SKRIPSI
Oleh:
DANO DESRAN SANAKY
NIM : 2009 21 203
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .. i
LEMBARAN PENGESAHAN . ii
ABSTRAK.. iii
MOTTO... iv
LEMBARAN PERSEMBAHAN.. v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.. 1
B. Rumusan Masalah.... 8
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Kegunaan Penelitian..... 9
E. Kerangka Konseptual.................... 10
F. Metode Penelitian. 13
G. SistematikaPenulisan... 17
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 55
B. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Disebut republik dan
kemerdekaan, penuh diliputi oleh sejarah kerajaan-kerajaan besar dan kecil diseluruh wilayah
Nusantara. Namun sejak Bangsa Indonesia merdeka dan membentuk Negara Modern yang
diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945, bentuk pemerintahan yang dipilih adalah
Republik. Oleh karena itu, falsafah dan kultur politik yang bersifat kerajaanyang didasarkan atas
sistem feodalisme dan paternalisme tidaklah dikehendaki oleh Bangsa Indonesia modern.
Dalam konstitusi ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat),
pengakuan terhadap supremasi hukum dan konstitusi. Dianutnya prinsip pemisahan dan
pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adanya jaminan Hak Asasi Manusia dalam UUD NRI
Tahun 1945, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan
setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap
1[1] Jimly Asshiddiqie., Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Hal. 57
2[2] SF Marbun dan mahfud MD.,Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000,
Hal. 51
penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Dalam paham negara hukum yang
Oleh karena itu harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan
menurut prinsip-prinsip demokrasi.4[4] Karena prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum
itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat.5[5] UUD NRI 1945 Pasal 1 Ayat (2)
menyatakan bahwa Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.6[6] Kedaulatan sendiri berarti kekuasaan tertinggi dalam suatu negara dan itu
berarti rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi di Indonesia. Dengan menyandang prinsip
kedaulatan rakyat inilah yang mengantarkan Indonesia menganut sistem demokrasi sebagai
metode awal penyelenggaraan negara. Dalam sistem demokrasi haruslah dijamin bahwa rakyat
terlibat penuh dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan dan melakukan pengawasan serta
Sehingga dalam Negara demokrasi modern hanya dapat dilakukan melalui sistem
kedaulatan rakyat yang bertindak untuk dan atas nama rakyat. Dalam hal ini anggota DPR tidak
sekedar mencerminkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat, namun lebih dari itu, yakni
4[4] Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007. Hal. 150
7[7] Jimly Asshiddiqie, Partai Politik dan Pemilihan Umum sebagai Instrumen demokrasi, Jurnal
Konstitusi, Volume 3 Nomor 4, Desember 2006, Hal. 6
anggota DPR memiliki ikatan emosional untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang
diwakilinya, dalam hal ini telah terbentuk ikatan psikologis antara wakil rakyat dan rakyat.8[8]
DPR sebagai bagian dari lembaga perwakilan rakyat yang hadir dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia merupakan perwujudan dari pelaksanaan amanat UUD NRI 1945.
Selanjutnya untuk dapat diangkat menjadi anggota DPR, seseorang harus dipilih melalui suatu
pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang
dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun sekali sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19
Ayat (1) junto Pasal 22E Ayat (1) (2) UUD NRI 1945.9[9]
Dalam prakteknya untuk memilih anggota DPR, Partai Politik diletakan sebagai peserta
