discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/50848439
CITATIONS READS
4 5,190
2 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Bagus Priyo Purwanto on 30 September 2014.
ABSTRACT
Most of Holstein in Indonesia were imported from European countries which have
temperate climate (13-25oC). If those Holstein were kept under high temperature and high
humidity and exposed to direct solar radiation, the cattles would be experienced with heat
stress, resulted in decreasing appetite, increased water intake, decreased metabolism,
increased catabolism, increased heat loss through evaporation, decreased hormone
concentration in blood, increased body temperature, increased respiration and heart rate
and behavioral changes. To reduce the heat stress can be achieved by environment
modification, such as type of animal house construction, type of roof material selected for
animal house and determination of animal housing height. The improvement of
environmental condition was gained for maintaining the animal heat balance in steady
state, due to reducing the thermoregulatory responses (i.e heart rate, respiration rate and
mean body temperature). Controlling the heat stressed animals to lower thermoregulatory
activities will improve their productivity.
tersebut dapat menghasilkan suatu indeks bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman.
dengan pengaruh yang berbeda terhadap ternak. Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh
Berdasarkan hasil pendataan, sebagian (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari
besar sapi-sapi perah yang ada di Indonesia suhu nyaman. Perolehan dan penambahan panas
adalah sapi bangsa Fries Holland (FH) yang tubuh ternak dapat terjadi secara sensible
didatangkan dari negara-negara Eropa yang melalui mekanisme radiasi, konduksi dan
memiliki iklim sedang (temperate) dengan konveksi. Jalur utama pelepasan panas melalui
kisaran suhu termonetral rendah (13 25oC). mekanisme evaporative heat loss dengan jalan
Berdasarkan kondisi iklim asal tersebut, sapi melakukan pertukaran panas melalui
perah FH sangat peka terhadap perubahan suhu permukaan kulit (sweating) atau melalui
tinggi. Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi pertukaran panas di sepanjang saluran
yang memiliki suhu tinggi, maka sapi-sapi pernapasan (panting) (Purwanto, 1993) dan
tersebut akan mengalami cekaman panas terus sebagian melalui feses dan urin (McDowell,
menerus yang berakibat pada menurunnya 1972). Unsur iklim mikro yang dapat
produktivitas sapi FH. Cekaman panas yang mempengaruhi produksi panas dan pelepasan
diterima oleh sapi FH sebenarnya dapat panas pada sapi FH adalah suhu dan
direduksi oleh angin dengan kecepatan tertentu. kelembaban udara, radiasi matahari dan
Usaha lain yang perlu dilakukan untuk kecepatan angin.
mereduksi cekaman panas sapi FH adalah
modifikasi lingkungan ternak melalui Suhu dan Kelembaban Udara
pemberian naungan, pemilihan bahan atap dan
pengaturan ketinggian kandang. Tulisan ini Suhu dan kelembaban udara merupakan
berisi ulasan hasil-hasil penelitian mengenai dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi
Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Respons sapi perah, karena dapat menyebabkan
Fisiologis Sapi FH serta Modifikasi Lingkungan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh
sebagai Upaya Mempertahankan Produktivitas ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi
Sapi FH. dan keseimbangan tingkah laku ternak (Esmay,
1982). McDowell (1974) menyatakan bahwa
PENGARUH IKLIM MIKRO TERHADAP untuk kehidupan dan produksinya, ternak
RESPONS FISIOLOGIS SAPI memerlukan suhu lingkungan yang optimum.
PERANAKAN FRIES Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa
HOLLAND (FH) berkisar 13 18oC (McDowell, 1972); 4 25oC
(Yousef, 1985), 5 25oC (Jones & Stallings,
Besarnya penambahan panas yang berasal 1999). Hubungan besaran suhu dan kelembaban
dari radiasi matahari di daerah tropis dapat udara atau biasa disebut Temperature Humidity
mencapai empat kali lebih besar dari produksi Index (THI) yang dapat mempengaruhi tingkat
panas hasil metabolisme (Thwaites, 1985). stres sapi perah dapat dilihat pada Tabel 1.
