Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembebanan
Beban yang bekerja pada struktur dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu beban vertikal dan beban horisontal. Beban vertikal meliputi beban mati dan
beban hidup. Untuk beban horisontal dalam hal ini yaitu berupa beban gempa.

2.1.1 Beban Vertikal


A. Beban mati
Beban mati merupakan semua berat sendiri gedung dan segala
unsur tambahan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung
tersebut. Sesuai SNI 1727:2013, yang termasuk beban mati adalah seperti
dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan finishing.

B. Beban hidup
Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat
penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada
lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah. Beban hidup
pada lantai gedung diambil menurut SNI 1727:2013 seperti terlihat pada
Tabel 2.1

6
Tabel 2.1 Beban Hidup Gedung (SNI 1727:2013)

7
8
2.1.2 Beban Horisontal (Beban Gempa)
Beban gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah
dimana struktur tersebut berdiri. Terdapat beberapa metode analisa perhitungan
besarnya beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Secara umum metode
analisa ini terdiri dari:
1. Analisis gempa statik ekuivalen
Metode ini digunakan untuk menganalisa beban gempa pada struktur
beraturan dimana beban yang bekerja merupakan hasil penyederhanaan
dan modifikasi pergerakan tanah. Beban tersebut bekerja pada suatu pusat
massa lantai-lantai struktur gedung.

9
2. Analisa dinamis
Analisa modal
Metode ini dipakai untuk menyelesaikan analisa dinamik suatu
struktur dengan syarat bahwa respon spectrum masih elastis dan
struktur mempunyai standar mode shape.
Analisa respons spectrum
Merupakan suatu analisis dengan menentukan respons dinamik
struktur gedung yang berperilaku elastis penuh terhadap pengaruh
suatu gempa. Metode ini merupakan suatu pendekatan terhadap beban
gempa yang mungkin terjadi. Menurut SNI 1726:2012, respons
spektrum adalah suatu diagram hubungan antara percepatan respons
maksimum suatu sistem satu derajat kebebasan (SDK) akibat gempa
tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman dan waktu getar alami.
Analisa riwayat waktu (time history analysis)
Merupakan suatu analisis dalam menentukan riwayat waktu respons
dinamik struktur gedung yang berperilaku elastik penuh (linier)
maupun elastik-plastis (non-linier) terhadap pergerakan tanah akibat
gempa rencana.

Untuk struktur gedung sederhana dan beraturan, penentuan beban gempa


dapat dipakai Analisa statik ekuivalen. Menurut pasal 7.3.2 SNI 1726:2012,
struktur bangunan gedung dapat diklasifikasikan berdasarkan pada konfigurasi
horisontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung, yaitu sebagai berikut :
a. Ketidakberaturan horisontal
Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe
ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.2 harus dianggap
mempunyai ketidakberaturan struktur horisontal. Struktur-struktur yang
dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam
Tabel 2.2 harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk
dalam tabel itu.

10
Tabel 2.2 Ketidakberaturan Horisontal pada Struktur (SNI 1726:2012)
Penerapan
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan kategori desain
seismik
1a Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada jika D, E, dan F
simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang B, C, D, E, dan F
dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung C, D, E, dan F
C, D, E, dan F
struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali
D, E, dan F
simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua B, C, D, E, dan F
ujung struktur.
Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam pasalpasal
referensi berlaku hanya untuk struktur di mana
diafragmanya kaku atau setengah kaku
1b Ketidakberaturan torsi berlebihan didefinisikan E dan F
ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, D
torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah B, C, dan D
ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari C dan D
C dan D
1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di D
kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan B, C, dan D
torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi berlaku
hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau
setengah kaku.
2 Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan ada D, E, dan F
jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam D, E, dan F
lebih besar dari 15 persen dimensi denah struktur
dalam arah yang ditentukan.
3 Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma D, E, dan F
didefinisikan ada jika terdapat diafragma dengan D, E, dan F
diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak,
termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau
terbuka lebih besar dari 50 persen daerah diafragma
bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan
diafragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu
tingkat ke tingkat selanjutnya.
4 Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap B, C, D,E, dan F
bidang didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitasD, E, dan F
dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran
B, C, D, E, dan F
melintang terhadap bidang elemen vertikal. D, E, dan F
B, C, D, E, dan F
5 Ketidakberaturan sistem nonparalel didefninisikan C, D, E, dan F
ada jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak B, C, D, E, dan F
paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal D, E, dan F
B, C, D, E, dan F

11
utama sistem penahan gaya gempa.

b. Ketidakberaturan vertikal
Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe
ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.3 harus dianggap
mempunyai ketidakberaturan vertikal.Struktur-struktur yang dirancang
untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.3
harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel.

Tabel 2.3 Ketidakberaturan Vertikal pada Struktur (SNI 1726:2012)


Penerapan
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan kategori desain
seismik
1a Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak D, E, dan F
didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana
kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan
lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen
kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya.
1b Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak E dan F
Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat D, E, dan F
di mana kekakuan lateralnya kurang dari 60 persen
kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70
persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya.
2 Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan ada D, E, dan F
jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150 persen
massa efektif tingkat di dekatnya. Atap yang lebih
ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau.
3 Ketidakberaturan Geometri Vertikal didefinisikan D, E, dan F
ada jika dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa
di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi
horisontal sistem penahan gaya gempa tingkat di
dekatnya.

12
4 Diskontinuitas Arah Bidang dalam B, C, D, E, dan F
Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral D, E, dan F
Vertikal didefinisikan ada jika pegeseran arah bidang D, E, dan F
elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang
elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen
penahan di tingkat di bawahnya.
5a Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat E dan F
Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat lateral D, E, dan F
tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral tingkat di
atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total
semua elemen penahan seismik yang berbagi geser
tingkat untuk arah yang ditinjau.
5b Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat D, E, dan F
Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan ada B dan C
jika kuat lateral tingkat kurang dari 65 persen kuat D, E, dan F
lateral tingkat di atasnya. Kuat tingkat adalah kuat total
semua elemen penahan seismik yang berbagi geser
tingkat untuk arah yang ditinjau.

