Kegiatan
Saka Kalpataru dengan menanam 5.000 (lima ribu) bibit mangrove dengan sistem adopsi
pohon di pantai Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat. Kawasan hutan mangrove ini nantinya
dapat dijadikan kawasan konservasi pantai dan percontohan kegiatan Pramuka Peduli
Lingkungan atau Saka Kalpataru dalam pembudidayaan mangrove yang menjadi kawasan
wisata mangrove lengkap dengan kuliner mangrove. (http://www.menlh.go.id)
Kegiatan Adopt a Mangrove ini dipandu oleh Himpunan Pecinta Alam (HPA) Ilalang,
yang menginisiasi berdirinya Wisata Edukasi Mangrove Pangandaran. Sebelum menanam
bakau, teman-teman BEM KM IPB 2013 diberikan penjelasan mengenai seluk-beluk
berdirinya Wisata Edukasi Konservasi Mangrove Pangandaran, serta manfaat ekosistem
mangrove di daerah pesisir.
3) Kegiatan Mangrove Replant Kesemat Undip
Tabel 2. Kegiatan Manusia yang Berdampak pada Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
No Kegiatan Dampak Potensial
.
1. Penambangan Perusakan habitat, bila menggunakan bahan
karang dengan atau peledak dapat menimbulkan kematian masal
tanpa bahan hewan terumbu karang.
peledak.
2. Pembuangan limbah Meningkatkan suhu air hingga 5-100C di atas
panas suhu normal air dapat mematikan karang
dan hewan lainnya serta tumbuhan yang
berasosiasi dengan terumbu karang.
3. Penggundulan hutan Sedimen hasil erosi yang berlebihan dapat
di lahan atas (up mencapai terumbu karang yang letaknya
land) sekitar muara sungai pengangkut sedimen
yang mengakibatkan kekeruhan air
sehingga menghambat fungsi zooxsanthellae
yang selanjutnya menghambat
pertumbuhan terumbu karang.
Sedimen yang berlebihan dapat
menyelimuti polip-polip dengan sedimen
yang dapat mematikan karang, karena
oksigen terlarut dalam air tidak dapat
berdifusi ke dalam polip.
Karang di terumbu karang yang lokasinya
dekat dengan banjir akan dapat mengalami
kematian karena sedimentasi yang
berlebihan dan penurunan salinitas air.
4. Pengerukan di Arus dapat mengangkut sedimen yang
sekitar terumbu teraduk ke terumbu karang dan
karang meningkatkan kekeruhan air yang
mengakibatkan seperti yang telah diuraikan
di atas.
5. Kepariwisataan Peningkatan suhu air karena pencemaran
panas oleh pembuangan air pendingin
pembangkit listrik hotel, dengan akibat
seperti yang telah diuraikan di atas.
Pencemaran limbah manusia dari hotel
karena limbah ini tidak mengalami
pengolahan yang memadai sebelum dibuang
ke perairan lokasi terumbu karang, dengan
akibat terjadinya eutrofikasi yang
selanjutnya mengakibatkan tumbuh
suburnya (blooming) fitoplankton yang
meningkatkan kekeruhan air dan kemudian
terhambatnya zooxanthellae. Selain itu,
keruhnya air akan mengurangi nilai estetis
perairan terumbu karang.
Kerusakan fisik terumbu karang batu oleh
jangkar kapal.
Pengoleksian terumbu karang yang masih
hidup dan hewan-hewan lain oleh turis
dapat mengurangi keanekaragaman hewani
ekosistem terumbu karang.
Rusaknya terumbu karang yang disebabkan
oleh penyelam.
6. Penangkapan ikan Penangkapan ikan hias dengan
hias dengan menggunakan kalium sianida bukan saja
menggunakan membuat ikan pingsan namun juga
kalium sianida berpotensi membunuh karang dan
(KCN) avertebrata lain di sekitar lokasi, karena
hewan-hewan ini jauh lebih peka terhadap
zat-zat kimia.
Penangkapan ikan konsumsi dengan bahan
peledak bukan saja mematikan ikan tanpa
diskriminasi, tetapi juga koral dan
avertebrata lain yang ada di sekitar lokasi.
