MANAJEMEN KEUANGAN
RINGKASAN MATERI BAB 9, BAB 10, DAN BAB 11
OLEH :
SAPRI
(B1B416083)
Perusahaan yang mampu memprediksi dengan tepat kebutuhan akan bahan baku (barang
jadi) dikenal dengan teknik just in time atau zero inventory.
Reliabilitas sistem informasi dan sistem pengadaan bahan (sistem produksi) mampu
menekan jumlah persediaan pada waktu yang tidak diperlukan.
Cara lain misalnya mengkaitkan kapan harus memesan kembali dan jumlah yang dipesan
dihubungkan dengan kebutuhan selama periode tertentu.
Economic Order Quantity (EOQ). Model ini mendasarkan pada pemikiran yang sama
dengan sewaktu kita membicarakan model persediaan pada pengelolaan kas. Pemikirannya
adalah bahwa:
(1) Kalau perusahaan memiliki rata-rata persediaan yang besar, untuk jumlah kebutuhan yang
sama dalam suatu periode, berarti perusahaan tidak perlu melakukan pembelian terlalu sering.
Jadi menghemat biaya pembelian (pemesanan).
(2) Tetapi kalau perusahaan membeli dalam jumlah besar sehingga bisa menghemat biaya
pembelian, perusahaan akan menanggung persediaan dalam jumlah yang besar pula. Berarti
menanggung biaya simpan yang terlalu tinggi.
(3) Karena itu perlu dicari jumlah yang akan membuat biaya persediaan terkecil. Biaya persediaan
adalah biaya simpan plus biaya pembelian (pemesanan).
Misal: D satuan = Kebutuhan bahan baku dalam satu tahun
Persediaan yang dimiliki perusahaan akan berkisar dari 0 sampai dengan Q satuan.
Y = (Q/2)i + (D/Q)o
(oD/Q2) = (i/2)
iQ2 = 2oD
Q = [(2oD)/r]1/2
Apabila waktu yang diperlukan sejak saat bahan dipesan sampai dengan bahan sampai di
perusahaan adalah selama setengah bulan, disebut sebagai lead time. Maka perusahaan harus
memesan pada saat bahan baku mencapai D/24. Tingkat persediaan ini disebut sebagai titik
pemesanan kembali (reorder point).
Untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian, baik dalam hal penggunaan maupun dalam
hal lead time, perusahaan mungkin menetapkan perlunya persediaan keamanan (safety stocks).
Sebab mungkin terjadi bahwa selama lead time penggunaan bahan meningkat, atau pengiriman
bahan mengalami keterlambatan.
Cara yang lain adalah dengan menentukan berapa probabilitas kehabisan bahan yang bisa
diterima oleh perusahaan. Semakin kecil probabilitas ini semakin besar safety stock ditentukan.
Dalam keadaan semacam ini masuk akal kalau manajer keuangan menggunakan metode
sales percentage untuk merencanakan keuangan, atau menggunakan data tahun lalu sebagai
dasar perbandingan rasio perputaran persediaan.
Masalah menjadi lain kalau diterapkan model EOQ. Perputaran persediaan nampak
meningkat, hal ini mungkin ditafsirkan membaiknya manajemen persediaan. Fenomena
sebaliknya akan muncul apabila pemakaian bahan berkurang. Artinya, perputaran persediaan
bahan baku akan menurun apabila diterapkan model EOQ dan terjadi penurunan aktivitas
perusahaan. Karena itulah penggunaan rasio-rasio keuangan sebagai ukuran kinerja manajemen
perlu berhati-hati, dan pemahaman terhadap kebijaksanaan perusahaan perlu dilakukan agar
tidak terjadi kesalahan penafsiran.
BAB 10
SUMBER DANA JANGKA PENDEK
1. Pendanaan Spontan (spontaneous financing) adalah jenis pendanaan yang berubah secara
otomatis dengan berubahnya tingkat kegiatan perusahaan (misal dilihat dari penjualan
perusahaan). Contoh : utang dagang dan utang akrual.
2. Pendanaan Tidak Spontan (non spontaneous financing) adalah jenis pendanaan yang
tidak berubah secara otomatis dengan berubahnya tingkat kegiatan perusahaan. Contoh :
utang yang diperoleh dari bank.
Jenis pendanaan ini memiliki karakter jika aktifitas perusahan berubah maka sumber
pendanaanpun ikut berubah secara otomatis. Beberapa bentuk sumber dana spontan antara lain :
utang dagang rekening-rekening akrual (misalnya pembayaran upah/gaji atau pembayaran
pajak). Utang dagang timbul karena perusahaan membeli pasokan dari supplier dengan kredit,
sedang utang pajak terjadi karena pajak dibayar setiap tanggal tertentu dalam satu tahunnya.
Contoh
Perusahaan Ogah Rugi membeli barang senilai Rp 300.000.000,- secara kredit dengan
jangka waktu 3 bulan maka perputaran hutang setahun 4x. Dengan demikian rerata utang
dagang Perusahaan Ogah Rugi sebesar Rp 75.000.000,-
Jika perusahaan menaikkan pembelian kredit sebesar 10% ( Rp 300.000.000 ), maka
rerata utang dagangpun akan naik sebesar 10% ( Rp 82.500.000 ). Begitu jika perusahaan
akan menurunkan pembelian kreditnya sebesar 5% maka rerata utang dagangpun akan
turun 5%.