Ketentuan-ketentuan dalam analisa beban statik ekuivalen:


1. Arah pembebanan
Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa
rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberikan
pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem secara
keseluruhan.
Pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan
menurut ketentuan diatas harus dianggap efektif 100% dan harus
dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa
dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi
efektifitas 30%.

2. Beban gempa nominal statik ekuivalen


Geser dasar seismik, V , dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan
sesuai dengan persamaan berikut :
V = Cs . W (2.1)

13
Cs = (2.2)

Dimana:
Cs = Koefisien respons seismik
W = Berat seisimk efektif
SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam
rentang perioda pendek
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
Besarnya nilai faktor I, R, dan SDS dapat dilihat pada Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI
1726:2013.

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan 2.3 tidak perlu


melebihi berikut ini :

Cs = (2.3)

Cs harus tidak kurang dari :


Cs = 0,044 SDS . Ie > 0,01 (2.4)

Dimana:
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda
sebesar 1,0 detik
T = Periode fundamental struktur
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang
dipetakan
Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan
dari persamaan berikut :
Fx = Cvx . V (2.5)

Cvx = (2.6)

14
Dimana:
Cvx = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total
wi dan wx = Bagian berat seisimik efektif total struktur (W) yang
dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx = Tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur
sebagai berikut : untuk struktur yang mempunyai
perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, 1 k untuk
struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik
atau lebih, 2 k untuk struktur yang mempunyai
perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2
atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara
1 dan 2

3. Waktu getar alami fundamental


Periode fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, harus ditentukan dari
persamaan berikut :
Ta = Ct . hnx (2.7)
Dimana :
hn = ketinggian struktur (m)
Ct dan x ditentukan dari Tabel 14 SNI 1726:2012 seperti terlihat pada
Tabel 2.4

Tabel 2.4 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x (SNI 1726:2012)

15
Periode fundamental maksimal (Tmax) dalam detik, dapat ditentukan dari
persamaan berikut :
Tmax = Cu . Ta (2.8)

Tabel 2.5 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang dihitung (SNI 1726:2012)

Jika salah satu syarat dalam analisa beban statik ekuivalen tidak dapat
dipenuhi maka dalam analisa beban gempa harus menggunakan analisa dinamis
dan salah satunya dengan menggunakan analisa respons spektrum.
Analisa Respon Spektrum
Dalam hal analisis beban gempa, spektrum respon disusun berdasarkan
respon terhadap percepatan tanah (ground acceleration) beberapa rekaman
gempa. Spektrum desain merupakan representasi gerakan tanah (ground motion)
akibat getaran gempa yang pernah terjadi untuk suatu lokasi. Beberapa faktor
pertimbangan untuk pemilihan desain spektrum adalah besar skala gempa, jarak
lokasi ke pusat gempa, mekanisme sesar, jalur rambatan gelombang gempa, dan
kondisi tanah lokal (Chopra, 1995).
Grafik respon spektrum merupakan hasil plot nilai tanggapan/respon
maksimum terhadap fungsi beban tertentu untuk semua sistem derajat kebebasan
tunggal yang memungkinkan. Absis dari grafik tersebut berupa
frekuensi(periode/waktu) dan ordinat berupa nilai respon maksimum (Paz, 1990).
Metode respon spektrum biasa digunakan untuk mengetahui respon
dinamik dari sebuah struktur terhadap gempa sesuai dengan peraturan gempa di
setiap negara yang berbeda-beda. Dalam hal ini, peraturan yang digunakan adalah
SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur

16
bangunan gedung dan non gedung, peta zonasi gempa di Indonesia, dan desain
spektra Indonesia.
Dalam SNI 176:2012 terdapat tahapan mendesain spektrum respon dengan
menghitung persamaan-persamaan sesuai dengan periode. Dari parameter
percepatan batuan dasar peiode pendek (Ss) dan parameter percepatan batuan
dasar periode 1 detik (S1), didapat parameter spektrum respon dengan
menggunakan persamaan berikut:
SMS = Fa Ss (2.9)
SM1 = Fv S1 (2.10)
Faktor amplikasi getaran (Fa dan Fv) didapat dari hubungan percepatan batuan
dasar (Ss dan S1) dengan kelas situs. Faktor amplikasi getaran (Fa dan Fv) dihitung
sesuai SNI 1726:2012.
Setelah menghitung parameter spektrum respon, dapat dilakukan
perhitungan parameter percepatan spektral desain dengan persamaan:
SDS = 2/3 SMS (2.11)
SD1 = 2/3 SM1 (2.12)
Dengan menghitung parameter percepatan spektral desain, grafik respon spektrum
dapat dibuat. Grafik respon spektrum adalah hubungan antara periode dan
percepatan respon spektra yang ditunjukkan pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Spektrum Respon Desain (SNI 1726:2012)

17
dimana:
T0 = (2.13)

Ts = (2.14)

Untuk T < T0

Sa = SDS( ) (2.15)

Untuk T0< T < Ts


Sa = SDS (2.16)
Untuk T > Ts

a S = (2.17)

Hal yang perlu diperhatikan untuk metode analisis respon spektrum adalah
skala input pada SAP2000. Analisis respon spektrum dilakukan dengan input dari
grafik spektrum respon gempa rencana yang nilai ordinatnya dikalikan faktor
koreksi
f = Ie/R (2.18)
dimana
f : faktor skala
Ie :faktor keutamaan gempa
R : koefisien modifikasi respon
Nilai skala faktor dinyatakan dalam percepatan gravitasi bumi (g) yaitu 9,81
m/detik2.

