2
2
PEMBAHASAN
Gambar 1
Rentang Respon Konsep Diri
Menurut Stuart (2013), beberapa pengertian dari respon rentang konsep diri adalah
sebagai berikut:
a. Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri merupakan pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan diterima.
b. Konsep Diri Positif
Konsep diri positif terjadi apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri.
c. Harga Diri Rendah
Transisi antara respon konsep diri adaptif dengan konsep diri maladaptif.
d. Kerancuan Identitas
Kerancuan identitas adalah kegagalan aspek individu mengintegrasikan aspek
identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial.
e. Depersonalisasi
Depersonalisasi merupakan perasaan yang tidak realistik dan asing terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain.
2) Faktor predisposisi
a) Citra tubuh
Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat tumbuh
kembang atau penyakit).
Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.
b) Harga diri
Penolakan.
Kurang penghargaan.
Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu
dituntut.
Persaingan antara keluarga.
Kesalahan dan kegagalan berulang.
Tidak mampu mencapai standar.
c) Ideal diri
Cita-cita yang terlalu tinggi.
Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
diri samar atau tidak jelas.
d) Peran
Stereotipe peran seks.
Tuntutan peran kerja.
Harapan peran kultural.
e) Identitas diri
Ketidakpercayaan orang tua.
Tekanan dari teman sebaya.
Perubahan struktur sosial.
3) Stresor presipitasi
a) Trauma
Klien yang menderita cedera traumatik berada pada peningkatan risiko
berbagi gangguan jiwa, paling sering depresi dan ansietas
b) Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika seseorang berada dalam
arah yang berlawanan atau merasa tidak mampu atau tidak cocok untuk
melakukan peran tertentu.
c) Stresor biologis
Dapat mengganggu persepsi akurat tentang dunia, dan mengancam
batas ego dan identitas.
4) Sumber koping
Perawat dan klien penting untuk mempertimbangkan sumber koping yang
memungkinkan. Semua orang, tidak peduli seberapa jauh perilaku mereka
terganggu, mereka memiliki beberapa area kelebihan personal.
Ketika aspek positif klien menjadi jelas, perawat harus berbagi hasil
pengamatan dengan klien untuk memperluas kesadaran diri klien dan menyarankan
area yang mungkin untuk tindakan di masa depan.
5) Mekanisme koping
a) Pertahanan jangka pendek
Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis,
seperti kerja keras, nonton, dan lain-lain.
Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
seperti ikut kegiatan sosial, politik, agama, dan lain-lain.
Aktivitas yang sementara dapat menguatkan perasaan diri, seperti
kompetisi pencapaian akademik.
Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan, seperti
penyalahgunaan obat.
b) Pertahanan jangka panjang
Penutupan identitas. Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh
orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan,
aspirasi, dan potensi diri individu.
Identitas negatif Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat
diterima oleh nilai-nilai harapan masyarakat.
c) Mekanisme pertahanan ego
Fantasi
Disosiasi
Isolasi
Proyeksi
b. Diagnosa Keperawatan terkait Masalah Konsep Diri
Masalah-masalah keperawatan yang bisa saja muncul terkait dengan gangguan
konsep diri adalah sebagai berikut (NANDA, 2011):
No Diagnosa NANDA
1 Gangguan citra tubuh
2 Konflik peran orang tua
3 Gangguan identitas diri
4 Ketidakefektifan performa peran
5 Harga diri rendah kronis
6 Harga diri rendah situasional
7 Ansietas
8 Isolasi sosial
9 Ketidakberdayaan
10 Keputusasaan
Ada pun untuk contoh penulisan diagnosa keperawatan terkait dengan gangguan
konsep diri ini adalah sebagai berikut:
1) Gangguan konsep diri: gambaran diri b.d perubahan fisik/ kehilangan bagian
tubuh.
2) Gangguan konsep diri: harga diri b.d harapan diri yang tidak realistis
3) Gangguan konsep diri: identitas diri b.d harapan orang tua yang tidak realistis
4) Gangguan konsep diri: peran diri b.d menerima peran dan pekerjaan baru
dimasyarakat.
Diagnosis Keperawatan berdasarkan komponen Konsep Diri
ISTILAH DIAGNOSIS CONTOH PENGEMBANGAN DIAGNOSIS
NANDA
Gangguan Citra Tubuh Gangguan citra tubuh berhubungan dengan takut menjadi
gemuk, yang dibuktikan oleh penolakan tubuh untuk
mempertahankan berat badan dalam batas normal.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kemoterapi
leukemia, yang dibutuhkan oleh perasaan negatif tentang
tubuh.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
cerebrovacular accident, yang dibuktikan oleh
kurangnya penerimaan keterbatas tubuh.
Kesiapan Kesiapan meningkatkan konsep diri berhubungan dengan
meningkatkan konsep kelahiran anak, yang dibuktikan dengan kelahiran anak,
yang dibuktikan dengan pendaftaran di kelas parenting.
Harga rendah diri Harga diri rendah situasional berhubungan dengan
kronis atau situasional kematian pasangan, yang dibuktikan oleh penarikan diri
dari orang lain dan perasaan ketidakberdayaan.
Harga diri rendah kronis berhubungan dengan ideal diri
yang terlalu tinggi, yang dibuktikan oleh perasaan depresi
dan penarikan diri dari kegiatan.
