Anda di halaman 1dari 14

Nama: Rita Nurjanah

Nim: 2014031111

PERPAJAKAN 1

1. Mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya


UU KUP Pasal (1) ;
"Setiap WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, atau tempat
kedudukan WP dan kepadanya diberikan NPWP".

1. WP O.P yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas


2. WP O.P yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, tapi
penghasilan 1 (satu) bulan jika disetahunkan lebih dari PTKP
3. WP Badan

UU KUP Pasal (2) ;


"Setiap WP sebagai pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan
perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP".

1. WP O.P yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang memenuhi ketentuan
sebagai PKP
2. WP Badan yang memenuhi sebagai PKP
3. WP sebagai Pengusaha Kecil yang memilih untuk menjadi PKP
4. WP sebagai Pengusaha Kecil yang tidak memilih menjadi PKP tapi dalam suatu masa
pajak dalam satu tahun buku total peredaran bruto melampaui batasan yang telah
ditetapkan sebagai PKP.

Contoh:

Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


1. Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan
usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
2. Pengusah orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda
dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, juga wajib
mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.
3. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan
pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
4. Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai
dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah
melampaui batas yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

Tempat Pendaftaran Wajib Pajak Tertentu dan Pelaporan Bagi Pengusaha Tertentu
1. Seluruh WP BUMN (Badan Usah Milik Negara) da WP BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
di wilayah DKI Jakarta, di KPP BUMN Jakarta;
2. WP PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak go public, di KPP PMA kecuali yang telah
terdaftar di KPP lama dan WP PMA di kawasan berikat dengan permohonan diberikan
kemudahan mendaftar di KPP setempat;
3. WP Badan dan Orang Asing (Badora), di KPP Badora;
4. WP go public, di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali WP BUMN/BUMD
serta WP PMA yang berkedudukan di kawasan berikat;

2. Pembukuan dan Pencatatan Bagi Wajib Pajak


Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran
atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.

Contoh:

Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan


1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari
Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar
delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

3. Pelaporan Pajak
Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah media pelaporan pajak yang sudah Anda bayarkan.
Walaupun istilah yang dipakai adalah surat, kenyataanya SPT berbentuk semacam
formulir. Formulir SPT memiliki bentuk baku yang tidak boleh dimodifikasi baik ukuran
maupun formatnya.
Formulir SPT diisi sesuai dengan kolom-kolom yang sudah disediakan, Anda tidak perlu
menambah atau mengurangi kolom yang sudah ada. Anda tidak perlu mengisi semua
kolom yang disediakn. Cukup isi kolom yang Anda butuhkan saja.
Formulir SPT terdiri atas dua formulir yaitu Formulir SPT Masa dan Formulir SPT Tahunan.
Keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Dan bentuk formatnya pun sama sekali tidak
sama.

Contoh:

CV Adem Ayem adalah wajib pajak yang yang sudah beroperasi komersial sejak tahun
2011, omzet pada tahun pajak sebelumnya yaitu tahun 2013 omzetnya dibawah 4.8
milyar, sehingga pada tahun pajak 2014 CV Adem Ayem ini menggunakan PP no 46 tahun
2013 sebagai dasar untuk menghitung pajak penghasilannya yaitu membayar pajak
penghasilan setiap bulan yang bersifat final sebesar 1 % dari omzet setiap bulan.

Bahan yang wajib di siapkan untuk pelaporan spt tahunan badan adalah laporan keuangan
( lap rugi laba dan neraca ) dan penyusutan.

laporan laba rugi cv adem ayem


Laporan neraca CV adem ayem

laporan penyusutan fiskal cv adem ayem

laporan rincian jumlah penghasilan dan pembayaran pph final pp 46/2013 per masa pajak
dari masing-masing tempat usaha.
Dengan data data di atas, tolong di bantu cv adem ayem untuk membuat spt tahunan
tahun pajak 2014.

Jawab :

Pertama silahkan dowload file excel di akhir tulisan ini, yg berisi formulir spt tahunan
badan 1771, kemudian isikan terlebih dahulu daftar peredaran bruto selama tahun 2014 (
wp wajib pp 46 1%), kemudian isikan nilai peredaran bruto dan pajak penghasilan yang
telah dibayar tadi ke lampiran 1771 IV.
Kedua isikan di lampiran 1771 I dan 1771 II dengan data dari laporan keuangan wp (
neraca dan rugi laba) ,

4. Pembayaran pajak.
Dalam sistem self assessment wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakan ke kantor pelayanan pajak atau
kantor penyuluhan pajak. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan surat
setoran pajak (ssp) dan untuk pelaporan menggunakan surat pemberitahuan (sp).

