Anda di halaman 1dari 96

Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri

Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi


Kelompok 25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keseimbangan lintasan (Line Of Balancing) merupakan suatu upaya yang
digunakan untuk meminimumkan ketidakseimbangan diantara mesin mesin, operator,
material, dan komponen-komponen produksi lainnya untuk mendapatkan kecepatan
waktu yang sama di setiap stasiun kerja di lantai produksi. Bagi perusahaan hal ini
tentunya sangat penting karena dapat menjadikan lini produksi menjadi lebi efektif dan
efisien, sehingga dapat meminimumkan penggunaan waktu dan biaya.
PT. Kanishta Garjita Indonesia merupakan suatu perusahaan baru yang akan
didirikan di Indonesia, yang bergerak dalam bidang industri yakni memproduksi tamiya
4WD. Sebagai perusahaan baru tentu diperlukan untuk menentukan bagaimana lini
produksinya sehinga dapat diciptakan suatu lini produksi yang efektif dan efisien.
Kegiatan produksi dari PT. Kanishta Garjita Indonesia adalah melakukan proses
Assembly (perakitan) tamiya 4WD. Oleh sebab itu dilakukannya perancangan LOB
bertujuan yakni untuk membagi stasiun kerja agar hasil produksi yang optimal dan
minimnya overproduction dalam lini produksi perusahaan.
Dalam melakukan perencanaan produksi, perencanaan lini produksi (Line of
Balancing) yang tidak tepat dapat membuat stasiun kerja dalam lintasan perakitan
memiliki waktu produksi yang berbeda yang akhirnya mengakibatkan kecepatan
produksi yang tidak sama di stasiun kerja, mengakibatkan penumpukan material
diantara stasiun kerja yang tidak seimbang kecepatan produksinya (Bottleneck). Hal ini
dapat berdampak pada output produksi yang tidak maksimal. Penggunan komponen-
komponen dan perangkat produksi yang tidak efisien, menyebabkan biaya produksi
yang tinggi, sehingga dapat mengurangi profit, serta daya saing perusahaan diantara
perusahaan pesaing. Oleh karena itu keseimbangan lintasan diperlukan untuk
menghindari hal-hal yang disebutkan diatas, dan tentunya meminimalisasi delay time
dalam proses produksi.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 1
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas PT. Kaanishta Garjita
Indonesia harus menyusun perencanaan lini produksi produksi (Line of Balancing) yang
baik,agar produk yang dihasilkan juga baik dan menggunakan sumber daya yang
seefisien dan seefektif mungkin untuk mencapai target produksi yang optimal.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang ada akan dibahas dalam modul perencanaan keseimbangan
lintasan pada lantai produksi ini adalah belum adanya penetapan Keseimbangan
Lintasan Produksi (Line of Balancing) di PT Kanishta Garjita Indonesia. Dimana di
perusahaan PT. Kanishta Garjita Indonesia dilakukan proses perakitan tamiya 4 WD,
yakni yang akan dibahas dalam modul ini adalah bagaimana menentukan jumlah
Stasiun kerja yang efektif, peformansi lintasan, kecepatan produksi, layout lini
produksi, jumlah Kanban, jumlah operator, dan dapat menyeimbangkan antar stasiun
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja di perusahaan
PT. Kanishta Garjita Indonesia.

1.3 Tujuan
Adapun Tujuan Praktikum pada modul Perencanaan Keseimbangan Lintasan
Pada Lantai Produksi ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep dan proses keseimbangan lintasan (line of balancing) .
2. Memahami metode keseimbangan lintasan dan karakteristiknya.
3. Mampu menyeimbangkan suatu lintasan produksi guna meningkatkan tingkat
produktivitas dan efisiensi dengan mengurangi waktu delay.
4. Memahami konsep,fungsi dan aplikasi kanban dalam lintasanproduksi.

1.4 Pembatasan Masalah dan Asumsi


Pembatasan Masalah dan asumsi yang digunakan dalam Modul Perencanaan
Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi ini adalah sebagai berikut:
Pembatasan Masalah
Proses yang digunakan adalah hanya sebatas Assembly produk tamiya 4
WD.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 2
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Tidak digunakannya pengaruh lingkungan fisik kerja dalam laporan ini.


