Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Gizi Daun
Kelor (Moringa oleifera) Berdasarkan Posisi Daun dan Suhu Penyeduhan adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari posisi daun tanaman
kelor (Moringa oleifera) yang memiliki kandungan gizi paling baik serta
mengamati suhu penyeduhan yang optimal terhadap kandungan EGCG
(epigallocatechin-3-gallate), yang merupakan penyusun terbanyak katekin sebagai
antioksidan dalam teh. Tahapan dalam penelitian ini meliputi tahap persiapan,
analisis proksimat dan EGCG pada daun kering, penyeduhan (1 gram : 100 ml),
serta analisis EGCG dan aktvitas antioksidan pada hasil seduhan. Daun terpilih
berdasarkan analisis uji proksimat dan EGCG pada daun kering, diseduh dalam
suhu 70o, 80o, 90o, dan 100oC. Hasil uji menunjukan bahwa posisi daun terbaik
adalah bagian atas atau pucuk. Uji hedonik menunjukkan bahwa suhu penyeduhan
yang paling disukai adalah hasil seduhan pada suhu 70oC. Hasil analisis hasil
seduhan menunjukkan kadar EGCG dan aktivitas antioksidan yang dinyatakan
dalam AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxydant Capacity) tertinggi berada
pada hasil seduhan di suhu 90oC. Berdasarkan hasil tersebut, suhu optimal untuk
menyeduh daun kelor adalah pada suhu 90oC.
ABSTRACT
The aim of this study was to identify the leaves position of moringa plant
(Moringa oleifera) which has the most nutritive value and identify optimum brewing
temperature based on its EGCG (epigallocatechin-3-gallate) content, which is the
most abundant catechins that work as antioxidant in tea. Stages of this study include
the preparation stage, the proxymate and EGCG analysis of dry leaves, brewing (1
gram : 1ml), also EGCG and antioxidant capacity analysis of the results of steeping
and hedonic test. Selected leaves based on proximate and EGCG content result,
brewed in temperatures of 70o, 80o, 90o and 100oC. Best leaves are those positioned
on the shoot position. Hedonic test results showed that the most preferred result
was steeping result on the temperature of 70C. The highest result of the steeping
result analysis showed levels of EGCG and antioxidant activity expressed in AEAC
(Ascorbic acid Antioxidant Equivalent Capacity) is the highest on the steeping
temperature at 90C temperature. Based on these results, the optimal temperature
for brewing the leaves of Moringa is at the temperature of 90C.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
di Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Ucapan
terimakasih tidak hentinya diberikan kepada,
1. Arna Dwi Hartani dan Sugianto, sebagai orang tua saya yang telah
memberikan segala dukungan dalam bentuk moril dan materil.
2. Pembimbing skripsi, Prof. Dr. drh. Clara M. Kusharto, M.Sc serta
segenap dosen, tenaga pengajar dan staff Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor yang telah
memperlancar segala sesuatu yang berhubungan dengan penyusunan
karya tulis ini.
3. Sahabat saya Muthia Khalida, Amida, dan Levita yang menemani saya
selama 4 tahun tanpa kurang satu haripun.
4. Sahabat saya yang terhimpun dalam kelompok Jungleland serta Dinda,
Tevin, Yusuf, dan Fajar yang membantu saya dalam melakukan penelitian
dalam rangka penyusunan karya ilmiah ini.
5. Sahabat Wushu, Kevin Arthur Hary dan Muhammad Nuzul Azhim Ash
Siddiq yang selalu memberi dorongan dan selalu sedia membantu dikala
penelitian ini membentur hambatan.
