TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembebanan
Beban yang bekerja pada struktur dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu beban vertikal dan beban horisontal. Beban vertikal meliputi beban mati dan
beban hidup. Untuk beban horisontal dalam hal ini yaitu berupa beban gempa.
B. Beban hidup
Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat
penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada
lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah. Beban hidup
pada lantai gedung diambil menurut SNI 1727:2013 seperti terlihat pada
Tabel 2.1
6
Tabel 2.1 Beban Hidup Gedung (SNI 1727:2013)
7
8
2.1.2 Beban Horisontal (Beban Gempa)
Beban gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah
dimana struktur tersebut berdiri. Terdapat beberapa metode analisa perhitungan
besarnya beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Secara umum metode
analisa ini terdiri dari:
1. Analisis gempa statik ekuivalen
Metode ini digunakan untuk menganalisa beban gempa pada struktur
beraturan dimana beban yang bekerja merupakan hasil penyederhanaan
dan modifikasi pergerakan tanah. Beban tersebut bekerja pada suatu pusat
massa lantai-lantai struktur gedung.
9
2. Analisa dinamis
Analisa modal
Metode ini dipakai untuk menyelesaikan analisa dinamik suatu
struktur dengan syarat bahwa respon spectrum masih elastis dan
struktur mempunyai standar mode shape.
Analisa respons spectrum
Merupakan suatu analisis dengan menentukan respons dinamik
struktur gedung yang berperilaku elastis penuh terhadap pengaruh
suatu gempa. Metode ini merupakan suatu pendekatan terhadap beban
gempa yang mungkin terjadi. Menurut SNI 1726:2012, respons
spektrum adalah suatu diagram hubungan antara percepatan respons
maksimum suatu sistem satu derajat kebebasan (SDK) akibat gempa
tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman dan waktu getar alami.
Analisa riwayat waktu (time history analysis)
Merupakan suatu analisis dalam menentukan riwayat waktu respons
dinamik struktur gedung yang berperilaku elastik penuh (linier)
maupun elastik-plastis (non-linier) terhadap pergerakan tanah akibat
gempa rencana.
10
Tabel 2.2 Ketidakberaturan Horisontal pada Struktur (SNI 1726:2012)
Penerapan
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan kategori desain
seismik
1a Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada jika D, E, dan F
simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang B, C, D, E, dan F
dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung C, D, E, dan F
C, D, E, dan F
struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali
D, E, dan F
simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua B, C, D, E, dan F
ujung struktur.
Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam pasalpasal
referensi berlaku hanya untuk struktur di mana
diafragmanya kaku atau setengah kaku
1b Ketidakberaturan torsi berlebihan didefinisikan E dan F
ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, D
torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah B, C, dan D
ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari C dan D
C dan D
1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di D
kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan B, C, dan D
torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi berlaku
hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau
setengah kaku.
2 Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan ada D, E, dan F
jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam D, E, dan F
lebih besar dari 15 persen dimensi denah struktur
dalam arah yang ditentukan.
3 Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma D, E, dan F
didefinisikan ada jika terdapat diafragma dengan D, E, dan F
diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak,
termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau
terbuka lebih besar dari 50 persen daerah diafragma
bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan
diafragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu
tingkat ke tingkat selanjutnya.
4 Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap B, C, D,E, dan F
bidang didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitasD, E, dan F
dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran
B, C, D, E, dan F
melintang terhadap bidang elemen vertikal. D, E, dan F
B, C, D, E, dan F
5 Ketidakberaturan sistem nonparalel didefninisikan C, D, E, dan F
ada jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak B, C, D, E, dan F
paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal D, E, dan F
B, C, D, E, dan F
11
utama sistem penahan gaya gempa.
b. Ketidakberaturan vertikal
Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe
ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.3 harus dianggap
mempunyai ketidakberaturan vertikal.Struktur-struktur yang dirancang
untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.3
harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel.