Metode yang digunakan hanya dengan metode Heuristic, yang terdiri dari:
metode Ranked Position Weight (RPW), metode Region Approach (RA),
metode Largest Candidate Rule(LCR) dan metode Moodie Young.
Produksi menggunakan Push System dan order dengan Make to Stock
Pemilihan metode terbaik berdasarkan line efficiency, delay time, smoothing
index, dan jumlah stasiun kerja.
Tidak sesuai dengan keadaan lapangan yang sesungguhnya.
Asumsi
Proses tidak memperhatikan waktu transfer dalam setiap proses perpindahan
stasiun kerja atau menggunakan metode Flowtime.

1.5 Sistematika Laporan


BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang diadakannya praktikum perencanaan lantai
produksi, tujuan praktikum,rumusan permasalahan, pembatasan masalah
dan asumsi dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori yang berhubungan dengan Keseimbangan Lintasan
pada Lantai Produksi, seperti: sistem produksi, Line of balancing, bentuk
dan jenis inventory, jenis-jenis waktu dalam sistem manufaktur, layout
lini produksi, aplikasi LOB dan kanban.
BAB III METODE PRAKTIKUM
Berisi alur atau skema dalam praktikum modul 4 perencanaan lantai
produksi
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Berisi output-output dalam pengumpulan data seperti waktu baku,
precedence diagram, hasil forecasting.lalu dalam pengolahan data
mencakup seperti perhitungan waktu siklus, penentuan jumlah stasiun
kerja optimal, perhitungan line balancing, perhitungan tingkat

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 3
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

performansi, pemilihan metode line of balancing terbaik, perhitungan


waktu implementasi lintasan.
BAB V ANALISIS
Berisi analisis precedence diagram, permilihan waktu siklus,pemilihan
metode LOB, waktu siklus Kerja.
BAB VI PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dari hasil praktikum yang telah dilakukan.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 4
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Produksi


Sistem produksi dalam pengertian sederhana adalah keseluruhan proses dan
operasi yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Sistem produksi
merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan
mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat
berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal, dan informasi. Sedangkan output
produksi merupakan produk yang dihasilkan berikut sampingannya seperti limbah,
informasi, dan sebagainya (Ginting, 2007).
Sistem produksi dalam suatu perusahaan bertipe produksi massa, melibatkan
sejumlah besar komponen yang harus dirakit di dalam lantai produksi. Perencanaan dan
pengendalian produksi memiliki peranan penting, dalam hal ini yang menjadi tujuan
utama sistem produksi adalah pengaturan operasi atau penugasan kerja dalam lantai
produksi. Pengaturan dan perencanaan stasiun kerja dalam lintas perakitan
menghasilkan kecepatan produksi, yang akan berhubungan dengan tingkat produktivitas
dan efektivitas produksi perusahaan tersebut.
Output yang diharapkan sesuai dengan tujuan perusahaan yang pada dasarnya
menginginkan tingkat produksi seefisien mungkin. Oleh karena itu diperlukan suatu
keseimbangan lintasan yang diharapkan akan menaikkan produktivitas dan efektivitas
produksi, dengan indikasi berkurangnya penumpukkan material atau produk setengah
jadi antara stasiun kerja ataupun waktu delay dalam lintasan.
Sub sistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah Perencanaan dan
Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Penentuan Standar-Standar Operasi,
Penentuan Fasilitas Produksi, Perawatan Fasilitas Produksi, dan Penentuan Harga
Pokok Produksi.
Sub sistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi sistem
produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini tergantung dari produk yang
dibuat serta bagaimana ara membuat proses produksinya (Sinulingga,2009).

