Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

HORTIKULTURA

KELOMPOK 7
Anggota Kelompok :
Aziz Ilham M. (H0914009)
Bela Karenggar (H0914011)
Cintant ya D. (H0914014)
Euodia Angger (H0914032)
Frans Aji (H0914035)
Kartika N.A. (H0914047)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
ACARA 4
SARI BUAH

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara khatulistiwa yang sangat banyak
ditumbuhi buah-buahan tropis. Hal ini memberikan kontribusi yang baik
bagi sumber daya manusia yang ada di Indonesia baik dari segi ekonomi
maupun kesehatan. Namun, banyaknya buah-buahan ini apabila tidak
mendapatkan penanganan yang baik maka tidak akan bertahan lama. Maka
perlu adanya penanganan lebih lanjut maka akan mampu mempertahankan
kualitas buah tersebut.
Buah yang sering diolah karena merupakan buah sepanjang tahun,
murah, serta mudah didapat biasanya merupakan buah tropis mislanya
buah jambu biji merah. Jambu biji merah bisa dikonsumsi langsung, bisa
juga dengan tambahan pengolahan lain seperti pemblenderan, pemanisan,
atau dimasak sebagai campuran masakan lain. Aplikasi buah jambu biji
merah yang umum di masyarakat salah satunya dengan pengolahan
menjadi sari buah. Namun, konsumen banyak yang mengeluhkan
terkadang tentang sari buah yang telalu keruh, warnanya buruk, serta daya
simpan yang relatif pendek sehingga kurang menarik saat dikonsumsi.
Maka diperlukan adanya penangan lebih lanjut mengenai
pembuatan sari buah misalnya penambahan penjernih alami atau sintetis
yang aman sehingga memberikan dampak postif bagi sari buah jambu
merah yang akan dikonsumsi. Untuk itu, pada praktikum kali ini kita akan
melihat perbandingan penjernih gelarin, madu, dan albumin pada sari buah
jambu biji merah agar dapat mengetahui penjernih yang paling baik dan
aman untuk sari buah.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari acara IV Sari Buah sebagai berikut :
a. Bagaimana cara pembuatan sari buah?
b. Bagaimana pengaruh dan jenis penjernih terhadap sari buah yang
dihasilkan?
c. Bagaimana pengaruh konsentrasi penjernih?
3. Tujuan
Tujuan praktikum Hortikultura acara 1V Sari Buah sebagai berikut :
a. Mahasiswa memahami dan mampu mempraktekkan pembuatan sari
buah.
b. Mahasiswa mengetahui pengaruh dan jenis penjernih dan konsentrasi
penjernih terhadap sari buah yang dihasilkan.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Produk minuman dengan kadar asam yang cukup rendah banyak
mengandung mikroorganisme berupa E.coli, Salmonella, Crytosporidium
yang merupakan bakteri pathogen yang dapat tumbuh secara bebas apabila
produk minuman sari buah tidak dipasteurisasi. Salah satu teknik pasteurisasi
minuman sari buah adalah menggunakan pasteurisasi dengan panas yang
berfungsi untuk membunuh atau mengeliminasi mikroba patogen yang
terdapat pada minuman sari buah. Semakin tinggi suhu proses pemanasan
maka akan meningkatkan laju evaporasi tetapi berdampak buruk pada
kualitas produk bahan pangan kecuali dengan panas yang terkendali, suhu
pemanasan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi dan
perubahan struktur pigmen sehingga terjadi pemucatan dan penurunan
stabilitas warna. Kecenderungan kenaikan pH produk semakin meningkatnya
suhu pasteurisasi, disebabkan karena adanya pengaruh panas yang diberikan
sehingga mengakibatkan kehilangan beberapa zat gizi terutama zat-zat yang
labil terhadap panas seperti asam-asam organik yaitu asam sitrat dan asam
benzoat (Khurniyati dan Teti, 2015).
Sari buah merupakan komoditas perdagangan yang memberikan
nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan manusia sehingga permintaan sari
buah terus meningkat. Pembusukan sari buah dan sayuran terutama
disebabkan oleh mikroflora osmofilik. Pasteurisasi termal merupakan cara
yang paling efektif dalam menonaktifkan mikroorganisme dan enzim
sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk. Disisi lain, suhu
pengolahan yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas keseluruhan sari buah
karena menyebabkan perubahan nutrisi dan biokimia (Chia et al., 2012).
Penjernihan sari buah dapat dilakukan apabila dikehendakinya sari
buah yang jernih. Penjernihan dapat dilakukan setelah proses sari buah
diencerkan dengan cara pemanasan selama 10-15 menit pada suhu 82oC-
850C. Kemudian didinginkan dan dibiarkan selama 1 malam agar partikel-
