Anda di halaman 1dari 6

BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG KESEHATAN

A. Pengertian
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu, bioteknologi tradisional dan bioteknologi konvensional. Bioteknologi dapat
diterapkan dalam berbagai bidang yaitu bidang kesehatan, bidang pangan, bidang industri,
bidang pertanian dan bidang kelautan.

B. Perkembangan Bioteknologi di Bidang Kesehatan


Pada tahun 1928
Penemuan zat antibiotik penisilin oleh Alexander Flaaming.
Tahun 1944
Avery, Macleod, Mc Carty mendemostrasikan DNA adalah bahan genetik.
Tahun 1973
Boyler dan Cohen memaparkan teknologi DNA rekombinan.
Tahun 1975
Kohler dan milsetein manjabarkan produksi antibodi monoklonal.
Tahun 1978
Genetech menghasilkn insulin manusia dalam E.Coli
Tahun 1997
Kloning hewan ( domba dolly ) dari sel dewasa ( sel kambing ).
Tahun 2000
Ditemukan proses bayi tabung
C. Penerapan Bioteknologi di Bidang Kesehatan
Penerapan bioteknologi konvensional dan modern di bidang kesehatan telah
membawa kemajuan yang pesat. Beberapa contoh penerapan bioteknologi modern di bidang
kesehatan antara lain sebagai berikut.
1. Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat satu epitop
saja. Antibodi monoklonal ini dapat dihasilkan dengan teknik hibridoma. Sel hibridoma
merupakan fusi sel dan sel. Epitop adalah adalah area tertentu pada molekul antigenik, yang
mengikat antibodi atau pencerap sel B maupun sel T, umumnya molekul berukuran besar,
seperti protein dan polisakarida dapat menunjukkan sifat antigen. Teknik Hibridoma adalah
penggabungan dua sel dari organisme yang sama maupun berbeda sehingga menghasilkan sel
tunggal berupa sel hibrid ( hibridoma ) yang memiliki kombinasi dari sifat kedua sel tersebut.
Teknik hibridoma ini sangat penting untuk menghasilkan antibodi dan hormon dalam jumlah
yang besar.
Kegunaan antibodi monoklonal adalah sebagai berikut:
Untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin (HCG) dalam urin
wanita hamil.
Untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan kelebihan
obat digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi ini.
Mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.
Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik
seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi
auto, mengukur protein dan level obat pada serum, mengenali darah dan jaringan,
mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan
mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.
2. Penggunaan Mikroorganisme Pada Hormon
Terdapat penyakit-penyakit tertentu pada manusia yang disebabkan oleh adanya masalah
pada hormon. Misalnya, penyakit diabetes mellitus (DM) atau lebih dikenal sebagai penyakit
kencing manis. Penderita penyakit ini kekurangan hormon insulin sehingga kadar gula dalam
darahnya sangat tinggi. Dengan adanya bioteknologi, saat ini hormon insulin telah dapat
dihasilkan secara buatan (transgenik) dengan bantuan bakteri Escherichia coli.
(a) Pembuatan insulin dilakukan dengan menyisipkan gen insulin ke dalam bakteri.
(b) Kini, insulin mudah didapatkan oleh penderita diabetes mellitus dalam bentuk cair. Pada
sel bakteri E. coli, dimasukkan DNA sel manusia yang mengandung gen insulin
sehingga bakteri E. coli dapat menghasilkan insulin. Karena bakteri dapat berkembang
biak dengan cepat maka hormon insulin pun dapat dihasilkan dalam jumlah yang banyak.
3. Antibiotik
Kata antibiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu anti yang berarti menangkal dan bios
yang berarti hidup. Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme,
khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai
substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan
reproduksi bakteri dan fungi. Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi
menjadi dua:
Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap
bakteri.
Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Antibiotika adalah suatu zat yang dihasilkan oleh organisme tertentu dan berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan organisme lain yang ada di sekitarnya. Antibiotika dapat diperoleh
dari jamur atau bakteri yang diproses dengan cara tertentu.
Dipelopori oleh Alexander Fleming dengan penemuan penisilin dari Penicillium notatum.
Penicillium chrysogenum digunakan untuk memperbaiki penisilin yang sudah ada dengan
mutasi secara radiasi ultra violet dan sinar X. Selain Penicillium chrysogenu, beberapa
mikroorganisme juga digunakan sebagai antibiotik, antara lain:
Cephalospurium : Penisilin.
Cephalosporium : Sefalospurin c.
Streptomyces : Streptomisin, untuk pengobatan TBC.