Karya tulis ini sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan saran
dari berbagai pihak akan sangat membantu perbaikan Penulisan. Demikian yang
dapat saya sampaikan
Semoga karya ilmiah ini dapat bermaanfat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Bahan dan Alat 3
Tahapan Penelitian 4
Uji Hedonik Hasil Seduhan 11
Pengolahan dan Analisis Data 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Tahap Persiapan 13
Tahap Analisis I 15
Tahap Analisis II 18
Uji Hedonik Minuman Daun Kelor 20
SIMPULAN DAN SARAN 23
Simpulan 23
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 27
ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Putri (2014) menunjukkan bahwa 3 gram daun kelor kering yang diseduh dalam
200 ml air memiliki kadar EGCG sebesar 114.37 mg. Dapat dikatakan bahwa
seduhan daun kelor memiliki potensi menjadi alternatif minuman teh karena kadar
EGCGnya yang pada penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa jumlahnya
memiliki pengaruh nyata terhadap gula darah. Konsumsi teh yang tinggi juga
menjadi alasan mengapa pengolahan menjadi teh dipilih.
Labb et al. (2005) dan Sharma et al. (2005), menunjukan bahwa suhu
memiliki pengaruh yang nyata terhadap kandungan EGCG dalam seduhan teh hijau.
Oleh karena itu, penelitian ini juga tertarik untuk meneliti suhu optimum
penyeduhan daun teh kelor untuk mendapat kandungan EGCG teroptimal.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin diusung pada penelitian ini antara lain:
1. Apakah terdapat perbedaan karakteristik daun kelor (Moringa oleifera)
berdasarkan posisi daun?
2. Manakah posisi daun kelor yang memiliki kandungan gizi terbaik dan
bagaimana karakteristiknya?
3. Berapakah suhu penyeduhan daun kelor yang paling optimal untuk
mengeluarkan kadar EGCG yang terbaik?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum :
Mengetahui posisi daun tanaman kelor (Moringa oleifera) yang memiliki
kandungan gizi paling baik serta mengetahui suhu penyeduhan dari daun tanaman
kelor (Moringa oleifera) yang paling optimal.
Tujuan khusus :
1. Mengidentifikasi morfologi dan karakteristik daun tanaman kelor.
2. Menganalisis secara langsung kandungan gizi daun tanaman kelor
(Moringa oleifera).
3. Mengidentifikasi posisi daun yang memiliki kandungan gizi terbaik.
4. Mengidentifikasi suhu penyeduhan daun terbaik untuk mengoptimalkan
kandungan EGCG (epigallocatechin-3-gallate) dari daun kelor.
Manfaat Penelitian
METODE
Tahapan Penelitian
didapat dari McGee (2010) mengenai suhu penyeduhan optimal jenis jenis teh.
Hasil dari seduhan selanjutnya diuji kadar EGCG, aktivitas antioksidan, dan
penerimaannya dengan uji hedonik.
Pengambilan sampel
Penyeduhan
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Kandungan Gizi Daun Kelor (Moringa
oleifera) Berdasrkan Posisi Daun dan Suhu Penyeduhan
A. Tahap persiapan
Tahap persiapan diawali dengan penetapan standar daun kelor tiap
kelompok. Hal yang diperhatikan dari standar adalah posisi daun dan
karakteristik daun. Selanjutnya daun disortasi sesuai dengan standar yang
sudah ditentukan. Kemudian dilakukan pengeringan selama 1 minggu.
B. Tahap analisis I
Tahap analisis I berisikan tahap penentuan bagian terbaik dari daun
tanaman kelor kering sebelum diseduh. Analisis proksimat dan penentuan
6
Gambar 3 Diagram alir metode analisis protein pada daun kelor kering
(978.04)
Perhitungan kadar protein :
( ) 14
% Total Nitrogen = 100%
Gambar 5 Diagram alir prosedur analisis air pada daun kelor kering
(AOAC 935.29)
100%
Kadar air (% bb) =
Gambar 6 Diagram alir prosedur analisis abu pada daun kelor kering
(Nollet 2004)
(1 2) 100
Kadar abu (%b) =
% = 100 (% % % %)
C. Tahap penyeduhan
Cara pembuatan teh daun kelor merupakan hasil modifikasi dari
penelitian Putri (2014). Penelitian tersebut memilih metode pembuatan
tersebut dengan pertimbangan untuk mendapatkan nilai EGCG
(epigallocatechin-3-gallate) yang maksimal dari daun tanaman kelor.
Komposisi seduhan yang dibuat pada penelitian ini berdasarkan prosedur
yang dilakukan oleh Theppakorn (2014) dan Yang et al. (2000).