Ketidakefektifan Ketidakefektifan performa peran berhubungan dengan
performa peran ketidakcocokan pekerjaan dan peran keluarga yang
diasumsikan baru, yang dibuktikan oleh perasaan frustasi
dan kritik dari orang lain.
Penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan
ketidaksesuaian harapan budaya dan peran diri terkait
penuaan, yang dibuktikan oleh perasaan frustasi dan
kritik dari orang lain.
Gangguan identitas Gangguan identitas pribadi berhubungan dengan harapan
pribadi orang tua yang tidak realistis, yang dibuktikan dengan
melarikan diri dari rumah.
Gangguan identitas pribadi berhubungan dengan
toksisitas obat, yang dibuktikan dengan kebingungan dan
hilangnya control impuls.
c. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan disesuaikan dengan diagnosis yang ditemukan. Pada
perencanaan keperawatan klien dengan gangguan konsep diri fokus perawat adalah
untuk membantu klien memahami diri sendiri secara lengkap dan akurat sehingga
mereka dapat mengarahkan hidup mereka sendiri dengan cara yang lebih memuaskan
1) Tujuan.
Saat menentukan tujuan, perawat harus mengidentifikasi langkah-langkah
yang realistis yang dapat dicapai oleh klien. Cara ini dapat meningkatkan dan
embangun rasa percaya diri klien.Tujuan harus menekankan pada kekuatan
klien dan bukan pada kelemahan klien. Contoh tujuan yang pada klien
gangguan konsep diri, yaitu harga diri rendah :
a) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Klien dapat menilai kemempuan yang dapat digunakan
c) Klian dapat menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
d) Klien dapat memilih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
e) Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
2) Kriteria Hasil
Adapun kriteria hasil yang diharapkan pada proses perencanaan
keperawatan klien dengan gangguan konsep diri adalah klien mendapatkan
tingkat aktualisasi maksimum untuk mewujudkan potensinya. (Stuart,2016).
Dalam menetukan kriteria hasil yang diharapkan, perawat dapat menggunakan
indikator yang terdapat di dalam NOC (Nursing Outcomes Classification).
Contoh:
INDIKATOR KRITERIA HASIL NOC HARGA DIRI
Mengungkapkan penerimaan diri Menerima pujian dari orang lain
Menerima keterbatasan diri Mengharapkan respons dari orang
Mempertahankan postur tegak lain
Deskripsi diri Menerima kritik konstruktif
Memperhatikan orang lain Kesediaan untuk menghadapi orang
Komunikasi terbuka lain
Pemenuhan peran yang berarti Menunjukan keberhasilan dalam
secara pribadi pekerjaan atau sekolah
Mempertahankan perawatan dan Menunjukan keberhasilan dalam
kebersihan kelompok sosial
Keseimbangan partisipasi dan Menunjukan kebanggan diri
mendengarkan dalam kelompok Merasa diri berharga
Tingkat kepercayaan diri
d. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan lebih menekankan pada lima aspek perawatan yaitu:
memperluas kesadaran diri, ekplorasi diri, evaluasi diri, perencanan yang realistis dan
komitmen untuk bertindak.
Lima aspek tersebut di atas dapat tergambar dalam tindakan keperawtan berikut
ini:
1) Tahap memperluas kesadaran diri
Prinsip Rasional Tindakan
Membina hubunga Sikap perawat yang 1. Menerima klien apa
saling percaya terbuka dapat adanya.
mengurangi perasaan 2. Dengarkan klien
terancam dan 3. Dorong klien mendiskusikan
membantu klien pikiran dan perasaannya
menerima semua aspek 4. Respon yang tidak mengadili
dirinya
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi proses atau
evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan (2)
evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien
pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan
pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.
S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A: analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi
terhadap masalah yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.
2.2 Stres dan Koping
Manusia harus selalu meyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu
tidak pasti dan berubah-ubah. Manusia merupkan interaksi antara jasmani, rohani dan
lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Kita
harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu keseluruhan (holistik) sehingga
manusia disebut sebagai makhluk somato-psiko-sosial.
Perubahan tata nilai kehidupan (perubahan psikososial) berjalan begitu cepat
karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi, industrilisasi serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Perubahan psikososial tersebut merupakan tekanan mental
(stressor psikososial) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan perubahan
dalam kehidupan dan berusaha dalam menanggulanginya.
Struktur sosial dan ekonomi kehidupan modern sekarang ini telah menciptakan
lebih banyak stress dibanding masa-masa sebelumnya. Stres adalah kondisi ketika
individu berada dalam situasi yang penuh tekanan atau ketika individu merasa tidak
sanggup mengatasi tuntutan yang dihadapinya (Marks, Murray, Evans, dkk, 2002).
Menurut Hans Selye dalam bukunya Hawari (2001) stress adalah respon tubuh yang
sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
Menurut Selye (2001) stres dibagi menjadi dua golongan yang didasarkan atas
persepsi individu terhadap stres yang dialaminya yaitu :
a. Distres (stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan
sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir
atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif,
menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
b. Eustres (stres positif)
Eustres bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan, frase
joy of stres untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif yang timbul dari
adanya stres. Eustres dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi
dan performansi kehidupan. Eustres juga dapat meningkatkan motivasi individu
untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.
Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (2005), stress di golongkan menjadi tiga
golongan, yaitu:
a. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini dapat
membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai
kemungkinan yang akan terjadi.
b. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c. Stres berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan
perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres.
Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan
banyak pengarahan.