4. Vaksin
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru
untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan
organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat
ini di samping cytomegalovirus sebagai calon vektor potensial. Virus vaccinia sudah lama
dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan
lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus vaccinia
mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk
menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat
dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genom yang dapat menerima banyak DNA asing,
mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai range host yang lebar pada manusia
dan hewan. Sifat virus vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu
mengekspresikan informasi antigen asing dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil
rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka binatang tersebut akan
memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud.
Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan vaksinasi binatang percobaan dengan
virus rekombinan berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan.
Beberapa laporan telah mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes simplex virus
glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen, rabies virus
glycoprotein, plasmodium know-lesi sporozoite antigen dan sebagainya. Rekombinan ini
telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen tersebut.
5. Sel punca
Sel punca adalah jenis sel khusus dengan kemampuan membentuk ulang dirinya dan
dalam saat yang bersamaan membentuk sel yang terspesialisasi. Aplikasi terapeutik sel stem
embrionik pada berbagai penyakit degeneratif. Dalam Cermin Dunia Kedokteran, meskipun
kebanyakan sel dalam tubuh seperti jantung maupun hati telah terbentuk khusus untuk
memenuhi fungsi tertentu, stem cell selalu berada dalam keadaan tidak terdiferensiasi sampai
ada sinyal tertentu yang mengarahkannya berdiferensiasi menjadi sel jenis tertentu.
Kemampuannya untuk berproliferasi bersamaan dengan kemampuannya berdiferensiasi
menjadi jenis sel tertentu inilah yang membuatnya unik . Karakteristik biologis dan
diferensiasi stem cell fokus pada mesenchymal stem cell.
Aplikasi dari sel punca diantaranya adalah pengobatan infark jantung yaitu menggunakan sel
punca yang berasal dari sumsum tulang untuk mengganti sel-sel pembuluh yang rusak
(neovaskularisasi). Aplikasi terapeutik sel stem embrionik pada berbagai penyakit
degeneratif. Selain itu, sel punca diduga dapat digunakan untuk pengobatan diabetes tipe I
dengan cara mengganti sel pankreas yang sudah rusak dengan sel pankreas hasil diferensiasi
sel punca. Hal ini dilakukan untuk menghindari reaksi penolakan yang dapat terjadi seperti
pada transplantasi pankreas dari binatang. Sejauh ini percobaan telah berhasil dilakukan pada
mencit.
6. Bayi tabung

Untuk dapat menghasilkan seorang bayi, harus terjadi pertemuan antara sel telur ibu
dan sel sperma ayah. Kadang kala proses pertemuan sel telur dan sel sperma (fertilisasi) tidak
dapat terjadi secara baik. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya penghalang di saluran
telur, atau karena kualitas sperma yang kurang bagus sehingga tidak dapat mencapai sel telur.
Jika terjadi masalah tersebut, dapat diatasi dengan teknologi yang disebut teknologi bayi
tabung. Teknik bayi tabung ini adalah teknik untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur
di luar tubuh sang ibu (in vitro fertilization). Setelah terjadi pertemuan antara sel sperma dan
sel telur ini terjadi, proses selanjutnya, embrio yang dihasilkan ditanamkan kembali di rahim
ibu hingga terbentuk bayi dan Aplikasi Terapeutik Sel Stem Embrionik pada Berbagai
Penyakit Degeneratif dilahirkan secara normal.
Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan
program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu
donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia.
Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum
tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit
leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari
saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung
diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik
Pra Implantasi genetik diagnosis dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen
fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1embrio yang terbebas dari gen
fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan.
Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil
sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan
placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan
merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.