Besarnya penambahan panas ini tergantung Sapi FH menunjukkan penampilan
pada ukuran tubuh ternak. Makin kecil ukuran produksi terbaik apabila ditempatkan pada suhu
tubuh seekor ternak, akan mendapatkan lingkungan 18,3oC dengan kelembaban 55%.
penambahan panas yang lebih tinggi dari ternak Bila melebihi suhu tersebut, ternak akan
yang lebih besar ukuran tubuhnya, seperti melakukan penyesuaian secara fisiologis dan
domba vs sapi. secara tingkah laku (behaviour). Usaha
Perolehan panas dari luar tubuh (heat peternakan sapi FH di Indonesia, pada
gain) akan menambah beban panas bagi ternak, umumnya dilakukan pada daerah yang memiliki
ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan Perubahan denyut jantung dan frekuensi
laut, dengan tujuan untuk penyesuaian pernapasan sapi FH dipengaruhi oleh suhu
lingkungan. lingkungan. Denyut jantung sapi FH yang sehat
Suhu udara dan kelembaban harian di pada daerah nyaman (suhu tubuh 38,6oC) adalah
Indonesia umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 60 70 kali/menit dengan frekuensi nafas 10
24 34oC dan kelembaban 60 - 90%. Hal 30 kali/menit (Ensminger, 1971). Perubahan
tersebut akan sangat mempengaruhi tingkat denyut jantung dan fekuensi pernapasan sapi FH
produktivitas sapi FH. Pada suhu dan (tiga ekor sapi dara peranakan FH dengan bobot
kelembaban tersebut, proses penguapan dari rata-rata 195 kg) di Darmaga dapat dilihat pada
tubuh sapi FH akan terhambat sehingga Gambar 1 dan 2 dengan kondisi suhu
mengalami cekaman panas. Pengaruh yang pengamatan pada Gambar 3 (Prayitno, 1999).
timbul pada sapi FH akibat cekaman panas Reaksi sapi FH terhadap perubahan suhu
adalah : 1) penurunan nafsu makan; 2) yang dilihat dari respons pernapasan dan denyut
peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi
metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) untuk mengurangi atau melepaskan panas yang
peningkatan pelepasan panas melalui diterima dari luar tubuh ternak. Peningkatan
penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon denyut jantung merupakan respons dari tubuh
dalam darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, ternak untuk menyebarkan panas yang diterima
respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972); ke dalam organ-organ yang lebih dingin.
dan 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Pernapasan merupakan respons tubuh ternak
Dauncey, 1985), meningkatnya intensitas untuk membuang atau mengganti panas dengan
berteduh sapi (Combs, 1996). Respons fisiologis udara di sekitarnya. Jika kedua respon tersebut
sapi FH akibat cekaman panas dapat dilihat pada tidak berhasil mengurangi tambahan panas dari
Tabel 2. luar tubuh ternak, maka suhu organ tubuh ternak
Pada malam hari, suhu rektal akan terus akan meningkat sehingga ternak mengalami
mengalami penurunan, sedangkan pada pagi cekaman panas (Anderson, 1983). Cekaman
sampai sore suhu rektal mengalami kenaikan. panas yang terus berlangsung pada ternak akan
Suhu lingkungan
Parameter Sumber
Netral Cekaman
berdampak pada peningkatan konsumsi air tubuh (Shibata, 1996). Hasil simulasi
minum, penurunan produksi susu, peningkatan menunjukkan bahwa penurunan suhu
volume urine, dan penurunan konsumsi pakan lingkungan mikro (sekitar kandang) sebesar 5oC
(Tabel 3). Cekaman panas dapat direduksi dapat meningkatkan produksi susu sapi FH
dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH melalui sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi
penyemprotan air dingin ke seluruh permukaan 45 kg/hari (Berman, 2005).