12
4 Diskontinuitas Arah Bidang dalam B, C, D, E, dan F
Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral D, E, dan F
Vertikal didefinisikan ada jika pegeseran arah bidang D, E, dan F
elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang
elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen
penahan di tingkat di bawahnya.
5a Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat E dan F
Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat lateral D, E, dan F
tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral tingkat di
atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total
semua elemen penahan seismik yang berbagi geser
tingkat untuk arah yang ditinjau.
5b Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat D, E, dan F
Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan ada B dan C
jika kuat lateral tingkat kurang dari 65 persen kuat D, E, dan F
lateral tingkat di atasnya. Kuat tingkat adalah kuat total
semua elemen penahan seismik yang berbagi geser
tingkat untuk arah yang ditinjau.
13
Cs = (2.2)
Dimana:
Cs = Koefisien respons seismik
W = Berat seisimk efektif
SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam
rentang perioda pendek
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
Besarnya nilai faktor I, R, dan SDS dapat dilihat pada Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI
1726:2013.
Cs = (2.3)
Dimana:
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda
sebesar 1,0 detik
T = Periode fundamental struktur
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang
dipetakan
Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan
dari persamaan berikut :
Fx = Cvx . V (2.5)
Cvx = (2.6)
14
Dimana:
Cvx = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total
wi dan wx = Bagian berat seisimik efektif total struktur (W) yang
dikenakan pada tingkat i atau x
hi dan hx = Tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur
sebagai berikut : untuk struktur yang mempunyai
perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, 1 k untuk
struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik
atau lebih, 2 k untuk struktur yang mempunyai
perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2
atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara
1 dan 2
15
Periode fundamental maksimal (Tmax) dalam detik, dapat ditentukan dari
persamaan berikut :
Tmax = Cu . Ta (2.8)
Tabel 2.5 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang dihitung (SNI 1726:2012)
Jika salah satu syarat dalam analisa beban statik ekuivalen tidak dapat
dipenuhi maka dalam analisa beban gempa harus menggunakan analisa dinamis
dan salah satunya dengan menggunakan analisa respons spektrum.
Analisa Respon Spektrum
Dalam hal analisis beban gempa, spektrum respon disusun berdasarkan
respon terhadap percepatan tanah (ground acceleration) beberapa rekaman
gempa. Spektrum desain merupakan representasi gerakan tanah (ground motion)
akibat getaran gempa yang pernah terjadi untuk suatu lokasi. Beberapa faktor
pertimbangan untuk pemilihan desain spektrum adalah besar skala gempa, jarak
lokasi ke pusat gempa, mekanisme sesar, jalur rambatan gelombang gempa, dan
kondisi tanah lokal (Chopra, 1995).
Grafik respon spektrum merupakan hasil plot nilai tanggapan/respon
maksimum terhadap fungsi beban tertentu untuk semua sistem derajat kebebasan
tunggal yang memungkinkan. Absis dari grafik tersebut berupa
frekuensi(periode/waktu) dan ordinat berupa nilai respon maksimum (Paz, 1990).
Metode respon spektrum biasa digunakan untuk mengetahui respon
dinamik dari sebuah struktur terhadap gempa sesuai dengan peraturan gempa di
setiap negara yang berbeda-beda. Dalam hal ini, peraturan yang digunakan adalah
SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
16
bangunan gedung dan non gedung, peta zonasi gempa di Indonesia, dan desain
spektra Indonesia.
Dalam SNI 176:2012 terdapat tahapan mendesain spektrum respon dengan
menghitung persamaan-persamaan sesuai dengan periode. Dari parameter
percepatan batuan dasar peiode pendek (Ss) dan parameter percepatan batuan
dasar periode 1 detik (S1), didapat parameter spektrum respon dengan
menggunakan persamaan berikut:
SMS = Fa Ss (2.9)
SM1 = Fv S1 (2.10)
Faktor amplikasi getaran (Fa dan Fv) didapat dari hubungan percepatan batuan
dasar (Ss dan S1) dengan kelas situs. Faktor amplikasi getaran (Fa dan Fv) dihitung
sesuai SNI 1726:2012.