18
2.1.3 Kombinasi pembebanan
Kombinasi pembebanan yang dipakai sesuai dengan Tata Cara
Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013 yaitu:
2.1.3.1 Kekuatan perlu
Kekuatan perlu U harus paling tidak sama dengan pengaruh beban
terfaktor sebagai berikut :
U = 1,4 D
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)
U = 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (1,0 L atau 0,5 W)
U = 1,2 D + 1,0 W + 1,0 L + 0,5 (Lr atau R)
U = 1,2 D + 1,0 E + 1,0 L
U = 0,9 D + 1,0 W
U = 0,9 D + 1,0 E

2.1.3.2 Kuat rencana


Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen
struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur,
beban normal, geser, dan torsi, harus diambil sebagai hasil kali kuat
nominal, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari SNI 03-
2847-2013, dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ().

19
2.2 Perencanaan Pelat Datar
Pelat datar adalah struktur pelat beton bertulang yang langsung ditumpu
oleh kolom tanpa adanya balok sebagai penumpu (Nawy, 1985). Pelat datar
memiliki ciri khusus yaitu tidak adanya balok-balok sepanjang garis kolom dalam,
namun untuk sepanjang garis kolom tepi balok diperbolehkan ada.
Beban gravitasi pada pelat meliputi beban pelat dan balok (bila ada) itu
sendiri yang membentang di antara tumpuan dan kolom atau dinding pendukung
yang membentuk rangka orthogonal, dapat direncanakan dengan metode
perencanaan langsung sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 13.6 atau dengan
metode rangka ekuivalen menurut SNI 2847:2013 pasal 13.7
Metode perencanaan langsung (Direct design method) adalah suatu cara
pendekatan dalam penentuan koefisien momen. Dalam metode ini, analisis
pendistribusian momen lentur total didasarkan atas koefisien momen pada jalur
perencanaan pelat yang telah ditentukan. Momen lentur total kemudian
didistribusikan menjadi momen-momen positif dan negatif menurut koefisien
momen dan pembagian selanjutnya dari momen-momen ini menjadi momen-
momen pada kedua jalur perencanaan yang ditetapkan dalam suatu spesifikasi.
Metode rangka ekuivalen (Equivalen frame method) adalah suatu cara
dimana konstruksi dianggap terdiri dari portal-portal ekuivalen pada jalur
rencana memanjang maupun melintang dan masing-masing portal terdiri dari
deretan kolom-kolom ekuivalen dan jalur-jalur pelat dan balok (bila ada).
Seluruh lebar pelat, yaitu setengah lebar panel pada masing-masing sisi kolom,
dipertimbangkan pada waktu menentukan beban dan kekakuan pelat.

Gambar 2.2 Pelat Datar

20
2.2.1 Tebal Pelat Minimum
Menurut pasal 9.5.3.3 SNI 2847:2013, tebal pelat minimum dinyatakan
dengan:
1. Untuk m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0
Ketebalan pelat minimum harus memenuhi:
( )
h= (2.19)
( )

dan tidak kurang dari 125 mm.


2. Untuk m lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh
kurang dari:
( )
H = (2.20)

dan tidak kurang dari 90 mm.


3. Untuk m yang sama atau lebih kecil dari 0,2, ketebalan pelat minimum
harus memenuhi ketentuan Tabel 2.6

Tabel 2.6 Tebal Pelat Minimum Pelat tanpa Balok Interior (SNI 2837:2013)
Tegangan Tanpa penebalan Dengan penebalan
leleh Panel eksterior Panel interior Panel eksterior Panel interior
fy (Mpa) Tanpa Dengan Tanpa Dengan
balok balok balok balok
pinggir pinggir pinggir pinggir
280 ln/33 ln/36 ln/36 ln/36 ln/40 ln/40
420 ln/30 ln/33 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36
520 ln/28 ln/31 ln/31 ln/31 ln/34 ln/34

Dan tidak boleh kurang dari:


Pelat tanpa penebalan (drop panels) = 125 mm
Pelat dengan penebalan (drop panels) = 100 mm

21
Dimana:
ln = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi
dua arah yang diukur dari muka ke muka tumpuan pada pelat
tanpa balok.
fy = Tegangan leleh baja.
= Rasio dari bentang bersih dalam arah memanjang terhadap
arah memendek dari pelat dua arah.
m = Nilai rata-rata dari rasio kekakuan lentur balok terhadap
kekakuan pelat () untuk semua balok pada tepi pelat. Untuk
pelat tanpa balok, m = 0.

2.2.2 Pemeriksaan Tebal Pelat Berdasarkan Syarat Gaya Geser


Dalam perencanaan pelat tanpa balok, pemeriksaan tebal pelat berdasarkan
syarat geser perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin
tersedianya kekuatan geser yang cukup.

a. Kolom interior

Gambar 2.3 Letak Bidang Kritis Kolom Interior (Nawy, 1998)

22
1. Beban ultimit
Wu = 1,2 WD + 1,6 WL (2.21)
2. Keliling bidang kritis
b0 = 2(c1 + d + c2 + d) (2.22)
3. Luas permukaan bidang geser
Ac = b0 d (2.23)
4. Nilai terkecil Vc

( ) (2.24)


( ) (2.25)

(2.26)

Dimana:
c = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom.
d = Tinggi efektif pelat.
s = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis.
Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal.

b. Kolom eksterior

Gambar 2.4 Letak Bidang Kritis Kolom Eksterior (Nawy, 1998)

23
1. Beban ultimit
Wu = 1,2 WD + 1,6 WL
2. Keliling bidang kritis
b0 = 2(c1 + d + c2 + d)
3. Luas permukaan bidang geser
Ac = b0 d
4. Nilai terkecil Vc

( )


( )

Dimana:
c = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom.
d = Tinggi efektif pelat.
s = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis.
Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal.
Jika nilai terkecil, Vc > Vn maka tidak diperlukan tulangan geser.
Dimana:
b0 = Keliling bidang kritis.
Vu = Gaya geser keliling sisi kolom.
s = 40 untuk kolom interior.
s = 30 untuk kolom eksterior.
s = 30 untuk kolom eksterior sudut.
Dalam perencanaan pelat datar ini direncanakan dengan metode
perencanaan langsung (Direct design method).