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 5
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Di dalam proses produksi atau manufaktur, terdapat dua jenis sistem produksi,
yaitu sistem produksi Push dan sistem produksi Pull. Pada sistem produksi push,
jalannya produksi berdasarkan schedule atau jadwal masing-masing proses, sehingga
proses sebelum akan mendorong proses berikutnya, akibatnya timbul kesulitan untuk
beradaptasi jika terjadi perubahan pada permintaan konsumen. Untuk adaptasi
perubahan selama bulan berjalan, perusahaan harus mengganti seluruh jadwal produksi
di setiap lini proses. Hal tersebut akan cukup menyulitkan apabila perubahan jadwal
berulang. Pada sistem ini, perusahaan harus menyiapkan stok atau inventory di masing-
masing proses untuk mengabsorsi problem dan perubahan kebutuhan konsumen. Sistem
ini sering mengakibatkan terbentuknya unbalance stock di antara proses, yang
mengakibatkan timbulnya dead stock, pembahan alat handling, dan penambahan orang
untuk menjaga inventory.
Sedangan sistem produksi pull, barang dari proses sebelumnya akan ditarik oleh
proses berikut. Contohnya pada sistem produksi Toyota, proses assembling akhir akan
berproduksi sesuai dengan kebutuhan konsumen. Proses assembling akan menarik
komponen yang dibutuhkan dari proses sebelumnya, pada waktu tertentu dan jumlah
yang dibutuhkan saja. Kemudian proses sebelumnya akan berproduksi sesuai jumlah
yang ditarik oleh proses berikut. Demikian seterusnya sampai ke proses yang ada di
hilir. Oleh karena itu, tidak diperlukan lagi perubahan jadwal produksi di pertengahan
tahun. Proses assembling otomatis akan memberikan perintah produksi kepada proses-
proses sebelumnya. Sistem produksi pull inilah yang mendasari Just In Time.
Dibanding Push System, Pull System yang lebih menjadi pusat perhatian dalam
implementasi JIT . Pull merupakan proses operasi mulai dari tahap pembelian hingga
delivery customer yang hingga saat ini dianggap modern dan bisa mengikuti arah pasar.
Sedangkan istilah yang satunya, yaituPush system, merepresentasikan sebuah system
operasi tradisional dan konservative, identik dengan aktivitas yang tidak memiliki nilai
tambah atau istilahnya "waste". Untuk menghindari stock out, manajemen menentukan
tingkat volume pembelian material dan level of inventory, tidak berpedoman pada
turunnya Purchase order (PO) customer. Sebagai acuan yaitu forecasting atau
peramalan tingkat penjualan.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 6
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

2.1.1 Push System


Push System dalam supply chain Managemen adalah keputusan produksi dan
distribusi didasarkan atas perencanaan jangka panjang, sehingga pabrik didasarkan atas
perkiraan permintaan atas pesanan yang diterima dari pengecer. Atau dengan pengertian
lain pushbased supply chain adalah aksi untuk mengantisipasi kebutuhan dengan
proses manajemen sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko
stoke-out (Hartini,2010).

2.1.2 Pull System


Pull system adalah aksi untuk melayani permintaan. pull system sebagai suatu
proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil mungkin. Dalam
manufacturing, Pull System kurang lebih memiliki arti sebagai berikut :
a) Venkatesh (1996) menyatakan pada sistem push, sebuah mesin melakukan
proses produksi tanpa harus menunggu permintaan dari mesin yang akan
melakukan proses berikutnya. Sebaliknya pada sistem pull, sebuah mesin
melakukan proses produksi hanya jika ada permintaan dari mesin yang akan
melakukan proses selanjutnya.
b) Goddard dan Brooks (1984), sistem push dan pull diasosiasikan dengan aliran
informasi. Mereka mendefinisikan push sebagai aksi untuk mengantisipasi
kebutuhan, sedangkan pull sebagai aksi untuk melayani permintaan.
c) Villa dan Watanabe (1993) menggambarkan kaitan sistem push dengan proses
manajemen dalam upaya mengurangi risiko stock-out, sedangkan sistem pull
sebagai suatu proses produksi yang mengalir dengan ekspektasi inventori sekecil
mungkin.
Perbedaan pull system dan push system yaitu bahwa sistem manufaktur push
membutuhkan ketersediaan inventori untuk mendukung kelancaran proses produksi,
sedangkan sistem manufaktur pull menghendaki ketiadaan inventori karena dipandang
sebagai beban biaya.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 7
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Gambar 2.1 Perbedaan push dan pull system

