Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dalam poliklinik puskesmas sedang dilakukan pemeriksaan terhadap aeorang laki - laki usia 60
tahun yang datang dengan keluhan sesak napas yang sudah dialami 3 hari ini, riwayat sesak
napas selama 5 tahun ini, dalam tahun ini os sudah 2 kali dirawat di rumah sakit karena sesak
napas. Batuk berdahak 1 minggu ini, dahak warna putih, riwayat merokok 20 tahun, 1 bungkus
perhari, os selama 5 tahun terakhir menggunakan obat - obat inhaler untuk sesak napasnya.
Pemeriksaan fisik perkusi terdengar hipersonor pada kedua lapangan paru, pada palpasi fremitus
dirasakan melemah pada kedua paru dan pada auskultasi didapat suara pernapasan ekspirasi
memanjang dan terdengar wheezing, pada foto toraks kesan emfisema.
Hasil pemeriksaan spirometri di dapat : FEV1 : 60% prediksi, FVC : 66% prediksi dan
FEV1/FVC : 105% prediksi .
I. Klasifikasi Istilah
- FVC = Forced Vital Capacity
- FEV = Forced Expiration Capacity
- Spirometri = Alat pengukuran kapasitas pernafasan/kapasitas paru-paru
- Pemeriksaan fisik
Hipersonor
+ emfisema
Palpasi fremitus melemah
+ TB
+ udem
+ Tumor
+ PPOK
+ Efusi pleura
+ Atelektasis
Auskultasi, ekspirasi memanjang dan wheezing
+ PPOK
+ Udem paru
+ TB
- Pemeriksaan Spirometri
FEV1 < 80%
FEV1/FVC < 75-80%
FVC < 80%
IV. Rumusan Masalah
V. Learning Objective
1. Anatomi & Fisiologi Pernafasan!
2. Definisi & Faktor Resiko PPOK!
3. Prevelensi & Patofisiologi PPOK!
4. Gejala khusus & pemeriksaan penunjang!
5. Derajat klasifikasi, penatalaksanaan, dan prognosis PPOK!
1.Anatomi & Fisiologi Pernafasaan!
Anatomi pernapasan
Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, bronkiolus. Saluran pernapasan ini dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan di
lembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari
epitel toraka bertingkat dan bersilia dan bersel goblet.
Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mokus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa.
Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut. Rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.
Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di
dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju laring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau
dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembapan dan banyaknya jaringan
pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah
disesuaikan sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring bebas debu, sushu mendekati
suhu tubuh, dan kelembapannya mencapai 100%.
Faring merupakan tabung muskular dengan ukuran kurang lebih 12.5 cm yang terletak dari
tengkorak sampai esofagus.
Faring terbagi 3 :
1. Nasofaring
2. Orofaring
3. Laringofaring
Laring merupakan sebagai kotak suara. Laring menghubungkan faring dengan trakea. Bentuk
laring seperti kotak triangular yang di topang oleh 9 kartilago.
Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara (glotia) bermuara ke dalam trakea dan membentuk
bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah.
Glotis :
- saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring dan glotis berbentuk
triangular.
- saat menelan pita suara teraduksi (tertarik menutup) dan glotis membentuk celah sempit.
- dengan demikian kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat
ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.
Trakea, merupakan suatu tube/tabung yang merentang dari laring pada vertebra serviks - 6
sampai toraks - 5 tempatnya membelah menjadi 2 bronkus utama.
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda (bentuk c) yang
panjangnya lurang lebih 10 - 12,5 cm (inci). Struktur trakea di golongkan / dianalognya sebagai
sebuah pohon. Ujung post mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga
memungkinkan ekspansi esofagus 20 lapis c.
Trakea dilapisi oleh epitelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung
banyak sel goblet. Di atas tempat masuknya bronkus utama. Kedua ujung kartilago bertemu
membentuk cincin yang sempurna (bentuk O)
Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina
memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan (utama) lebih pendek, tebal, dan
lurus dibanding bronkus kiri, karena arcus aorta membelokkan trakea ke bawah ke kanan
sehingga lebih curam. Setiap bronkus bercabang 12 kali untuk membentuk bronkus sekunder dan
tersier dengan diameter yang semakin mengecil. Tidak ada kartilago dlm bronkiolus tetapi silia
tetap ada sampai bronkiolus respiratiorik.