24
2.2.3 Metode Perencanaan Langsung
Metode perencanaan langsung merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menganalisis pelat dua arah (dalam hal ini adalah pelat datar),
selain dengan metode portal ekuivalen. Sesuai dengan SNI 2847:2013, maka
sistem pelat yang dapat dianalisis dengan cara perencanaan langsung harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Harus terdapat minimum tiga bentang menerus dalam masing-masing
arah.
2. Panel pelat harus berbentuk persegi dengan rasio perbandingan antara
bentang panjang terhadap bentang pendek diukur antara pusat ke pusat
tumpuan tidak lebih dari 2.
3. Panjang bentang yang bersebelahan, diukur antara pusat ke pusat
tumpuan, dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda dari sepertiga
bentang terpanjang.
4. Pergeseran (offset) kolom maksimum sebesar 10 % dari bentangnya
(dalam arah pergeseran) dari garis-garis yang menghubungkan pusat-
pusat kolom yang berdekatan.
5. Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi
merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup tak terfaktor tidak boleh
melebihi 2 kali beban mati tak terfaktor.
6. Untuk suatu panel pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua
sisinya kekakuan relatif balok dalam dua arah yang tegak lurus.

0,2 < < 5,0 (2.27)

Dimana:

(2.28)

1 = dalam arah l1.


2 = dalam arah l2.
Ib = Momen inersia balok.
Is = Momen inersia pelat.
Ecb = Modulus elastisitas balok.
Ecs = Modulus elastisitas pelat.

25
Gambar 2.5 Pembagian Jalur Kolom Dan Jalur Tengah (Theodosos, 2001)

Langkah-langkah perhitungan yang harus dilakukan dalam perencanaan


langsung dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tentukan tebal pelat minimum yang diijinkan.
2. Hitung beban ultimit desain dengan rumus qu = 1,2 qD + 1,6 qL
3. Hitung momen lentur statik total berfaktor untuk lebar total panel, dalam
masing-masing arah dengan persamaan:

(2.29)

4. Jabarkan momen statik total tersebut ke dalam momen positif pada bagian
tengah bentang dan momen negatif pada titik tumpuan dari lajur pelat yang
ditinjau. Perlu diperhatikan bahwa tumpuan harus direncanakan untuk
menahan salah satu dari dua momen desain negatif yang terbesar, yang
dihasilkan oleh bentang-bentang di sebelah kiri atau kanan tumpuan.
Pada bentang dalam, momen total terfaktor didistribusikan sebagai
berikut:
Momen terfaktor negatif = 0,65
Momen terfaktor positif = 0,35

26
Pada bentang ujung, momen total terfaktor didistribusikan sesuai
dengan tabel berikut:

Tabel 2.7 Distribusi Momen Total Terfaktor (SNI 2847:2013)


(1) (2) (3) (4) (5)
Slab tanpa balok
Slab dengan
Tepi diantara tumpuan Tepi
balok
eksterior interior eksterior
diantara
tak- Tanpa Dengan terkekang
semua
terkekang balok balok penuh
tumpuan
tepi tepi
Momen terfaktor 0,75 0,70 0,70 0,70 0,65
negatif interior
Momen terfaktor 0,63 0,57 0,52 0,50 0,35
positif
Momen terfaktor 0 0,16 0,26 0,30 0,65
negatif eksterior

5. Distribusikan momen-momen positif dan negatif menurut lajur kolom dan


lajur tengah sebagai berikut:
a. Lajur kolom
Lajur kolom adalah suatu lajur rencanan dengan lebar pada masing-
masing sisi sumbu kolom sebesar nilai terkecil dari 0,25 l2 atau 0,25 l2.
Momen terfaktor pada lajur kolom:
Lajur kolom harus dirancang mampu memikul beban terfaktor
negatif dalam, dalam persen Mo sebagai berikut:

Tabel 2.8 Momen Terfaktor Negatif Dalam pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)

l2/l1 0,5 1,0 2,0


(m l2/l1) = 0 75 75 75
(m l2/l1) 1,0 90 75 45

Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfaktor


negatif luar, dalam persen Mo, sebagai berikut:

27
Tabel 2.9 Momen Terfaktor Negatif Luar pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)

l2/l1 0,5 1,0 2,0


(m l2/l1) = 0 1 = 0 100 100 100
t 2,5 75 75 75
(m l2/l1) 1,0 t = 0 100 100 100
t 2,5 90 75 45

Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara.berikut:


Dimana:

(2.30)

t = Perbandingan antara kekakuan lentur pelat selebar


bentangan
balok tepi yang diukur dari sumbu ke sumbu tumpuan.
Ecb = Modulus elastisitas balok beton (Mpa).
Ecp = Modulus elastisitas pelat beton (Mpa).
Ip = Momen inersia terhadap pusat sumbu penampang bruto
pelat (mm4).
C = Konstanta penampang untuk menentukan kekakuan
puntir.
m = Nilai rata-rata dari rasio kekakuan lentur balok terhadap
kekakuan pelat () untuk semua balok pada tepi pelat.
Untuk pelat tanpa balok, m = 0.

