Anda di halaman 1dari 24

PENDAPATAN

Masalah teoritis pendapatan dapat digambarkan pada gambar berikut ini

Definisi Apa karakteristik yang harus dipenuhi sehingga suatu


jumlah dapat disebut sebagai pendapatan

Apa kriteria pengakuan?


pengakuan Apa yang harus dipenuhi agar suatu objek yang
memenuhi definisi pendapatan dapat di akui?

Saat Apa kaidah pengakuan?kapan kriteria pengakuan


pengukuran pendapatan dipenuhi? Peristiwa apa yang menandai
bahwakriteria pengakuan telah dipenuhi

Kejadian apa yang dapat digunakan untuk memicu


Prosedur pencatatan dalam jumlah rupiah pendapatan kedalam
pengakuan sistem akuntansi?

Masalah definisi dan pengakuan merupakan masalah pada level perekayasaan sehingga
keduanya masuk kedalam rerangka konseptual. Saat pengakuan merupakan masalah
kebijakan pada level penyusun standar. Artinya, atas dasar konsep-konsep pengakuan yang
ditetapkan dalam rerangka konseptual, penyusun standar menentukan pilihan untuk
menggunakan saat pengakuan pendapatan tertentu untuk jenis perusahaan tertentu.

Prosedur pengakuan merupakan masalah teknis pembukuan ditingkat perusahaan yang


diwujudkan dalam kebijakan akuntansi perusahaan. Masalah definisi pendapatan setidaknya
dibedakan dibedakan dan dipisahkan dengan masalah pengakuan pendapatan. Suatu objek
yang masuk dalam definisi pendapatan tidak dengan sendirinya dapat diakui sebagai
pendapatan dan terefleksi dalam statemen keuangan.
Yang membentuk pengertian pendapatan adalah

1. Aliran masuk atau kenaikan aset


2. Kegiatan yang mempresentasi operasi utama atau sentral yang menerus
3. Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewajiban
4. Suatu entitas
5. Produk perusahaan
6. Pertukaran produk
7. Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk
8. Mengakibatkan kenaikan ekuitas

Kenaikan Aset

Untuk dapat mengatakan bahwa pendapatan ada atau timbul, harus terjadi transaksi atau
kejadian yang menaikkan aset atau menimbulkan aliran masuk aset. Tidak ada batasan bahwa
aset harus berupa kas atau alat likuid yang lain. Akan tetapi, tidak semua kenaikan aset dapat
menimbulkan pendapatan. Paton dan Littleton (1970,hal.47) menyebutkan bahwa aset dapat
bertambah karena berbagai transaksi,kejadian,atau keadaan sebagai berikut:

a. Transaksi pendanaan yang berasal dari kreditor dan investor


b. Laba yang berasal dari kegiatan investasi, misalnya penjualan aset tetap, surat
berharga, segmen bisnis, dan anak perusahaan
c. Hadiah, donasi, atau temuan
d. Revaluasi aset yang telah ada
e. Penyediaan atau penyerahan produk (barang dan jasa)

FASB mengisyaratkan jumlah kotor dengan menyatakan pendapatan adalah jumlah rupiah
yang datang dari penyerahan produk atau pelaksanaan jasa.

IAI (IASC)menyebut jumlah kotor dengan menyebutkan bahwa jumlah rupiah pendapatan
dapat berupa penjualan, imbalan jasa, bunga, dividen, royalitas, sewa.

Dari kesimpulan tersebut dapat dikatan bahwa hanya kegiatan yang (e) yang masuk kedalam
kategori sumber pendapatan. FASB tidak memasukkan kegiatan (b) sebagai sumber
pendapatan karena jumlah neto dan bukan merupakan kegiatan operasi sehingga mereka
memasukkannya sebagai elemen untung.
Pendefinisian pendapatan sebagai kenaikan aset merupakan pendefinisian dengan konsep
aliran masuk. Konsep ini mempunyai kelemahan karena pendapatan dianggap baru ada
setelah transaksi penjualan terjadi. Dengan kata lain pendapatan timbul karena peristiwa atau
transaksi pada saat tertentu dan bukan karena proses selama satu periode. Kelemahan lain
adalah memerlukan pernyataan tentang mana aliran masuk yang merupakan pendapatan dan
mana yang tidak.

Operasi Utama yang Berlanjut

Kegiatan operasi ini diwujudkan dalam bentuk memproduksi dan mengirim berbagai barang
kepada pelanggan atau menyerahkan atau melaksanakan berbagai jasa.

Pengertian operasi utama menunjuk kegiatan sebagaimana pengertian operasi dalam


klasifikasi kegiatan yang membentuk statemen aliran kas yaitu operasi, investasi, dan
pendanaan. Dengan demikian, yang disebut pendapatan adalah kenaikan aset yang berkaitan
dengan operasi utama. Akan tetapi, pendapatan atau untung yang tidak berasal dari operasi
utama dengan sendirinya lalu dapat disebut sebagai nonoperasi.

Operasi dan Nonoperasi

Produk yang dihasilkan secara tidak rutin atau isidentil sering dianggap sebagai pendapatan
nonoperasi dan dipisahkan penyajiannya. Pembedaan memang perlu tetapi
mengklasifikasinya sebagai nonoperasi dapat menyesatkan dalam pengukuran kinerja dan
laba perusahaan. Paton dan Littleton (1970) berpendapat bahwa pemisahan laba atau rugi
sebgai pos operasi dan nonoperasi hanya dapat dibenarkan kalau laba atau rugi tersebut
benar-benar luar biasa dan berkaitan dengan tujuan perusahaan utama hanya secara sangat
kebetulan saja. Jadi istilah nonoperasi kurang deskriptif untuk mengklasifikasi beberapa
pendapatan atau untung yang sebenarnya masuk dalam pengertian operasi dalam arti luas.

Contoh nya misalkan, dijumpai dalam perusahaan angkutan kereta api yang juga
mengusahakan suatu taman hiburan. Pengoperasian taman hiburan tersebut boleh jadi
berkaitan erat dengan usaha transportasi sehingga pendapatan dan biaya yang timbul dari
taman hiburan tersebut dapat dilaporkan secara gabungan dengan pendapatan dan biaya usaha
transportasi (keduanya sebagai kegiatan operasi) perlakuan seperti contoh di atas lebih tepat
dibandingkan dengan pemisahan pendapatan dan biya taan hiburan sebagai non operasi.
Penurunan Kewajiban

Pendapatan tidak hanya didefinisi dari sudut kenaikan aset tetapi juga dari penurunan atau
pelunasan kewajiban. Hal ini terjadi bila suatu entitas telah mengalami kenaikan aset
sebelumnya misalnya menerima pembayaran dimuka dari pelanggan. Penerimaan ini bukan
merupakan pendapatan karena perusahaan belum melakukan prestasi yang menimbulkan hak
penuh atas aset yang diterima. Oleh karena itu, jumlah rupiah yang diterima biasanya
diperlukan sebagai pendapatan tangguhan yang statusnya adalah kewajiban sampai ada
prestasi dari perusahaan berupa pengiriman barang atau pelaksanaan jasa.