Terdapat pada Tipe A yang disebut A Terdapat pada Tipe B yang disebut B
Type Personality dengan pola perilaku Type Personality dengan pola perilaku
Type A Behavior Pattern. Individu Type B Behavior Pattern. Individu
dengan tipe ini memiliki risiko tinggi dengan tipe ini kebal terhadap stres,
mengalami stres. Ciri-ciri: yang ciri-ciri kepribadiannya:
Cita-citanya tinggi (ambisius) Cita-cita atau ambisinya wajar
Agresif Berkompetensi secara sehat
Suka bersaing yang kurang sehat Tidak agresif
Banyak jabatan rangkap Tidak memaksakan diri
Emosional, yang ditandai dengan Emosi terkendali, yang ditandai
mudah marah, mudah tersinggung, dengan tidak mudah marah, tidak
mudah mengalami ketegangan, mudah tersinggung, penyabar, dan
dan kurang sabar tenang
Terlalu percaya diri (over Kewaspadaan wajar
confident)
Self kontrol kuat Self control wajar
Terlalu waspada Self confident wajar
Tindakan dan cara bicaranya cepat Cara bicara tenang
serta tidak dapat diam (hyperaktif)
Cakap dalam berorganisasi Cara bertindak tenang dan
(organisatoris) dilakukan pada saat yang tepat
Cakap dalam memimpim (leader) Ada keseimbangan waktu bekerja
dan istirahat
Tipe kepemimpinan otoriter Sikap dalam memimpin maupun
berorganisasi akomodatif dan
manusiawi
Bekerja tidak mengenal waktu Mudah bekerja sama (kooperatif)
(workaholic)
Bila menghadapi tantangan senang Tidak memaksakan diri dalam
bekerja sendiri menghadapi tantangan
Disiplin waktu yang ketat Bersikap ramah
Kurang rileks dan serba terburu- Mudah bergaul
buru
Kurang atau bahkan tidak ramah Dapat menimbulkan empati untuk
mencapai kebersamaan (mutual
benefit)
Tidak mudah bergaul Bersikap fleksibel, akomodatif,
dan tidak merasa dirinya paling
benar
Mudah empati, namun juga mudah Dapat melepaskan masalah
bersikap bermusuhan pekerjaan ataupun kehidupan
disaat libur
Sulit dipengaruhi Mampu menahan dan
mengendalikan diri
Sifatnya kaku (tidak fleksibel)
Pikiran tercurah kepekerjaan
walaupun sedang libur
Berusaha keras agar segala
sesuatunya terkendali
Bekerja tidak mengenal waktu
(workaholic)
2.2.5 Sumber Stres dan Tahapan Stres
a. Sumber Stres
Menurut Maramis (1999) dalam Sunaryo (2004), ada empat sumber atau
penyebab stres psikologis, yaitu:
1) Frustasi
Timbul akibat kegagalan dakam mencapai tujuan karena ada aral melintang,
misalnya apabila ada perawat Puskesmas lulusan SPK bercita-cita ingin mengikuti D3
Akper program khusus Puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh istri/suami, tidak punya
biaya, dan sebagainya.
Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan
ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan
ekonomi, pengangguran, dan perselingkuhan, dan lain-lain)
2) Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan,
kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-aproach conflict, approach-avoidance
conflict, atau avoidance-avoidance conflict.
3) Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari
dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang
berasal dari luar diri individu, misalnya orangtua menuntut anaknya agar disekolah
selalu rangking satu atau istri memnuntut uang belanja yang lebih kepada suami
4) Krisis
Yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu, misalnya
kematian orang yang disayangi, kecelakaan, dan penyakit yang harus segera operasi.
Keadaan stres dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik, dan
tekanan.
Model Adaptasi Stres Stuart (2013) dari asuhan keperawatan kesehatan jiwa
memandang perilaku manusia dari perspektif holistik yang mengintegrasikan aspek
biologis, psikologis, dan sosial budaya dalam asuhan keperawatan.
1) Faktor Predisposisi merupakan faktor resiko dan protektif yang mempengaruhi
jenis dan jumlah sumber yang dapat digunakan seseorang untuk mengatasi stres.
Faktor predisposisi tersebut terdiri dari aspek biologis, psikologis dan sosial
budaya,
a) Predisposisi Biologis meliputi latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan
biologis, kesehatan secara umum, dan keterpaparan pada racun
b) Predisposisi psikologis meliputi intelegensi, keterampilan verbal, moral,
kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi, pertahanan
psikologis, dan lokus kendali, atau suatu perasaan pengendalian terhadap
nasip sendiri
c) Predisposisi sosial budaya meliputi usia, gender, pendidikan, penghasilan,
pekerjaan, latar belakang budaya, keyakinan religi, afiliasi politik,
pengalaman sosialisasi dan tingkat integrasi sosial atau keterhubungan.
2) Stresor Presipitasi
Adalah stimulus yang menantang, mengancam, atau menuntut individu. Mereka
memerlukan energi tambahan yang mengakibatkan suatu ketegangan dan stres.
Stimulus ini bisa berasal baik dari lingkungan internal atau lingkungan eksternal
manusia.
3) Peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres
Hubungan antara peristiwa kehiduan yang menimbulkan stres dengan penyebab,
onset, sekuensi, dan akibat dari gangguan kesehatan jiwa telah menjadi fokus
banyak penelitian. Ada 3 cara untuk mengkatagorikan peristiwa kehidupan:
a) Melalui kegiatan sosial ; krisis keluarga, pekerjaan, pendidikan sosial.