partikel padatan mengendap. Selanjutnya bagian yang jernih dipisahkan
dengan cara disaring (Fachruddin, 2002).
Gula merupakan bahan tambahan yang digunakan sebagai pemanis
pada sari buah. Hal ini dilakukan karena gula mudah larut dalam air, dimana
semakin tinggi suhu maka tingkat kelarutan akan semakin besar. Gula pasir
mempunyai rasa manis yang lebih enak dan tidak berlebihan serta memiliki
fungsi sebagai bahan pengawet. Selain itu gula pasir lebih ekonomis dan
mudah didapat serta berperan dalam memperbaiki cita rasa dan aroma dengan
cara membentuk keseimbangan antara rasa asam, rasa pahit dan rasa asin
(Hadiwijaya, 2016).
Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah madu
untuk konsumsi, tak mengalami perubahan bentuk, serta mengandung bahan
gizi yang sangat esensial. Madu kaya akan zat gula maka sering digunakan
untuk penyedap makanan, dan sering pula digunakan untuk bahan kosmetika
dan obat-obatan (Murtidjo, 1991). Senyawa gelatin merupakan suatu polimer
linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino glisin-prolin-prolin dan
glisin-prolin-hidroksiprolin yang bergabung membentuk rangkaian
polipeptida. Bidang farmasi banyak menggunakan gelatin dalam pembuatan
kapsul lunak maupun keras dan sebagai bahan pengikat dalam sediaan tablet.
Gelatin juga mempunyai banyak fungsi dan sangat aplikatif penggunaannya
dalam industri pangan dan non-pangan. Penggunaan gelatin dalam industri
pangan misalnya, produk jeli, di industri daging dan susu dan dalam produk
low fat food supplement. Pada industri non pangan gelatin digunakan
misalnya pada industry pembuatan film foto (Suryani dkk., 2009).
Tanin dapat diperoleh dari hampir semua jenis tumbuhan hijau di
seluruh dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan
kadar dan kualitas yang berbeda-beda. Salah satu tanaman yang mengandung
tanin adalah daun jambu biji (Psidium guajava, Linn). Tanin adalah
campuran polifenol yang terdapat dalam tumbuhan dalam bentuk glikosida
yang jika terhidrolisis akan menghasilkan glikon dan aglikon. Sebagai
glikosida, tanin larut dalam pelarut dan dalam air dalam bentuk sedikit asam.
Dalam keadaan bebas, tanin bersifat asam karena adanya gugus fenol. Tanin
jika berinteraksi dengan zat berprotein akan terbentuk endapan yang
berwarna putih. Pada proses ini terjadi reaksi antara tanin dengan gelatin
membentuk senyawa kopolimer mantap (endapan) yang tidak larut dalam air
(Ali dkk., 2014).
Pada produk minuman seperti jambu biji merah dan purees seringkali
terjadi pencoklatan produk. Hal ini disebabkan karena stabilitas panas
peroksidase yang berkontribusi pada proses oksidasi pembentukan produk
yang dapat mengoksidasi berbagai molekul. Proses inaktivasi termal awal
dari enzim oksidatif setelah disintegrasi jaringan merupakan prasyarat untuk
mencegah pencoklatan produk dalam pengolahan sepenuhnya sejak aktivitas
peroksidase (POD) dan polifenoloksidase (PPO) menunjukkan peningkatan
spesifik logaritma kultivar selama pematangan pascapanen
(Caicedo et al., 2007).
Penjernihan pada sari buah dapat dilakukan dengan menggunakan
bahan yang mengandung protein seperti gelatin, madu, dan bentonit. Untuk
pembuatan sari buah yaitu pertama sari buah disaring dengan kain kasa agar
dapat jernih kemudian ditambahkan larutan penjernih (bentonit 0,5%) dan
didiamkan selama 15 menit. Kemudian sari buah disaring dengan kain kasa.
Setelah itu dipasteurisasi selama 15 menit dengan suhu 82C untuk
mendapatkan sari buah yang jernih (Priyanka et al., 2013). Secara
konvensional, ekstraksi sari buah dapat dilakukan dengan menghancurkan
dan menekan buah. Namun, dengan penghancuran atau penekanan kurang
maksimal dalam memperoleh sari buah. Perlu pengolahan lebih lanjut dalam
pembuatan sari buah secara konvensional (Nguyen et al., 2013).
C. METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Praktikum Acara IV Pembuatan Sari Buah dilaksanakan pada
hari Rabu, tanggal 23 November 2016 pada pukul 9.20-10.10WIB di
Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bahan dan Alat
A. Bahan
a. Air 500ml
b. Albumin 0,5%
c. Albumin 1%
d. Gelatin 0,5%
e. Gelatin 1%
f. Jambu biji merah 250gr
g. Madu 0,5%
h. Madu 1%
i. Gula 20%
B. Alat
a. Baskom
b. Blender
c. Borang
d. Gas
e. Gelas sloki
f. Kain saring
g. Kompor
h. Panci
i. Pipet
j. Pisau
k. Refraktometer
l. Sendok
m. Timbangan
3. Cara Kerja
Buah Jambu Biji