dalam suatu pemilihan umum yang memilih anggota DPR.10[10] ;proposisi ini secara tegas
dinyatakan dalam Pasal 22E Ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa Peserta pemilihan
umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah Partai Politik.11[11] Pasal tersebut menunjukan bahwa penempatan
seorang anggota DPR adalah merupakan pemberian mandat dari sebuah partai politik, dengan
kata laintanpa partai politik mustahil seseorang dapat menjadi anggota DPR, selain itu setiap
anggota DPR tergabung dalam fraksi yang merupakan representasi dari keberadaan partai
politim di DPR. Sehingga terdapat konteks pertanggung jawaban antar keduanya. Di satu sisi
anggota DPr bertanggung jawab atas penegakkan AD/ART partai politik dan di sisi lainnya
partai politik memiliki tanggung jawab untuk melakukan kontrol terhadap kinerja para
8[8] Josef M. Monteiro, Lembaga-Lembaga Negara Setelah Amandemen UUD 1945, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta,2014. Hal 13
10[10] Janedjri M. Gafar, Demokrasi Konstitusional, Jakarta, Konstitusi Press, Oktober 2012. Hal 128
Dalam UUD NRI 1945 Pasal 22B menyatakan bahwa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-
undang.13[13] Inilah yang menjadi dasar dalam pengaturan hak recall partai politik yang
selanjutnya diatur dalam Pasal 239 Ayat (1) dan (2) Huruf (d), (e) dan (g) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,14[14] yang sebelumnya
diatur dalam Pasal 213 Ayat (1) dan (2) UU. No. 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.15[15] Hak Recall juga diatur dalam Pasal 16 Ayat (1), (2)
dan (3) UU. No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.16[16] Hak Recall secara terminolgi dapat
diartikan sebagai suatu proses penarikan kembali atau penggantian anggota DPR oleh induk
Konstruksi hukum antara partai politik, DPR dan anggota DPR yang seperti itu
menimbulkan persoalan lebih lanjut, yakni apakah keanggotaan seseorang sebagai anggota DPR
14[14] Lihat Pasal 239 Ayat (1) dan (2) Huruf (d),(e) dan (g) UU no. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,
DPD dan DPRD
15[15] Lihat Pasal 213 Ayat (1) dan (2) UU No. 27 tahun 2009 tentang Susunan dan kedudukan MPR,
DPR, DPD dan DPRD
16[16] Lihat Pasal 16 Ayat (1), (2) dan (3) UU. No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
17[17] BN. Marbun, SH. Kamus Politik Edisi Keempat Diiperbahrui Dan Dilengkapi Pengarang
merupakan kewenangan mutlak dari partai politik yang notabene merupakan peserta pemilihan
umum ataukah masing-masing anggota DPR memiliki kemandirian yang terlepas dari partai
politiknya ? dan apakah seorang anggota DPR dapat ditarik (Recall) begitu saja oleh partai
Hak Recall Partai Politik merupakan hal yang urgen sebagai bagian dari mekanisme
kontrol partai poltik terhadap kadernya, namun dalam praktiknya recall yang dilakukan partai
politik lebih sebagai upaya untuk menyingkirkan mereka yang dianggap kritis dan menentang
kebijakan partai poltik. Sebut saja misalnya recall yang pernah dilakukan terhadap Lily Chodijah
Wahid. Lily Wahid direcall karena sikapnya yang yang memilih berbeda dengan kebijakan
fraksinya yaitu Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang mendukung pemerintah, yakni menerima
Hasil Kerja Pansus terkait Kasus Century untuk diteruskan kepada lembaga Penegak Hukum.
Lily Wahid merupakan satu-satunya anggota DPR adri Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang
pada saat itu memilih opsi C yaitu opsi yang menyatakan adanya permasalahan hukum dalam
Sebagaimana yang telah terjadi pada Lily Chodijah Wahid seperti yang tersebut diatas,
jelas terlihat bahwa ada pembatasan hak oleh partai politik terhadap anggotanya di parlemen.
Pembatasan hak tersebut oleh partai politik didasarkan pada Pasal 16 Ayat (1), (2) dan (3) UU.