Kesehatan, finansial, legal, atau komunitas
b) Melalui lahan sosial;
c) Melalui keningina sosial; promosi, pertunangan, dan pernikahan, atau secara
umum tidak menyenangkan seperti kematian, maslah finansial, dipecat atau
perceraian
4) Ketegangan dan kesulitan hidup
Ketegangan atau kesulitan kecil yang dialami setiap hari dapat memberikan
pengaruh lebih besar pada suasana hati dan kesehatan seseorang dari pada
kemalangan yang lebih besar. Ketegangan kehidupan demikina sering terjadi
dalam 4 hal;
a. Konflik perkawinan
b. Isu yang berkaitan dengan orangtua mengasuh anak remaja dan dewasa muda
c. Keuangan rumah tangga
d. Ketidakpuasan dengan tugas dan pekerjaan
b. Tahapan Stres
Tahapan stres menurut Dr.Robert J. Van Amberg (1979), sebagaimana
dikemukan oleh Prof Dadang Hawari (2001) dalam Sunaryo (2004) bahwa tahapan
stres sebagai berikut
1) Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu
bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa
memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.
2) Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak
segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore. Lekas lelah sesudah
makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel
discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk dan punggung tegang. Hal tersebut
karena cadangan tenaga tidak memadai.
3) Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi tidak
teratur (kadang-kagang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia,
mudah terjaga dan sulit tidur kembali ( middle insomnia), bangun terlalu pagi
dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu dan mau
jatuh pingsan.
4) Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan,
respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering
menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan
dan kecemasan.
5) Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan
mental (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan yang seerhana dan ringan, gangguan pencernaan berat
, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung, dan panik.
6) Stres tahapan keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda,
seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak
keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.
a. Respon kognitif
b. Respon afektif
Respon afektif adalah sebuah perasaan yang muncul dalam menilaian stressor.
Respon afektif juga berupa reaksi kecemasan umum, yang diekspresikan sebagai
emosi. Respon ini termasuk sukacita, kesedihan, ketakutan, kemarahan, penerimaan,
ketidakpercayaan, antisipasi, dan takjub. Penghayatan, optimis, dan sikap positif dalam
menghadapi peristiwa kehidupan dapat mengarahkan pada perasaan sejahtera.
(Lzararus, 1991 dalam Stuart 2009).
c. Respon fisiologis
Respon fisiologis mencerminkan interaksi beberapa neuroendokrin yang
melibatkan pertumbuhan hormone prolactin, ACTH, luteinizing, stimulasi folikel,
stimulasi tiroid, vasopressin, oksitosin, insulin, epineprin, noreprineprine, dan aneka
ragam neurotransmitter lainnya di otak yang menstimulasi pembagian simpatik sistem
saraf otonom. Hal ini mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk melawan penyakit yang merupakan stressor itu sendiri.
d. Respons perilaku
Respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan fisiologis dan
merupakan analisis kognitif situasi stres. Caplan (1981) menggambarkan empat fase
respons perilaku individu yaitu:
1) Fase 1, Perilaku individu yang mengubah lingkungan yang penuh tekanan atau
memungkinkan individu untuk melepaskan diri darinya.
2) Fase 2, Perilaku yang memungkinkan individu untuk berubah sesuai keadaan
eksternal dan akibatnya.
3) Fase 3, Individu menunjukkan perilaku bertahan untuk melawan situasi
emosional yang tidak menyenangkan.
4) Fase 4, yang terakhir adalah individu berdamai dengan kondisinya dan
melakukan penyesuaian kembali.
e. Respon sosial
Respon social adalah cara seseorang menilai suatu kejadian yang merupakan
kunci psikologis untuk memahami upaya koping dan sifat serta intensitas stress.
Respon social terhadap stres didasarkan pada tiga aktivitas (Mechanic, 1977) yaitu:
1) Mencari makna, individu mencari informasi tentang masalah mereka. Hal
ini diperlukan untuk menyiapkan strategi koping.
2) Artibusi sosial dimana individu mengidentifikasi faktor faktor yang
berkonstribusi dalam kondisi tersebut.
3) Perbandingan sosial, di mana orang membandingkan respon, keterampilan,
dan kapasitas dengan orang lain yang memiliki masalah yang sama.
2.2.7 Koping
a. Pengertian koping
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang
mengancam (Keliat, 1999). Koping yang efektif merupakan suatu proses mental untuk
mengatasi tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap sifat pada diri seseorang
(National Safety Counsil. 2004).
Berdasarkan teori diatas dapat didefinisikan bahwa koping adalah proses yang
dilakukan individu untuk mengatasi masalah atau respon terhadap situasi yang
mengancam dirinya.
b. Sumber koping
Sumber koping adalah faktor pelindung (stuart, 2016), merupakan pilihan
pilihan atau strategi yang membantu menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa
yang beresiko. Sumber daya seseorang dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalam stres dalam hidup mereka dan belaar untuk mengadopsi strategi koping yang
efektif. Stuart (2016) menjabarkan sumber koping diantaranya:
1) Keyakinan spriritual sebagai sumber harapan dan dapat mempertahankan
upaya koping seseorang dalam situasi yang paling tidak diharapkan.
2) Keterampilan menyelesaikan masalah meliputi kemampuan mencari
informasi, mengidentifkasi masalah, mempertimbangkan alternatif dan
mengimplementasikan rencana tindakan.