\
Gambar 22. Terumbu Karang Buatan
2. Pencangkokan
Metode ini dikenal dengan transplantasi. Dengan memotong karang hidup, lalu
ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan diharapkan dapat mempercepat regenerasi
terumbu karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu
karang baru yang sebelumnya tidak ada. Bibit karang yang sering digunakan pada uji coba
transplantasi ini adalah dari genus Acropora yang terdiri dari A tenuis, A austera, A formosa,
A hyacinthus, A divaricata, A nasuta, A yongei, A aspera, A digitifera, A valida, dan A
glauca. persen. Hal tersebut diperkirakan karena spesies-spesies tersebut memiliki cabang
yang kecil dan mudah rapuh. Berdasarkan per tambahan tinggi masing-masing karang
tersebut, setelah berumur satu bulan pertambahan tinggi terbesar dialami oleh Acropora
yongei (rata-rata 0,4 cm), sedangkan pertambahan tinggi terkecil dialami Acropora digitifera,
yakni 0,1 cm. (Santoso, dan Kardono, 2008).
Keberhasilan hidup suatu karang dalam suatu rehabilitasi dapat dilihat dari besarnya
ukuran karang transplantasi. Dalam transplantasi karang harus memperhatikan ukuran
terumbu karang tersebut, ukuran yang lebih kecil akan memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Ikan yang dijumpai di terumbu karang mencerminkan secara langsung jumlah dari habitat
yang dapat didukung oleh lingkungan terumbu karang. Mengantisipasi kerusakan karang
yang sudah serius dan perdagangan karang hias hidup, maka merasa perlu dilakukan suatu
solusi agar kondisi karang tidak semakin rusak. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu
dilakukan tindakan konservasi dan rehabilitasi. Salah satu langkah kearah tersebut adalah
melakukan penelitian transplantasi karang dengan fragmentasi untuk mencarikan
kemungkinan dapat dilakukan untuk menyelamatkan kondisi karang. Trasnplantasi karang
dapat dilihat pada gambar 23 dan gambar 24.
H. Padang Lamun
Lamun (Seagrass) atau disebut ilalang laut merupakan satu-satunya tumbuhan
berbunga yang terdapat di perairan pantai dangkal yang mampu beradaptasi sepenuhnya
dalam perairan laut. Kadang-kadang membentuk komunitas yang lebih hingga merupakan
padang lamun (seagrass bed) yang cukup luas. Padang lamun merupakan salah satu
ekosistem utama pada perairan dangkal yang sangat kompleks dan merupakan sumberdaya
laut yang cukup potensial, karena memiliki fungsi fisik, ekologis dan ekonomis yang sangat
penting. Padang lamun dapat ditunjukan pada gambar 9. Fungsi ekologis padang lamun
diantaranya adalah sebagai daerah asuhan, daerah pemijahan, daerah mencari makan, dan
daerah untuk mencari perlindungan berbagai jenis biota laut seperti ikan, crustasea, moluska,
echinodermata, dan sebagainya Tumbuhan lamun itu sendiri merupakan makanan penting
dugong (Dugong dugon) dan penyu hijau (Chelonia mydas) dan bertindak sebagai jebakan
sedimen dan nutrient Lamun juga mendukung kehidupan banyak jenis herbivor dan
detritivor yang menjadi dasar dalam rantai makanan di lautan. Lamun memiliki sistem
perakaran dan rhizoma yang intensif. Sistem rhizoma membentuk daun lamun menjadi lebat,
sehingga dapat mengurangi gerakan air serta mengendapkan partikel tersuspensi ke dasar
perairan. Lamun dapat pula menghasilkan bahan organik melalui daun yang telah membusuk
serta melalui organisme yang hidup di lamun seperti epifik dan fitoplankton. Padang lamun
dapat pula berperan sebagai peredam ombak alami yang dapat menghambat pergerakan air
membuat perairan di daerah tersebut menjadi tenang . Keadaan tersebut dapat menjaga
pantai dari proses abrasi. Padang lamun dapat berfungsi sebagai perangkap sedimen dan
menstabilkan dasar perairan di bawahnya. (Ira, 2013)
Rehabilitasi Lunak
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah, dengan asumsi jika
akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai kesempatan untuk
merehabilitasidirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada
pengendalian perilaku manusia.