No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik dan Pasal 239 Ayat (1) dan (2) Huruf (d), (e) dan (g)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang salah satu
poinnya menjelaskan bahwa anggota DPR dapat diberhentikan antar waktu (biasa disebut Recall)
yang intinya adalah karena melanggar AD dan ART Partai Politik yang tentunya nuansanya
bersifat politis. dalam kasus inilah terlihat jelas bahwa ada konflik norma yang terjadi. Yaitu
18[18] M. Hadi Subhan, SH., MH, Recall : Antara Hak Partai Politik dan Hak Berpolitik Anggota Partai
Politik, Jurnal Konstitusi, Volume 3 nomor 4, Desember 2006. Hal 31
antara Pasal 16 Ayat (1), (2) dan (3) UU. No. 2 tahun 2011 tentang Partai Politik dan Pasal 239
Ayat (1) dan (2) Huruf (d) (g) UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
dengan Pasal 28D (1), (2) dan (3), 28E (3), 28G (1) dan 28I (1) UUD NRI 1945 yang terkait
Persoalan inilah yang bagi penulis menarik untuk diteliti, mengingat Indonesia adalah
salah satu negara demokrasi yang mengangkat rakyat setinggi-tingginya seperti yang tersebut
dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI 194519[19] dan bangsa Indonesia juga sangat menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia, yang hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pengaturan mengenai
Hak Asasi Manusia dalam UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yakni
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang akan dirumuskan dalam
Apakah Hak Recall Partai Politik di Indonesia sesuai dengan Hak Asasi Manusia ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan
1. Penelitian ini secara umum bertujuan memberikan gambaran dan pemahaman mengenai hak
recall partai politik terhadap keanggotaan anggota DPR di Parlemen serta mengkritisi norma-
2. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu hukum
khususnya di bidang Hukum Tata Negara terkait dengan Hak Recall Partai politik di Indonesia
2. Kegunaan Praktis
a. penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah dalam hal memberikan sumbangsi pemikiran
akademis sebagai sarana pengsosialisasian mengenai Hak Recall Parati Politik terhadap
E. Kerangka Konseptual
1. Konsep Recall
Menurut BN. Marbun, Recall adalah suatu hak untuk mengganti anggota DPR oleh
induk organisasinya.21[21] Bintan R. Saragih, mengartikan recall adalah hak suatu organisasi
sosial politik yang mempunyai wakil di MPR, DPR, dan DPRD untuk mengganti wakil-wakilnya
di lembaga perwakilan sebelum yang bersangkutan habis masa keanggotaannya, dengan terlebih
21[21] BN. Marbun, 1996, Kamus Politik, Sinar Harapan, Jakarta, Hal. 43
dahulu bermusyawarah dengan pimpinan lembaga perwakilan tersebut.22[22] Adapun Mahfud
MD seperti yang dikutip oleh Nimatul Huda, mengartgikan recall adalah hak untuk mengganti
2. Konsep Demokrasi
Demokrasi berarti pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat yang dijelmakan kedalam
sebuah lembaga. Lembaga tersebut terdiri atas orang-orang yang dipilih oleh dan untuk mewakili
kepentingan rakyat.24[24] Kata demokrasi telah mengalami perkembangan. Hal ini terbukti
bahwa, rakyat (demos) menurut paham demokrasi kuno sudah tidak sesuai lagi dengan rakyat
Dalam paham demokrasi kuno istilah rakyat dimaksudkan sebagai segolongan penduduk
negara yang tergolong orang-orang merdeka. Adapun mereka yang dianggap budak dipandang
tidak memiliki hak apapun. Mereka dianggap sebagai benda mati. Dengan demikian, demokrasi
menurut paham kuno merupakan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya terletak ditangan
sekelompok orang yang dipandang penting dalam masyarakat, baik karena keturunan,
pendidikan, maupun kekayaan. Paham ini telah dipraktikan pada masa pemerintahan Yunani
Kuno.26[26]
22[22] Bintan R. Saragih, Peranan DPR-GR Periode 1965-1971 dalam menegakkan kehidupan
ketatanegaraan yang konstitusional berdasarkan UUD 1945, disertasi , Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran, Bandung, 1992, Hal 323.
23[23] Nimatul Huda, Hukum Tata Negara, Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hal. 462
24[24] Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, Hal 159
25[25] Sri Soemantri dan Bintan R. Seragih, Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik
Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, Hal 72.
26[26] Ibid
Dalam paham demokrasi modern, demokrasi memiliki ciri utama, yakni mengakui
pendapat rakyat dalam pemerintahan melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam lembaga
Maksud dan tujuan sejati demokrasi dikemukakan pericles seperti yang dikutip oleh
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim sebagai realisasi kemerdekaan dan persamaan martabat
yang prinsipil dari warga negara.28[28] Didalam negara demokrasi tidak seorang pun yang
dianggap lebih rendah dari yang lain karena keturunannya.29[29] Martabat dan fungsi orang
akan dihargai sesuai dengan kecakapannya mengurus soal-soal kepentingan umum. Setiap orang
diberi kesempatan untuk menjalani hidup sesuai dengan kemauannya sendiri, tetapi tunduk dan
Teori trias politica dari montesquieu seperti yang dikutip oleh Jazim Hamidi, menyertai
perkembangan demokrasi selanjutnya sehingga kekuasaan tidak tertumpuk pada satu tangan.