Setelah menghitung parameter spektrum respon, dapat dilakukan
perhitungan parameter percepatan spektral desain dengan persamaan:
SDS = 2/3 SMS (2.11)
SD1 = 2/3 SM1 (2.12)
Dengan menghitung parameter percepatan spektral desain, grafik respon spektrum
dapat dibuat. Grafik respon spektrum adalah hubungan antara periode dan
percepatan respon spektra yang ditunjukkan pada Gambar 2.1
17
dimana:
T0 = (2.13)
Ts = (2.14)
Untuk T < T0
Sa = SDS( ) (2.15)
a S = (2.17)
Hal yang perlu diperhatikan untuk metode analisis respon spektrum adalah
skala input pada SAP2000. Analisis respon spektrum dilakukan dengan input dari
grafik spektrum respon gempa rencana yang nilai ordinatnya dikalikan faktor
koreksi
f = Ie/R (2.18)
dimana
f : faktor skala
Ie :faktor keutamaan gempa
R : koefisien modifikasi respon
Nilai skala faktor dinyatakan dalam percepatan gravitasi bumi (g) yaitu 9,81
m/detik2.
18
2.1.3 Kombinasi pembebanan
Kombinasi pembebanan yang dipakai sesuai dengan Tata Cara
Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013 yaitu:
2.1.3.1 Kekuatan perlu
Kekuatan perlu U harus paling tidak sama dengan pengaruh beban
terfaktor sebagai berikut :
U = 1,4 D
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)
U = 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (1,0 L atau 0,5 W)
U = 1,2 D + 1,0 W + 1,0 L + 0,5 (Lr atau R)
U = 1,2 D + 1,0 E + 1,0 L
U = 0,9 D + 1,0 W
U = 0,9 D + 1,0 E
19
2.2 Perencanaan Pelat Datar
Pelat datar adalah struktur pelat beton bertulang yang langsung ditumpu
oleh kolom tanpa adanya balok sebagai penumpu (Nawy, 1985). Pelat datar
memiliki ciri khusus yaitu tidak adanya balok-balok sepanjang garis kolom dalam,
namun untuk sepanjang garis kolom tepi balok diperbolehkan ada.
Beban gravitasi pada pelat meliputi beban pelat dan balok (bila ada) itu
sendiri yang membentang di antara tumpuan dan kolom atau dinding pendukung
yang membentuk rangka orthogonal, dapat direncanakan dengan metode
perencanaan langsung sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 13.6 atau dengan
metode rangka ekuivalen menurut SNI 2847:2013 pasal 13.7
Metode perencanaan langsung (Direct design method) adalah suatu cara
pendekatan dalam penentuan koefisien momen. Dalam metode ini, analisis
pendistribusian momen lentur total didasarkan atas koefisien momen pada jalur
perencanaan pelat yang telah ditentukan. Momen lentur total kemudian
didistribusikan menjadi momen-momen positif dan negatif menurut koefisien
momen dan pembagian selanjutnya dari momen-momen ini menjadi momen-
momen pada kedua jalur perencanaan yang ditetapkan dalam suatu spesifikasi.
Metode rangka ekuivalen (Equivalen frame method) adalah suatu cara
dimana konstruksi dianggap terdiri dari portal-portal ekuivalen pada jalur
rencana memanjang maupun melintang dan masing-masing portal terdiri dari
deretan kolom-kolom ekuivalen dan jalur-jalur pelat dan balok (bila ada).
Seluruh lebar pelat, yaitu setengah lebar panel pada masing-masing sisi kolom,
dipertimbangkan pada waktu menentukan beban dan kekakuan pelat.