D. Tahap analisis II
Tahap analisis II berisikan kegiatan analisis pasca penyeduhan. Uji
yang dilakukan pada sampel adalah uji analisis kandungan EGCG
(epigallocatechin-3-gallate) dan uji analisis aktifitas antioksidan.
Dibuat standar asam askorbat dengan konsentrasi 0, 10, 25, 50, 75 100,
200, 300, 400, 500 ppm.
3.9 ml buffer asetat (pH 5.5) dipipet kedalam tabung reaksi.
Ditambahkan 1 ml DPPH 0.5 mM dan 0.1 ml ekstrak sampel
Divorteks kemudian disimpan dalam suhu gelap selama 30 menit
Absorbansi dibaca pada gelombang 517 nm
Absorbansi dibaca dan dinyatakan dalam AEAC (Ascorbic acid
Equivalent Antioxidant Capacity)
seduhan pada suhu 100oC. Uji hedonik ini dilakukan menggunakan metode skala
rating (Katan 1996). Skala yang digunakan adalah skala 1 sampai dengan 5 (sangat
tidak suka hingga sangat suka). Semakin tinggi skor, mengartikan semakin tinggi
tingkat kesukaan panelis terhadap hasil seduhan. Atribut yang dinilai pada uji
hedonik adalah, warna, kepekatan, kejernihan, rasa (flavor), bau, kesepatan
(pungency), serta rasa secara keseluruhan. Agar panelis dapat dengan mudah
mengenali bau daun kelor, sampel daun kelor kering disediakan pada sesi
organoleptik untuk memberikan gambaran aroma daun kelor.
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan penyeduhan suhu ke-i, ulangan ke-j
= Nilai rata rata
i = Pengaruh penyeduhan suhu ke-i
ij = Nilai galat error dari perlakuan penyeduhan suhu ke-i, dan ulangan ke-j
i = Perlakuan penyeduhan
j = pengulangan
Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 dan Statistical Package for
Social Science for Windows (SPSS) 21.0. Proses yang dilakukan selama
pengolahan dan analisis data adalah coding, entry, dan edting.
13
Tahap Persiapan
Gambar 10 Contoh satu dahan kelor yang dipanen dan hasil penomoran posisi
daun pada dahan
Secara jelas, karakteristik daun pada kelompok Daun A, Daun B, dan Daun
C dapat dilihat pada gambar 11.
Daun A memiliki ciri batang yang masih lunak dan berwarna hijau muda.
Daun C memiliki ciri berwarna hijau gelap. Karena usia daun C yang lebih tua
dibandingkan dengan Daun A dan Daun B, terkadang ditemukan daun dengan
warna kekuningan pada daun di bagian C seperti yang dapat dilihat pada Gambar
15
11, dibagian kanan bawah daun, terdapat kelompok daun yang memiliki warna
kekuningan. Daun tersebut, dibuang pada saat sortasi atau tidak digunakan. Daun
B merupakan daun bagian tengah yang memiliki ciri warna daun tidak terlalu tua
dan tidak terlalu muda.
Tahap Analisis I
Sebagai pembanding, berikut ini disajikan hasil analisis proksimat dari teh
hijau yang dilakukan oleh Akande et al. (2011) yang menggunakan sampel teh hijau
kemasan dari Lagos Nigeria.
16
Tabel 2 Analisis proksimat daun teh hijau kering (Akande et al. 2011)
Parameter (%) Mean S.E.M
Air 13.85 0.01
Abu 4.79 0.01
Lemak 6.09 0.1
Protein 0.16 0.00
Karbohidrat 78.61 0.36
Analisis proksimat juga dilakukan oleh Offor et al. (2014) dan Moyo et al.
(2011) dengan menggunakan daun kelor yang berasal dari tanaman kelor yang
tumbuh di Afrika. Berikut ini merupakan hasil analisis proksimat yang dilakukan
oleh Offor et al. (2014) dan Moyo et al. (2011).