3) Keterampilan sosial, melibatkan orang lain, meningkatkan kemungkinan
bekerjasama dan memberikan pada individu kontrol yang lebih besar
4) Modal material merujuk pada uang dan barang serta layanan yang dapat dibeli
dengan uang.
5) Pengetahuan dan intelegensi merupakan sumber koping yang memungkinkan
sesorang mengidentifikasi berbagai cara yang berbeda dalam mengatasi stress.
c. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah semua upaya yang diarahkan untuk mengelola stres
yang dapat bersifat konstruktrid atau destruktif. Tiga jenis utama mekanisme koping
adalah sebagai berikut (stuart, 2016):
1) Mekasime koping berfokus pada masalah (tugas), yang melibatkan tugas dan
upaya langsung untuk mengatasi ancaman. Mekanisme ini merupakan upaya yang
disengaja untuk memecahkan masalah, menyelesaikan konflik, dan memuaskan
kebutuhan. Contoh: negosiasi, konfrontasi, mencari saran, serangan, penarikan
dan kompromi.
- Perilaku menyerang merupakan usaha seseorang mencoba menghilangkan atau
mengatsi hambatan dalam rangka memenuhi kebutuhan.
- Perilaku menarik diri dapat dinyatakan secar fisik atau psikologis. Secara fisik,
menarik diri meliabtkan penghindaran diri dari sumber ancaman. Reaksi ini
dapat berlaku untuk stresor biologis, seperti menghindar dari terik matahari.
- Kompromi melibatkan perubahan cara berpikir seseorang yang biasa tentang
hal hal tertentu, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
pribadi. Reaksi kompromi biasanya bersifat konstruktif dansering digunakan
dalam situasi pendekatan pendekatan atau penghindaran penghindaran.
2) Mekanisme koping berfokus secara kognitif, dimana seseoarang mencoba untuk
mengendalikan makna dari suatu masalah lalu menetralisirnya. Contoh: meliputi
perbandingan positif, ketidaktahuan selektif, substitusi penghargaan, dan
devaluasi objek yang diinginkan.
3) Mekanisme koping berfokus pada emosi (ego), dimana klien di orientasi untuk
mengurangi distres emosionalnya Mekanisme ini dikenal sebgai mekanisme
pertahanan, melindungi orang dari perasaan tidak mamapu dan tidak berharga serta
mencegah kesadaran ansietas. Koping ini dapta digunakan untuk mengatasi
ansietas tingkat ringan, sedang bahkan lebih tinggi sehingga dapat mendistorsi
realitas, mengganggu hubungan interpersonal, dan membatasi kemampuan dalam
bekerja secara produktif. Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego,
seperti denial, supresi, atau proyeksi.
Adapun sifat dari mekasnisme yang digunakan diantaranya:
1) Mekanisme koping bersifat konstruktif ketika ansietas digunakan sebagai tanda
peringatan dan individu menerimamanya sebagai tantangan untuk menyelesaikan
masalah.
2) Mekanisme koping yang destruktrif mematikan peringatan ansietas dan tidak
menyelesaikan konflik dan mungkin menggunakan mekanisme koipng yang
menghindari resolusi.
mental, sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. American Psychiatric
mental yang sukses ditunjukkan oleh aktivitas produktif, pemenuhan hubungan dengan
orang lain, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan untuk mengatasi
maladaptif terhadap stressor dari internal atau eksternal lingkungan, dibuktikan oleh
pikiran, perasaan,dan perilaku yang tidak sesuai dengan kebiasaan setempat dan norma
budaya, dan mengganggu sosial individu,pekerjaan, dan / atau fungsi fisik. Jadi
kesehatan jiwa adalah keadaan sehat emosional, psikologis, dan sosial yang dibuktikan
dengan memuaskan hubungan interpersonal, perilaku dan koping yang efektif, konsep
perilaku, dan kematangan sosial atau normalitas dengan tidak adanya gangguan mental
atau perilaku (Kozier, 2008). Kesehatan mental merupakan kondisi psikologis yang
sejahtera di mana telah mencapai integrasi yang memuaskan dari dorongan insting
seseorang diterima diri sendiri dan lingkungan sosial seseorang yang sesuai
keseimbangan cinta, kerja, dan kegiatan rekreasi (Stuart, 2013). Individu merupakan
makhluk sosial yang holistik sehingga ketika muncul ketidakseimbangan dan tidak
mampu mengatasi atau beradaptasi maka yang akan terjadi adalah gangguan jiwa
Gangguan jiwa (Mental disorder) adalah pola mental atau perilaku yang
afektif atau relasional individu yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir,
perilaku, dan persepsi (Stuart, 2013). Menurut Sigmund Freud (2000), Gangguan jiwa
disebabkan karena individu tidak mampu mengatasi konflik dalam diri, tidak
perasaan rendah diri. Adanya gangguan tugas perkembangan pada masa anak terutama
dalam hal berhubungan dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan
perasaan takut, respon orang tua yang mal adaptif pada anak akan meningkatkan stress
(Videback, 2013). Disamping hal tersebut di atas banyak faktor yang mendukung
timbulnya gangguan jiwa yang merupakan perpaduan dari beberapa faktor seperti
lingkungan kejiwaaan yang tidak sehat, jasmaniah yang berkaitan dengan bentuk
tubuh, temperamen yaitu individu yang terlalu peka atau sensitif, dan penyakit dan
cedera tubuh yang menyebabkan individu merasa rendah diri. Faktor psikologis seperti
pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap,
kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7
masa dan pada keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa jika pada
Faktor sosial merupan penyebab gangguan jiwa terkait dengan nilaidan moral setempat
dimana secara teknis merupakan ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang
tidak terlihat. Aturan aturan yang berlaku dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perubahan yang terjadi. Jika individu merasa perubahan tersebut cukup mengganggu
dan tidak mampu beradaptasi maka yang akan terjadi adalah munculnya gangguan jiwa
Mental illnes atau sakit jiwa merupakan kondisi individuyang diserang penyakit
menyesuaikan diri dengan wajar, dan tidak sanggup memahami problemnya (Stuart,
2013). Mental illness mengacu pada berbagai kondisi mental kesehatan gangguan
yang memengaruhi suasana hati (mood), daya pikir dan perilaku. Seringkali orang yang
sakit jiwa, tidak merasa bahwa ia sakit, sebaliknya ia menganggap bahwa dirinya
normal saja, bahkan lebih baik, lebih unggul dan lebih penting dari orang lain. Tidak
sedikit orang memiliki kesadaran terhadap kesehatan mental, namun tidak banyak
orang tahu masalah kesehatan mental bisa menjadi penyakit jiwa (mental illness) saat
tanda-tanda dan gejala-gejala yang sedang berlangsung sering menyebabkan stres dan
memengaruhi fungsi kemampuan (ability). Beberapa tanda dan gejala pada individu
dengan mental illnes diantaranya adalah menarik diri dari interaksi sosial, kesulitan
Sakit jiwa terdiri dari dua jenis 2 yaitu psikosis dan non-psikosis. Sakit jiwa
psikosis merupakan sakit jiwa yang disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa yang
telah berlarut-larut, akibat suasana lingkungan yang sangat menekan, dan ketegangan
batin sehingga mencapai puncaknya dimana jika tanpa suatu penyelesaian secara wajar
Sakit jiwa non-psikoisis adalah sakit jiwa yang disebabkan oleh adanya
kerusakan pada anggota tubuh. Misalnya otak, sentral saraf atau hilangnya kemampuan
berbagai kelenjar. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena keracunan akibat minuman
keras, obat-obatan perangsang atau narkotik, akibat penyakit kronis, dan sebagainya
scizophrenia yang merupakan penyakit jiwa paling banyak ditemukan ditandai dengan
afek datar atau tumpul, dan alogia (cenderung sedikit bicara). Paranoia yaitu penyakit
gila kebesaran atau gila menuduh orang yang dicirikan dengan adanya delusi
(anggapan bahwa dirinya adalah orang yang hebat dan orang lain adalah orang yang
salah dan akan berbuat jahat pada individu tersebut). Maniac depresive yaitu individu
mengalami rasa gembira yang besar kemudian secara tiba tiba merasakan kesedihan
Pada intinya adalah bahwa masalah kesehatan jiwa berakar pada Teori Stuart
(membahas stress dan mekanisme koping) dan Teori Roy (membahas respon adaptif
dan maladaptif individu terhadap stressor). Akibatnya akanmuncul terdiri dari dua hal
besar dalam masalah kesehatan jiwa yaitu gangguan jiwa (mental disorders) dan sakit
jiwa (mental illness). Prinsip terjadinya gangguan jiwa adalah individu kesulitan atau
tidak mampu berhubungan dengan dengan orang lain karena persepsinya tentang
kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri dimana penyebabnya dapat berasal
dari kondisi biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan. Gangguan jiwa terjadi sebagai
bentuk respon maladaptive individu terhadap faktor faktor tersebut. Sedangkan sakit
jiwa mengacu pada berbagai kondisi mental kesehatan gangguan yang memengaruhi
suasana hati (mood), daya pikir, dan perilaku. Maka dapat disebutkan bahwa jika
individu tidak aka mengalami gangguan jiwa jika memiliki support system yang baik
dalam mengatasi permasalahan yang terjadi sehingga individu mampu berdaptasi dan
tetap dalam kondisi sehat jiwa. Kemudian jika individu mengalami gangguan jiwa
maka tidak akan menjadi sakit jiwa jika individu tersebut support system yng ada atau
dimiliki individu tersebut digunakan sebaik mungkin dan ditambah dengan adanya
5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan
memuaskannya.
yang signifikan yang terjadi pada individu dan dikaitkan dengan tekanan saat ini
(misalnya gejala yang menyakitkan) atau cacat (yaitu, penurunan dalam satu atau area
fungsi yang lebih penting) atau dengan peningkatan risiko kematian, rasa sakit,
kecacatan, atau kehilangan kebebasan yang secara signifikan. Kriteria umum untuk
Tanda dan gejala gangguan jiwa atau sakit jiwa secara umum menurut Yosep
1) Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-
tidak ada hanya muncul dari dalam individu sebagai bentuk kecemasan yang
sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar
sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada
keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat
kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang
kaya, titisan Bung Karno tetapi dilain waktu ia bisa merasa sangat sedih,
menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam
1) Delusi atau Waham, yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal)
3) Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya
dalam kategori individu, interpersonal, dan sosial / budaya. Faktor individu meliputi
biologis, kekhawatiran atau ketakutan yang tidak dapat ditolerir atau tidak realistis,
hidup, rasa ketidakharmonisan dalam hidup, dan hilangnya makna dalam kehidupan
dilihat dalam kategori individu, interpersonal, dan sosial / budaya (Videbeck, 2011),
berikut penjelasannya:
a. Faktor Individu
1) Usia
Orang dengan usia lebih muda memiliki permulaan mengatasi sakit dengan
hasil yang lebih buruk, seperti tanda negatif (apatis, isolasi sosial, dan kurangnya
pada orang-orang dengan usia lebih tua saat mengatasi sakit. Alasan yang mungkin
untuk perbedaan ini adalah bahwa klien yang lebih muda tidak memiliki
dan kurang berkembangnya rasa identitas pribadi dibanding klien yang lebih tua.