Bronkus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah ubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas.
Asinus terdiri dari :
1. Bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil dan alveoli pada
dindingnya.
2. Ductus alveolaris
3. Saccus alveolaris terminalis, struktur akhir paru.
Alveolus dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada
dinding ini dinamakan pori pori khon. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran udara
antara saccus alveolaris terminalis.
Paru paru berbentuk piramid, spons, yang berisi udara. Paru kanan terdiri dari 3 lobus dan paru
kiri terdiri 2 lobus. Permukaan mediastinal (medial) yang terpisah dari paru lain oleh
mediastinum. Permukaan mediastinal memiliki hilus, tempat masuk dan keluarnya pembuluh
darah bronki, pulmonal, dan bronkial dari paru.
Fisiologi pernafasan
Proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan dan co2 dikeluarkan ke udara
ekspirasi, dapat di bagi dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium pertama, ventilasi yaitu masuknya campuran gas gas ke dalam dan keluar paru
2. Stadium kedua, transportasi yang hatus ditinjau adalah difusi gas gas, difusi distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonary, reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.
3.Stadium ketiga, respirasi sel atau respirasi interna yaitu saat zat-zat dioksidasi untuk
mendapatkan energy dan co2 terbentuk sebagai sampah proses metabolik sel dan dikeluarkan
oleh paru.
Ventilasi
Selisih tekanan antara jalan nafas dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru
sampai tekanan jalan nafas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer. Pengurangan
volume toraks meningkatkan tekanan intrapleura dan pulmonal.
Transportasi
Difusi, gas gas melintasi membrane alveolus yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan
ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan PO2 dalam atmosfer kurang
lebih 159mmHg dan menurun saat di trakea karena dihangatkan dan dilembabkan menjadi
kurang lebih 149 mmHg.
PO2 kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus, sehingga O2 mudah berdifusi ke
dalam aliran darah. Perbedaan tekanan antara darah dan PaCO2 yang lebih rendah menyebabkan
CO2 berdifusi ke alveolus CO2 mudah dikeluarkan ke atmosfer.
Transpor O2 dalam darah dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu fisik larut dalam plasma atau
secara kimia berikatan dengan Hb sebagai HbO2.
Trasnpor CO2 dalam darah dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. 10% CO2 larut dalam plasma
2. 20% CO2 berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darha merah
3. 70% diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma (HCO3-)
Keseimbangan asam basa tubuh ini sangat dipengaruhi oleh fungsi paru dan homeostasis CO2.
Hiperventilasi (ventilasi alveolus metabolism berbelihan) menjadi alkalosis dan hipeventilasi
menjadi asidosis.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema,
termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel
penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun
pada
tahun 1990-an
Industrialisasi
Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan
Faktor Resiko
Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting
dari faktor penyebab lainnya.
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi,
hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran
rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan
tiga jenis
emfisema:
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama
mengenai
bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada
paru
bagian bawah
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan
sakus
alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural
pada
saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab
utama obstruksi jalan napas.
Konsep patogenesis PPOK
Penyebab obstruksi saluran pernafasan adalah : radang mukosa saluran nafas, edema,
bronkokonstriksi, peningkatan sekresi mucus dan hilangnya elastisitas recoil.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit.
-Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
-Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awa
dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,
VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
6. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk
mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi
antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Klasifikasi PPOK
Berat
Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan
PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada
eksaserbasi akut.
1.Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi
pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat
reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap
kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di
poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara
intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu
yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan
aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kualiti hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya. Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok
permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan
berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK
merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.
Ringan
- Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
- Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti
merokok
- Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
- Menggunakan obat dengan tepat
- Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
- Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
- Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
- Penggunaan oksigen di rumah
2. Obat obatan
a.Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ).
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.