Pengupasan dan Penimbangan sebanyak 250 gram

500 ml Air Pemblenderan

Penyaringan menggunakan kain saring

Filtrat hasil saringan


Gelatin 0,5% dan 1%,
Madu 0,5% dan 1%, Penambahan
Albumin 0,5% dan 1%

Pengadukan sebentar dan pendiaman selama 10


menit

Terbentuk endapan

Penyaringan endapan menggunakan kain saring

Gula 112,5 gram Pemasukan ke dalam panci

Pemasakan pada suhu 85oC selama 7 menit

Pemasukan dalam kemasan setelah dingin

Pengujian organoleptik dan tingkat kekeruhan pada


sari buah dengan menggunakan refraktometer

Gambar 4.1 Diagram Alir Pembuatan Sari Buah Jambu Biji


4. Rancangan Percobaan
Rancangan yang dilakukan dari percobaan Teknologi
Hortikultura Acara IV Sari Buah ini adalah Rancangan Acak Lengkap
dengan menggunakan 2 faktor yaitu variasi jenis penjernih (gelatin,
madu, albumin) dan konsentrasi penjernih (0,5% dan 1%) yang
digunakan terhadap nilai Brix dan organoleptik (warna, aroma, rasa,
kejernihan, dan overall) pada sari buah jambu merah biji.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Padatan Terlarut Sari Buah Jambu Biji Merah
Kel Kode Sampel Penjernih Padatan Terlarut (brix) Rata-rata
10 727 Gelatin 0.5% 20,5
20
1,2,7 363 Gelatin 1% 19,5
11 935 Madu 0.5% 19,5
19,25
3,4,8 672 Madu 1% 19
12 524 Albumin 0.5% 20,5
20,75
5,6,9 279 Albumin 1% 21
0
Pada pengukuran brix semakin besar hasilnya maka total padatan
terlarutnya semakin banyak yang artinya kejernihannya akan berkurang.
Berdasarkan hasil pengukuran 0brix diperoleh data bahwa sampel yang
mengalami kejernihan tertinggi pada sampel 672 (madu 1%) dengan 0brix
sebesar 19. Sampel yang mengalami kejernihan terendah pada sampel 279
(albumin 1%) dengan 0brix sebesar 21. Data sampel dapat disimpulkan bahwa
0
nilai derajat brix diatas 19 dan besarnya konsentrasi penjernih tidak
berpengaruh terhadap nilai padatan terlarut. Hasil praktikum tidak sesuai
dengan teori Satuhu (2004), yang menyatakan nilai padatan terlarut sari buah
menurut sebesar 150 brix. Selain itu, menurut Farikha (2013), semakin tinggi
konsentrasi penstabil, semakin tinggi total padatan terlarutnya. Total padatan
terlarut meningkat karena air bebas diikat oleh bahan penstabil sehingga
konsentrasi bahan yang larut meningkat, semakin banyak partikel yang terikat
oleh bahan penstabil, maka total padatan yang terlarut juga akan semakin
meningkat dan mengurangi endapan yang terbentuk. Hasil praktikum tidak
sesuai teori karena ketidaktelitian praktikan dalam menganalisis data, jenis
penjernih yang digunakan dengan referensi berbeda, dan kurang tepat dalam
menambahkan jumlah penjernih pada sari buah.
Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Sari Buah Jambu Biji Merah
Kode Parameter
Kelompok Penjernih
Sampel Warna Aroma Rasa Kejernihan Overall
10 727 Gelatin 0.5% 2.83ab
2.73 a
2.77 ab
3.07a
2.97ab
1,2,7 363 Gelatin 1% 3.47cd 2.70a 2.63ab 3.07a 2.93ab
11 935 Madu 0,5% 3.87de 3.40c 3.30c 3.30a 3.50c
3,4,8 672 Madu 1% 4.03e 3.23bc 3.13bc 3.13a 3.40bc
12 524 Albumin 0,5% 2.40a 2.46a 2.47a 3.07a 2.63a
5,6,9 279 Albumin 1% 2.97bc 2.86ab 2.80abc 3.10a 3.10abc

