Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sediaan steril


Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan
obat terbagi bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran
mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa,
maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan bahan
toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan
dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang
untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia
atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam
bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan
parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c),
intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan
sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya
tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam
pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak
larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari
fase dispersi yang dikontrol dengan hati hati. Demikian pula obat yang diberikan
secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan
dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap
iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia
sekarang ini yang benar benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat
fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika
diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman,
1994).
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan
wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang digunakan untuk
wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural organik dasar untuk masing
masing type yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai dengan namanya,
polimer termoplastik meleleh pada temperatur yang meningkat. Wadah plastik
digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila
mengandung bahan penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan
reaktivitas dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik baru, poliolefin,
patut disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang
parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen polietilen (Lachman,
1994).
Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk
yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida
tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida oksida seperti
oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas
yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida,
tetapi gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada
temperatur tinggi (Lachman, 1994).

2.2 Sterilisasi
Metode-metode sterilisasi berdasarkan Ansel (1989), yakni:
1. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam
autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan.
2. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven
pensteril yang dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi. Oven dapat
dipanaskan dengan gas atau listrik dan umumnya temperatur diatur secara
otomatis.
3. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada
penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada media penyaring
atau dengan mekanispe penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan
yang tidak tahan panas. Sediaan obat yang disterilkan dengan cara ini,
diharuskan menjalani pengesahan yang ketat dan memonitoring karena efek
produk hasil penyaringan dapat sangat dipengaruhi oleh banyaknya mikroba
dalam larutan yang difiltrasi.
4. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak
tahan terhadap panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara
memaparkan gas etilen oksida atau protilen oksida. Gas-gas ini sangat
mudah terbakar bila tercampur dengan udara, tetapi dapat digunakan dengan
aman bila diencerkan dengan gas iner seperti karbondioksida, atau
hidrokarbon terfluorinasi yang tepat sesuai.
5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan
untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gama
dan sinar-sinar katoda, tetapi penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena
memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi
pada produk-produk dan wadah-wadah.

2.3 Efusi Pleura


Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml yang
berfungsi mempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah
cairan melebihi volum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di
lapisan pleura parietal yang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh
limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral. Keadaan ini dapat mengancam jiwa
karena cairan yang menumpuk tersebut dapat menghambat pengembangan paru-
paru sehingga pertukaran udara terganggu. Banyak penyakit yang mungkin
mendasari terjadinya efusi pleura.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 119 pasien dengan efusi
pleura di RumahS akit Persahabatan pada tahun 2010-2011, efusi pleura
kebanyakan disebabkan oleh keganasan (42.8%) dan tuberkulosis (42%). Penyakit
lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain pneumonia,
empiema toraks, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis (Khairani dkk., 2012).
Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan
demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas seperti bunyi redup
pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura (Khairani dkk., 2012).

2.4 Praformulasi
Talk mengandung sedikit alumunium silikat yang merupakan bahan alam
yang terkadang mengandung beberapa mikroba seperti Chlostridium welchii,
Chlostridium tetani, dan Bacillus antrachis. Menurut Martindale, talk steril
memilki beberapa fungsi anatara lain sclerosant setelah terjadi drainase ganas pada
efusi pleura dan pneumotoraks spontan berulang. Mekanisme aksi terapetik talk
yang dimasukkan ke dalam rongga pleura diduga dapat mengurangi reaksi
inflamasi dengan meningkatkan kerja pleura, mengurangi celah yang ada dalam
pleura dan menghindari reakumulasi cairan pleura. Selain itu, talk untuk efusi
pleura bekerja dengan mengeluarkan udara, darah atau cairan lain dalam paru-paru,
mengembangkan paru-paru dan mencegah cairan atau udara kembali ke dalam
paru-paru. Talk memiliki ukuran partikel yang kecil sehingga mudah terpenetrasi
ke dalam rongga pleura dan menghasilkan onset yang cepat (Amin, et al, 2007).

1. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat


a. Efek Utama : - mencegah iritasi
- sebagai agen sklerosing
- sebagai agen pleurodesis yang digunakan dalam
pengobatan pneumothorax, serta efusi pleura
maligna dan non maligna
b. Efek Samping : - menyebabkan iritasi pernafasan, penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan pneumoroniasis
- menyebabkan granuloma jika digunakan pada bagian
yang terluka
- talk yang mengandung asbes dapat menyebabkan
kanker
- pada penggunaan dosis tinggi dapat menyebabkan
gagal nafas
c. Kontra Indikasi : paru-paru yang tidak bisa re-expand, pasien yang
alergi atau pasien hipersensitif terhadap talk

2. Tinjauan Sifat Fisika-Kimia Bahan Obat


a. Kelarutan : tidak larut dalam hampir semua pelarut (FI IV, 1995)
b. Stabilitas : - stabil pada pH 5-7 untuk 20% b/v dispersi dalam air
- mengabsorpsi air dalam jumlah yang tidak
signifikan pada suhu 250C dan kelembaban relatif hingga
90%
c. Cara Sterilisasi : - sterilisasi dengan panas kering pada suhu 1600C
selama tidak kurang dari 1 jam (HPE 6th ed : 729).
- sterilisasi dengan gas etilen oksida (HPE 6th ed :
729).
- sterilisasi dengan radiasi sinar (HPE 6th ed : 729).
d. Inkompatibilitas : inkompatibilitas dengan senyawa amonium
kuartener (HPE, 2006).
e. Cara penggunaan dan dosis :
4 gram talk steril diuapkan dengan 30ml NaCl 0,9% dan 10 ml lignokain. Talk
dicampur dan diaduk dengan perlahan dalam keadaan steril. Kemudian dimasukkan
ke dalam spuit 50ml. Campuran tersebut kemudian disuntikkan atau diinjeksi ke
dalam rongga dada menggunakan chest tube dengan syringe, kateter dibilas dengan
NaCl 0,9% secukupnya. Pasien diminta untuk bernafas beberapa kali agar serbuk
talk tertarik ke rongga pleura (Amin dan Masna, 2007).

2.5 Formula
Permasalahan dan penyelesaian :
- Metode sterilisasi berdasarkan pustaka adalah metode sterilisasi gas. Gas
yang digunakan dalam sterilisasi adalah etilen oksida (HPE : 728). Gas
ini mudah menguap dan terbakar. Selain itu residu etilen oksida adalah
bahan yang toksik yang harus dihilangkan dari bahan - bahan yang
disterilkan setelah proses sterilisasi. Perlu dilakukan perlindungan
terhadap personel dan efek berbahaya gas etilen oksida (Validation of
Pharmaceutical proses : 151) gas etilen oksida diencerkan dengan CO2
Formulasi yang harus dibuat : R/ Talk 10gram
S Serbuk tabur no. II
Perhitungan berat dan volume : Talk ditimbang sebanyak 10gram dikali 2 =
20gram
Cara sterilisasi : bahan yang akan dibuat disterilisasi dengan menggunakan
metode panas kering dengan menggunakan oven pada suhu 160C tidak
lebih dari 1jam
DAFTAR PUSTAKA

Amin. Zulfakmi dan Masna. Ina. 2007. Indikasi dan Prosedur Pleurodesis. Volume
57, No. 4.
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Berry, I.R., and Nash, RA., 1993, Pharmaceutical Process Validation, 2nd Edition, Marcel
Dekker, Inc, New york.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edis IV. Jakarta
:Departemen Kesehaan RI.

Kibbe, Orthur H, 2000. Handbook of Pharmaceutical Exipient, Edisi VI. Penerbit :


Pharmaceutical Press, USA
Khairani, L.. 2012. Management Gangrene Fournier. Nusa Tenggara Barat:
Fakultas KedokteranUniversitas Mataram.
Priyambodo, B..2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama,
Lachman, Lieberman, Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, Stefanus, Lukas. 2006. Formulasi Steri.
Jakarta: ANDI

Anda mungkin juga menyukai