( ) (2.31)

x = Ukuran sisi yang lebih kecil


y = Ukuran sisi yang lebih besar
Untuk tumpuan yang terdiri dari kolom atau dinding yang
memanjang sejarak sama atau lebih dari tigaperempat panjang
bentang l2 yang digunakan untuk menghitung M0, maka momen
negatif harus dianggap terbagi rata selebar l2.

28
Tabel 2.10 Momen Terfaktor Positif pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)

l2/l1 0,5 1,0 2,0


(m l2/l1) = 0 60 60 60
(m l2/l1) 1,0 90 75 45

b. Lajur tengah
Lajur tengah adalah suatu lajur rencana yang dibatasi oleh dua lajur
kolom. Momen terfaktor pada lajur tengah:
Bagian dari momen terfaktor negatif dan positif yang tidak dipikul
lajur kolom harus dibagikan secara proporsional pada setengah
lajur tengah yang berada di sebelahnya.
Setiap lajur tengah harus direncanakan mampu memikul jumlah
momen yang diberikan pada kedua setengah lajur yang
bersebelahan.
Lajur tengah yang berdekatan dan sejajar dengan suatu tepi yang
ditumpu oleh dinding harus direncanakan mampu memikul dua
kali momen yang dibagikan pada setengah lajur tengah yang
berdekatan dengan tumpuan dalam pertama.
6. Buat perhitungan dan detail penulangannya, berdasarkan nilai momen
yang diperoleh tadi.

2.2.4 Pelimpahan Momen dan Gaya Geser pada Pertemuan Pelat dan
Kolom
Gaya geser yang merupakan faktor kritis, yang terjadi pada pelat datar
adalah geser pons, dengan kemungkinan terjadi retak diagonal mengikuti
permukaan dari sebuah kerucut yang terpancung atau piramid yang mengelilingi
kolom, kepala kolom, atau panel yang direndahkan.
Analisa geser pons menganggap gaya geser Vu ditahan oleh tegangan-
tegangan geser yang terdistribusi secara seragam di sekeliling penampang kritis
bo. menurut SNI 2847:2013, penampang kritis bo terletak pada jarak tidak kurang
dari d/2 dari perimeter beban terpusat atau daerah reaksi.

29
Menurut SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.1, dalam perencanaan pelat tanpa
balok penumpu diperlukan peninjauan terhadap momen tak berimbang pada muka
kolom penumpu, sehingga apabila beban gravitasi, angin, gempa atau beban
lateral lainnya menyebabkan terjadinya perpindahan momen antara pelat dan
kolom, maka dari sebagian momen yang tak berimbang harus dilimpahkan
sebagai lentur pada keliling kolom dan sebagian menjadi tegangan geser eksentris.
Fraksi u dari momen yang ditransfer oleh eksentrisitas tegangan geser
akan mengecil apabila lebar permukaan bidang kritis yang menahan momen
menjadi besar.
Dimana:
b2 = lebar permukaan bidang penampang kritis kolom interior
= (b2 = c2 + d) untuk kolom interior
= (b2 = c2 + 1/2d) untuk kolom eksterior
b1 = lebar permukaan yang tegak lurus terhadap b2
= (b1 = c1 + d) untuk kolom interior
= (b1 = c1 + 1/2d) untuk kolom eksterior

Bagian lain t dari momen tak seimbang yang ditransfer oleh lentur diberikan oleh
dan bekerja pada sebuah lebar slab efektif antara garis-garis yang (1,5 h) di kedua
sisi tumpuan kolom.
t = 1 - u.
Distribusi tegangan geser di sekitar kolom eksterior dan interior dapat
dilihat dalam Gambar 2.5

Gambar 2.6 Distribusi Tegangan Geser (SNI 2847:2013)

30
Dengan memperhatikan gambar di atas tampak bahwa momen yang
dilimpahkan oleh geser bekerja bersama dengan gaya geser Vu di titik pusat
permukaan geser keliling yang berada sejarak d dari sisi kolom, sehingga
didapat nilai-nilai VCD dan VAB sebagai berikut:

(2.32)

dan

(2.33)

Dimana : Jc merupakan penampang kritis


Untuk kolom interior
Ac = 2(a + b)d

(2.34)

Dimana : a = c1 + d
b = c2 + d

Untuk kolom eksterior


Ac = 2(a + b)d

( ) (2.35)

Dimana : a = c1 +d
b = c2 +d

Tegangan geser maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh
melebihi ketentuan dari SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.2 yaitu:
a. Untuk komponen struktur tanpa tulangan geser
(2.36)
b. Untuk komponen struktur yang menggunakan tulangan geser
(2.37)

Dan tegangan maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh
melebihi dari: .

31
2.2.5 Penulangan Lentur Pelat
Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal 13.3 memuat tentang persyaratan
penulangan pada pelat yaitu:
1. Luas tulangan pelat pada masing-masing arah dari sistem pelat dua
arah ditentukan dari momen-momen pada penampang kritis tapi tidak
boleh kurang dari apa yang disyaratkan pada SNI 2847:2013 Pasal
7.12.2.1
2. Spasi tulangan pada penampang kritis tidak boleh lebih dari dua kali
tebal pelat kecuali untuk bagian luas pelat konstruksi sel atau berusuk.
Pada bagian pelat yang melintasi ruang sel, tulangan disediakan sesuai
dengan SNI 2847:2013 Pasal 7.12
3. Tulangan momen positif yang tegak lurus terhadap tepi tak menerus
harus menerus ke tepi pelat dan ditanam, dapat dengan kaitan,
minimum sepanjang 150 mm ke dalam balok tepi, kolom atau dinding.
4. Tulangan momen negatif yang tegak lurus tepi tak menerus harus
dibengkokkan, dikait atau diangkur pada balok tepi, kolom atau
dinding dan harus disalurkan pada muka tumpuan menurut ketentuan
pada pasal 14.
5. Bila pelat tidak memiliki balok tepi atau dinding pada tepi tak
menerus, atau pada pelat yang membentuk kantilever pada tumpuan
maka pengangkuran tulangan harus dilakukan di dalam pelat itu
sendiri.
6. Pada sudut eksterior pelat yang ditumpu oleh dinding tepi atau bila
satu atau lebih balok tepi mempunyai nilai f > 1,0 tulangan pelat atas
dan bawah harus disediakan pada sudut eksterior, sebagai berikut :
1) Tulangan sudut pada kedua sisi atas dan bawah pelat harus
cukup untuk menahan momen per satuan lebar sama dengan
momen positif maksimum per satuan lebar pada panel slab.
2) Momen tersebut harus diasumsikan berporos terhadap sumbu
tegak lurus terhadap diagonal dari sudut pada sisi atas pelat dan
berporos terhadap sumbu yang paralel terhadap diagonal dari
sudut pada sisi bawah pelat.