Tabel 3 Hasil analisis proksimat daun kelor Moringa oleifera) kering yang
dilakukan oleh Offor et al. (2014)a dan Moyo et al. (2011)b
Kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar EGCG (epigallocatechin-3-
gallate) tertinggi pada sampel daun kelor yang diteliti, ditunjukan oleh kelompok
Daun A sementara kadar lemak dan kadar karbohidrat tertinggi ditunjukkan oleh
kelompok Daun B. Kadar air merupakan karakteristik yang mempengaruhi tekstur
dan penampakan bahan pangan serta juga menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan bahan pangan
mudah ditumbuhi kapang dan jamur (PERSAGI 2009). Kadar air yang cenderung
tinggi disebabkan oleh proses pengeringan yang hanya mengandalkan suhu ruang.
Offor et al. (2014) melakukan pengeringan daun selama 3 minggu dalam suhu
ruang dan hasilnya tidak jauh berbeda dari hasil yang didapatkan dari penelitian.
SNI 3836:2013 mengenai teh kering kemasan menyebutkan bahwa syarat kadar air
maksimum untuk teh kering dalam kemasan adalah 8% sementara SNI 01-03945-
1995 tentang teh hijau mengatakan bahwa kadar air maksimum untuk teh hijau
adalah 12%.
Kadar abu memiliki hubungan erat dengan kandungan mineral serta
kebersihan suatu bahan (PERSAGI 2009). Hasil dari percobaan terhadap ketiga
kelompok daun kelor menunjukkan kadar abu yang relatif tinggi. Menurut Sohaimy
et al. (2015), daun kelor merupakan daun dengan mineral yang tinggi seperti
Natrium (Na), Kalium (K), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Fosfor (P), dan Besi
(Fe). Berikut ini merupakan hasil analisis mineral yang dilakukan Moyo et al.
(2011).
17
Tabel 4 Hasil analisis kadar mineral pada daun kelor (Moringa oleifera)
kering (Moyo et al. 2011)
Kadar protein yang cukup tinggi pada hasil percobaan juga ditemui oleh
Teizeira (2014) yang mengemukakan bahwa daun kelor memiliki kandungan crude
protein yang tinggi. Daun tanaman kelor memiliki kandungan asam amino esensial
yang tinggi, termasuk asam amino sulfur yang mirip dengan asam amino yang
dikandung biji kedelai (Burlando et al. 2009). Daun Moringa oleifera juga
mengandung tanin, saponin, dan alkaloid (Burlando et al. 2010).
Uji beda menggunakan One Way Anova dan Kruskal Wallis menunjukkan
hasil analisis uji kadar air (p = 0.63), kadar abu (p = 0.180), kadar lemak (p = 0.766),
protein (p = 0.276), dan kadar karbohidrat (p = 0.193) antar sampel tidak memiliki
perbedaan yang signifikan. Sementara hasil uji Annova menunjukkan perbedaan
yang signifikan terhadap kadar EGCG (p<0.05). Produk yang dituju setelah tahap
analisis I adalah penyeduhan dan kandungan yang diamati pada proses penyeduhan
adalah kadar EGCG (epigallocatechin-3-gallate), sehingga Daun A sebagai daun
dengan hasil EGCG tertinggi dan secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda
nyata dibandingkan dengan sampel lainnya, merupakan kelompok daun terpilih.
Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat diterapkan di masyarakat sehari-
hari. Pemanfaatan Daun A yaitu daun muda atau pucuk dari tanaman untuk
konsumsi sehari-hari dalam skala rumah tangga dan bukan skala industri akan sulit
untuk diimplementasikan karena jumlah pucuk setiap pohon terbatas. Sebagai
perbandingan, tanaman teh yang umum dikonsumsi membutuhkan waktu untuk
kuncup daun menjadi pucuk yang siap untuk dipetik bervariasi pada 40 hari di
Afrika Utara dan 55-80 hari di Sri Lanka (Nair 2010). Setiap pohon kelor memiliki
jumlah dahan yang bervariasi (tergantung tinggi dan umur pohon) setiap dahan
hanya memiliki 1 (satu pucuk). Rendemen daun tanaman kelor adalah 10%
sehingga dibutuhkan 100 gram daun kelor basah untuk mendapatkan 10 gram daun
kering (Putri 2014). Apabila tidak ditanaman dalam skala besar atau dbudiayakan,
sulit untuk memenui kebutuhan 100 gram pucuk atau daun muda daun basah. Selain
itu, waktu yang dibutuhkan untuk pohon kelor tumbuh dari 0 adalah 2.5 bulan
18
(Jonni et al. 2008). Kesalahan pemetikan yang dilakukan pada daun yang masih
muda juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal tersebut diakibatkan oleh
rusaknya 7.5% pati untuk pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan yang teratur dan
pemupukkan berkelanjutan dibutuhkan agar proses pertumbuhan tanaman tidak
terganggu (Effendi et al. 2010). Pemeliharaan yang teratur yang dimaksud disini
adalah pemeliharaan yang memenuhi syarat penanaman daun kelor yang sudah
dijelaskan pada paragraf 2 (dua) pada sub-bab Tahap Persiapan.