Erik Erikson menggambarkan pengembangan psikososial masa hidup
dalam hal tugas pembangunan yang harus dicapai pada setiap tahap. Pada
setiap tahap, orang tersebut harus menyelesaikan tugas kehidupan secara kritis
menjadi terlalu tergantung pada orang lain. Gagal berkembang pada identitas
diri bisa mengakibatkan kebingungan peran atau gagasan yang tidak jelas
perasaan inferioritas, ragu, kurang percaya diri, dan terisolasi, semuanya bisa
Oleh sebab itu pengkajian riwayat keluarga dan latar belakangnya adalah
merespons stres psikososial atau penyakit. Orang yang sehat adalah dia bisa
mengatasi stres atau sakit dengan lebih baik. Status gizi yang buruk, kurang
untuk mengatasinya.
Seseorang dengan keberhasilan diri dan percaya diri yang tinggi akan
diri, mengatasi stres dan meminta dukungan dari orang lain secara efektif bila
6) Ketahanan (Hardiness)
stres. Menurut Kobasa (1979), sifat tahan banting terhadap sesuatu memiliki
dalam hidup
7) Spiritualitas
kepercayaan pada Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi, praktik agama,
b. Faktor Interpersonal
1) Rasa memiliki
dalam sistem sosial atau lingkungan dimana orang merasa itu merupakan
3) Dukungan keluarga
mendorong anggota keluarga untuk terus mendukung klien bahkan saat dia
cinta dan perhatian, sebagai sumber dukungan untuk klien (Reid, Lloyd, & de
Groot, 2005).
c. Faktor Budaya
sebagai sesuatu yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Dalam pandangan
ini, orang yang sakit mental adalah mereka yang melanggar norma sosial dan
3.5 Tahapan Perubahan Status dari Sehat Jiwa menuju Sakit Jiwa
terhadap posisi orang lain di dunia;tidak efektif dalam mengatasi kehidupan atau suatu
digambarkan sebagai dua besar respon terhadap stress yang paling utama.
dunia saat ini, ketakutan akan hal yang tidak diketahui dan kondisi yang membuat
ragu menawarkan ruang yang leluasa untuk kecemasan berakar dan tumbuh.
Tingkat kecemasan ini jarang menjadi masalah karena ketegangan yang dialami
Tidur
Makan
Latihan fisik
Merokok
Menangis
Mondar mandir
Mengayunkan kaki
Gelisah
Menguap/ menganga
Minum alkohol
Melamun
Tertawa
Memaki/ mengutuk
Menggigit kuku
Mengetuk jari
dilakukan oleh ego dalam menghadapi ancaman terhadap integritas biologi dan
psikologi yaitu:
diinginkan)
terkait dengannya)
mengancam)
Identifikasi (upaya meningkatkan harga diri dengan memperoleh
karakteristik tertentu)
ego seseorang)
dengannya)
perkembangan sebelumnya)
menyenangkan)
yang konstruktif)
diinginkan)
Kehancuran (secara simbolis meniadakan/membatalkan pengalaman yang
terhadap kecemasan:
4) Panic
Pada tingkat kecemasan ekstrem ini, individu tidak mampu memproses apa
sosial terhadap kehilangan suatu nilai. Kehilangan akan sesuatu yang dinilai
emosi dan perilaku ini disebut mourning. Proses mourning yang adaptif
harapan dan putus asa. Sedangkan tidak adanya proses mourning setelah
Denial (penolakan)
Anger (marah)
Depression (depresi)
Acceptance (penerimaan)
2) Tingkat kesedihan
1) Mild grief (kesedihan ringan) : kekecewaan yang terjadi sehari hari yang
Perawat jiwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengacu pada standar
asuhan dan standar kinerja profesional perawat jiwa yang melingkupi hal-hal berikut
ini:
a. Standar Asuhan
Kualitas Asuhan
Penilaian Kinerja
Edukasi
Kolegialitas
Etik
Kolaborasi
Penelitian
Menurut Weiss (1947) yang dikutip oleh Stuart Sundeen dalam Principles and Practice
pada klien
2. Mendemontrasikan penerimaan
3. Respect
4. Memahami klien
1. Sebagai pendidik
2. Sebagai pemimpin dalam situasi yang bersifat lokal, nasional dan internasional
4. Sebagai konselor.
Adapun peran perawat jiwa adalah sebagai berikut :
menyelesaikan masalah.