32
3) Tulangan pojok harus disediakan untuk suatu jarak dalam
masing-masing arah dari sudut sama dengan seperlima bentang
yang lebih panjang.
4) Tulangan sudut harus ditempatkan paralel terhadap diagonal
pada sisi atas slab dan tegak lurus terhadap diagonal pada sisi
bawah pelat. Sebagai alternatif, tulangan harus ditempatkan
dalam dua lapis paralel terhadap sisi-sisi pelat pada kedua sisi
atas dan bawah pelat.
7. Bila panel drop (drop panel) setempat untuk mengurangi jumlah
tulangan momen negatif pada bagian pelat datar (flat slab) di daerah
kolom maka dimensi panel drop setempat harus sesuai dengan hal
berikut ini:
1) Menjorok di bawah pelat paling sedikit seperempat tebal pelat
di sebelahnya.
2) Menerus dalam setiap arah dari garis pusat tumpuan dengan
jarak tidak kurang dari seperenam panjang bentang yang diukur
dari pusat ke pusat tumpuan dalam arah tersebut.
8. Detail tulangan pelat tanpa balok:
1) Sebagai tambahan terhadap persyaratan 13.3 pada SNI
2847:2013, tulangan pada pelat tanpa balok harus diteruskan
dengan panjang minimum seperti yang ditunjukkan Gambar 2.7

33
Gambar 2.7 Perpanjangan Minimum untuk Tulangan pada Pelat tanpa Balok
(SNI 2847:2013)

2) Bila panjang bentang yang bersebelahan tidak sama maka


perpanjangan tulangan momen negatif di luar bidang muka
tumpuan seperti yang disyaratkan pada Gambar 28 SNI 03-
2847-2002 harus didasarkan pada bentang yang lebih panjang.
3) Tulangan miring hanya diperkenankan bila perbandingan tinggi
terhadap bentang memungkinkan untuk digunakannya tulangan
dengan kemiringan 45.
4) Pada sistem rangka dimana pelat dua arah berfungsi sebagai
komponen utama pemikul beban lateral, untuk pelat pada
rangka yang dapat bergoyang, panjang tulangan ditentukan dari
analisis tapi tidak boleh lebih kurang daripada yang ditentukan
pada Gambar 2.7
5) Semua tulangan atau kawat di sisi bawah dari lajur kolom
dalam setiap arah harus menerus atau disambung dengan
sambungan lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan
mekanis atau las yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013.

34
6) Pada pelat dengan kepala geser (shearheads) dan pada
konstruksi pelat yang diangkat (lift-slab), bilamana tidak
praktis untuk meneruskan tulangan bawah sebagaimana
ditentukan oleh poin 5 diatas melalui kolom, maka paling
sedikit dua batang tulangan atau kawat bawah terlekat dalam
masing-masing arah harus secara praktis melewati kepala geser
(shearhead) atau gelang (collar) angkat sedekat mungkin ke
kolom dan menerus atau disambung dengan sambungan
lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan mekanis atau las
yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013. Pada kolom
eksterior, tulangan harus diangkur pada kepala geser atau
gelang angkat.

2.3 Perencanaan Dinding Geser


Dinding geser adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi
utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa gempa
rencana. Dalam hal ini dinding geser dimodelkan sebagai kantilever yang
terbebani oleh beban lateral dan beban aksial akibat beban gravitasi. Pemilihan
lokasi tempat dinding geser yang direncanakan sangat memberikan pengaruh
terhadap keefektifannya dalam memikul gaya horizontal akibat gempa.
Dalam pemilihan lokasi dinding geser sebagai pemikul gaya horizontal,
ada tiga tambahan aspek yang perlu diperhitungkan yaitu:
1. Untuk tahanan torsi, dinding geser sebanyak-banyaknya ditempatkan
sekeliling bangunan.
2. Semakin besar beban gravitasi yang bekerja pada dinding geser,
semakin sedikit tulangan lentur yang diperlukan, dan gaya semakin
besar disalurkan ke pondasi untuk menahan momen guling.
3. Jika gaya horisontal terpusat pada satu atau dua dinding geser, maka
gaya tersalur ke pondasi semakin besar sehingga ukuran pondasi
semakin besar pula.