Frekuensi pernapasan (kali/menit)
Keterangan:
Lingkungan kontrol = Pada siang hari tanpa pengipasan dan pada malam hari ternak tidak dikeluarkan,
Lingkungan B = Pada siang hari dengan pengipasan dan pada malam hari ternak dikeluarkan,
Lingkungan C = Pada siang hari dengan pengipasan dan pada malam hari ternak tidak dikeluarkan.
Gambar 1. Pola frekuensi pernafasan pada kondisi lingkungan kontrol (), lingkungan B () dan
lingkungan C ()
Keterangan:
Lingkungan kontrol = Pada siang hari tanpa pengipasan dan pada malam hari ternak tidak dikeluarkan,
Lingkungan B = Pada siang hari dengan pengipasan dan pada malam hari ternak dikeluarkan,
Lingkungan C = Pada siang hari dengan pengipasan dan pada malam hari ternak tidak dikeluarkan.
Gambar 2. Pola denyut jantung pada kondisi lingkungan kontrol (), lingkungan B () dan lingkungan
C ()
Tabel 3. Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan sapi FH pada suhu berbeda
Suhu
Parameter
18oC 30oC
0.9
(m/det)
(m/det) 0.8
0.7
angin
0.6
Angin
0.5
Kecepatan
0.4
Intensitas lama bernaung (menit) Kecepatan
0.3
0.2
0.1
0
9.00~10.00 10.00~11.00 11.00~12.00 12.00~13.00 13.00~14.00 14.00~15.00 15.00~16.00
Intensitas Lama Bernaung (Menit)
50
40
30
10
0
9.00-10.00
9.00~10.00 10.00-11.00 11.00~12.00
10.00~11.00 11.00-12.00 12.00-13.00
12.00~13.00 13.00-14.00
13.00~14.00 14.00-15.00
14.00~15.00 15.00-16.00
15.00~16.00
Waktu
Waktu Pengamatan
pengamatan
Gambar 4. Rata-rata kecepatan angin harian bulan April Juni tahun 2000 dan intensitas lama bernaung
sapi FH di Darmaga (Suwito, 2000)
Tabel 5. Rataan suhu rektal (RT), suhu kulit (mTs), suhu tubuh (Tb) dan frekuensi pernafasan
(RR) sapi FH akibat pemberian kecepatan angin 1,125 m/det pada siang dan malam hari
di Darmaga Bogor
Sebelum perlakuan
RT (oC) 39,05 0,12 39,07 0,11
mTs (oC) 35,64 0,66 35,50 0,43
Tb (oC) 38,57 0,14 38,57 0,14
RR (kali/menit) 40,00 3,34 40,00 5,36
Dua jam setelah perlakuan
RT (oC) 38,80 0,12 38,60 0,10
mTs (oC) 35,40 1,03 35,58 0,01
Tb (oC) 38,32 0,29 38,18 0,08
RR (kali/menit) 25,00 11,50 22,00 0,00
liter/kilogram konsumsi bahan kering (Tillman panas tubuh ternak dengan naungan dapat
et al., 1989) dan akan meningkat dalam kondisi mencapai 30-50% (Roman-Ponce et al., 1977).
cekaman panas. Pada kondisi lingkungan tidak Cara ternak sapi FH dalam mencari naungan
nyaman dengan suhu lingkungan malam hari sangat tergantung dari iklim mikro seperti
sekitar 24oC dan siang hari 33,34oC, sapi dara radiasi matahari, suhu, kelembaban udara dan
mengkonsumsi air minum sebanyak 10,58 kecepatan angin.