20
2.2.1 Tebal Pelat Minimum
Menurut pasal 9.5.3.3 SNI 2847:2013, tebal pelat minimum dinyatakan
dengan:
1. Untuk m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0
Ketebalan pelat minimum harus memenuhi:
( )
h= (2.19)
( )
Tabel 2.6 Tebal Pelat Minimum Pelat tanpa Balok Interior (SNI 2837:2013)
Tegangan Tanpa penebalan Dengan penebalan
leleh Panel eksterior Panel interior Panel eksterior Panel interior
fy (Mpa) Tanpa Dengan Tanpa Dengan
balok balok balok balok
pinggir pinggir pinggir pinggir
280 ln/33 ln/36 ln/36 ln/36 ln/40 ln/40
420 ln/30 ln/33 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36
520 ln/28 ln/31 ln/31 ln/31 ln/34 ln/34
21
Dimana:
ln = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi
dua arah yang diukur dari muka ke muka tumpuan pada pelat
tanpa balok.
fy = Tegangan leleh baja.
= Rasio dari bentang bersih dalam arah memanjang terhadap
arah memendek dari pelat dua arah.
m = Nilai rata-rata dari rasio kekakuan lentur balok terhadap
kekakuan pelat () untuk semua balok pada tepi pelat. Untuk
pelat tanpa balok, m = 0.
a. Kolom interior
22
1. Beban ultimit
Wu = 1,2 WD + 1,6 WL (2.21)
2. Keliling bidang kritis
b0 = 2(c1 + d + c2 + d) (2.22)
3. Luas permukaan bidang geser
Ac = b0 d (2.23)
4. Nilai terkecil Vc
( ) (2.24)
( ) (2.25)
(2.26)
Dimana:
c = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom.
d = Tinggi efektif pelat.
s = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis.
Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal.
b. Kolom eksterior
23
1. Beban ultimit
Wu = 1,2 WD + 1,6 WL
2. Keliling bidang kritis
b0 = 2(c1 + d + c2 + d)
3. Luas permukaan bidang geser
Ac = b0 d
4. Nilai terkecil Vc
( )
( )
Dimana:
c = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom.
d = Tinggi efektif pelat.
s = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis.
Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal.
Jika nilai terkecil, Vc > Vn maka tidak diperlukan tulangan geser.
Dimana:
b0 = Keliling bidang kritis.
Vu = Gaya geser keliling sisi kolom.
s = 40 untuk kolom interior.
s = 30 untuk kolom eksterior.
s = 30 untuk kolom eksterior sudut.
Dalam perencanaan pelat datar ini direncanakan dengan metode
perencanaan langsung (Direct design method).
24
2.2.3 Metode Perencanaan Langsung
Metode perencanaan langsung merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menganalisis pelat dua arah (dalam hal ini adalah pelat datar),
selain dengan metode portal ekuivalen. Sesuai dengan SNI 2847:2013, maka
sistem pelat yang dapat dianalisis dengan cara perencanaan langsung harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Harus terdapat minimum tiga bentang menerus dalam masing-masing
arah.
2. Panel pelat harus berbentuk persegi dengan rasio perbandingan antara
bentang panjang terhadap bentang pendek diukur antara pusat ke pusat
tumpuan tidak lebih dari 2.
3. Panjang bentang yang bersebelahan, diukur antara pusat ke pusat
tumpuan, dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda dari sepertiga
bentang terpanjang.
4. Pergeseran (offset) kolom maksimum sebesar 10 % dari bentangnya
(dalam arah pergeseran) dari garis-garis yang menghubungkan pusat-
pusat kolom yang berdekatan.
5. Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi
merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup tak terfaktor tidak boleh
melebihi 2 kali beban mati tak terfaktor.
6. Untuk suatu panel pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua
sisinya kekakuan relatif balok dalam dua arah yang tegak lurus.
Dimana:
(2.28)
25
Gambar 2.5 Pembagian Jalur Kolom Dan Jalur Tengah (Theodosos, 2001)
(2.29)
4. Jabarkan momen statik total tersebut ke dalam momen positif pada bagian
tengah bentang dan momen negatif pada titik tumpuan dari lajur pelat yang
ditinjau. Perlu diperhatikan bahwa tumpuan harus direncanakan untuk
menahan salah satu dari dua momen desain negatif yang terbesar, yang
dihasilkan oleh bentang-bentang di sebelah kiri atau kanan tumpuan.