35
Adapun Ketentuan untuk Penulangan Dinding Geser :
1. Rasio minimum untuk luas tulangan vertikal terhadap luas bruto beton
haruslah :
0,0012 untuk batang ulir D16 dengan tegangan leleh yang
disyaratkan
> 420 Mpa.
0,0015 untuk batang ulir lainnya.
0,0012 untuk tulangan kawat las < 16 atau D16.
2. Rasio minimum untuk luas tulangan horisontal terhadap luas bruto
beton haruslah :
0,0020 untuk batang ulir D16 dengan tegangan leleh yang
disyaratkan
> 420 Mpa.
0,0025 untuk batang ulir lainnya.
0,0020 untuk jaring kawat baja las (polos atau ulir) < 16 atau
D16.
3. Kuat geser Vc dihitung berdasarkan persamaan 2.38 atau 2.39
berdasarkan SNI 2847:2013, yaitu :

(2.38)

atau
( )
* + (2.39)

Dimana:
h = Tebal dinding geser
lw = Panjang keseluruhan dinding
d = 0,8 lw
fc = Mutu beton
4. Pada dinding dengan ketebalan lebih besar daripada 250 mm, kecuali
dinding ruang bawah tanah, harus dipasang dua lapis tulangan di
masing-masing arah yang sejajar dengan bidang muka dinding dengan
pengaturan sebagai berikut:

36
Satu lapis tulangan yang terdiri dari tidak kurang daripada
setengah dan tidak lebih daripada dua pertiga jumlah total
tulangan yang dibutuhkan pada masing-masing arah, harus
ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak kurang daripada 50
mm dan tidak lebih dari sepertiga ketebalan dinding dari
permukaan luar dinding.
Lapisan lainnya, yang terdiri dari sisa tulangan dalam arah
tersebut diatas, harus ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak
kurang dari 20 mm dan tidak lebih dari sepertiga tebal dinding
dari permukaan dalam dinding.
5. Jarak antara tulangan-tulangan vertikal dan antara tulangan-tulangan
horizontal tidak boleh lebih besar daripada tiga kali ketebalan dinding
dan tidak pula lebih besar daripada 450 mm.
6. Tulangan vertikal tidak perlu diberi tulangan pengikat transversal bila
luas tulangan vertikal tidak lebih besar daripada 0,01 kali luas bruto
penampang beton, atau bila tulangan vertikal tidak dibutuhkan
sebagai tulangan tekan.
7. Pada bukaan berupa jendela, pintu dan yang lainnya, dipasang
minimal dua batang tulangan D16 pada dinding yang mempunyai dua
lapis tulangan dan satu tulangan D16 untuk dinding dengan satu lapis
tulangan pada kedua arah.

2.4 Perencanaan Portal


Menurut SNI 2847:2013 terdapat 3 macam Sistem Rangka Pemikul
Momen, yaitu:
1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB).
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM).
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
Dalam perencanaan tugas akhir ini, digunakan Sistem Rangka Pemikul
Momen Menengah. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah merupakan sistem
rangka ruang yang mana komponen-komponen struktur dan joint-jointnya
menahan gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial, sistem ini pada

37
dasarnya memiliki daktilitas sedang dan dapat digunakan di kategori desain
seisimik A hingga D.

2.4.1 Perencanaan Kolom


2.4.1.1 Kekakuan Kolom
Untuk struktur kolom dengan pengaku maka kekakuan kolom dapat
dianggap sebagai berikut:
c.g
( )
(2.40)

Dimana:
Ec = modulus elastisitas beton.
Ig = momen inersia penampang beton utuh dengan anggapan tak bertulang
dan untuk kolom penampang persegi maka nilai Ig = 1/12 b.h3.
d = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban
d
keseluruhan. ( )
d 1,6

Untuk balok beton bertulang tunggal, pendekatan kekakuan yang aman adalah:
c.g
( )
(2.41)

Dengan mengetahui nilai k dan b, selanjutnya dapat dicari nilai . Dimana


adalah kekakun relatif, yakni rasio dari penjumlahan kekakuan kolom dibagi
panjang kolom terhadap penjumlahan kekakuan balok dibagi dengan panjang
balok, yang dirumuskan sebagai berikut:
( )
(2.42)
( )

Dimana:
Lk = panjang bersih kolom.
Lb = Panjang bersih balok.
Dengan menggunakan Gambar S10.10.1.1 SNI 2847:2013, faktor panjang
efektif kolom (k) dapat ditentukan berdasarkan nilai pada kedua ujung kolom.

38
2.4.1.2 Pembesaran Momen-Rangka Tak Bergoyang
Sesuai dengan ketentuan pada SNI 2847:2013, pengaruh kelangsingan
pada komponen struktur tekan boleh diabaikan pada rangka portal tak bergoyang
apabila dipenuhi kondisi:
k
( ) (2.43)
r

Dimana:
k = faktor panjang efektif komponen tekan
Lu = panjang komponen struktur tekan yang diukur dari sumbu ke sumbu
M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen struktur tekan
M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen struktur tekan.
r = radius girasi suatu penampang komponen struktur tekan, dianggap
sebesar 0,3h untuk penampang persegi.
k
Apabila ( ) maka kolom harus direncanakan dengan
r

memperhitungkan pembesaran momen sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal


12.11. komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban
aksial terfaktor (Pu) dan momen terfaktor yang diperbesar (Mc) yang
didefinisikan sebagai berikut:

m
( ) (2.44)
( )

(2.45)
k.

Bila tidak menggunakan perhitungan yang lebih akurat, EI boleh diambil sebesar:
(( ) )
(2.46)

Atau yang lebih konservatif:

(2.47)

Dimana:
Eo = modulus elastisitas beton (MPa)
Es = modulus elastisitas tulangan (MPa)
Ig = momen inersia tulangan terhadap sumbu pusat penampang.

39
d = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban
keseluruhan.

Untuk komponen struktur tanpa beban transversal di antara tumpuannya harus


diambil sebesar:
(2.48)

Dimana nilai bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan

tunggal. Untuk komponen struktur dengan beban transversal di antara


tumpuannya, Cm harus diambil sama dengan 0,1.
Momen terfaktor M2 tidak boleh diambil lebih kecil dari :
M2,min = Pu . (15,24 + 0,03 h).
Untuk masing-masing sumbu yang dihitung secara terpisah, dimana satuan h
adalah millimeter. Untuk komponen struktur dengan M2min > M2 maka nilai Cm
harus ditentukan sebagai berikut:
Sama dengan 1,0 atau
Berdasarkan pada rasio antara M1 dan M2 yang dihitung

2.4.1.3 Perhitungan Tulangan Longitudinal Kolom


Untuk menentukan tulangan pada kolom dimana ukuran penampang serta
beban aksial dan momen yang bekerja telah diketahui, dapat menggunakan grafik
CUR IV.