Oleh karena itu, mempertimbangkan ketersediaan dan keberlanjutan
tanaman, Daun B sebagai kelompok daun dengan rangking terbaik 2, ditetapkan
menjadi kelompok bagian daun terpilih.
Tahap Analisis II
Rasio seduhan yang digunakan oleh Vuong et al. (2011) adalah 1 gram daun
teh hijau dalam 100 ml air dalam waktu seduhan 30 menit. Suhu dijaga dengan
menggunakan waterbath. Waktu ekstraksi juga memiliki efek yang besar terhadap
ekstraksi katekin. Penelitian yang dilakukan oleh Vuong et al. (2011).
Menunjukkan bahwa waktu optimal untuk mengekstraksi katekin teh hijau adalah
dengan infusi dalam suhu 80oC (berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada tabel 6)
dalam waktu 30 menit. Waktu total penyeduhan minuman daun kelor adalah 3
menit. Penelitian yang dilakukan oleh Vuong et al. (2011) menggunakan waktu 5
menit sebagai waktu minimum ekstraksi dan hasil yang didapatkan dari waktu
ekstraksi 5 menit adalah EGCG sebaganyak 3.9 0.6 mg/g.
Tabel 5 menunjukkan hasil kadar EGCG dari seduhan daun kelor dengan suhu
yang berbeda. Tabel tersebut menunjukkan EGCG tertinggi berada pada seduhan
90oC dan kadar EGCG turun pada suhu titik didih air yaitu 100oC. Hasil uji beda
dengan One Way Anova menunjukkan hasil hasil yang berbeda nyata (p< 0.05).
Sehingga dapat dikatakan bahwa suhu optimum penyeduhan daun kelor dilihat dari
EGCG-nya adalah hasil penyeduhan disuhu 90oC. Hasil seduhan teh hijau yang
diseduh dalam rasio yang sama memiliki kadar EGCG sebanyak 70.20 mg dalam
100 ml (USDA 2014), sementara EGCG seduhan daun kelor dalam temperatur
optimal yaitu sebanyak 42 mg dalam 100 ml. Apabila dibandingkan, teh hijau masih
memiliki kadar EGCG lebih banyak dibandingkan dengan seduhan daun kelor.
Hasil penelitian mengenai suhu seduhan ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Labbe et al. (2005) yang menunjukkan bahwa limit dari suhu
ekstraksi dari EGCG adalah 50oC untuk suhu terendahnya dan 90oC untuk suhu
tertingginya. Selain itu, hasil temuan pada penelitian in juga didukung oleh Vuong
et al. (2011) yang mengatakan bahwa temperatur yang tinggi dapat meningkatkan
keekstraksian katekin, akan tetapi temperatur yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan degradasi katekin.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sharma et al. (2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al. (2004)
menunjukkan bahwa suhu terbaik untuk mengestrak EGCG adalah suhu 100oC
dimana jumlah katekin terutama EGCG dan ECG ((-)-gallocatechin) berada pada
jumlah tertinggi. Sampel yang digunakan oleh Sharma et al. (2004) adalah teh hijau
Jepang yang dibuat dengan metode yang menyesuaikan suhu dan waktu infusi dari
teh yang digunakan dalam upacara minum teh jepang. Teh yang digunakan adalah
teh hijau jenis matcha yang berbentuk bubuk.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel daun kelor
dengan bentuk daun. Daun kelor dikeringkan tanpa membuatnya menjadi bubuk.