Contoh:

1. Cara pembayaran Melalui Teller Bank:

1) Wajib Pajak (WP) mendatangi teller Bank dengan membawa:

a. Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi secara lengkap dan benar atau data yang
lengkap dan benar tentang :

Nomor Pokok Wajib Pajak.

Kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP) sesuai dengan jenis pajak yang akan
dibayar, sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP.

Kode Jenis Setoran (KJS) sesuai dengan jenis setoran pajak yang akan dibayar,
sebagaimana diatur dalam Buku Petunjuk Pengisian SSP (pada kolom pertama
tabel MAP yang bersangkutan).

Nomor ketetapan sebagaimana tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, atau STP yang
akan dibayar ( hanya diisi apabila pembayaran dilakukan untuk melunasi SKPKB,
SKPKBT, atau STP).

Masa Pajak, yang menunjukkan periode kewajiban pajak yang akan dibayar,
misalnya masa Agustus tahun 2002 diisi dengan 08-2002. Apabila membayar PPh
Pasal 29 tahunan, setelah kode jenis setoran diisi dengan 200 maka bulan dalam
masa pajak akan terisi 00 sehingga WP hanya tinggal mengisi empat digit tahun
pajak.

b. Alat Pembayaran senilai Pajak yang akan dibayarkan.

2) WP menyampaikan SSP yang telah diisi secara lengkap dan benar atau Data yang
lengkap dan benar serta alat pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a
dan b diatas kepada Teller Bank Persepsi/Devisa Persepsi Online.

3) WP menjawab kebenaran identitas WP tentang Nama WP dan Alamat WP.

4) WP menerima Kembali SSP yang telah disahkan dengan tanda tangan petugas teller
dan cap Bank serta diberi Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan atau Nomor
Transaksi Bank (NTB), dan atau SSP yang dicetak oleh Bank yang telah diberi NTPP dan
atau NTB dari Teller.

5) WP memeriksa kebenaran SSP yang diterima dari Teller.

6) WP melaporkan SSP ke KPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Pemeriksaan pajak
merupakan bagian tak terpisahkan (built-in) dengan sistem self assessment yang dianut
dalam sistem perpajakan di Indonesia. Pemeriksaan pajak dilakukan dalam rangka
pengawasan (control) kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Tanpa pengawasan,
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya cenderung menghindari bayar
pajak. Bahkan banyak juga Wajib Pajak yang menghindari bayar pajak dengan cara yang
tidak benar seperti menurunkan omset, atau menambah biaya yang pada akhirnya
menghilangkan keuntungan fiskal atau meminimalkan penghasilan kena pajak.

Contoh:

Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari Pengusaha Kena Pajak
lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan faktur
pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usahanya, seperti pengeluaran untuk kegiatan
produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, dan sebagian lainnya tidak mempunyai
hubungan langsung. Seluruh faktur pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh
Pengusaha Kena Pajak pembeli.

Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena Pajak tidak mengungkapkan rincian
penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas
pengkreditan Pajak Masukan tersebut oleh fiskus, sebagai akibatnya Pajak Pertambahan
Nilai yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah itu diketahui adanya
data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan
tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.

6. Penetapan dan Ketetapan Pajak


Penetapan Pajak

Pada prinsipnya, setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan
pada adanya surat ketetapan pajak. Artinya, pajak terutang pada saat timbulnya objek
pajak yang dapat dikenai pajak (ajaran materiil) bukan karena terbitnya ketetapan pajak
(ajaran formil).

Berdasarkan UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan


surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang
disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, maka Direktur
Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Direktur Jenderak Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP untuk
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau
diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau informasi yang menunjukkan adanya
kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak (Pasal 14 PP 80 Tahun 2007).

Direktur Jenderal Pajak juga dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP untuk
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan
NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah penghapusan NPWP WP atau
pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan
adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi WP.

SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil,
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Contoh:

Contoh 1 Pajak Penghasilan


1. Wajib Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar Rp
80.000.00.
2. Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut.
a. Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000
b. Kredit pajak, yaitu:
1) Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000
2) Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000
3) Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar dengan perhitungan sebagai berikut.
a. Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000
b. Kredit Pajak, yaitu:
1) Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000
2) Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000
3) Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000(+)
Rp 150.000.000
c. Jumlah pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak Rp 80.000.000 (-)
d. Jumlah pajak yang dapat dikreditkan Rp 70.000.000(-)
Pajak yang tidak/kurang bayar Rp 30.000.000
Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% Rp 30.000.000(+)
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000

7. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK (RESTITUSI)


Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak
punya hutang pajak lain.