Maka tak salah kalau staf manajer keuangan Perusahaan Ogah Rugi ketike membuat
budget utang dengan menggunakan angka persentase pembelian kredit.
aktiva lancar adalah aktiva yang diharapkan berubah menjadi kas dalam waktu singkat
biasanya kurang 1 tahun.Aktiva tetap / capital yang berubah menjadi kas memerlukan waktu 1
tahun.
Paling tidak ada 5 (lima) jenis aktiva lancar yang dapat dijadikan acuan untuk menilai
sebuah perusahaan, yaitu Kas & Setara Kas, Surat-surat Berharga, Piutang, Persediaan, dan
Biaya dibayar di muka.
Surat-surat Berharga.
Surat-surat berharga dapat berupa saham, obligasi atau surat-surat berharga lain yang
dimiliki perusahaan yang bertujuan untuk memutarkan kelebihan uang tunai yang tidak ditujukan
untuk investasi jangka panjang.
Piutang
Piutang adalah dana perusahaan pada perorangan atau perusahaan lainnya sebagai
konsekwensi penjualan dalam bentuk kredit/pinjaman. Pada akhir periode yang ditentukan, dana
tersebut kemudian dapat dicairkan dalam bentuk kas (uang). Terkadang piutang naik lebih cepat
dari penjualan, ini mengindikasikan masalah pada penagihan (pembayaran). Untuk menganalisa
piutang dipakai receivable turn over yang menghitung lama penerimaan pembayaran rata-rata.
Rasio lancar
adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar suatu perusahaan. Sebagai
contoh, jika aktiva lancar perusahaan WXY adalah Rp50.000.000 sedangkan utang lancarnya
Rp40.000.000, maka rasio lancarnya adalah Rp50.000.000 dibagi 40.000.000, atau sama dengan
1.25. Rasio lancar digunakan untuk mengungkapkan jaminan keamanan (margin of safety)
perusahaan terhadap kreditor jangka pendek. Jika perbandingan utang lancar melebihi aktiva
lancarnya (rasio lancar menunjukan angka di bawah 1), maka perusahaan dikatakan mengalami
kesulitan melunasi utang jangka pendeknya. Jika rasio lancarnya terlalu tinggi, maka sebuah
perusahaan dikatakan kurang efesien dalam mengurus aktiva lancarnya
jika perusahaan sering tidak mampu memenuhi kewajiban financial, hanya karena pada
saat kewajiban tersebut jatuh tempo tidak memiliki kas, maka mungkin saja para supplier, bank,
dan pihak pihak lain, berkurang kepercayaan mereka terhadap perusahaan tersebut.
Penentuan tingkat yang layak dari aktiva lancar dan kewajiban lancar, menyangkut
keputusan keputusan mendasar dalam likuiditas perusahaan dan komposisi umur hutang
hutangnya. Keputusan keputusan tersebut akan dipengaruhi oleh trade-off antara profitabilitas
dan risiko. Keputusan yang menyangkut likuiditas aktiva perusahaan menyangkut manajemen
kas dan investasi pada sekuritas, kebijakan dan prosedur penjualan kredit, manajemen persediaan
dan manajemen aktiva tetap.
Untuk aktiva lancar,semakin rendah proposi aktiva likuid, semakin besar profitabilitas
perusahaan. JIka kita memepertimbangkan bahwa biaya hutang jangka pendek lebih rendah dari
biaya hutang jangka pendek, maka dipandang dari pertimbangan profitabilitas, perusahaan akan
lebih baik menggunakan hutang jangka pendek.
Biaya administrasi setiap bulan Rp 1.250.000. Gaji pimpinan perusahaan. setiap bulan Rp
2.000.000. untuk membeli bahan mentah A perusahaan. harus memberikan uang muka kepada
supplier bahan mentah tersebut rata-rata 5 hari sebelum bahan mentah diterima. waktu yang
diperlukan untuk membuat barang tersebut. 5 hari, dan selanjutnya atas pertimbangan kualitas
barang masih harus tersimpan digudang 2 hari. Penjualan dilakukan dengan kredit dengan syarat
pembayaran 10 hari sesudah barang diambil. Pimpinan menetapkan persediaan besi Rp
2.000.000. Berapa besarnya kebutuhan Modal Kerja yang diperlukan perusahaan tersebut
untuk.dapat membiayai operasi perusaha ?
Jawab:
Periode perputaran
a. Bahan mentah A
Kebutuhan dana yang akan ditanamkan dalam unsur modal kerja tersebut adalah
a. Bahan mentah A = 100 unit x Rp.500 x 22 hari = Rp. 1.100.000
b. Bahan mentah B = 100 unit x Rp. 200 x 17 hari = Rp. 340.000
c. Tenaga kerja langsung = 100 unit x Rp. 400 x 17 hari = Rp. 680.000 +
Jumlah Rp. 2.120.000