7. Terapi gen
Terapi gen adalah suatu teknik terapi yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen
mutan (abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu penyakit. Pada
awalnya, terapi gen diciptakan untuk mengobati penyakit keturunan (genetik) yang terjadi
karena mutasi pada satu gen, seperti penyakit fibrosis sistik (suatu penyakit keturunan yang
menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, sehingga timbul beberapa
gejala; yang terpenting adalah yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru).
Penggunaan terapi gen pada penyakit tersebut dilakukan dengan memasukkan gen normal
yang spesifik ke dalam sel yang memiliki gen mutan. Terapi gen kemudian berkembang
untuk mengobati penyakit yang terjadi karena mutasi di banyak gen, seperti kanker. Selain
memasukkan gen normal ke dalam sel mutan, mekanisme terapi gen lain yang dapat
digunakan adalah melakukan rekombinasi homolog untuk melenyapkan gen abnormal
dengan gen normal, mencegah ekspresi gen abnormal melalui teknik peredaman gen, dan
melakukan mutasi balik selektif sehingga gen abnormal dapat berfungsi normal kembali.
Beberapa penyakit yang dapat diterapi menggunakan terapi gen:
Defisiensi Kekebalan Kombinasi Akut yaitu penyakit akibat defisiensi dari limfosit T
dan limfosit B akibat kekurangan enzim ADA sebagai faktor pematangan dari kedua
limfosit tersebut. Terapi yang digunakan adalah dengan cara terapi gen, yaitu
mengkultur sel T dari penderita dengan sel T orang normal yang mempunya DNA
penghasil enzim ADA.
Penyakit Hemofilia adalah manusia yang faktor VIII dalam darahnya jumlahnya
sedikit. Jika orang normal memiliki jumlah faktor VIII dalam darahnya sebanyak 100
unit, maka penderita hemofili ringan hanya memiliki sekitar 30 unit saja (6-30
persen), sedangkan penderita hemofili berat hanya memiliki faktor VIII dalam
darahnya kurang dari 5 unit atau 1 persen saja. Akibatnya penderita tidak memiliki
kemampuan dalam pembekuan darah. Terapi gen merupakan salah satu cara
penyembuhan penyakit hemofili dengan memperbaiki kerusakan genetis, yaitu
melalui penggantian gen yang tidak rusak dan berfungsi normal. Penyembuhan
melalui terapi gen ini tidak dapat secara permanen dan masih harus dilakukan secara
berkala.
Penyakit Thallasemia, merupakan suatu penyakit darah bawaan yang menyebabkan
sel darah merah pecah (hemolisis), sel darah merah penderita mengandung sedikit
hemoglobin dan sel darah putihnya meningkat jumlahnya. thallasemia merupakan
penyakit keturunan yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. 6 sampai
10% dari 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Jika dua orang yang sama-
sama membawa gen ini menikah maka satu dari empat anak mereka akan menderita
thallasemia berat. Kelainan gen ini akan mengakibatkan kekurangan salah satu unsur
pembentuk hemoglobin (Hb), sehingga produksi Hb berkurang. Terdapat tiga jenis
thallasemia yaitu: mayor, intermediate dan karier. Pada thallasemia mayor, Hb sama
sekali tidak diproduksi. Akibatnya penderita akan mengalami anemia berat. Dalam hal
ini jika penderita tidak diobati, maka bentuk tulang wajahnya akan berubah dan warna
kulitnya menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi
darah. Hal ini dapat berakibat fatal, karena efek samping dari transfusi darah yang
terus menerus akan mengakibatkan kelebihan zat besi. Terapi gen merupakan harapan
baru bagi penderita thallasemia di masa mendatang. Terapi dilakukan dengan
menggantikan sel tunas yang rusak pada sumsum tulang penderita dengan sel tunas
dari donor yang sehat. Hal ini sudah diuji cobakan pada mencit.

Anda mungkin juga menyukai