2.2 Line Of Balancing


Line of Balancing merupakan suatu upaya yang dilakukan guna meminimumkan
ketidakseimbangan diantara mesin-mesin atau operator-operator dalam suatu lini kerja,
agar tercapainya waktu yang sama di setiap stasiun kerja yang sesuai dengan kecepatan
produksi yang diinginkan. Dengan adanya keseimbangan lintasan, penumpukan
material (bottleneck) diantara stasiun kerja yang disebabkan oleh perbedaan kecepatan
produksi di tiap-tiap stasiun kerja akan dapat diminimumkan(Hartini,2010).
Tujuan dari penyeimbangan lintasan pada umumnya bertujuan untuk mencapai
suatu kapasitas yang optimal, dimana tidak terjadi penghamburan fasilitas. Tujuan
tersebut dapat tercapai apabila lintasan perakitan bersifat seimbang atau dengan kata
lain setiap stasiun kerja mendapatkan tugas yang sama nilainya diukur dengan waktu
pada setiap stasiun kerja sepanjang lintasan perakitan. Hal yang perlu diperhatikan
yaitu:
a) Meminimasi waktu menganggur (delay time) di setiap stasiun kerja
b) Meminimasi jumlah stasiun kerja
c) Menyeimbangkan setiap lintasan, dengan memberikan setiap stasiun kerja
tugas yang sama nilainya berdasarkan waktu

2.2.1 Tujuan Line of Balancing


Adapun beberapa tujuan dari perencanaan Line Of Balancing dalam lantai
produksi perusahaan adalah sebagai berikut:
1) Jarak perpindaham material yang minim diperoleh dengan mengatur
susunan tempat kerja

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 8
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

2) Aliran benda kerja (Material), mencakup gerakan dari benda kerja yang
kontinu, alirannya diukur dengan kecpatan produksi dan bukan oleh
jumlah spesifik.
3) Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian
masing-masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien.
4) Pengerjaan operasi serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat
yang sama diseluruh lintasan produksi.
5) Operasi unit. Lintasan yang dimaksudkan sebagai penghasil unit tunggal,
satu seri operasi suatu grup kerja ditugaskan untuk suatu produk. Selutuh
lintasan merupakan satu unit produksi.
6) Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set up dari lintasan dan bersifat
tetap.
7) Proses memerlukan waktu yang minimum (Hartini,2010).

2.2.2 Langkah-langkah Line of Balancing


Berikut adalah langkah-langkah pemecahan masalah dalam line balancing
menurut Gaspersz (2004):
1) Mengidentifikasikan tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan.
2) Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas.
3) Menentukan precedence constraints, jika ada yang berkaitan dengan setiap tugas
tersebut.
4) Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.
5) Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output tersebut.
6) Menghitung cycle time yang dibutuhkan.
7) Cycle Time = waktu produksi yang tersedia / tingkat produksi harian
8) Memberikan tugas kepada pekerja dan mesin.
9) Menetapkan minimum banyaknya workstations yang dibutuhkan untuk
memproduksi output yang diinginkan.
10) Workstations = waktu total seluruh tugas / cycle time
11) Menilai aktifitas dan efisiensi dari solusi.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 9
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

12) Mencari terobosan-terobosan untuk perbaikan proses terus-menerus (continuous


process improvement) (Wignosoebroto, 2002).

2.2.3 Metode-Metode Line of Balancing


Berdasarkan jumlah stasiun yang telah ditentukan, metode-metode Line of
Balancing dapat dikelompokkan menjadi:
a) Metode Analitis (Matematik)
Metode ini mengelompokan operasi-operasi perakitan ke dalam sejumlah
kombinasi yang menjadi tugas tiap stasiun kerja. Yang lalu dicari alternatif
terbaik untuk membuat urutan tugas dari kombinasi tersebut.
b) Metode Probabilistik
Metode ini digunakan ketika terjadi kesulitan dalam memecahkan keseimbangan
lintasan yang disebabkan oleh perubahan kecepatan kerja dari operator.
c) Metode Branch And Bound
Metode ini menggunakan prosedur diagram pohon keputusan dimana pada tiap
iterasinya dimulai dengan sebuah simpul yang menggambarkan penugasan
elemen kerja pada sebuah stasiun kerja.
d) Metode Heuristik
Metode ini berdasar pada penyederhanaan masalah yang kompleks sehingga
dapat dipecahkan secara sederhana dan dengan metode yang mudah dipahami.
Terdapat beberapa metode heuristik diantaranya:
1) Metode Heigeson Birnie (Ranked Position Weight/RPW)
Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menyeimbangkan
lintasan pada proses produksi dengan menggunakan waktu-waktu yang
ada dalam proses perakitan yang sudah diketahui terlebih dahulu.
2) Metode Largest Candidate Rule (LCR)
Metode ini menentukan operasi pada stasiun kerja dengan mengurutkan
waktu operasi yang terbesar hingga terkecil.
3) Metode Killbridge Wester (Region Approach/ RA)