Pada praktikum acara 4 Sari Buah menggunakan uji Anova karena


ingin mengetahui pengaruh perbedaan penjernih terhadap tiap parameter sari
buah dan mengetahui penambahan penjernih mana saja yang mempunyai
perbedaan yang signifikan. Kriteria penolakan H0 pada pengujian ini
ditentukan berdasarkan pengujian hipotesis alternative dua arah (two tail)
karena tujuannya untuk mengetahui pengaruh penambahan telur terhadap
parametersari buah. Hipotesis yang digunakan adalah :
a. Test of Homogeneity of Variance
H0 Kelima varian parameter adalah homogen
H1 Kelima varian parameter adalah tidak homogen
b. Uji ANOVA
H0 Kelima rata-rata parameter adalah sama
H1 Kelima rata-rata parameter adalah tidak sama
Dengan kriteria penolakan yang digunakan adalah H0 akan ditolak jika nilai
Fhitung lebih besar daripada nilai Ftabel. Selain itu, H0 akan ditolak jika p value
<. Berdasarkan parameter warna dapat diperoleh data bahwa p value (0,006)
< (0,05) sehingga Ho ditolak maka data sebenarnya tidak dapat lanjut ke uji
anova karena tidak homogen, tetapi untuk mengetahui sampel terbaik dan
terburuk maka uji tetap dilanjutkan.
Berdasarkan tabel parameter warna diperoleh data bahwa nilai p value
(0,889) > (0,05) sehingga Ho diterima karena data homogen. Pada tabel
Anova diperoleh data bahwa F hitung (2,165) > F tabel (2,27) maka Ho ditolak
sehingga data tidak homogen dan lanjut uji Duncan. Uji Duncan diperoleh data
bahwa sampel yang terbaik adalah kode 672 dengan penambahan madu 1%
dengan nilai sebesra 4,03. Sedangkan sampel terburuk pada kode 524 dengan
penambahan albumin 0,5% dengan nilai sebesar 2,97. Parameter aroma
diperoleh data bahwa p value (0,046) < (0,05) maka Ho ditolak sehingga
tidak dapat lanjut ke ANOVA karena data tidak homogen, tetapi untuk
mengetahui sampel yang terbaik dan terburuk maka uji tetap dilanjutkan.
Sampel terbaik pada kode 935 dengan menggunakan madu 0,5% dengan nilai
3,40. Sedangkan sampel terburuk pada kode 524 dengan penjernih albumin
0,5% dengan nilai 2,46.
Berdasarkan parameter kejernihan diperoleh data bahwa p value (0,030)
< (0,05) sehingga Ho ditolak dan tidak dapat lanjut ke uji Anova karena data
tidak homogeny, tetapi untuk mengetahui sampel yang terbaik dan terburuk
maka uji tetap dilanjutkan. Sampel terbaik pada kode 935 dengan
menggunakan madu 0,5% dengan nilai 3,30. Sedangkan sampel terburuk pada
kode 727 dengan penambahan gelatin 0,5%; kode 363 dengan penambahan
gelatin 1%, kode 524 dengan penambahan albumin 0,5% yang semuanya
memiliki nilai terendah yaitu 3,07.
Berdasarkan parameter rasa diperoleh data bahwa p value (0,889) >
(0,05) sehingga Ho diterima dan dapat lanjut ke uji Anova karena data
homogen. Diperoleh data bahwa sampel terbaik pada kode 935 dengan
menggunakan madu 0,5% dengan nilai 3,30. Sedangkan sampel terburuk pada
kode 524 dengan penambahan albumin 0,5% dengan nilai sebesar 2,47.
Berdasarkan parameter overall diperoleh data bahwa p value (0,010) <
(0,05) sehingga Ho ditolak dan tetap lanjut ke uji Anova untuk mengetahui
sampel terbaik dan terburuk. Berdasarkan hasil uji, dapat disimpulkan bahwa
sampel terbaik pada kode 935 dengan penambahan madu 0,5% dengan nilai
sebesar 3,50. Sedangkan sampel terburuk pada sampel 524 dengan
penambahan albumin 0,5% dengan nilai sebesar 2,63. Hasil praktikum tidak
sesuai teori Hal ini sesuai dengan teori Winarno (1992), menyatakan albumin
memiliki pengembangan molekul protein yang terdenaturasi yang akan