Pengiriman barang atau pelaksanaan jasa akan mengurangi kewajiban yang menimbulkan
pendapatan. Kejadian pengiriman barang mengubah kewajiban menjadi pendapatan. Jadi,
alih-alih kenaikan aset, pendapatan dapat didefinisi sebagai penurunan kewajiban. Timbulnya
pendapatan yang berasal dari turunya kewajiban dapat dipicu oleh penyesuian akhir tahun.
Asas akrual juga menimbulkan kenaikan aset yang memenuhi definisi sebagai pendapatan
misalnya piutang pendapatan bunga, piutang dividen, dan semacamnya.

Suatu Entitas

Pendapatan didefinisi sebagai kenaikan aset bukannya kenaikan ekuitas bersih meskipun
kenaikan aset tersebut akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan akuitas bersih. Jadi aset yang
masuk itulah yang disebut pendapatan. Aset tersebut dikuasai oleh perusahaan. Akan tetapi
karena hubungan perusahaan dengan pemilik merupakan hubungan utang-piutang, pada saat
aset naik sebagai pendapatan utang perusahaan kepada pemilik juga naik dengan jumlah yang
sama.

Produk Perusahaan

Definisi oleh Paton dan Lettleton yang menyatakan bahwa pendaptan adalah produk
perusahaan. Aliran aset daripelanggan berfungsi hanya sebagai pengukur tetapi bukan
pendapatan itu sendiri produk fisis yang dihasilkan oleh kegiatan usaha itulah yang
merupakan pendapatan. Pengertian semacam ini sesuai dengan konsep upaya dan capaian
yaitu pendapatan merupakan capaian dari usaha produktif perusahaan.

FASB menyebutkan bahwa untuk disebut sebagai pendapatan kenaikan aset harus berasal
dari penyerahan barang atau pelaksanaan jasa. Jadi harus ada aliran keluar suatu barang atau
jasa yang menandai atau memicu terjadinya pendapatan.
Pendapatan merupakan aliran masuk aset (unit moneter) dan hal tersebut berkaitan dengan
aliran fisis berupa penyerahan produk (output) perusahaan.dalam hal ini Kam (1990,
hlm.237) mempertanyakan apakah pendapatan itu objek atau kejadian. Untuk menjawab hal
tersebut, Kam merinci lebih lanjut kedua aliran tersebut yaitu:

Aliran fisis berupa:

a. Kejadian memproduksi dan menjual produk


b. Objek, yaitu produk fisis itu sendiri

Aliran moneter berupa:

c. Kejadian menaiknya nilai aset perusahaan karena memproduksi atau penjualan


produk ke konsumer
d. Objek yaitu, jumlah rupiah (kos atau nilai) aset atau produk yang dihasilkan atau
dijual.

Pertukaran

Paton dan littleton memasukkan kata pertukaran dalam definisinya karena pendapatan
akhirnya harus dinyatakan dalam satuan moneter untuk dicatat dalam sistem pembukuan.
Satuan moneter yang paling objektif adalah kalau jumlah rupiah tersebut merupakan hasil
transaksi atau pertukaran antara pihak independen.

Berbagai Bentuk Nama

Pendapatan adalah konsep yang bersifat generik dan mencakupi semua pos dengan berbagai
bentuk dan nama apapun. Pendapatan untuk perusahaan perdagangan, misalnya disebut
dengan penjualan. Untuk perusahaan jasa, pendapatan dapat diberi pembatas untuk
menunjukkan kegiatan atau jenis jasa yang diberikan misalnya pendapatan sewa, pendapatan
jasa angkutan, pendapatan bunga, dan sebagainya.

Untung

Kata-kata kunci yang melekat pada pengertian untung adalah:

a. Kenaikan ekuitas (aset bersih)


b. Transaksi isedental
c. Selain yang berupa pendapatan atau investasi oleh pemilik.
Dari ketiga karakteristik diatas, yang paling membedakan dengan pendapatan adalah
karakteristik (2) sebagai lawan dari operasi utama. Karakteristik (1) sebenarnya juga
karakteristik pendapatan tetapi dipandang dari sudut pengaruh akhir yaitu menaikkan ekuitas.
Tidak ada petunjuk bahwa kenaikan aset yang menyebabkan kenaikan ekuitas tersebut
merupakan jumlah kotor atau jumlah bersih. Karakteristik (3) juga merupakan karakteristik
pendapatan karena untuk disebut pendapatan kenaikan aset harus bukan berasal dari transaksi
dengan pemilik (investasi oleh pemilik). APB memandang untung semata-mata merupakan
klasifikasi pendapatan dalam penyajian statemen laba rugi.

FASB merinci lebih lanjut transaksi, kejadian, atau keadaan yang menimbulkan untung
menjadi empat sumber atau karakteristik yaitu (FASC No.6, prg. 85):

a. Periferal atau insidental, misalnya penjualan investasi dalam surat-surat berharga,


penjualan aset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatuh tempo.
b. Transfer nontimbal balik dengan pihak lain misalnya hadiah dan donasi dan
penerimaan ganti rugi pemenangan tuntutan perkara hukum.
c. Penahanan aset, misalnya kenaikan harga sekuritas investasi, kenaikan nilai tukar
valuta asing, dan kenaikan karena penahanan persediaan
d. Faktor lingkungan, misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang melebihi kos aset
yang rusak.

Pembedaan tersebut sebenarnya lebih dimaksudkan untuk kepentingan penyajian pendapatan


atas dasar sumbernya daripada untuk membedakan secara tegas karakteristik antara
pendapatan dan untung.

Pengakuan Pendapatan

Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem akuntansi sehingga
jumlah tersebut terefleksi dalam statemen keuangan.Pengertian atau definisi pendapatan
harus dipisahkan dengan pengakuan pendapatan bahkan pengertian pendapatan sebenarnya
juga harus dipisahkan dengan pengukuran pendapatan. Dengan demikian, suatu jumlah yang
memenuhi definisi pendapatan tidak dengan sendirinya jumlah tersebut diakui ( dicatat secara
resmi ) sebagai pendapatan.