Contoh:

Pengembalian atas seluruh atau sebagian Bea Masuk dapat diberikan karena adanya
kelebihan pembayaran meliputi
Kelebihan pembayaran karena penetapan tarif Bea Masuk atau Nilai Pabean oleh :
Pejabat Bea Cukai
Dirjen Bea Cukai
Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena kesalahan Tata Usaha
Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat Putusan Lembaga Banding
Pengembalian Bea Masuk dapat diberikan terhadap barang impor yang oleh sebab
tertentu harus dire-ekspor atau dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea Cukai.
Pengembalian dapat juga diberikan terhadap barang impor yang sebelum mendapat
persetujuan impor untuk dipakai ternyata ,Kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil
dari yang telah dibayar Bea Masuknya ,Cacat ,Bukan barang yang dipesan ,atau berkualitas
lebih rendah. Pengembalian seluruh atau sebagian Denda Administrasi dan bunga yang
telah dibayar, akibat pelanggaran terhadap Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang
Kepabeanan
II. PERSYARATAN PENGEMBALIAN
Setoran Bea Masuk, Denda Administrasi, dan atau bunga yang dimintakan
pengembaliannya, telah benar-benar diterima oleh KPKN
Importir yang berhak mendapatkan pengembalian tidak mempunyai hutang kepada DJBC
III. TATACARA MENDAPATKAN RESTITUSI
Kewajiban Importir :
Importir mengajukan permohonan dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan
kepada Kepala Kantor tempat penyelesaian kewajiban pabean, dengan dilampiri :
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ,SSBC/BPBC, dan dokumen-dokumen lainnya yang
mendukung pengembalian
Formulir permohonan pengembalian tersebut memuat, antara lain :
Nama, NPWP, dan alamat pemohon , Nama dan jumlah barang impor yang dimintakan
pengembalian , Dokumen PIB/PIBT ,Perincian jenis penerimaan yang dimintakan
pengembalian , Alasan permohonan pengembalian
Kewajiban Kantor Pabean :
Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap :
Kelengkapan dokumen , Kebenaran nama yang berhak mendapatkan
pengembalian ,Kebenaran dasar pemberian pengembalian ,Ada tidaknya tunggakan
hutang kepada DJBC . Jika kedapatan sesuai, Kepala Kantor Pabean akan menerbitkan
Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pengembalian Bea Masuk (SKPBM)
Selanjutnya SKPBM ditandatangani oleh Kepala Kantor Pabean/pejabat yang ditunjuk a.n.
Menteri Keuangan . Atas dasar SKPBM, kepala Kantor Pabean/Pejabat yang ditunjuk
menerbitkan Surat Persetujuan Membayar Kembali Bea Masuk (SPMKBM)
SPMKBM ditandatangani a.n. Menteri keuangan dengan menunjuk Bank Devisa Persepsi
tempat penunaian SPMKBM tersebut.
Berdasarkan SPMKBM lembar ke-1, importir yang berhak mendapatkan pengembalian
segera menghubungi Bank Devisa Persepsi yang ditunjuk untuk menunaikan SPMKBM
tersebut.
IV. JANGKA WAKTU
Jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian diselesaikan selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari sejak diterimanya Surat permohonan pengembalian tersebut dalam
keadaan lengkap

8. Penagihan Pajak
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang no. 19 tahun
1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku
tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-undang no. 19
tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Penagihan pajak adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita
pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi
seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

Definisi penagihan pajak menurut Soemitro (1996:17), yaitu Penagihan pajak adalah
perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi
ketentuan Undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.

Definisi lain menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan
agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat
paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan
dan menjual barang yang telah disita.

Sedangkan Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggungjawab
atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajakmenurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatakan Lelang, Jasa Penilai, dan
biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

Pejabat adalah orang yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak,
menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah
Melakukan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, dan surat lain yang
diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak.

Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan pajak aktif dan
penagihan pajak asif. Penagihan pajak pasif dilakukan melalui surat tagihan pajak atau
surat ketetapan pajak. Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dilakukan dengan surat
aksab diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000

a. Penagihan Pajak Pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakna Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi
lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh
tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan
surat teguran.

b. Penagihan Pajak Aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam
upaya penagihan pajak ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat
tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita, dan
dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Contoh:

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukamulih menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Nomor 000010/207/08/622/09 tanggal 20 Nopember 2009 dengan nilai
Rp350.000.000,00. Atas nilai SKPKB tersebut keseluruhannya tidak disetujui oleh Wajib
Pajak dan oleh Wajib Pajak padatanggal 15 Januari 2010 diajukan upaya hukum berupa
keberatan. Pada bulan Februari 2009 terdapat informasi bahwa Wajib Pajak akan
membubarkan usahanya.

a. atas SKPKB tersebut, upaya apa yang dapat dilakukan KPP untuk mengamankan
target penerimaan perpajakan?

b. resiko-resiko apa yang dapat timbul terkait dengan permasalahan diatas, dan
menurut Saudara bagaimana meminimalisir resiko-resiko tersebut?