membuka gugus reaktif pada rantai polipeptida, yang selanjutnya akan terjadi
pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Gugus
reaktif yang berdekatan ini merupakan pengeruh seperti pektin, tanin, dan lain
sebagainya. Semakin tinggi konsentrasi albumin, maka tingkat kejernihan
sampel akan semakin baik karena gugus reaktif rantai polipeptida semakin
banyak. Sehingga seharusnya sampel yang paling disukai yaitu dengan
penambahan albumin. Hasil tidak sesuai teori karena ketidaktelitian praktikan
dalam pembuatan sari buah, penggunaan panelis yang tidak terlatih sehingga
data yang diperoleh kurang akurat, dan sampel yang mungkin sudah bias
karena proses penyimpanan dan penyajian yang tidak sesuai standar.
Pembuatan sari buah menurut Haq dkk., (2010), buah dicuci hingga
bersih kemudian dikupas dan dipotong menjadi bagian yang kecil-kecil.
Kemudian diambil sarinya dengan cara diperas dengan alat pemeras atau
dengan cara diblender kemudian disaring. Sari buah tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam botol plastik dan disimpan dengan suhu 4-5oC.
Kemudian ditentukan berat jenis, pH serta kestabilannya. Menurut Khurniyati
dan Teti (2015), proses pengolahan sari buah meliputi sortasi buah, pencucian,
trimming, penghancuran (ekstraksi), pengenceran, penyaringan, penambahan
bahan kimia, pengemasan, dan sterilisasi.
Proses filtrasi dilakukan untuk memisahkan ampas dengan sari buah
yang berasal dari bubur buah atau buah yang telah dihancurkan dengan
menggunakan blender. Fungsi penambahan gula yaitu sebagai pemanis
sekaligus sebagai pengawet dari jus buah tersebut karena gula mudah larut
dalam air. Semakin tinggi suhu maka tingkat kelarutan semakin besar.
Pasteurisasi adalah proses pemanasan dengan menggunakan suhu dibawah
100C untuk menginaktifkan mikroba berbahaya agar memiliki daya tahan
lebih lama (Hadiwijaya, 2016). Kondisi yang baik untuk pasteurisasi sari buah
adalah minimum 65oC selama 30 menit (Khurniyati dan Teti, 2015).
Menurut Khurniyati dan Teti (2015), kekeruhan merupakan hasil
pengukuran larutan yang nampak keruh karena mengandung koloid
terdispersi dalam jumlah yang banyak. Menurut Fachruddin (2002),
kejernihan merupakan ukuran pada suatu larutan yang mengandung sedikit
padatan sehingga tampak jernih. Penjernih adalah bahan yang digunakan
untuk menjernihkan larutan tanpa pemanasan dan secara enzimatis melainkan
secara non enzimatis yaitu menggunakan bahan yang bersifat
menggumpalkan. Bahan yang bisa digunakan sebagai penjernih sari buah
adalah gelatin, bentonit, asam tanat, kasein dan albumin telur (putih telur).
Madu merupakan produk utama dalam pemeliharaan lebah madu.
Madu berwarna kuning, bertekstur kental, memiliki rasa manis serta
merupakan hasil fermentasi dalam saluran pencernaan lebah. Madu sering
digunakan untuk bahan kosmetik dan obat-obatan (Murtidjo, 1991). Gelatin
adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen dari kulit,
jaringan ikat putih dan tulang hewan. Gelatin menyerap air 5-10 kali
beratnya. Gelatin larut dalam air panas dan jika didinginkan akan membentuk
gel. Sifat yang dimiliki gelatin bergantung pada jenis asam amino
penyusunnya. Gelatin merupakan polipeptida dengan bobot molekul tinggi,
antara 20,000 g/mol sampai 250,000 g/mol (Suryani dkk., 2009).
Albumin merupakan unsur utama yang terdapat pada putih telur
(ovalbumin). Albumin telur mengandung 54,3% karbon, 7,1% hydrogen,