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh
(Stuart, 2013). Gangguan jiwa menurut Videbeck (2008) adalah suatu syndrome atau
pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang
yang dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas yang disertai peningkatan resiko
kematian yang menyakitkan, nyeri, atau sangat kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa
yang dialami seorang individu dapat terlihat dari penampilan, komunikasi, proses
berpikir, interaksi dan aktivitasnya sehari-hari, (Keliat, 2011). Gangguan jiwa
1. Aspek Biologi
Ada beberapa unsur fisik yang dapat berpengaruh pada munculnya gangguan jiwa.
a. Otak
ganguan metabolise dan atrofi otak. Menurut Frisch & Frisch (2011),
hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi tumpul, isolasi sosial
dan apatis. Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan terkait
terjadinya gejala negatif seperti apatis, afek tumpul serta miskinnya ide dan
berkaitan erat dengan terjadinya waham, halusinasi, serta gangguan emosi dan
b. Neurotransmitter
dari:
memori
c. Genetik / Keturunan
termasuk di dalamnya saudara kembar, atau anak hasil adopsi. Individu yang
kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak memiliki faktor
herediter. Faktor genetik tersebut juga ditunjang dengan pola asuh yang
melakukan penelitian terhadap hubungan ibu dan anak, menemukan bahwa ibu
d. Cacat Kongenital
gangguan jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh kurus, tinggi badan yang terlalu
f. Deprivasi
Deprivasi atau kehilangan fisik, baik yang dibawa sejak lahir ataupun yang
didapat, misalnya karena kecelakaan hinga anggota gerak (kaki dan tangan) ada
menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera / cacat tubuh
emosi yang terjadi secara terus-menerus dengan koping yang tidak efektif akan
i. Penyalahgunaan obat-obatan
2. Aspek Psikologis
Gangguan mental/jiwa dapat terlihat dari respon atau perilaku maladaptif yang
dilakukan klien. Respon atau perilaku maladaptif tersebut dipengaruhi oleh banyak
faktor salah satunya dari aspek psikologi. Aspek psikologi ini dikaitkan dengan
Tahap
Perkem
bangan
Status
Mental/
Jiwa
Dinamika Struktur Mental Topografi
Kepriba Content & Berpikir/
Kepribadian Operation
dian
Bertindak
Status mental seseorang dapat dikenali dari gambaran sikap dan perilaku yang
muncul dan tahap perkembangan yang dilaluinya. Kepribadian menurut APA (2003)
adalah pola atau hal perasaan, keterkaitan, dan pemikiran tentang lingkungan hidupnya
dalam konteks sosial dan personal. Berikut adalah penjelasan terkait teori psikoanalitis
Ada tiga kompenen penting dalam struktur kepribadian yang memiliki fungsi
genetik, respon dan motivasi dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan diri
sendiri. Id tidak mentolerasi adanya tekanan dan akan mencari jalan untuk membuat
keinginannya terpenuhi, missal bayi yang menangis saat lapar. Id kurang mampu
menyelesaikan masalah.
dengan dunia luar. Ego sebagai penyeimbang karakter id, sebagai mekanisme
bertahan diri. Contoh, individu yang tengah lapar, id berpikir bahwa lapar harus
dipenuhi dengan makan, sementara ego akan berpikir bukan hanya tentang lapar
yang sedang dialami tetapi memikirkan pula bagaimana cara mendapatkan dan
dinamika kepribadian. Freud berpendapat ada dua periode masa energi fisik tersebut
berlangsung sebagai kekuatan bagi id, ego, dan superego yaitu periode cathexis dan
anticathexis. Cathexis adalah proses id memberi energi terhadap suatu objek untuk
merupakan masa ego dan superego mengendalikan impuls id. Ego menjalankan
pemikiran rasional bahwa bila makan berlebih maka tubuh akan menjadi gemuk,
akan hadir berupa pemikiran dampak bila mengkonsumsi makanan banyak maka
akan menjadi gemuk dan penampilan menjadi buruk sehingga pasangan akan
kecemasan pribadi.
b. Tahap Perkembangan
jenis
relatif bukan absolut. Fungsi mental yang baik ditunjukkan dengan adanya aktivitas
produktif, mampu berhubungan dengan orang lain, dan mampu beradaptasi, koping
demikian terkait dengan level awareness yang menurut Freud hal tersebut
merupakan operasional dan mental content yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
adanya tingkat kesadaran ini, contohnya mengingat nomor telepon atau hari
ulang tahun. Pemikiran tingkat ini berada dibawah kendali ego, rasional dan
Preconscious, merupakan memori yang sudah dilupakan atau tidak lagi ada pada
masa berjalannya waktu namun dengan upaya atensi dapat diingat kembali,
contoh mengingat masa kecil. Tingkat kesadaran ini sebagian dibawah kendali
tidak tepat.
Unconscious, merupakan memori yang tidak dapat diingat kembali karena berisi
hal yang tidak menyenangkan atau dianggap bukan hal penting. Memori dapat
perilaku incomprehensive.
3. Faktor Sosial Budaya
a. Usia
ii. Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf
kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum
yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka dinyatakan bahwa
c. Pendidikan
Pendidikan yang baik akan membantu seseorang dalam mengambil
keterpurukan.
e. Pekerjaan
mereka.
f. Budaya
g. Keyakinan / Religi
Hubungan antara keyakinan religi dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap
rasa bahagia, rasa aman, senang, puas, sukses, merasa dicintai sehingga
rasa percaya diri dan merasakan ketenangan dalam diri mereka karena
h. Pengalaman Sosial
tidak dibutuhkan dan akhirnya muncul rasa harga diri yang rendah.
kesehatan dan hanya akan mencari jiwa masalah mereka telah benar-benar