Pada bentang dalam, momen total terfaktor didistribusikan sebagai
berikut:
Momen terfaktor negatif = 0,65
Momen terfaktor positif = 0,35
26
Pada bentang ujung, momen total terfaktor didistribusikan sesuai
dengan tabel berikut:
Tabel 2.8 Momen Terfaktor Negatif Dalam pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)
27
Tabel 2.9 Momen Terfaktor Negatif Luar pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)
(2.30)
( ) (2.31)
28
Tabel 2.10 Momen Terfaktor Positif pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013)
b. Lajur tengah
Lajur tengah adalah suatu lajur rencana yang dibatasi oleh dua lajur
kolom. Momen terfaktor pada lajur tengah:
Bagian dari momen terfaktor negatif dan positif yang tidak dipikul
lajur kolom harus dibagikan secara proporsional pada setengah
lajur tengah yang berada di sebelahnya.
Setiap lajur tengah harus direncanakan mampu memikul jumlah
momen yang diberikan pada kedua setengah lajur yang
bersebelahan.
Lajur tengah yang berdekatan dan sejajar dengan suatu tepi yang
ditumpu oleh dinding harus direncanakan mampu memikul dua
kali momen yang dibagikan pada setengah lajur tengah yang
berdekatan dengan tumpuan dalam pertama.
6. Buat perhitungan dan detail penulangannya, berdasarkan nilai momen
yang diperoleh tadi.
2.2.4 Pelimpahan Momen dan Gaya Geser pada Pertemuan Pelat dan
Kolom
Gaya geser yang merupakan faktor kritis, yang terjadi pada pelat datar
adalah geser pons, dengan kemungkinan terjadi retak diagonal mengikuti
permukaan dari sebuah kerucut yang terpancung atau piramid yang mengelilingi
kolom, kepala kolom, atau panel yang direndahkan.
Analisa geser pons menganggap gaya geser Vu ditahan oleh tegangan-
tegangan geser yang terdistribusi secara seragam di sekeliling penampang kritis
bo. menurut SNI 2847:2013, penampang kritis bo terletak pada jarak tidak kurang
dari d/2 dari perimeter beban terpusat atau daerah reaksi.
29
Menurut SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.1, dalam perencanaan pelat tanpa
balok penumpu diperlukan peninjauan terhadap momen tak berimbang pada muka
kolom penumpu, sehingga apabila beban gravitasi, angin, gempa atau beban
lateral lainnya menyebabkan terjadinya perpindahan momen antara pelat dan
kolom, maka dari sebagian momen yang tak berimbang harus dilimpahkan
sebagai lentur pada keliling kolom dan sebagian menjadi tegangan geser eksentris.
Fraksi u dari momen yang ditransfer oleh eksentrisitas tegangan geser
akan mengecil apabila lebar permukaan bidang kritis yang menahan momen
menjadi besar.
Dimana:
b2 = lebar permukaan bidang penampang kritis kolom interior
= (b2 = c2 + d) untuk kolom interior
= (b2 = c2 + 1/2d) untuk kolom eksterior
b1 = lebar permukaan yang tegak lurus terhadap b2
= (b1 = c1 + d) untuk kolom interior
= (b1 = c1 + 1/2d) untuk kolom eksterior
Bagian lain t dari momen tak seimbang yang ditransfer oleh lentur diberikan oleh
dan bekerja pada sebuah lebar slab efektif antara garis-garis yang (1,5 h) di kedua
sisi tumpuan kolom.
t = 1 - u.