21% oksigen serta 1,8% sulfur. Albumin dapat bergabung dengan logam
berat. Albumin dapat terkoagulasi dengan panas, alcohol atau panas.
Koagulasi juga akan mengendapkan padatan tersuspensi, sifat inilah yang
menyebabkan albumin digunakan untuk menjernihkan produk seperti wine,
sirup, dan sebagainya (Makfoeld, 2002). Jambu biji merah merupakan buah
yang mengandung tanin kecuali pada daunnya. Tanin akan membentuk
kopoliner mantap yang tidak larut air sehingga akan mengendap berwarna
putih apabila berikatan dengan gelatin, albumin atau larutan protein lainnya.
Sehingga endapan tersebut akan turun ke bawah larutan dan menyebabkan
larutan menjadi jernih (Ali dkk., 2014).
Menurut Juansah (2009), semakin tinggi nilai total padatan terlarut
maka nilai total padatan terlarutnya akan semakin besar sehingga tingkat
kekeruhannya akan semakin bertambah. Pengaruh total padatan terhadap
konsentrasi penjernih yaitu semakin tinggi konsentrasi maka larutan semakin
jernih. Sedangkan semakin tinggi kandungan protein dari suatu penjernih
maka semakin jernih pula larutan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
praktikum diperoleh data bahwa sampel yang mengalami kejernihan tertinggi
0
pada sampel 672 (madu 1%) dengan brix sebesar 19. Sampel yang
mengalami kejernihan terendah pada sampel 279 (albumin 1%) dengan 0brix
sebesar 21. Hasil tidak sesuai teori Juansah (2009), seharusnya total padatan
terlarut tertinggi dimiliki oleh madu, gelatin, lalu putih telur sesuai dengan
kandungan protein yang dimiliki. Ketidaksesuaian teori disebabkan karena
kesalahan praktikan dalam melihat nilai total padatan, pembuatan sari buah,
penambahan penjernih, atau pengamatan kekeruhan pada sari buah.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara IV Sari Buah diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Pembuatan sari buah adalah buah dicuci hingga bersih kemudian
dikupas dan dipotong menjadi bagian yang kecil-kecil. Kemudian
diambil sarinya dengan cara diperas dengan alat pemeras atau
dengan cara diblender kemudian disaring. Sari buah tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik dan disimpan dengan
suhu 4-5oC.
2. Pada parameter warna diperoleh data bahwa sampel yang terbaik
adalah kode 672 dengan penambahan madu 1% dengan nilai sebesra
4,03. Sedangkan sampel terburuk pada kode 524 dengan
penambahan albumin 0,5% dengan nilai sebesar 2,97.
3. Parameter aroma diperoleh sampel terbaik pada kode 935 dengan
menggunakan madu 0,5% dengan nilai 3,40. Sedangkan sampel
terburuk pada kode 524 dengan penjernih albumin 0,5% dengan nilai
2,46.
4. Berdasarkan parameter kejernihan diperoleh sampel terbaik pada
kode 935 dengan menggunakan madu 0,5% dengan nilai 3,30.
Sedangkan sampel terburuk pada kode 727 dengan penambahan
gelatin 0,5%; kode 363 dengan penambahan gelatin 1%, kode 524
dengan penambahan albumin 0,5% yang semuanya memiliki nilai
terendah yaitu 3,07.
5. Berdasarkan parameter rasa diperoleh sampel terbaik pada kode 935
dengan menggunakan madu 0,5% dengan nilai 3,30. Sedangkan
sampel terburuk pada kode 524 dengan penambahan albumin 0,5%
dengan nilai sebesar 2,47.
6. Berdasarkan parameter overall sampel terbaik pada kode 935 dengan
penambahan madu 0,5% dengan nilai sebesar 3,50. Sedangkan
sampel terburuk pada sampel 524 dengan penambahan albumin 0,5%
dengan nilai sebesar 2,63.
7. Sampel yang mengalami kejernihan tertinggi pada sampel 672
(madu 1%) dengan 0brix sebesar 19. Sampel yang mengalami