Rehabilitasi lunak mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Kebijakan dan strategi pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan diperlukan
kebijakan dan strategi yan jelas untuk menjadi acuan pelaksanaan oleh para pemangku
kepentingan (stakeholdes).
2) Penyadaran masyarakat (Public awareness). Penyadaran masyarakat dapa dilaksanakan
dengan berbagai pendekatan.
3) Pendidikan. Pendidikan mengenai lingkungan termasuk pentingnya melestarikan
lingkungan padang lamun. Pendidikan dapat disampaikan lewat jalan pendidikan formal
dan non-formal.
4) Pengembangan riset. Diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akurat untuk
mendasari pengambilan Keputusan dalam pengelolaan lingkungan.
5) Mata pencaharian yang alternatif. Perlu dikembangkan berbagai kegiatan untuk
mengembangkan mata pencarian alternatif yang ramah lingkungan yang dapat dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang sejahtera akan lebih mudah
diajak untuk menghargai dan melindungi lingkungan.
6) Pengikut sertaan masyarakat Pertisipasi masyrakat dalam berbagai kegiatan lingkungan
dapat memberi motivasi yang lebih kuat dan lebih menjamin keberlanjutanya. Kegiaan
bersih pantai dan pengelolaan sampah misalnya merupakan bagian dari kegiatan ini.
7) Pengembangan Daerah Pelindungan Padang Lamun (segrass sanctuar) berbasis
masyarakat. Daerah perlidungan padang lamun merupakan bank sumberdaya yang dapat
lebih menjamin ketersediaan sumberdaya ikan dalam jangka panjang.
8) Peraturan perundangan. Pengembangan peraturan perundangan perlu dikembangkan dan
dilaksanakan dengan tidak meninggalkan kepentingan masyarakat luas. Keberadaan
hukum adat, serta kebiasaan masyarakat lokal perlu dihargai dan dikembangkan.
9) Penegakan huku secara konsisten. Segala peraturan perundangan tidak akan ada dimankan
bila tidak ada ditegakan secara konsisten. Lembaga-lembaga yang terkait dengan
penegakan hukum perlu diperkuat, termasuk lembaga-lembaga adat.
Rehabilitasi Keras
Rehabiltsi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan dilapangan.
Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan transplantasi
lamun dilingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun di Indonesia
belum berkembang luas. Berbagai percobaan transplantasi lamun telah dilaksanakan oleh
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI domics yang masih dalam taraf awal. Pengembangan
transplantasi lamun telah dilaksanakan diluar negeri dengan berbagai tingkat
keberhasilan.
Rehabilitasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di
lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau dengan
transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun
belum berkembang luas di Indonesia. Berbagai percobaan transpalantasi lamun telah
dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang masih dalam taraf awal.
Pengembangan transplantaasi lamun telah dilaksanakan di luar negeri dengan berbagai
tingkat keberhasilan.
Penanaman Lamun
Penanaman lamun dilakukan pada lokasi yang telah dipilih berdasarkan kriteria
yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Setelah kegiatan penanaman 1, tahap
selanjutnya dilakukan secara bertahap setiap bulan di lokasi rehabilitasi, yang bertujuan
memperluas wilayah yang ditanam dan mengganti jika terdapat tanaman lamun yang mati
atau rusak. Penanaman lamun dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut (e.g.
Fonseca et al. 1998 in Calumpong and Fonseca, 2001 dalam Taurusman, et.al(2009):
1. Metode TERFs
TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame system) merupakan metode
transplantasi lamun yang dikembangkan oleh F. T. Short di Universitas of New
Hampshire, USA (Short et al. 2001 dalam Taurusman, et.al(2009)). TERFs adalah unit
penanaman lamun berupa tunas yang diikat pada frame besi (TERFs frame). Pada metode
ini beberapa tunas lamun dengan jarak tertentu diikatkan pada frame besi dengan
menggunakan material yang mudah larut seperti kertas tissue. Setiap rimpang yang
bertunas muda yang diambil dari donor diikatkan ke sisi rak dengan menggunakan kertas
tissue. Kemudian tanaman lamun dan frame diletakkan di atas substrat dasar dengan
sedikit tekanan sehingga frame besi bagian bawah dapat masuk beberapa centimeter ke
dalam substrat dasar.