Pengakuan pendapatan tidak boleh menyimpang dari landasan konseptual.Oleh karena itu,
secara konseptual pendapatan hanya dapat diakui jika memenuhi kualitas keterukuran
(measurability) dan keterandalan (reliability).Sebagai produk perusahaan, kriteria
keterukuran berkaitan dengan masalah berapa jumlah rupiah produk tersebut dan kriteria
keterandalan berkaitan dengan masalah apakah jumlah tersebut objektif serta dapat diuji
kebenarannya. Kedua kriteria harus dipenuhi untuk pengakuan pendapatan. Pendapatan yang
diukur dengan jumlah penghargaan sepakatan produk yang terjual baru akan menjadi
pendapatan yang sepenuhnya setelah produk selesai diproduksi dan penjualan benar-benar
telah terjadi. Dengan kata lain, pendapatan belum terrealisasi sebelum terjadinya penjualan
(transfer produk) yang nyata ke pihak lain. Untuk menjabarkan kriteria kualitas informasi
menjadi kriteria pengakuan pendapatan, dipahami dua konsep penting yaitu pembentukan
pendapatan (earning of revenue) dan realisasi pendapatan (realization of revenue).

Pembentukan Pendapatan

Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang berkaitan dengan masalah kapan dan
bagaimana sesungguhnya pendapatan itu timbul atau menjadi ada. Konsep pembentukan
pendapatan menyatakan bahwa pendapatan terbentuk, terhimpun, atau terhak (to be earned)
bersamaan dengan dan melekat pada seluruh atau totalitas proses berlangsungnya operasi
perusahaan dan bukan sebagai hasil transaksi tertentu.

Operasi perusahaan meliputi kegiatan produksi, penjualan, dan pengumpulan piutang.


Konsep pembentukan ini sering disebut pendekatan proses pembentukan pendapatan (earning
processapproach) atau pendekatan kegiatan (activities approach). Pendekatan ini dilandasi
oleh konsep dasar upaya dan hasil / capaian serta kontinuitas usaha.Biaya merepresentasi
upaya dan pendapatan merepresentasi capaian. Karena tujuan perusahaan adalah menciptakan
laba, manajemen atau pengusaha paling tidak mengharapkan bahwa pendapatan selalu lebih
besar dari biaya. Laba merupakan imbalan untuk tenaga, pikiran, serta risiko yang ditanggung
pengusaha atau perusahaan. Setiap kali orang melakukan kegiatan usaha selalu terbayang
suatu laba yang besarnya bergantung pada jenis usaha dan tingkat risiko yang melekat di
dalamnya. Laba ini dapat dinyatakan sebagai tingkat kembalian atau persentase tertentu dari
kos upaya yang dilakukan.

Realisasi Pendapatan

Dengan konsep realisasi, pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk pada saat
terjadi kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk membayar produk
baik produk yang telah selesai dan diserahkan ataupun belum dibuat sama sekali. Dengan
kata lain, pendapatan terbentuk pada saat produk selesai dikerjakan dan terjual langsung atau
pada saat terjual atas dasar kontrak penjualan (barang mungkin belum jadi atau belum
diserahkan).

Konsep penghimpunan dan realisasi pendapatan sangat penting artinya dalam pengakuan
pendapatan. Berdasarkan konsep upaya dan hasil, konsep penghimpunan pendapatan secara
konseptual lebih unggul dan lebih konsisten dari pada konsep realisasi bila dikaitkan dengan
definisi pendapatan secara umum karena didukung oleh konsep dasar upaya dan hasil serta
konsep homogenitas kos. Konsep realisasi atau pendekatan transaksi lebih menekankan
kejadian (event) yang dapa menandai pengkuan pendapatan yaitu:

1) Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses penjualan yang
sah atau semacamnya (misalnya kontrak penjualan).

2) Penguatan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya asset lancar
(kas,setara kas, atau piutang).

Kejadian 1) merupakan kepastian akan keterukuran pendapatan yang terhimpun melalui


proses pembentukan pendapatan. Kejadian 2) menuntaskan atau meyakinkan pengukuran
tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses realisasi merupakan konfirmasi
proses penghimpunan pendapatan.

Kriteria Pengakuan Pendapatan

Pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesai diproduksi dan penjualan benar-
benar telah terjadi yang ditandai dengan penyerahan barang.Terjadinya kontrak penjualan
belum cukup untuk mengakui pendapatan sebelum barang atau jasa sudah cukup selesai
dikerjakan walaupun jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi karena belum ada upaya yang
membentuk pendapatan.

Oleh karena itu, untuk memenuhi kualitas keterukuran dan realibilitas dan untuk memenuhi
konsep dasar upaya dan hasil, kriteria pengakuan pendapatan didasarkan atas dua konsep
yang saling melengkapi tersebut yaitu untuk dapat mengakui pendapatan, pembentukan
pendapatan harus dikonfirmasi dengan realisasi. Atas dasar pemikiran ini, FASB mengajukan
dua kriteria pengakuan pendapatan (dan untung) yang keduanya harus dipenuhi yaitu (SFAC
No. 5, prg. 83):

a. Terrealisasi atau cukup pasti terrealisasi (realized or realizable)


Pendapatan dapat dikatakan telah terrealisasi bilaman produk, barang dagangan atau asset
lain telah terjual atau ditukarkan dengan kas atau klaim atas kas. Pendapatan (dan untung)
dapat dikatakan cukup pasti terrealisasi bilamana asset berkaitan yang diterima atau ditahan
mudah dikonversi menjadi kas atau klaim atas kas yang cukup pasti jumlahnya.

b. Terbentuk/terhak (earned)

Pendapatan dapat dikatakan telah terbentuk bilamana perusahaan telah melakukan secara
substansial kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat menghaki manfaat atau nilai yang
melekat pada pendapatan.

Kam (1990, hlm. 243-252) mengemukakan kriteria pengakuan secara lebih teknis.
Pendapatan baru dapat diakui kalau dipenuhi syarat-syarat berikut:

1) Keterukuran nilai asset

2) Adanya suatu transaksi

3) Proses penghimpunan secara substansial telah selesai

Syarat (1) dan (2) di atas telah dicakupi dalam kriteria a dari FASB.Agar dikatakan
terrealisasi pendapatan memang harus diukur secara obyektif dan hal tersebut pada umumnya
dicapai setelah ada transaksi penjualan atau kontrak.Syarat (1) berkaitan dengan masalah
apakah aliran masuk asset harus bersifat likuid dan bila pendapatan dalam bentuk piutang
apakah ketertagihan cukup pasti sehingga jumlah rupiah pendapatan yang dicatat benar-benar
merefleksi jumlah rupiah yang akhirnya diterima. Syarat (3) tidak berbeda dengan kriteria b
dari FASB.