kejernihan terendah pada sampel 279 (albumin 1%) dengan 0brix
sebesar 21.
b. Saran
Berdasarkan hasil praktikum diperlukan adanya informasi lebih
lanjut tentang penjernih yang lain serta teori yang menguatkan hasil
pembahasan sehingga dapat diaplikasikan pada sari buah.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Farida., Desy Saputri., Raka Fajar Nugroho. 2014. Pengaruh Waktu
Perendaman danKonsentrasi Ekstrak Daun Jambu Biji (PsidiumGuajava,
Linn) Sebagai Inhibitor Terhadap LajuKorosi Baja Ss 304 Dalam Larutan
Garam danAsam. Jurnal Teknik Kimia Vol. 20 No. 1.
Caicedo, Ana Lucia Vasquez., Susanne Schilling, Reinhold Carle and Sybille
Neidhart. 2007. Effects of Thermal Processing and Fruit Matrix on -
carotene Stability and Enzyme Inactivation during Transformation of
Mangoes into Puree and Nectar. Journal of Food Chemistry Vol. 102 No.
13.
Chia S.L., Rosnah, S., Noranizan., Ramli and Wan. 2012. The Effect Of Storage
On The Quality Attributes Of Ultraviolet-Irradiated and Thermally
Pasteurised Pineapple Juices. Journal International Food Research Vol
19. No 3.
Fachruddin, Lisdiana. 2002. Membuat Aneka Sari Buah. Kanisius. Yogyakarta.
Farikha, Ita Noor, Choirul Anam, dan Esti Widowati. 2013. Pengaruh Jenis dan
Konsentrasi Bahan Penstabil Alami terhadap Karakteristik Fisikokimia
Sari Buah Naga Merah ( Hylocereaus polyrhizus) selama Penyimpanan.
Jurnal Teknosains Pangan. Vol. 2 No. 1.
Hadiwijaya, H. 2016. Pengaruh Perbedaan Penambahan Gula Terhadap
Karakteristik Sirup Bauh Naga Merah (Hylocereus polyrhizus). Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 2 No. 1.
Haq, Geugeut Istifany., Anna Permanasari., Hayat Sholihin. 2010. Efektivitas
Penggunaan Sari Buah Jeruk Nipis Terhadap Ketahanan Nasi. Jurnal
Sains dan Teknologi Kimia Vol. 1 No. 1.
Jajang Juansah., Kiagus Dahlan., Dan Farida Huriatif. 2009. Peningkatan Mutu
Sari Buah Nanas Dengan Memanfaatkan Sistem Filtrasi Aliran Dead-End
Dari Membran Selulosa Asetat. Jurnal Makara Sains Vol. 13 No. 1.
Khurniyati, Maylina Ilhami., Dan Teti Estiasih. 2015. Pengaruh Konsentrasi
Natrium Benzoat dan Kondisi Paseurisasi(Suhu dan Waktu) Terhadap
Karakteristik Minuman Sari ApelBerbagai Varietas : Kajian Pustaka.
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 2.
Makfoeld, Djarir. 2002. Kamus Istilas Pangan dan Gizi. Kanisius. Yogyakarta.
Murtidjo, Bambang Agus. 1991. Memelihara Lebah Madu. Kanisius. Yogyakarta.
Nguyen, Le., T.T., Le VVM. 2013. Application Of Combined Ultrasound and
Cellulase Preparation To Guava (Psidium Guajava) Mash Treatment In
Juice Processing: Optimization Of Biocatalytic Conditions By Response
Surface Methodology. Journal International Food Research Vol. 2 No. 1.
Priyanka, Patil., Sayed HM., Joshi AA., Jadhav and Chilkawar. 2013. Studies on
Effect of Different Extraction Methods on The Quality of Pomegranate
Juice And Preparation Of Spiced Pomegranate Juice. Journal
International of Food Science, Nutrition and Dietetics (IJFS) Vol. 2 No. 5.
Satuhu, Suyanti. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya.
Bogor.
Suryani, Nelly., Farida Sulistiawati., Astri Fajriani. 2009. Kekuatan Gel Gelatin
Tipe B Dalam Formulasi GranulTerhadap Kemampuan Mukoadhesif.
Jurnal Makara Kesehatan Vol. 13 No. 1.
LAMPIRAN

Gambar 4.2 Pengupasan Jambu Biji Merah

Gambar 4.3 Penimbangan Jambu Biji Merah


Gambar 4.4 Penimbangan Gula

Gambar 4.5 Pemerasan Sari Buah

Anda mungkin juga menyukai