12,76% dari bobot badan (Santoso, 1996). Pola intensitas lama bernaung sapi FH
Manfaat air minum dingin untuk mengatasi meningkat dari pagi sampai siang hari (sampai
cekaman panas pada sapi dara FH dapat dilihat pukul 13.00) kemudian menurun kembali pada
pada Tabel 6. sore harinya. Pola intensitas lama bernaung rata-
Milam et al. (1986) melaporkan bahwa rata untuk 3 (tiga) sapi dara FH dengan bobot
pemberian air minum dingin dapat badan rata-rata 195 kg pada umur 18 bulan di
meningkatkan produksi susu sapi Holstein Darmaga dapat dilihat pada Gambar 4.
sebesar 10,86% dari 22,1 pada air minum 28oC Lama bernaung sapi dipengaruhi oleh
menjadi 24,5 kg pada air minum 10oC. Wilks et suhu udara, kelembaban, radiasi, dan kecepatan
al. (1990) juga melaporkan terjadinya kenaikan angin. Semakin tinggi suhu udara lingkungan,
produksi susu sapi Holstein sebesar 4,85% dari sapi akan bernaung lebih lama sebagai upaya
24,7 pada air minum 27oC menjadi 25,9 pada untuk mempertahankan panas tubuhnya agar
air minum 10,6oC. Qisthon (1999) melaporkan tidak naik akibat cekaman panas dari suhu
bahwa pemberian air minum pada suhu 10oC lingkungan. Semakin tinggi kelembaban udara
dapat memperbaiki produktivitas sapi dara FH dan radiasi matahari di sekitar sapi maka sapi
melalui pertambahan bobot badan dan efisiensi akan bernaung lebih lama dengan intensitas
pakan, meningkatkan kecernaan bahan kering yang semakin rendah. Semakin tinggi kecepatan
dan bahan organik pakan dibandingkan dengan angin maka sapi FH akan mengurangi intensitas
pemberian air minum pada suhu 16, 22 dan 28oC. lama bernaungnya karena angin dapat
mereduksi panas tubuh sapi FH.
Naungan
Pemilihan Bahan Atap Kandang
Pemberian naungan seperti kandang, dapat
mengurangi cekaman panas tubuh sapi FH Semua bahan akan memantulkan,
terutama pada siang hari. Total pengurangan meneruskan dan menyerap radiasi gelombang
Tabel 6. Pengaruh pendinginan air minum pada respons fisiologis sapi dara Holstein pada suhu
lingkungan 34oC
pendek dan gelombang panjang dengan proporsi tubuh, suhu rektal, suhu kulit, denyut jantung
yang berbeda-beda tergantung pada jenis dan frekuensi nafas yang lebih rendah pada sapi
bahannya. Perbedaan ini disebabkan oleh FH yang diberi atap rumbia dibandingkan
perbedaan suhu absolute bahan, sifat fisik dan dengan yang diberi atap seng atau genteng
kimiawi bahan serta daya hantar energi panas (Soemarto, 1995).
(bahang) dan panjang gelombang radiasi
matahari. Oleh karena itu bahan atap kandang Penentuan Ketinggian Kandang
sapi FH yang dipilih adalah bahan-bahan yang
mampu memantulkan dan menyerap radiasi Selain memilih bahan atap yang
sehingga dapat mengurangi penghantaran panas berkonduktivitas rendah, usaha lain yang
ke dalam kandang. ditempuh untuk modifikasi lingkungan mikro
Radiasi matahari yang diabsorbsi oleh di dalam kandang adalah dengan memperbesar
bahan akan diubah menjadi bahang, kemudian ukuran kandang. Salah satunya adalah dengan
dihantar ke bagian yang lebih dingin atau meninggikan atap kandang, sehingga volume
dipancarkan kembali sebagai radiasi gelombang udara dan aliran udara yang masuk ke dalam
panjang. Kemampuan menghantar bahang kandang menjadi lebih besar dan pergantian
(konduktivitas) masing-masing bahan dari yang udara lebih cepat sehingga suhu dalam kandang
terendah sampai yang tinggi berturut-turut menurun (Carpenter, 1981).