Saat Pengakuan Pendapatan

Berikut ini dibahas berbagai kaidah pengakuan dan masalah teoritisnya.

a. Pada Saat Kontrak Penjualan

Dapat terjadi perusahaan telah menandatangani kontrak penjualan dan bahkan sudah
menerima kas untuk seluruh nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai memproduksi
barang.Pada saat itu pendapatan sudah terrealisasi tetapi belum terbentuk.Karena hanya satu
kriteria yang dipenuhi, jelas pendapatan tidak dapat diakui pada saat tersebut.Sementara itu
pembayaran dimuka harus diakui sebagai kewajiban sampai barang atau jasa diserahkan
kepada pembeli.
b. Selama Proses Produksi Secara Bertahap

Dalam industri tertentu, pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam hal
ini, pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per periode akuntansi) sejalan
dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat proyek selesai dan diserahkan.
Yang pertama disebut metode persentase sedangkan yang terakhir disebut metode kontrak-
selesai. Metode di atas makin didukung kelayakannya untuk kontrak-kontrak yang
pembayarannya ditentukan dengan system kos-plus yaitu harga kontrak yang akhirnya
dibayar adalah sebesar kos total ditambah persentase tertentu dari kos total tersebut. Sistem
kos-plus biasanya digunakan kalau produk tidak standar sehingga kos pembuatannya tidak
dapat diestimasi dengan cukup teliti.

Akresi

Berkaitan dengan pengakuan pendapatan sebagai fungsikegiatan produksi adalah masalah


akresi yaitu pertambahan nilai akibat pertumbuhan fisis atau proses alamiah lainnya.
Misalnya, PT Perhutani yang mengelola hutan kayu jati. Banyaknya kayu yang dapat diolah
dan dijual akan semakin bertambah karena hutan kayu tumbuh bersamaan dengan
berjalannya waktu yang mengakibatkan naiknya nilai yang dapat direalisasi dari hutan kayu
tersebut.

Dalam usaha perkebunan dan pertanian, produk biasanya dapat dijual setiap saat pada
berbagai tingkat pertumbuhan. Sebagai contoh, bibit pohon cemara hias atau bonsai atau
lainnya dapat dijual pada sembarang tingkat pertumbuhan (umur bibit) dengan harga pasar
tertentu. Biasanya makin lama umur bibit maka akan semakin mahal pula harganya.
Demikian juga dengan anggur dan barang antik, dengan berjalannya waktu maka nilainya
akan semakin bertambah. Perlakuan semacam ini sama saja dengan mengakui pendapatan
sejalan dengan pertumbuhan.

Per definisi, akresi memenuhi pengertian pendapatan karena aset jelas telah bertambah dan
banyaknya tambahan fisis tersebut dapat ditentukan secara objektif yang berkaitan dengan
operasi utama perusahaan.

Dari segi pelaporan laba periodik, tidak diakuinya akresi sebagai pendapatan bukan berarti
meniadakan arti penting akresi, lebih-lebih untuk kepentingan analisis internal. Bila harus
dilaporkan, pelaporan harus sedemikian sehingga tidak memberi kesan bahwa akresi telah
terealisasi. Jumlah rupiah kreditnya harus dilaporkan terpisah dari laba yang telah benar-
benar terealisasi.

Apresiasi

Apresiasi adalah selisih nilai pasar wajar aset perusahaan dengan kos (nilai buku aset
terdepresiasi). Berbeda dengan akresi, apresiasi berlaku untuk semua jenis aset tidak terbatas
pada aset yang dikategorikan sebagai produk. Paton dan Littleton (1970) sangat menentang
pengakuan apresiasi sebagai pendapatan dengan argumen :

(1) Apresiasi bukan merupakan transaksi

Apresiasi tidak menunjukkan kemajuan kegiatan operasi perusahaan. Apresiasi bukanlah


hasil suatu transaksi atau kegiatan produksi. Apresiasi juga tidak menambah sumber
ekonomik yang dapat digunakan untuk menandai operasi. Jadi, apresiasi mempunyai
karakteristik yang lemah untuk dapat dikatakan sebagai pendapatan.

(2) Apresiasi tidak objektif

Dalam keadaan yang sangat khusus, apresiasi merupakan alat atau cara untuk memperoleh
tambahan aset likuid. Dengan demikian apresiasi seolah-olah dapat diuubah menjadi dana
likuid melalui proses peminjaman atau utang. Proses tidak dapat disamakan dengan realisasi
pendapatan.

Kenaikan nilai aset melalui penerbitan obligasi atau kontrak hutang lainnya tidak sama
dengan penjulan atau pertukaran aset yang sebelumnya dimiliki perusahaan. Argumen
tersebut sering disanggah atas dasar kenyataan bahwa laba perusahaan sebagai hasil
penandingan penjulaan dan biaya yang dibebankan tidak dapat dianalisis sepenuhnya tanpa
memperhatikan perubahan harga. Oleh karena itu, apresiasi perlu dialporkan karena
mempengaruhi keterandalan laba sebagai pengukur kinerja perusahaan maupun manajemen.
Apresiasi seharusnya dapat dilaporkan sebagai laba takterealisasi.

Penghematan Kos

Dua pos yang bersangkutan dengan proses pembelian yang sering dianggap sebagai
pendapatan yaitu potongan pembelian dan pembelian dengan harga murah atau pembelian
beruntung (lucky buy). Potongan pembelian tidak memenuhi definisi pendapatan karena
berkaitan dengan proses pembelian yaitu proses pemerolehan aset pada tingkat awal
(pengukuran). Oleh karena itu, mengakui pendapatan pada tingkat ini sama saja dengan
mengantisipasi pendapatan.

Prinsip yang masuk akal adalah semua jenis potongan pembelian diperlakukan sebagai
pengurang (offset) terhadap kos nominal pembelian. Manajemen yang bijaksana akan
menentukan kebijakan untuk tidak melewatkan potongan. Setiap tambahan pembayaran
karena ketidakmampuan membayar dalam perioda potongan (discount period) merupakan
rugi. Sementara itu, potongan yang diperoleh karena membayar dalm perioda potongan
adalah pengurang atau penyesuai kos (cost adjustment) bukan untung. Prinsip ini mendapat
dukungan secara empiris denganpraktik pencatatan kos pembelian dengan jumlah netonya
(net invoice metod).

C. Pada Saat produksi Selesai

Pendapatan diakui pada saat akhir tahap produksi. Kalau sudah ada kontrak penjualan
sebelumnya maka setara dengan pengakuan pendapatan dengan metode kontrak-selesai. Jika
tidak ada kontrak sebelumnya, hanya kriteria terbentuk yang dipenuhi. Pengakuan
pendapatan atas dasar saat produk selesai di produksi dapat dianggap layak untuk industri
ekstraktif (pertambangan) termasuk pertanian.

Contoh yang menguatkan kelayakan dasar pengakuan ini adalah pertambangan emas. Produk
akhir industri ini, baik dalam bentuk serbuk atau batangan , merupakan aset yang sangat
likuid dengan hraga jual yang pasti. Jadi, layaklah untuk menganggap bahwa pendapatan
terealisasi pada saat produksi selesai, bukannya pada saat produk tersebut terjual dan
diserahkan kepada konsumen.