Kosinska & Andlauer (2014) mengatakan bahwa perbedaan bentuk dan tekstur
dapat mempengaruhi jumlah katekin maupun aktivitas antioksidannya. Partikel
yang lebih kecil seharusnya memberikan nilai total katekin atau kandungan EGCG
yang lebih banyak karena luas area partikel yang bersentuhan dengan air lebih
banyak. Akan tetapi, ukuran partikel yang kecil seperti pasir ini memiliki
kecenderungan untuk mengendap sehingga interaksi dengan air menjadi terganggu
(Vuong et al. 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Cordero et al. (2009) di Italia
menunjukkan bahwa minuman teh dengan katekin terbanyak atau terkaya adalah
teh yang dibuat dari infusi daun teh.
Kekuatan aktivitas antioksidan pada sampel dinyatakan dengan
menggunakan satuan AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity).
20
0.200 0.189
0.180
0.160
0.140
AEAC mg/ml
0.120 0.104
0.100
0.080 0.066
0.060 0.046
0.040
0.020
0.000
70 80 90 100
Suhu Penyeduhan (oC)
Hasil analisis uji beda (Kruskal wallis) pada hasil analisis kekuatan
antioksidan seduhan daun kelor, tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pada hasil sampel (p=0.051). Belum terdapat sumber dan sitasi yang jelas
menyatakan bahwa temperatur memiliki efek yang signifikan terhadap aktivitas
antioksidan minuman teh.
Uji Hedonik Minuman Daun Kelor
Minuman seduhan daun kelor bukan merupakan minuman yang sering atau
umum dikonsumsi. Baik warna, rasa, maupun aroma dari seduhan daun kelor belum
tentu diterima. Oleh karena itu, uji hedonik daun kelor dilakukan untuk melihat
21
tingkat kesukaan panelis terhadap hasil seduhan daun kelor. Produk dengan zat gizi
yang baik namun memiliki tingkat penerimaan yang rendah tentunya akan membuat
produk itu sulit untuk dimanfaatkan.
Panelis yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah sebanyak 30 orang
dengan atribut uji antara lain warna, kepekatan, kejernihan, rasa (flavor), bau,
kesepatan (pungency), serta rasa secara keseluruhan. Pemilihan atribut penilaian ini
mengikuti atribut penilaian standar teh. Warna, rasa, dan aroma merupakan atribut
dasar yang digunakan sebagai evaluasi kualitas seduhan teh (Zhen et al. 2002).
Rasa sepat (pungency) merupakan indikator dari kekuatan rasa suatu teh (UNESCO
2009).
Warna
4.00
3.50
3.00
Keseluruhan 2.50 Rasa
2.00
1.50
1.00 70C
0.50 80C
0.00
90C
Kesepatan Kepekatan
100C
Kejernihan Aroma
Hasil dari kadar EGCG, aktivitas antioksidan AEAC, dan skor penerimaan
hedonik direkapitulasi dalam grafik pada gambar 15. Hasil menunjukkan bahwa
suhu teroptimal dengan kandungan EGCG terbaik dan aktivitas antioksidan
tertinggi serta skor penerimaan hedonik yang dapat diterima adalah suhu
penyeduhan pada suhu 90oC.