adalah asbes, beton, baja, seng, alumunium Daerah-daerah yang cerah dengan sinar
(Charles, 1981). Bahan yang tipis seperti matahari penuh, tinggi atap kandang sebaiknya
antara 3,6 4,2 m, sedangkan daerah agak
kebanyakan logam memiliki koefisien konduksi
berawan tinggi atap kandang antara 2,1 2,7
yang besar, sehingga suhu di atas dan di bawah
m. Ketinggian kandang tersebut cukup efektif
hampir sama. Hahn (1985) menyatakan bahwa
membatasi difusi radiasi matahari yang diterima
bahan atap rumput kering atau jerami paling
ternak di dalam kandang (Hahn, 1985).
efektif menahan radiasi matahari yang terpancar
Ketinggian atap kandang untuk daerah tropis
langsung, sedangkan bahan padat seperti asbes,
basah berkisar antara 2 3 m dan untuk daerah
besi berlapis seng atau alumunium kurang beriklim panas kering antara 45 m (McDowell,
efektif kecuali kalau dicat putih. Bahan lainnya 1972), serta antara 3 4 m untuk daerah semi
yang efektif menahan radiasi matahari adalah arid (Wiersma et al., 1984). Ketinggian atap
alang-alang dan daun kelapa. Kedua bahan ini kandang sapi FH untuk daerah panas dengan
memiliki nilai konduktivitas rendah. Rumbia curah hujan sedang sampai curah hujan tinggi
memiliki nilai konduktivitas 0.0001 kal/detoC. adalah 175 cm yang diukur dari sisi atap
Rendahnya nilai konduktivitas bahan atap terendah ke lantai kandang (Sastry & Thomas
kandang menunjukkan rendahnya kemampuan 1980).
bahan dalam menghantarkan radiasi panas yang Perbedaan ketinggian atap kandang sangat
diserapnya, sehingga sangat baik untuk mempengaruhi respons fisiologis sapi perah dan
mengurangi jumlah radiasi yang sampai ke produksi susu yang dihasilkan. Respons
ternak. Gatenby & Martawijaya (1986) fisiologis yang berubah antara lain suhu kulit,
menyatakan, suhu di dalam kandang yang suhu rektal, suhu tubuh, frekuensi pernafasan
atapnya terbuat dari asbes, seng dan rumbia dan denyut jantung. Sedangkan respons
berturut-turut 26,5; 27,0 dan 26,4oC. produksi yang berubah yaitu konsumsi makan
Respon fisiologis sapi perah FH sangat dan minum, serta pertambahan bobot badan
baik terhadap bahan atap kandang rumbia (Santoso, 1996). Ketinggian atap kandang yang
dibandingkan dengan genteng dan seng. terbuat dari seng sebaiknya 3,5 m dari lantai
Respons fisiologis ini dapat dilihat dari suhu kandang (Basyarah, 1995).
Kibler, H.H. 1962. Energy metabolism and related Shibata, M. 1996. Factors affecting thermal balance
thermoregulatory reactions to thermal stress and production of ruminants in a hot
in 10OC and 27OC acclimated heifers. Res. environment. A Review. Mem.Nat.Inst. Anim.
Bull.739. Univ.of Missouri, Columbia. P.1-32. Ind. No. 10 National Institute of Animal
Lee, C.N. & N. Keala. 2005. Evaluation of cooling Industri Tsukuba, Japan.
system to improve lactating Holstein cows Smith, J.F., D.V. Armstrong, M.J. Brouk,
comfort in the sub-tropics. http:// Wuthironarith & J.P. Harner. 2005. Impact
www.fass.org. [1 Maret 2006]. of using feedline soakers in combinations with
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock tunnel ventilation and evaporative pads to
Production in Warm Climate. W.H. Freeman minimize heat stress in lactation dairy cows
and Co., San Frascisco.p.1-128. located in Thailand. http://www.fass.org. [1
McDowell, R.E. 1974. The Environment Versus Maret 2006].