Walaupun dasar pengakuan pendapatan atas dasar produk selesai mempunyai alasan logis
yang kuat untuk industri ekstraktif , penggunaanya secara umum kurang dapat diterima
bahkan dalam industri ekstraktif sekalipun. Kalau pendapatan diakui atas dasar produksi
dalam kasus sebelumnya,hal tersebut merupakan penyimpangan dari standar pengakuan atas
dasar aset penjualan. Oleh karena itu, pengakuan semacam itu menuntut alasan yang kuat
sesuai dengan keadaan yang melingkupinya. Statemen keuangannya juga menuntut
penjelasan (pengungkapan) yang jelas mengenai kondisi yang melandasi penyimpangan dari
standar umum (penjualan).
D. Pada Saat Penjualan

Pengakuan saat penjualan merupakan yang paling umum karena kriteria penghimpunan dan
realisasi telah terpenuhi. Saat penjualan merupakan saat yang kritis dalam operasi perusahaan
sehingga menjadi standar utama dalam pengakuan pendapatan. Namun ada hal yang dianggap
keberatan terhadap dasar tersebut antara lain :

(1) Berkaitan dengan kepastian pengukuran pendapatan akibat kos purna jual tau
pasca jual (after-sale-costs atau after-costs).

Ada kegiatan yang masih dilakukan perusahaan untuk menuntaskan penjualan yang
menimbulkan kos misalnya, kegiatan administratif, perbaikan barang dan penggantian barang
yang rusak.

(2) Berkaitan dengan kemungkinan atau pengembalian barang

Akhirnya, kemungkinan ketaktertagihan piutang bila penjualan tidak tunai. Ini berarti piutang
belum merupakan bukti penuh terrealisasinya pendapatan.

Cara untuk mengatasi masalah diatas :

Kembalian dan Potongan Tunai

Kembalian atau return untuk suatu perioda yang timbul akibat barang cacat atau rusak dicatat
dengan membalik jurnal yang telah dibuat pada saat penjualan dengan jumlah rupiah
pengembalian. FASB menetapkan bahwa kalau suatu perusahaan menjual produknya dengan
hak mengembalikam maka pendapatan dapat diakui pada saat penjualan kalau semua syarat-
syarat berikut terpenuhi (SAFS No. 48, prg. 6):

a. Harga jual cukup pasti atau dapat ditentukan pada tanggal penjualan

b. Pembeli sudah membayar kepada penjual, atau pembeli berkewajiban untuk


membayar penjual dan kewajiban tersebut tidak bergantung pada laku-
tidaknya produk dijual oleh pembeli

c. Kewajiban membayar oleh pembeli tidak berubah dalam hal terjadi pencurian
atau kerusakan fisis produk

d. Pembeli benar-benar ada secara subtantif artinya pembeli merupakan suatu


badan yang secara ekonomik dapat dsebut sebagai perusahaan (mempunyai
kantor, fasilitas dan pegawai sendiri) bukan sekedar formalitas (perusahaan di
atas kertas/ on paper)

e. Penjual tidak mempunyai kewajiban yang material untuk melakukan tindakan


di masa datang yang secara langsung menjadikan pembeli mampu menjual
produk bersangkutan

f. Jumlah rupaih kembalian dapat ditasir secara layak

Adanya potongan tunai penjualan sama sekali tidak menghalangi pengakuan pendapatan pada
saat penjualan. Potongan tunai adalah potongn yang ditawarkan penjual melalui terma
penjualan sepeeti 2/10, n/30. Masalah yang timbul tidak berkaitan dengan pengakuan
pendapatan tetapi dengan berapa jumlah rupiah pendapatan (penjualan) harus dicatat.

Kos Purnajual

Prosedur yang umum dilakukan untuk mengantisipasi kos semacam itu adalah dengan
mendebit jumlah rupiah taksiran kos kegiatan dan mengkredit jumlah rupiah yang sama
kedalam suatu akun cadangan melalui penyesuaian akhir tahun. Jumlah rupiah debit tersebut
menjadi pengurang langsung terhadap pendapatan (sebagai biaya) dan jumlah rupiah kredit
yang sama akan menjadi kontra terhadap jumlah rupiah piutang. Tidak tertutup kemungkinan
untuk menyajikan jumlah rupiah debit tersebut sebagai bagian dari biaya operasi lainnya
dalam statemen laba-rugi.

Kerugian Piutang

Masalah kerugian piutang dapat diatasi dengan perlakuan yang sama seperti kos purna-jual
yaitu dengan membentuk cadangan kerugian piutang. Sehingga pendapatan dapat disajikan
dalam statemen sejumlah piutang yang benar-benar dapat direalisasi.

Transaksi Penjualan

Secara umum, penjualan adalah transaksi pertukaran barang atau jasa hasil produksi
perusahaan dengan kas atau klaim atas kas. Secara teknis, transaksi penjualan adalah
transaksi pertukaran aset secara aktual bukan transaksi kontrak itu sendiri. Melalui PSAK
No.23, IAI membuat ketentuan untuk dapat mengakui pendapatan dari penjualan barang :

a. Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah


memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli
b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas
barang yang dijual

c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal

d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi


akan mengalir ke perusahaan tersebut

e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transkasi
penjualan dapat diukur dengan andal

E. Pada Saat Kas Terkumpul

Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya merupakan pengakuan


pendapatan berdasarkan asas kas. Dimana penerapan dasar kas ini lebih banyak dijumpai
dalam perusahaan jasa dan perusahaan yang melakukan penjualan secara angsuran. Berbeda
dengan pengakuan pada saat kontrak yang barangnya belum diserahkan, pengakuan dasar kas
ini digunakan untuk transaksi penjualan yang barang atau jasanya telah
diserahkan/dilaksanakan tapi kasnya baru akan diterima secara berkala dalam jangka waktu
yang cukup panjang.

Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang kolektibilitas atau
ketertagihan piutang. Dengan cara ini, pendapatan diakui sejumlah kas yang diterima pada
saat kas diterima atau terkumpul dan baru kemudian menentukan biaya yang berkaitan
dengan pendapatan dasar kas tersebut.Bila dikaitkan dengan criteria pengakuan pendapatan,
dasar kas ini sangat menekankan bahwa pendapatan hanya dapat diakui kalau pendapatan
tersebut cukup pasti terrealisasi. Validitas dasar ini cukup didukung untuk perusahaan jasa
yang umumnya menentukan tarifdan menagih atas dasar jasa yang telah diberikan. Dimana
jumlah tagihan pada umumnya proposional dengan jasa yang telah dilaksanakan dari seluruh
nilai kontrak. Yang berarti jumlah rupiah tagihan sejalan dengan kemajuan pekerjaannya,
Namun, kelayakan tersebut bergantung pada lamanya jasa diserahkan dan dikonsumsi.

Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Pendek

Saat penyerahan jasa atau saat penerimaan kas keduanya dapat dijadikan pemicu untuk
pengukuran dan pengakuan pendapatan. Misalkan pada perusahaan jasa (angkutan atau
bioskop), maka saat penerimaan kas dari konsumen biasanya terjadi hampir bersamaan
dengan saat penyerahan jasa.
Jasa Dikonsumsi Dalam Jangka Panjang

Di lain pihak, apabila jasa yang diberikan adalah kompleks dan baru akan selesai dalam
periode yang relative panjang seperti halnya perusahaan penyewaan ruang atau bangunan
maka besarkemungkinan akan terjadi perbedaan yang sangat mencolok antara jumlah rupiah
pendapatan yang diakui dalam suatu perioda atas dasar penyerahan jasa dan jumlah rupiah
pendapatan yang diakui dalam perioda yang sama atas dasar penerimaan kas. Sehingga
timbul masalah yaitu apakah dasar kas lebih baik digunakan daripada dasar penjualan ?

Argumen Pendukung

Validitas pengakuan pendapatan secara proporsional dengan penerimaan kas didasarkan atas
tiga pertimbangan yang saling berkaitan yaitu:

(a) Seluruh atau sebagian piutang yang timbul bukan merupakan asset yang
mempunyai daya beli murni.

(b) Makin lama jangka waktu untuk mengangsur makin besar kemungkinan piutang
tidak akan tertagih.

(c) Kos purna-jual, terutama kos penagihan dan pengumpulan piutang, biasanya lebih
tinggi dibandingkan dengan kos purna-jual untuk penjualan kredit biasa.

Dari ketiga butir diatas, butir (a) merupakan pertimbangan yang paling mendukung dengan
alasan bahwa kalau pendapatan harus mengakibatkan adanya aliran masuk aset likuid maka
timbulnya piutang jangka panjang tidak dapat dijadikan bukti atau dasar untuk pengakuan
pendapatan. Validitas butir (b) masih diragukan. Dalam hubungannya dengan kepastian
pelunasan seluruh angsuran, sisa uang muka yang biasanya dilakukan oleh pembeli
cenderung menjadikan penjualan angsuran lebih terjamin pelunasannya dari pada penjualan
kredit biasa.

Mengenai butir (c), masalah penaksiran kos purna-jual sebenarnya tidak berbeda dengan
masalah penaksiran jumlah cadangan kerugian piutang dan besarnya dapat ditentukan cukup
teliti atas dasar pengalaman. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk penjualan angsuran tidak
ada alasan yang kuat untuk menggunakan dasar kas untuk pengakuan pendapatan.

Alasan Penyanggah

Paton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa pengakuan pendapatan dasar kas kurang dapat
didukung dengan berbagai alasan berikut.
Pertama, tagihan (piutang) yang timbul akibat penyerahan jasa pada dasarnya
mempunyai kedudukan yuridis yang sama dengan piutang timbul dari penjualan
barang.
Kedua, belum tentu bahwa kemungkinan kegagalan untuk menerima pelunasan
piutang dalam perusahaan jasa lebih besar daripada perusahaan dagang sehingga
mengharuskan perusahaan jasa mengakui pendapatan atas dasar kas diterima.
Ketiga, dalam hal pembayaran diterima di muka, kemungkinan terjadinya kerugian
piutang memang sudah tidak ada lagi tetapi tidak berarti bahwa pendapatan sudah
dapat diakui. Agar tidak terjadi penyajian yang menyesatkan maka pengakuan
pendapatan atas dasar saat penyerahan jasa menjadi pengakuan yang lebih unggul dari
segi konsep penandingan.

Prosedur Akuntansi Dasar Kas

Bila dasar penerimaan kas memang terpaksa harus diterapkan maka perlu suatu prosedur
akuntansi yang khusus untuk menjamin bahwa pendapatan dasar kas harus ditandingkan
dengan biaya yang diperkirakan berkaitan dengan pendapatan tersebut.Penerapan dasar kas
untuk mengukur pendapatan pada hakikatnya sama saja dengan tidak mengakui piutang
angsuran sebagai pos aset meskipun harga jual cukup pasti dan barang telah dikirim. Dengan
demikian, piutang tersebut hanya dicatat dalam bentuk memorandum saja. Paton dan
Littleton (1970) menggambarkan prosedur akuntansi untuk mencapai penandingan yang tepat
dibawah ini.

(1) pada saat kontrak penjualan angsuran dan pengiriman seluruh barang, perusahaan
mencatat sebagai berikut:

Pengiriman Barangdasar kas ......................... 60.000.000

Sediaan Barang Dagangan .......................... 60.000.000

Jumlah di atas dicatat atas dasar kos, Piutang angsuran dicatat secara memorial (tidak
dijurnal). Pengiriman Barang-Dasar Kas mempunyai status sebagai aset perusahaan
(semacam barang dalam pengkonsignaan/goods on consignment).

(2) bila perusahaan menerima uang muka atau angsuran, penerimaan tersebut dicatat sebagai
berikut:
kas .................................................................... 5.000.000

PenjualanDasar Kas .................................. 5.000.000

Seluruh jumlah rupiah kas yang telah diterima dari penjualan dalam suatu perioda yang
tampak dalam saldo akun Penjualan-Dasar Kas merupakan pendapatan yang diakui dan
dilaporkan dalam perioda tersebut.

(3) pada akhir perioda harus diperhitungkan kos produk yang dapat dibebankan secara tepat
ke pendapatan dasar kas tersebut. Misalnya nilai kontrak penjualan angsuran dalam contoh di
atas adalah sebesar Rp. 100.000.000 dan kas yang telah diterima untuk suatu perioda adalah
Rp. 40.000.000 (40%). Jurnal akhir tahun sebagai berikut:

Kos Barang TerjualDasar Kas (40% x Rp.60.000.000) 24.000.000

Pengiriman BarangDasar Kas .................. 24.000.000

(4) kalau ternyata pada akhir perioda terdapat penjualan yang sudah diterima kasnya tetapi
barang belum dikirim maka kos barang tersebut harus ditaksir dan ditambahkan ke kos
barang terjual dasar kas. Misalnya pada akhir perioda perusahaan telah menerima angsuran
Rp. 20.000.000 tetapi barang (dengan taksiran kos Rp. 12.000.000 belum dikirim). Jurnal
akhir tahun adalah:

Kos Barang TerjualDasar Kas ........................... 12.000.000

Utang Pengiriman BarangDasar Kas ........... 12.000.000

Namun, langkah (4) di atas sebenarnya jarang terjadi karena dalam penjualan angsuran pada
umumnya barang telah dikirim seluruhnya.