Distribusi tegangan geser di sekitar kolom eksterior dan interior dapat
dilihat dalam Gambar 2.5
30
Dengan memperhatikan gambar di atas tampak bahwa momen yang
dilimpahkan oleh geser bekerja bersama dengan gaya geser Vu di titik pusat
permukaan geser keliling yang berada sejarak d dari sisi kolom, sehingga
didapat nilai-nilai VCD dan VAB sebagai berikut:
(2.32)
dan
(2.33)
(2.34)
Dimana : a = c1 + d
b = c2 + d
( ) (2.35)
Dimana : a = c1 +d
b = c2 +d
Tegangan geser maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh
melebihi ketentuan dari SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.2 yaitu:
a. Untuk komponen struktur tanpa tulangan geser
(2.36)
b. Untuk komponen struktur yang menggunakan tulangan geser
(2.37)
Dan tegangan maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh
melebihi dari: .
31
2.2.5 Penulangan Lentur Pelat
Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal 13.3 memuat tentang persyaratan
penulangan pada pelat yaitu:
1. Luas tulangan pelat pada masing-masing arah dari sistem pelat dua
arah ditentukan dari momen-momen pada penampang kritis tapi tidak
boleh kurang dari apa yang disyaratkan pada SNI 2847:2013 Pasal
7.12.2.1
2. Spasi tulangan pada penampang kritis tidak boleh lebih dari dua kali
tebal pelat kecuali untuk bagian luas pelat konstruksi sel atau berusuk.
Pada bagian pelat yang melintasi ruang sel, tulangan disediakan sesuai
dengan SNI 2847:2013 Pasal 7.12
3. Tulangan momen positif yang tegak lurus terhadap tepi tak menerus
harus menerus ke tepi pelat dan ditanam, dapat dengan kaitan,
minimum sepanjang 150 mm ke dalam balok tepi, kolom atau dinding.
4. Tulangan momen negatif yang tegak lurus tepi tak menerus harus
dibengkokkan, dikait atau diangkur pada balok tepi, kolom atau
dinding dan harus disalurkan pada muka tumpuan menurut ketentuan
pada pasal 14.
5. Bila pelat tidak memiliki balok tepi atau dinding pada tepi tak
menerus, atau pada pelat yang membentuk kantilever pada tumpuan
maka pengangkuran tulangan harus dilakukan di dalam pelat itu
sendiri.
6. Pada sudut eksterior pelat yang ditumpu oleh dinding tepi atau bila
satu atau lebih balok tepi mempunyai nilai f > 1,0 tulangan pelat atas
dan bawah harus disediakan pada sudut eksterior, sebagai berikut :
1) Tulangan sudut pada kedua sisi atas dan bawah pelat harus
cukup untuk menahan momen per satuan lebar sama dengan
momen positif maksimum per satuan lebar pada panel slab.
2) Momen tersebut harus diasumsikan berporos terhadap sumbu
tegak lurus terhadap diagonal dari sudut pada sisi atas pelat dan
berporos terhadap sumbu yang paralel terhadap diagonal dari
sudut pada sisi bawah pelat.
32
3) Tulangan pojok harus disediakan untuk suatu jarak dalam
masing-masing arah dari sudut sama dengan seperlima bentang
yang lebih panjang.
4) Tulangan sudut harus ditempatkan paralel terhadap diagonal
pada sisi atas slab dan tegak lurus terhadap diagonal pada sisi
bawah pelat. Sebagai alternatif, tulangan harus ditempatkan
dalam dua lapis paralel terhadap sisi-sisi pelat pada kedua sisi
atas dan bawah pelat.
7. Bila panel drop (drop panel) setempat untuk mengurangi jumlah
tulangan momen negatif pada bagian pelat datar (flat slab) di daerah
kolom maka dimensi panel drop setempat harus sesuai dengan hal
berikut ini:
1) Menjorok di bawah pelat paling sedikit seperempat tebal pelat
di sebelahnya.
2) Menerus dalam setiap arah dari garis pusat tumpuan dengan
jarak tidak kurang dari seperenam panjang bentang yang diukur
dari pusat ke pusat tumpuan dalam arah tersebut.