Dengan demikian, akan terjadi pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan
yudikatif.31[31]
nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, yang disebut sebagai partai politik adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara indonesia secara sukarela
28[28] Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1988, Hal. 62
29[29] Ibid
30[30] Ibid
31[31] Jazim Hamidi, Teori Dan politik Hukum Tata Negara, Total Media, Yogyakarta, 2009, Hal. 54
atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan
seperti yang dikutip oleh ichlasul Amal, Political Party Created democracy, partai politiklah
yang membentuk demokrasi, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu, partai politik merupakan pilar
atau tiang yang perlu dan bahkan sangat penting untuk diperkuat derajat perlembagaannya (The
perlembagaan partai politik itu sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik
suatu negara.33[33]
Namun, disamping pandangan positif mengenai partai politik banyak juga pandangan
kritis dan skeptis terhadap partai politik. Yang paling serius diantaranya menyatakan bahwa
partai politik sebenarnya tidak lebih daripada sekedar kendaraan politik bagi sekelompok elit
politik yang berkuasa dan sekedar sarana bagi mereka untuk mencapai kekuasaan. Partai politik
hanya berfungsi sebagai alat bagi segelintir orang yang kebetulan beruntung dan berhasil
memenangkan suara rakyat yang mudah dikelabui melalui pemilihan umum. Untuk memaksakan
Bahkan menurut Robert Michels seperti yang dikutip oleh ichlasul Amal, partai politik seperti
33[33] Ichlasul Amal , Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Tiara wacana, Yogyakarta, 1998, Hal 28
35[35] Ibid
Perkembangan hak recall secara historis diatur dalam UU. No. 10 Tahun 1966 dimana
terkandung maksud politis yang sangat kental dalam mengimplementasikan Undang-Undang ini,
yakni untuk menyingkirkan anggota-anggota parlemen yang masih setia kepada Soekarno.
Secara filosofis, regulasi ini jelas menabrak Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 yang
berkedudukan sebagai nilai positif yang tertinggi. Ketika masa orde baru berakhir, dan masuk
pada masa reformasi, hak recall kemabli diorbitkan pada UU. No. 23 Tahun 2009.
Hak recall atau penggantian antar waktu dapat dilakukan partai politik terhadap para
anggotanya yang duduk sebagai anggota parlemen, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Hak
recall sendiri tidak lepas dari eksistensi partai politik. Keberadaan partai politik merupakan salah
satu dari bentuk perlembagaan sebagai wujud ekspresi ide, pikiran, pandangan, dan keyakinan
bebas dalam masyarakat demokratis. Karena itu, keberadaan partai politik berkaitan erat dengan
Prinsip-prinsip diatas diakui dan dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945 secara eksplisit
diatur dalam Pasal 28E Ayat (3) yang berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
dilakukan adalah dengan bagaimana melihat aturan hukum positif yang berlaku di Indonesia
36[36] Lihat Pasal 28E Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945
37[37] Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1992, Hal. 201
yang memiliki hubungan dengan hak recall partai politik dan selanjutnya lebih mendalam
2. Tipe penelitian
Tipe penelitian ini bersifat Perspektif Analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk
memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang
ada.38[38] Dengan berpatokan pada konsep dan teori yang ada pada data pustaka kemudian
3. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan
informasi dan bahan yang jelas mengenai permasalahan dan isu yang sedang dikaji. Pendekatan-
4. Bahan Hukum
Di dalam metode penelitian hukum, terdapat 3 macam bahan pustaka yang digunakan
penulis yakni :
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari peraturan perundang-undangan
dan yurisprudensi.40[40]
38[38] Peter Mahmud Marjuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2005, Hal. 35
Bahan hukum sekunder, yaitu seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan
hukum.41[41]
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum
lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Bahan hukum yang
telah terkumpul dari studi dokumen dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang akan
dibahas. Bahan hukum tersebut kemudian ditafsirkan dan dianalisis guna mendapatkan kejelasan
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis akan melakukan penulisan yang keseluruhan pembahasannya
BAB I Pendahuluan, pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
41[41] Soejono Soekanto dan Sri Memuji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali
Pers, jakarta, 2006, hal. 13
BAB II Tinjauan Pustaka, pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang Pengaturan Hak recall
dalam Sistem Hukum Indonesia dan Hak Recall dalam Konsep Hak Asasi manusia .
BAB III Merupakan Hasil dan Pembahasan, yang akan menguraikan Parameter pengaturan Hak Recall
dan Implementasi Hak Recall Partai politik terhadap keanggotaan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.