2. Metode Plug
Merupakan pengambilan bibit tanaman dilakukan dengan pipa PVC dengan
diameter 10,15 cm. Tanaman donor dipindahkan dengan substratnya pada lokasi
rehabilitasi yang terlebih dahulu dipersiapkan lobangnya dengan PVC corer. Pada
kegiatan ini corer yang digunakan adalah sebuah pipa paralon yang dapat diatur tingkat
kevakumannya dengan sebuah valve kontrol udara di ujung atas tabung tersebut.
Penggunaan alat ini adalah untuk mengambil tanaman lamun secara lengkap dari lokasi
donor beserta sekaligus substrat dasarnya.
3. Metode Sod/Turfs
Pada lokasi-lokasi dimana substrat dasarnya yang keras (ditutupi pecahan karang
mati) dan dangkal, digunakan teknik Sod/Turfs, yakni dengan prinsip yang sama dengan
metode plug, tapi alat bantu corer diganti dengan skop. Turfs adalah sebuah unit tanaman
lamun beserta akar dan rimpangnya dengan luas sekitar 0,1 m2 yang digali dan
dipindahkan dari tempat donor dengan sebuah skop. Unit dibawa ke lokasi penanaman
dan unit transplantasi lamun ditanam dengan cara dimasukan pada sebuah lubang yang
sebelumnya telah dipersiapkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah:
1. Konservasi perairan di Indonesia telah muncul sejah zaman majapahit, kemudian berlanjut
saat masa pemerintahan Belanda terutama dalam pengaturan sistem pengelolaan air.
Sumberdaya pesisir dan laut mendapat perhatian lebih besar dengan berdirinya
Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan pada tahun 1999, yang kemudian berubah
menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan dan terakhir berubah nama menjadi
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Untuk menangani kegiatan-kegiatan konservasi
sumberdaya pesisir dan laut, kementerian membentuk Direktorat Konservasi dan Taman
nasional Laut (KTNL).
2. Kawasan konservasi perairan (KKP) didefinisikan sebagai kawasan perairan yang
dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya
ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan IUCN The Conservation Union,
mendefinisikan kawasan konservasi laut sebagai suatu area atau daerah di kawasan pasang
surut beserta kolom air di atasnya dan flora dan fauna serta lingkungan budaya dan sejarah
yang ada di dalamnya, yang diayomi oleh undang-undang untuk melindungi sebagian atau
seluruh lingkungan yang tertutup.
3. Konservasi ekosistem air tawar (sungai dan danau) dapat dilakukan dengan membentuk
kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat antara lain dengan penanaman
pohon, pemantauan kualitas air dan penyuluhan kepada masyarakat untuk tidak
membuang sampah di sungai ataupun danau.
4. Konservasi wilayah pesisir mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan
generasi saat ini dan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan yang berkelanjutan
dilaksanakan tanpa mengurangi fungsi lingkungan hidup.
5. Konservasi Estuaria menurut Kastolani (2012), meliputi kegiatan pemanfaatan,
perlindungan dan pelestarian. Deskripsi kegiatannya adalah sebagai berikut: Pemanfaatan
(Budidaya biota estuaria, nipah sebagai bahan baku gula dan energi bioetanol),
Perlindungan (Memonitor pembabatan tumbuhan, dan pengambilan hewan di estuaria) dan
Pelestarian (Penanaman nipah, pembibitan
55 biawak, ikan, dan lain-lain.)
6. Konservasi ekosistem mangrove di Indonesia berdasarkan status peruntukannya dapat
dikelompokkan menjadi: (a) kawasan konservasi dengan peruntukan sebagai cagar alam,
(b) kawasan konservasi dengan peruntukan sebagai suaka margasatwa, (c) kawasan
konservasi perlindungan alam, (d) kawasan konservasi jalur hijau penyangga, (e) kawasan
hutan produksi mangrove, dan (f) kawasan ekosistem wisata mangrove.