8. Detail tulangan pelat tanpa balok:
1) Sebagai tambahan terhadap persyaratan 13.3 pada SNI
2847:2013, tulangan pada pelat tanpa balok harus diteruskan
dengan panjang minimum seperti yang ditunjukkan Gambar 2.7
33
Gambar 2.7 Perpanjangan Minimum untuk Tulangan pada Pelat tanpa Balok
(SNI 2847:2013)
34
6) Pada pelat dengan kepala geser (shearheads) dan pada
konstruksi pelat yang diangkat (lift-slab), bilamana tidak
praktis untuk meneruskan tulangan bawah sebagaimana
ditentukan oleh poin 5 diatas melalui kolom, maka paling
sedikit dua batang tulangan atau kawat bawah terlekat dalam
masing-masing arah harus secara praktis melewati kepala geser
(shearhead) atau gelang (collar) angkat sedekat mungkin ke
kolom dan menerus atau disambung dengan sambungan
lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan mekanis atau las
yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013. Pada kolom
eksterior, tulangan harus diangkur pada kepala geser atau
gelang angkat.
35
Adapun Ketentuan untuk Penulangan Dinding Geser :
1. Rasio minimum untuk luas tulangan vertikal terhadap luas bruto beton
haruslah :
0,0012 untuk batang ulir D16 dengan tegangan leleh yang
disyaratkan
> 420 Mpa.
0,0015 untuk batang ulir lainnya.
0,0012 untuk tulangan kawat las < 16 atau D16.
2. Rasio minimum untuk luas tulangan horisontal terhadap luas bruto
beton haruslah :
0,0020 untuk batang ulir D16 dengan tegangan leleh yang
disyaratkan
> 420 Mpa.
0,0025 untuk batang ulir lainnya.
0,0020 untuk jaring kawat baja las (polos atau ulir) < 16 atau
D16.
3. Kuat geser Vc dihitung berdasarkan persamaan 2.38 atau 2.39
berdasarkan SNI 2847:2013, yaitu :
(2.38)
atau
( )
* + (2.39)
Dimana:
h = Tebal dinding geser
lw = Panjang keseluruhan dinding
d = 0,8 lw
fc = Mutu beton
4. Pada dinding dengan ketebalan lebih besar daripada 250 mm, kecuali
dinding ruang bawah tanah, harus dipasang dua lapis tulangan di
masing-masing arah yang sejajar dengan bidang muka dinding dengan
pengaturan sebagai berikut:
36
Satu lapis tulangan yang terdiri dari tidak kurang daripada
setengah dan tidak lebih daripada dua pertiga jumlah total
tulangan yang dibutuhkan pada masing-masing arah, harus
ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak kurang daripada 50
mm dan tidak lebih dari sepertiga ketebalan dinding dari
permukaan luar dinding.
Lapisan lainnya, yang terdiri dari sisa tulangan dalam arah
tersebut diatas, harus ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak
kurang dari 20 mm dan tidak lebih dari sepertiga tebal dinding
dari permukaan dalam dinding.
5. Jarak antara tulangan-tulangan vertikal dan antara tulangan-tulangan
horizontal tidak boleh lebih besar daripada tiga kali ketebalan dinding
dan tidak pula lebih besar daripada 450 mm.
6. Tulangan vertikal tidak perlu diberi tulangan pengikat transversal bila
luas tulangan vertikal tidak lebih besar daripada 0,01 kali luas bruto
penampang beton, atau bila tulangan vertikal tidak dibutuhkan
sebagai tulangan tekan.
7. Pada bukaan berupa jendela, pintu dan yang lainnya, dipasang
minimal dua batang tulangan D16 pada dinding yang mempunyai dua
lapis tulangan dan satu tulangan D16 untuk dinding dengan satu lapis
tulangan pada kedua arah.
37
dasarnya memiliki daktilitas sedang dan dapat digunakan di kategori desain
seisimik A hingga D.
Dimana:
Ec = modulus elastisitas beton.
Ig = momen inersia penampang beton utuh dengan anggapan tak bertulang
dan untuk kolom penampang persegi maka nilai Ig = 1/12 b.h3.
d = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban
d
keseluruhan. ( )
d 1,6
Untuk balok beton bertulang tunggal, pendekatan kekakuan yang aman adalah:
c.g
( )
(2.41)
Dimana:
Lk = panjang bersih kolom.