23
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji normalitas analisis proksimat pada daun kelor kering
berdasarkan posisi daun
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar Air .212 6 .200* .902 6 .385
Kadar Abu .328 6 .043 .688 6 .005
*
Kadar Lemak .207 6 .200 .894 6 .340
Kadar Protein .244 6 .200* .866 6 .210
Kadar .170 6 .200* .977 6 .937
Karbohidrat
Kadar EGCG .211 6 .200* .866 6 .211
Kode Sampel .202 6 .200* .853 6 .167
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 2 Hasil uji beda (One Way ANOVA) pada hasil analisis prosimat dan
EGCG (epigallocatechin-3-gallate) daun kelor kering berdasarkan
posisi daun
ANOVA
Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Between 4.528 2 2.264 7.939 .063
Groups
Kadar Air
Within Groups .856 3 .285
Total 5.384 5
Between 2.730 2 1.365 .291 .766
Kadar Groups
Lemak Within Groups 14.070 3 4.690
Total 16.800 5
Between 197.703 2 98.852 2.040 .276
Kadar Groups
Protein Within Groups 145.345 3 48.448
Total 343.048 5
Between 338.173 2 169.087 2.993 .193
Kadar Groups
Karbohidrat Within Groups 169.495 3 56.498
Total 507.668 5
Between .019 2 .009 1089.769 .000
Kadar Groups
EGCG Within Groups .000 3 .000
Total .019 5
28
Lampiran 3 Hasil uji beda (Kruskal Wallis) pada hasil analisis proksimat dan
EGCG (epigallocatechin-3-gallate) daun kelor kering berdasarkan
posisi daun
Test Statisticsa,b
Kadar
Abu
Chi-Square 3.429
df 2
Asymp. Sig. .180
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kode Sampel
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statisti df Sig. Statistic df Sig.
c
Suhu .162 8 .200* .897 8 .274
Penyeduhan
Kadar EGCG .175 8 .200* .897 8 .270
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 5 Hasil uji beda (One Way ANOVA) pada hasil analisis kandungan
EGCG (epigallocatechin-3-gallate) pada seduhan daun kelor
ANOVA
Kadar EGCG
Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups .019 3 .006 552.936 .000
Within Groups .000 4 .000
Total .020 7
29
500 0.279014256
400 0.280668713
300 0.324221658
200 0.337242168
150 0.36251027
100 0.391473966
75 0.415668776
50 0.389339837
25 0.406713933
10 0.402304814
0 0.404503778
0.5
Absorbansi
0.4
0.3
0.2 y = -0.0003x + 0.4108
0.1 R = 0.9383
0
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi (ppm)
30
Kapasitas AEAC
Formula Ulangan Absorbansi Inhibisi AEAC (mg/ml)
Antioksidan (%) (mg/ml)
70 1 0.38 31.10 0.10
1 0.40 27.23 0.03
0.046 0.025
2 0.40 27.63 0.04
2 0.40 26.83 0.02
80 1 0.39 29.19 0.06
1 0.39 29.19 0.06
0.066 0.003
2 0.39 29.57 0.07
2 0.39 29.19 0.06
90 1 0.34 39.00 0.25
1 0.36 34.79 0.17
0.189 0.025
2 0.36 35.15 0.17
2 0.36 34.79 0.17
100 1 0.40 27.63 0.04
1 0.34 39.34 0.25
0.104 0.056
2 0.39 29.19 0.06
2 0.39 29.19 0.06
Lampiran 8 Hasil uji normalitas pada hasil analisis aktivitas antioksidan pada
seduhan daun kelor
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Suhu Penyeduhan .167 16 .200 .868 16 .025
Aktivitas .278 16 .002 .836 16 .009
Antioksidan
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 9 Hasil uji beda (Krukal Wallis) pada hasil analisis aktivitas
antioksidan pada seduhan daun kelor
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Suhu Penyeduhan .167 16 .200 .868 16 .025
Aktivitas .278 16 .002 .836 16 .009
Antioksidan
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
31
Beri tanda silang (x) pada salah satu pilihan dibawah ini
Berapa kali anda mengonsumsi teh dalam satu minggu?
(a) <3 kali (b) 3-5 kali (c) > 5 kali
Bila ya, darimanakah anda pernah mendengar atau melihat daun kelor?
(a) Televisi (b) Radio (c) Internet (d)Lainnya
Kepekatan Aroma
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Keseluruhan
1 2 3 4 5
Komentar (wajib)
..
..
Apakah anda merasakan keunikan dari produk ini? Jika ya, seperti apa?
..
..
Aspek apa yang paling Anda tidak sukai? Mengapa?
..
..
Seluruh komentar dan saran yang Anda berikan, sangat berarti bagi pengembangan
produk yang saya teliti.
- Terima Kasih
33
34