7. Luas terumbu karang yang ada di Indonesia sekitar 51.000 km2 diperkirakan hanya 7 %
terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33 % baik, 45 % rusak dan 15 % lainnya
kondisinya sudah kritis). Bentuk usaha konservasi yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan teknik transplantasi karang, dan memberdayakan masyarakat yang berada di
sekitar wilayah pesisir/pantai untuk terlibat aktif dalam pengelolaan terumbu karang
berbasis masyarakat. Adapun bentuk konservasi terhadap terumbu karang telah dilakukan
hampir di seluruh kawasan pesisir pantai Indonesia. Kegiatan konservasi melibatkan peran
aktif masyarakat dan organisasi lingkungan hidup.
8. Keberadaan padang lamun di Indonesai belum menunjukan tingkat kerusakan yang parah.
Namun di bebrapa daerah seperti di kalimantan keberadaan lamun sudah semakin
terancam. Bentuk rehabilitasi lamun biasanya terdiri dari dua jenis yaitu rehabilitasi keras
dan rehabilitasi lunak. Rehabilitasi keras melibatkan pemberdayaan masyarakat di daerah
sekitar padang lamun sedangkan rehabilitasi lunak dilakukan dengan melakukan
penanaman lamun.
B. Saran
Pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami menyarankan
kepada pembaca agar dapat membaca referensi lain yang berhubungan dengan materi ini.
Dengan harapan semoga materi ini bermanfaat dan menjadi sebagai salah satu bacaan
mengenai konservasi ekosistem air (Danau dan Sungai) dan laut (pantai, estuaria, mangrove,
padang lamun dan terumbu karang).
DAFTAR PUSTAKA
Adiprima, Khrisna P. Dan Sudradjat, Arief. 2012. Kajian Kesesuaian Lahan Tambak,
Konservasi dan Permukiman Kawasan Pesisir Menggunakan Sistem Informasi
Geografis (Studi Kasus: Pesisir Pangandaran, Jawa Barat). Fakultas Teknik Sipil
dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. (Online).
http://www.ftsl.itb.ac.id/wp.../07/25310009-Khrisna-Protecta-Adiprima.pdf.
diakses pada tanggal 23 Januari 2014.
Amelia. 2013. Konservasi Wilayah Pesisir. Jurnal Lingkungan Hidup. (Online) diakses pada
tanggal 23 Januari 2014.
Dahuri R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta
Dahuri, R., Rais, Y., Putra, S.G., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Dermawan dkk. 2009. Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Jakarta: Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan RI.
Harger, J.R.E., 1982. Major problems in the functional anlysis of mangroves in South East
Asia. Paper presented at The Symposium On Mangrove Forest Ecosystem
Productivity, April 20-22, 1982, Bogor.
Ira, 2013. Partikel Tersuspensi dan Bahan Organik yang Terperangkap Pada Daerah Lamun
dan Daerah Tidak ada Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo Makassar.
Jurnal Aqua sains, (Online), (jurnal.fp.unila.ac.id), diakses 24 Januari 2014.
Kastolani, Wanjat. 2012. Strategi Konservasi Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan. Pidato
Pengukuhan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia, 19 Juli 2012. (Online)
http:// http://fpips.upi.edu/berita-535-.html diakses pada tanggal 23 Januari 2014.
Santoso dan Kardono, 2008. Teknologi Konservasi Dan Rehabilitasi Terumbu Karang. Jurnal
Teknologi Lingkungan (9): 3,(Online), (http://download.portalgaruda.org) diakses
24 Januari 2014.
Snedaker, S.C., 1978. Mangroves: their value and perpetution. Nature and Resources 14: 6-
13.
Taurusman, et.al. 2009. Peran Ekosistem Lamun dalam Produktivitas Hayati dan Meregulasi
Perubahan Iklim. Jakarta
Wijayanti, T., 2007, Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan, Tugas Akhir
Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jawa Timur, Surabaya
Yuniarti. 2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir Indonesia (Studi Kasus: Pengelolaan Terumbu
Karang Berbasis Masyarakat Di Kepulauan Riau), (Online), (www. dostoc.com),
diakses 24 Januari 2014.