Pada sumbu vertikal dinyatakan nilai ( ), nilai ini adalah suatu

besaran yang tak berdimensi, dan ditentukan baik oleh faktor beban yang
dikalikan dengan beban aksial maupun mutu beton serta ukuran penampang.
e
Pada sumbu horisontal dinyatakan nilai ( ) ( ), yang

merupakan suatu besaran yang tak berdimensi. Dimana :

(2.49)
Dalam et, telah dipertimbangkan eksentrisitas. Besaran pada kedua sumbu
dihitung dan ditentukan, kemudian suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang
diperlukan adalah ( = r), dengan bergantung pada mutu beton sesuai dengan

40
yang ditunjukkan pada grafik. Sehingga luas tulangan (As) dapat dihitung
menggunakan persamaan ( s = . b. d).

2.4.1.4 Ketentuan Tulangan Transversal Kolom


Pada kedua ujung kolom, sengkang harus disediakan dengan spasi so,
sepanjang panjang lo diukur dari muka joint. Spasi so tidak boleh melebihi:
a) 8 x diameter batang tulangan longitudinal terkecil
b) 24 x diameter tulangan geser
c) dimensi penampang kolom terkecil
d) 300 mm
Panjang lo tidak boleh kurang dari :
a) 1/6 bentang bersih kolom
b) Dimensi penampang maksimum kolom
c) 450 mm
Sengkang tertutup pertama harus ditempatkan tidak melebihi so /2 dari
muka joint.

2.4.2 Perencanaan Balok


2.4.2.1 Ketentuan Tulangan Longitudinal Balok
Pada ketentuan SRPMM untuk balok disyaratkan kekuatan momen positif
pada muka joint tidak boleh kurang dari sepertiga kekuatan momen negatif yang
disediakan pada muka joint. Baik kekuatan momen negatif atau positif oada
sebarang penampang sepanjang panjang balok dan tidak boleh kurang dari
seperlima kekuatan momen maksimum yang disediakan pada muka salah satu
joint.
2.4.2.2 Ketentuan Tulangan Transversal Balok
Pada kedua ujung balok, sengkang harus disediakan sepanjang panjang
tidak kurang dari 2h diukur dari muka komponen struktur penumpu ke arah
tengah bentang. Sengkang pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm dari
muka komponen struktur penumpu. Spasi sengkang tidak boleh melebihi yang
terkecil dari :
a) d/4

41
b) 8D longitudinal
c) 24 d sengkang
d) 300 mm
Sengkang harus dispasikan tidak lebih dari d/2 sepanjang panjang balok.

2.5 Perencanaan Pondasi


Pondasi merupakan bagian dari struktur berfungsi meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya. Pondasi dapat
direncanakan dengan berbagai tipe pondasi, namun pemilihan tipe pondasi harus
didasarkan atas:
Besarnya beban dan berat bangunan diatasnya
Keadaan tanah di lokasi bangunan yang akan direncanakan
Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.

Tipe pondasi yang digunakan pada perancangan kali ini adalah tipe
pondasi sumuran (caisson). Daya dukung dari pondasi sumuran berdasarkan data
sondir dibagi menjadi dua, yaitu daya dukung ujung pondasi dan daya dukung
kulit (friction).

Gambar 2.8 Daya Dukung Tanah pada Pondasi Sumuran

42
Daya dukung ujung dapat dihitung dengan rumus Mayerhof sebagai
berikut :
Qp = ( ) (2.50)

dimana :
Qp = daya dukung ujung pondasi sumuran (kg)
qc = tahanan ujung (kg/cm2)
B = diameter pondasi sumuran (cm)
H = kedalaman pondasi sumuran (cm)

Daya dukung kulit (friction) dapat dihitung dengan rumus :


Qs = As . Fs (2.51)
dimana :
Qs = daya dukung kulit pondasi sumuran (kg)
As = luas selimut pondasi sumuran (kg)
Fs = 0,012 . qc

Daya dukung pondasi ultimate didapat dengan persamaan :


Qult = Qp + Qs (2.52)

Daya dukung pondasi ijin didapat dengan persamaan :

Qall = (2.53)

dimana :
Qall = kapasitas dukung ijin (kg)
SF = safety factor (diambil 2)

Pada perencanaan pondasi sumuran, perlu dilakukan cek terhadap beban


maksimum yang dapat diterima oleh pondasi dengan rumus :

(2.54)

dimana :
Qmaks = beban maksimum yang diterima oleh pondasi (kg)

43
v = jumlah total beban normal (kg)
Mx = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu x (kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu y (kgm)
n = banyaknya tiang pondasi sumuran
X = absis terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya
Y = ordinat terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya
x2 = jumlah kuadrat jarak ordinat-ordinat pondasi sumuran (m2)
y2 = jumlah kuadrat jarak absis-absis pondasi sumuran (m2)

Pada perencanaan pondasi sumuran, perlu dilakukan cek terhadap


tegangan maksimum yang diterima oleh pondasi dengan rumus :

(2.55)

dimana :
= tegangan yang diterima oleh pondasi (kg/m2)
v = jumlah total beban normal/gaya aksial (kg)
Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
(kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
(kgm)
A = luas bidang pile cap (m2)
lx = momen inersia terhadap sumbu x (m4)
ly = momen inersia terhadap sumbu y (m4)

44

Anda mungkin juga menyukai