Dengan teknik pencatatan seperti di atas, penjualan dasar kas total (total cash revenues) akan
dilaporkan dalam statemen laba-rugi bersama-sama dengan kos barang terjual dan biaya lain
yang dibebankan. Dalam neraca, pos Pengiriman Barang-Dasar Kas akan disajikan sebagai
aset lancar sebesar kosnya dan pos Utang Pengiriman Barang-Dasar Kas dapat dilaporkan
sebagai kewajiban atau dikontrakan dengan pos Pengiriman Barang-Dasar Kas.

Biaya Administrasi dan Penjualan

Dalam contoh di atas belum dipersoalkan masalah kos yang tidak langsung melekat pada
produk (yaitu kos administrasi dan penjualan) untuk dibebankan secara tepat terhadap
pendapatan dasar kas. Prinsip penandingan yang tepat menuntut bahwa kalau pendapatan
yang diakui untuk suatu perioda hanya yang sudah diterima kasnya maka biaya-biaya yang
harus diperhitungkan untuk perioda tersebut adalah seluruh biaya-biaya yang diperkirakan
menghasilkan pendapatan tersebut.

Pada umumnya kos administrasi dan penjualan bukan merupakan kos yang dapat
diperlakukan seperti kos sediaan yaitu tersediaankan. Kos tersebut harus segera dibebankan
kependapatan sebagai biaya perioda. Dalam hal inilah pengakuan pendapatan atas dasar
kas menunjukkan kelemahannya.Jadi, kalau penjualan tertentu dipecah dan diakui dalam dua
perioda (yang sudah diterima kasnya dan yang belum), biaya yang bersangkutan dengan
penjualan tersebut juga harus dipecah dan dibebankan secara proporsional. Pada titik inilah
biasanya penggunaan dasar kas untuk penentuan laba menjadi tidak teliti karena melupakan
alokasi biaya nonproduk. Kalau seluruh jumlah rupiah kas yang telah diterima dari pelanggan
dalam suatu perioda diakui sebagai pendapatan maka biaya yang dapat ditandingkan terhadap
pendapatan tersebut adalah biaya yang berkaitan dengan upaya untuk memperoleh
pendapatan sebesar kas yang telah diterima tersebut bukan biaya yang telah dibayar selama
perioda bersangkutan.

Saat Pengakuan Penjualan Jasa

Pengakuan pendapatan dari penjualan jasa secara umum mengikuti pemikiran yang melandasi
pengakuan pendapatan untuk penjualan barang. Masalah teoretis yang dihadapi lebih banyak
menyangkut kriteria realisasi daripada pembentukan pendapatan. Yang sering sulit ditentukan
adalah mengenali kejadian atau kegiatan yang menandai bahwa penyerahan jasa telah terjadi
dan selesai. AlCPA memberikan kaidah pengakuan umum untuk penjualan jasa sebagai
berikut:

1. kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan satu pekerjaan atau tindakan, pendapatan
harus diakui pada saat pekerjaan tersebut telah dilakukan.Sebagai contoh, biro jasa jual-beli
tanah akan mengakui pendapatan komisi pada saat transaksi jual-beli telah selesai atau tuntas.

2. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau tindakan secara
bertahap, pendapatan harus diakui selama perioda pelaksanaan pekerjaan secara proporsional.

3. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau tindakan secara
bertahap, pendapatan dapat diakui pada saat seluruh pekerjaan telah selesai dilaksanakan bila
kondisi berikut dipenuhi:
a. proporsi jasa yang dilaksanakan pada tahap akhir pekerjaan begitu kritisnya
sehingga seluruh pekerjaan tidak dapat dikatakan selesai sebelum tahap akhir
dilaksanakan.Sebagai contoh, perusahaan ekspedisi barang mengerjakan pengepakan,
pemuatan, pengangkutan, dan akhirnya penyerahan barang (delivery). Dalam hal ini,
penyerahan barang merupakan pekerjaan kritis sehingga pekerjaan belum dapat dikatakan
selesai sebelum penyerahan barang telah terlaksana. Oleh karena itu, perusahaan dapat
mengakui pendapatan hanya pada saat penyerahan jasa telah dilakukan.

b. jasa harus diberikan dalam beberapa tahap yang tidak dapat ditentukan di muka
selama waktu yang tidak pasti dan tidak ada cara yang cukup layak untuk menentukan tingkat
penyelesaian pekerjaan.Sebagai contoh adalah jasa pengacara atau jasa investigasi kasus
krimi- nal oleh detektif swasta.

4. Kalau terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi berkenaan dengan ketertagihan atau
kolektibilitas pendapatan jasa, pendapatan baru diakui setelah kas terkumpul.

Kaidah pengakuan di atas sejalan dengan pengakuan pendapatan dalam penjualan barang.
Kaidah pertama dapat disamakan dengan pengakuan pendapatan pada saat penjualan. Kaidah
kedua sejalan dengan pengakuan pendapatan bersa- maan dengan kemajuan produksi. Kaidah
ketiga paralel dengan pengakuan pendapatan pada saat produksi selesai. Akhirnya, kaidah
keempat paralel dengan pengakuan pendapatan secara proporsional dengan penerimaan kas.
Keunggulan dan kelemahan masing-masing dasar sama dengan yang telah dibahas dalam
pengakuan pendapatan untuk penjualan barang.

Dalam PSAK No. 23, LAI menetapkan bahwa pengakuan pendapatan atas dasar kemajuan
pelaksanaan merupakan ketentuan utama sedangkan kaidah lain merupakan pengecualian dari
kaidah ini. Selain itu, IAI juga menetapkan dasar yang disebut dengan kos terpulihkan
(recoverable cost) sebagai pengecualian dari dasar kemajuan pelaksanaan jasa. Hal ini
dinyatakan dalam PSAK No. 23 berikut:

bila hasil transaksi yang meliputi penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal,
pendapatan yang diakui hanya yang berkaitan dengan beban yang telah diakui yang dapat
diperoleh kembali (pasal 25 atau 40)

Lepas dari masalah kekacauan bahasa, pasal 19 sebenarnya sama dengan kaidah 2 dari
AICPA di atas.
Bila hasil suatu transaksi yang meliputi penjualan jasa dapat diestimasi dengan cukup andal,
pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat
penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca (pasal 19 atau 39).

IAI mengeksplisitkan asumsi atau kondisi yang melandasi keterterapan pengakuan atas dasar
kemajuan pelaksanaan yaitu:

(a) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.Kondisi ini pada umumnya terpenuhi
karena untuk melaksanakan jasa harus ada kontrak dengan nilai kontrak yang telah
disepakati.