PENYELESAIAN KASUS :

Berdasarkan pasal 6 UU PPSP, meskipun pajak yang tercantum dalam dasar


penagihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 UU KUP yang dalam hal ini SK
Keberatan (Karena WP mengajukan keberatan) belum jatuh tempo berdasarkan pasal 26
ayat (7), tetapi terhadap wajib pajak tersebut dapat diterbitkan Surat Penagihan Seketika
dan Sekaligus sesuai dengan pasal 14 PMK-24/PMK.03/2008 dengan kondisi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf (d) UU PPSP, yakni WP akan
melakukan pembubaran badan usaha. Atas dasar SPPSS tersebut, KPP dapat langsung
menerbitkan Surat Paksa (Pasal 8 UU PPSP) untuk mengamankan target penerimaan
negara.

9. Sengketa Pajak
Menurut Ketentuan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan Pajak, yang dimaksud dengan sengketa pajak adalah sengketa yang timbul
dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau
gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan
Pajak dengan surat paksa.

Sengketa pajak terjadi karena adanya ketidaksamaan persepsi atau perbedaan pendapat
antara wajib pajak (WP) dengan petugas pajak mengenai penetapan pajak terutang yang
diterbitkan atau adanya tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
(Dirjend) Pajak. Pengertian sengketa pajak umumnya diawali dari diterbitkannya surat
ketetapan pajak atau diterbitkannya surat tindakan penagihan pajak. Surat ketetapan
pajak yang dimaksud meliputi SKPKB, SKPBT, SKPLB dan SKPN. Selain itu, sengketa juga
bisa timbul karena adanya pemotongan atau pemungutan yang dilakukan oleh pihak
ketiga berdasarkan ketentuan UU.

Contoh:

. KASUS PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

Contoh Kasus Keberatan :


PT. Abidin tahun 2008 dilakukan pemeriksaan dan telah diterbitkan ketetatapan pajak
yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yaitu sebesar Rp. 1000.000.000 dan
setelah melakukan pembahasan Akhir PT. Abidin setuju membayar sebesar (telah dilunasi
dengan SSP) Rp. 200.000.000 dan sisa yang diajukan keberatan sebesar Rp. 800.000.000 ke
Direktorat Jendral Pajak dan mengabulkan keberatan sebagian dan dikenakan sanksi 50%.

Perhitungannya sebagai berikut :

SKPKB Sebesar Rp.1.000.000.000

Dalam pembahasan Akhir PT.Abidin setuju bayar sebesar Rp. 200.000.000

(telah dilunasi SSP)

Sisa yang diajukan keberatan sebesar Rp. 800.000.000

Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian menjadi Rp. 750.000.000

Sanksi 50% x (Rp. 750.000.000- Rp. 200.000.000) Rp. 275.000.000

Jadi yang masih harus dibayar sebesar Rp.1.025.000.000

Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 27 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (3a)


tentang perubahan Undang-undang KUP, upaya hukum keberatan di syaratkan membayar
sebesar yang tercantum dalam Pembahasan Akhir Pemeriksaan, sebelum menyampaikan
Surat Keberatan.

Sebagai konsekuensi hukumnya Apabila atas keberatan Wajib Pajak diTolak


atau dikabulkan hanya sebagian dan Wajib Pajak tidak mengajukan upaya hukum yang
lebih tinggi yaitu Banding maka Wajib Pajak akan dikenakan Sanksi Administrasi denda
sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

10. Imbalan bunga


diberikan berkenaan dengan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

Dari bagian penjelasan, cukup jelas bahwa imbalan bunga diberikan karena kelebihan
pembayaran pajak. Awalnya dari surat ketetapan pajak. Kemudian Wajib Pajak keberatan
atas surat ketetapan pajak dan keluar SK Keberatan yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak (restitusi). Atau Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan
dan mengajukan banding, kemudian keluar Putusan Banding yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak (restitusi). Atau tidak puas dengan hasil banding sehingga mengajukan
peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, kemudian terbit Putusan PK yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Nah restitusi tersebut ditambah
dengan imbalan bunga maksimal 48%.

Contoh:

1. Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP;

2. Keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP;

3. Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (4)
Undang-Undang KUP;

4. Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan, permohonan banding,


atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat (1) Undang-Undang KUP;

Anda mungkin juga menyukai