Man and His Animals. In: H.H. Cole & M. Soemarto, F. 1995. Pengaruh Berbagai Ketinggian
Ronning (Eds.). Animal Agriculture. W.H. Bahan Atap Kandang terhadap Respons
Freeman and Co., San Fransisco. Termoregulasi Sapi Dara Peranakan Fries
Milam, K.Z., C.E.Coppock, J.W.West, J.K. Holland. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB,
Lanham, D.H. Nave, J.M. Labore, R.A. Bogor.
Stermer & C.F.Brasington. 1986. Effect of Suwito, E. 2000. Hubungan antara Lingkungan
drinking water temperature on production Mikro dengan Lama Bernaung dalam Kandang
responses in lactacing cows in summer. J.Dairy pada Sapi Dara Peranakan Fries Holland.
Sci. 69:1012 -1019. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
Prayitno, H. 1999. Respons Termoregulasi Sapi Thwaites, C.J. 1985. Physiological Responses and
Peranakan Fries Holland pada Berbagai Productivity in Sheep. In : M.K. Yousef (Ed.).
Stress Physiology in Livestock Vol. II:
Kondisi Lingkungan Mikro. Skripsi. Fakultas
Ungulates. CRC Press Inc. Boca Raton,
Peternakan, IPB, Bogor.
Florida.
Purwanto, B.P. 1993. Heat and Energy Balance in
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo,
Dairy Cattle Under High Environmental S. Prawirakusumo & S. Lebdosoekotjo.
Temperatute. Doctoral Thesis, Hiroshima 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah
University. Mada University Press. Fakultas Peternakan,
Purwanto, B.P., M. Harada & S. Yamamoto. 1996. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Effect of drinking water temperature on heat Trewartha, G.T. 1954. An Introduction to Climate.
balance and thermoregulatory responses in Mc Graw-Hill. Book Co Inc., New York.
dairy heifers. Aust. J. Agric. Res. 47:505-12. Wierema, F. In: Chestnut, A. & D. Houston. 2002.
Qisthon, A. 1999. Respons Fisiologis dan Heat Stress and Cooling Cows. http://
Produktivitas Sapi Dara Pernakan Fries www.vigortone.com/heat_stress.htm [21
Holland pada Pemberian Air Minum dengan Oktober 2005].
Suhu yang Berbeda. Thesis. Program Wiersma, F., D.V. Armstrong, W.T. Welchert &
Pascasarjana, IPB, Bogor. D.G. Lough. 1984. Housing system for dairy
Rizki.1996. Pengukuran Beban Panas Akibat Radiasi production under warm weather condition.
Matahari pada Sapi Perah Holstein Dara. World Animal Review, 50:16-23.
Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Wilks, D.L., C.E. Coppock, J.K. Lanham,
Roman-Ponce, H., W.H. Thatcher, D.E. K.N.Brooks, C.C. Baker, W. L. Bryson, R.G.
Buffington, C.J. Wilcox & H.H. Van Horn. Elmpre & R.A. Stermer. 1990. Responses of
1977. Physiological and production responses lactacing Holstein cows to chilled drinking
of dairy cattle to shade structure in subtropical water in high ambient temperatures. J.Dairy
environmental. J. Dairy Sci. 60: 424-430. Sci. 73:1091 -1099.
Santoso, A.B. 1996. Pengaruh Lingkungan Mikro Yeates, N.T.M. 1977. The coat and heat retention in
terhadap Respons Fisioologi Sapi Dara cattle: Studies in the tropical maritime climate
Peranakan Fries Holland. Thesis. Program of Fiji. J. Agric Sci. (Camb). 88:223-226.
Pascasarjana, IPB, Bogor. Yousef, M.K. 1985. Thermoneutral Zone. In: M.K.
Sastry, N.S.R. & C.K.Thomas. 1980. Farm Animal Yousef (Ed.). Stress Physiology of Livestock.
Management. Vikas Publishing House PVT, Vol.II. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
LTD., New Delhi. P.68-69.