(b) besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan
diperoleh perusahaan. Kalau yang dimaksud ketentuan tersebut adalah bahwa jumlah yang
dapat direalisasi (net realizable value) dapat diukur dengan andal maka hal ini sudah dicakupi
dalam ketentuan ini. Maksud kondisi (b) sebenarnya adalah bahwa pembeli cukup pasti
bersedia membayar apa yang dijanjikannya. Tanpa kepastian ini pemberi jasa jelas tidak mau
menandatangani kontrak.

(c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan
andal.Berkaitan dengan kondisi ini, pemberi jasa pada umumnya tahu benar tingkat
penyelesaian pekerjaan sampai akhir perioda tertentu. Oleh karena itu, tidak hanya tingkat
penyelesaian yang dapat diukur tetapi juga taksiran kegiatan yang masih harus dilakukan
untuk menyelesaikan karena hal tersebut dijadikan dasar untuk menagih pembayaran
(billing).

(d) biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur dengan andal.Yang "biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut"adalah
"kos kegiatan yang telah dilaksanakan" sampai akhir perioda tertentu. Bila asumsi
homogenitas kos dipenuhi, kodisi (d) ini tidak diperlukan karena sudah dicakupi dalam
kondisi (c).

Pedoman Umum Pengakuan Pendapatan

Dari uraian tentang karakteristik, pengukuran, penghimpunan, dan realisasi pendapatan di


atas beserta konsekuensinya terhadap saat pengakuan, dapat disusun suatu pedoman umum
pengakuan pendapatan termasuk untung dan rugi. FASB meringkas pedoman umum ini
dalam SFAC No. 5 prg. 84 sebagai berikut:
a. kriteria terbentuk dan terrealisasi biasanya dipenuhi pada saat produk atau barang
dagangan diserahkan atau jasa diberikan kepada konsumer. Oleh karena itu, pendapatan dari
kegiatan produksi dan pemasaran serta utung dan rugi dari penjualan aset lainnya pada
umumnya diakui pada saat penjualan (dalam arti pertukaran atau pengiriman barang).

b. kalau kontrak penjualan atau penerimaan kas mendahului produksi dan pengiriman,
pendapatan dapat diakui pada saat terhak dan pengiriman (seperti dalam kasus berlangganan
majalah dengan pembayaran di muka), pendapatan dapat diakui pada saat terhak (earned) dan
pengiriman (delivery). Pengisian formulir berlangganan majalah dapat dipandang sebagai
kontrak penjualan. Penerimaan uang dari penjualan kartu telepon pra-bayaran oleh
perusahaan telepon dapat dipandang sebagai kontrak penjualan Pendapatan diakui pada saat
jasa telah diberikan (kartu telah digunakan pelanggan) sehingga uang muka menjadi terhak
sebagai pendapatan.

c. kalau produk dikontrak sebelum diproduksi, pendapatan dapat diakui secara bertahap
dengan metode persentase penyelesaian pada saat sudah terbentuk asalkan taksiran yang
layak atas hasil pada saat penyelesaian dan taksiran kemajuan produksi dapat diukur dengan
cukup andal.

d. kalau jasa diberikan atau hak untuk menggunakan aset berlangsung secara menerus selama
suatu perioda dengan kontrak harga yang pasti, pendapatan dapat diakui bersamaan dengan
ber- jalannya waktu.

e. kalau produk atau aset lain dapat segera terrealisasi karena dapat dijual dengan harga
yang cukup pasti tanpa biaya tambahan yang berarti, pendapatan dan beberapa untung atau
rugi dapat diakui pda saat selesainya produksi atau pada saat harga aset tersebut berubah.

f. kalau produk, jasa, atau aset lain ditukarkan dengan aset nonmoneter yang tidak
segera dapat dikonversi menjadi kas, pandapatan atau untung atau rugi dapat diakui pada saat
meretia telah terhak atau pada saat transaksi telah seleasi asalkan nilai wajar aset nonmoneter
yang terlibat dapat ditentukan dalam kisar yang layak.

g. kalau ketertagihan aset yang diterima untuk produk, jasa, atau aset lain meragukan,
pendapatan dapat diakui atas dasar kas yang terkumpul.
Prosedur Pengakuan

Saat atau kaidah pengakuan pendapatan di atas merupakan ketentuan pada level penetap
standar. Agar dapat di laksanakan di level perusahaan, kaidah tersebut harus dijabarkan
secara teknis dan prosedural dalam bentuk kebijakan akuntansi perusahaan. Kebijakan
akuntansi perusahaan harus menetapkan kejadian atau kegiatan internal apa yang dapat
digunakan sebagai pemicu pencatatan ke dalam sistem akuntansi. Misalnya, bila ditentukan
bahwa saat penjualan digunakan sebagai dasar pengakuan pendapatan, atas dasar kegiatan
mana dan bukti apa bagian akuntansi dapat mencatat atau menjurnal pendapatan dari
penjualan tersebut.

Saat penjualan dapat terjadi di dalamnya serangkaian kegiatan yaitu order diterima dan
disepakati barang diproduksi dan siap dikirim, barang dikirim atau diserahkan ke perusahaan
ekspedisi, faktur disiapkan dan dikirim, dan nota penerimaan barang diterima dari pembeli.
Dalam serangkaian langkah tersebut, kegiatan mana yang dapat memicu pencatatan penjualan
(debit: Kas/Piutang dan kredit Penjualan)? Untuk perusahaan pada umumnya, selesainya
pembuatan faktur bersamaan dengan pengiriman barang adalah saat yang paling tepat dalam
memberi bukti untuk pencatatan penjualan. Dalam kasus yang khusus (misalnya dalam
penjualan angsuran) tentunya diperlukan perlakuan khusus untuk menetapkan kapan
penjualan sepenuhnya dapat dianggap telah terjadi. Penentuan kegiatan yang memicu
pencatatan diperlukan juga untuk saat pengakuan yang lain. Gambar berikut meringkas
kegiatan internal perusahaan yang dapat dijadikan pemicu pencatatan pendapatan untuk
berbagai saat pengakuan di tingkat perusahaan. Ketentuan tentang hal ini biasanya
dituangkan dalam buku pedoman manual). Dalam gambar tersebut, penyesuaian pemicu
pengakuan pendapatan, Misalnya dalam hal pengakuan bersamaan kemajuan produksi
(kaidah B), penyesuaian akhir tahun dapat memicu pengakuan pendapatan atas dasar kos
produksi yang telah terakumulasi sampai akhir tahun.
Penyajian

Masalah yang berkaitan dengan penyajian pendapatan adalah pemisahan antara pendapatan
dan untung dan pemisahan berbagai sifat untung menjadi pos biasa dan luar biasa dan cara
menuangkannya dalam statemen laba-rugi.

Anda mungkin juga menyukai