SOAL POSTEST
1. Menurut pendapat anda jelaskan apa yang dimaksud dengan kawasan konservasi perairan dan
apa tujuan dilaksanakan konservasi tersebut?
2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari peningkatan sedimentasi di wilayah estuaria?
3. Jelaskan mengapa diperlukan adanya konservasi dan rehabilitasi ekosistem magrove?
4. Bagaimana cara pelestarian terumbu karang?
5. Bagaimana peranan kearifan lokal dengan usaha konservasi perairan?
KUNCI JAWABAN
1. Kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan
sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya
secara berkelanjutan. Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah agar kawasan
lingkungan perairan senantiasa terjaga kelestariannya dan sumber daya hayati yang ada
di dalamnya dapat terus memberikan manfaat ekologis bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya.
2. Dampak dari peningkatan sedimen yang akhirnya terhenti atau terendapkan di muara
sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti terjadinya
perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya delta baru atau
tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di muara sungai. Sedimen
yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat
menutupi tubuh biota laut dan akan menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh
orgnisme untuk pemapasan atau berfotosintesis.
3. Perlu dilakukannya rehabilitasi dan konservasi ekosistem mangrove berkaitan dengan
pentingnya fungsi yang dimiliki mangrove, yaitu untuk:
(a) penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang
kuat serta pencegahan intrusi air laut;
(b) membantu kesuburan tanah, sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh
dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang laut lainnya;
(c) membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik;
(d) tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya
tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem mangrove;
(e) penghasil kayu dan non kayu;
(f) fungsi pendidikan dan rekreasi.
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Ekologi Lanjut
yang dibina oleh Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati, M.S.
Oleh:
Kelompok 1 / Offering A 2013
Alif Yanuar Zukmadini (130341818668)
Dede Cahyati Syahrir (130341818670)
Candra Hermawan (130341818685)
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang
Perairan (Sungai, Danau) dan Ekosistem Laut dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
Negeri Malang. Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati, M.S. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Ekologi yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi pembaca
guna menambah pengetahuan dan informasi. Penulis menyadari bahwa makalh ini masih jauh
dari kesempurnaan, karena tidak ada yang sempurna kecuali Sang Khaliq. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
i i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar belakang............................................................................. 1
B. Rumusan masalah........................................................................ 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. Sejarah Konservasi Perairan di Indonesia................................... 3
B. Pengertian Konservasi Perairan................................................... 4
C. Konservasi Ekosistem Air Tawar................................................ 6
1. Ekosistem Sungai.................................................................. 6
2. Ekosistem Danau................................................................... 7
3. Kerusakan Ekosistem Sungai................................................ 8
4. Kerusakan Ekosistem Danau................................................. 9
5. Konservasi Ekosistem Sungai............................................... 9
6. Konservasi Ekosistem Danau................................................ 10
D. Konservasi Ekosistem Pantai...................................................... 10
1. Konservasi Penyu................................................................... 14
E. Konservasi Eustaria..................................................................... 17
1. Kerusakan Wilayah Eustaria................................................... 17
2. Usaha Konservasi Eustaria..................................................... 19
3. Wilayah Konservasi Eustaria.................................................. 20
F. Konservasi Ekosistem Mangrove................................................ 21
1. Kerusakan Mangrove.............................................................. 22
2. Teknik Rehabilitasi Mangrove................................................ 24
3. Wilayah Konservasi Mangrove di Indonesia.......................... 29
G. Konservasi Terumbu Karang....................................................... 32
1. Fungsi Ekologis..................................................................... 33
2. Faktor Rusaknya Ekosistem Terumbu Karang...................... 33
3. Usaha Konservasi Terumbu Karang...................................... 35
4. Strategi Pengelolaan Terumbu Karang.................................. 41
5. Sekilas tentang COREMAP.................................................. 42
6. Bentuk Konservasi Terumbu Karang di Indonesia Pengelolaan Berbasis
ii
Masyarakat............................................................................ 43
H. Konservasi Padang Lamun.......................................................... 45
1. Kerusakan Ekosistem Lamun................................................ 46
2. Konservasi Ekosistem Lamun............................................... 48
3. Rehabilitasi Padang Lamun................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 57
iii