Lb = Panjang bersih balok.
Dengan menggunakan Gambar S10.10.1.1 SNI 2847:2013, faktor panjang
efektif kolom (k) dapat ditentukan berdasarkan nilai pada kedua ujung kolom.
38
2.4.1.2 Pembesaran Momen-Rangka Tak Bergoyang
Sesuai dengan ketentuan pada SNI 2847:2013, pengaruh kelangsingan
pada komponen struktur tekan boleh diabaikan pada rangka portal tak bergoyang
apabila dipenuhi kondisi:
k
( ) (2.43)
r
Dimana:
k = faktor panjang efektif komponen tekan
Lu = panjang komponen struktur tekan yang diukur dari sumbu ke sumbu
M1 = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen struktur tekan
M2 = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen struktur tekan.
r = radius girasi suatu penampang komponen struktur tekan, dianggap
sebesar 0,3h untuk penampang persegi.
k
Apabila ( ) maka kolom harus direncanakan dengan
r
m
( ) (2.44)
( )
(2.45)
k.
Bila tidak menggunakan perhitungan yang lebih akurat, EI boleh diambil sebesar:
(( ) )
(2.46)
(2.47)
Dimana:
Eo = modulus elastisitas beton (MPa)
Es = modulus elastisitas tulangan (MPa)
Ig = momen inersia tulangan terhadap sumbu pusat penampang.
39
d = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban
keseluruhan.
besaran yang tak berdimensi, dan ditentukan baik oleh faktor beban yang
dikalikan dengan beban aksial maupun mutu beton serta ukuran penampang.
e
Pada sumbu horisontal dinyatakan nilai ( ) ( ), yang
(2.49)
Dalam et, telah dipertimbangkan eksentrisitas. Besaran pada kedua sumbu
dihitung dan ditentukan, kemudian suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang
diperlukan adalah ( = r), dengan bergantung pada mutu beton sesuai dengan
40
yang ditunjukkan pada grafik. Sehingga luas tulangan (As) dapat dihitung
menggunakan persamaan ( s = . b. d).
41
b) 8D longitudinal
c) 24 d sengkang
d) 300 mm
Sengkang harus dispasikan tidak lebih dari d/2 sepanjang panjang balok.
Tipe pondasi yang digunakan pada perancangan kali ini adalah tipe
pondasi sumuran (caisson). Daya dukung dari pondasi sumuran berdasarkan data
sondir dibagi menjadi dua, yaitu daya dukung ujung pondasi dan daya dukung
kulit (friction).
42
Daya dukung ujung dapat dihitung dengan rumus Mayerhof sebagai
berikut :
Qp = ( ) (2.50)
dimana :
Qp = daya dukung ujung pondasi sumuran (kg)
qc = tahanan ujung (kg/cm2)
B = diameter pondasi sumuran (cm)
H = kedalaman pondasi sumuran (cm)
Qall = (2.53)
dimana :
Qall = kapasitas dukung ijin (kg)
SF = safety factor (diambil 2)
(2.54)
dimana :
Qmaks = beban maksimum yang diterima oleh pondasi (kg)
43
v = jumlah total beban normal (kg)
Mx = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu x (kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu y (kgm)
n = banyaknya tiang pondasi sumuran
X = absis terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya
Y = ordinat terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya
x2 = jumlah kuadrat jarak ordinat-ordinat pondasi sumuran (m2)
y2 = jumlah kuadrat jarak absis-absis pondasi sumuran (m2)
(2.55)
dimana :
= tegangan yang diterima oleh pondasi (kg/m2)
v = jumlah total beban normal/gaya aksial (kg)
Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
(kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
(kgm)
A = luas bidang pile cap (m2)
lx = momen inersia terhadap sumbu x (m4)
ly = momen inersia terhadap sumbu y (m4)
44