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 10
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Metode ini membagi presedence diagram dalam beberapa wilayah secara


vertikal, dan pada setiap wilayah tidak diperbolehkan terdapat dua
operasi yang berurutan.
4) Metode Moodie Young (MY)
Metode ini merupakan kelanjutan dari metode LCR. Metode ini
menggunakan 2 fase. Fase pertama adalah menentukan operasi pada
stasiun kerja dengan metode LCR. Lalu fase kedua adalah membagi
waktu menganggur secara merata pada tiap stasiun kerja.

2.2.4 Performansi Lintasan


Secara matematis, kriteria atau performansi yang umum digunakan dalam suatu
keseimbangan lintasan perakitan adalah sebagai berikut:
1) Waktu Menganggur / Delay Time (DT)
Selisih atau perbedaan antara cycle time dengan stasiun time, atau CT ST.
............................. ...........(2.1)

2) Presentase Waktu Menganggur / Presentase Delay Time (%DT)


Ukuran dari ketidakefisiensian lintasan yang dihasilkan dari waktu
menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang
kurang sempurna diantara stasiun-stasiun kerja.
............................... ...........(2.2)

3) Efisiensi Stasiun Kerja (ESKk)


Rasio antara waktu operasi tiap stasiu kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun
kerja terbesar (Ws). Efisiensi stasiun dirumuskan sebagai berikut:

.......... .......................... (2.3)

4) Efisiensi Lintasan (LE)


Rasio dari total waktu stasiun kerja dibagi dengan siklus dikalikan dengan
jumlah stasiun kerja, atau jumlah efisiensi stasiun kerja dibagi jumlah
stasiun kerja.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 11
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25


......................................... (2.4)

5) Indeks Penghalusan / Smoothing Index (SI)


Suatu indeks yang mempunyai kelancaran relatif dari penyeimbang lini
perakitan tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya SI
adalah:
............................ ..........(2.5)

2.3 Bentuk dan Jenis Inventory


Berikut jenis-jenis persediaan atau inventory dalam suatu perusahaan menurut
fungsinya:
1. Bath Stock/Lot Size Inventory adalah persediaan yang diadakan karena kita
membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang
lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu.
Keuntungannya:
a. Potongan harga pada harga pembelian.
b. Efisiensi produksi.
c. Penghematan biaya angkutan.
2. Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi
fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3. Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi
fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang
terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan, penjualan, atau
permintaan yang meningkat.
Setiap jenis persediaan memiliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolan
yang berbeda, sehingga dapat dilihat dari jenis dan posisi barang. Persediaan menurut
jenis dan posisi barang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:
1. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud,
seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang dugunakan dalam proses
produksi.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 12
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

2. Persediaan bagian produk atau komponen-komponen rakitan (purchased


parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-
komponen yang diperoleh dari perusahan lain yang secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-
barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan merupakan bagian atau
komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang
yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang
telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah
selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirim kepada
pelanggan.
Dalam manajemen persediaan, barang-barang dapat dibagi menurut beberapa
sudut pandang/pendekatan, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Jenis
a. Barang umum (general materials), barang jenis ini biasanya cukup banyak,
pemakainnya tidak tergantung dari peralatan, harganya relatif lebih kecil. Dan
penentuan kebutuhannya relatif gampang.
b. Suku cadang (spare parts), barang jenis ini macamnya sangat banyak,
harganya biasanya lebih mahal, pemakaiannya tergantung dari peralatan, dan
penentuan kebutuhannya lebih sulit.
2. Menurut Harga
a. Barang berharga tinggi (high value items), barang ini biasanya berjumlah
sekitar hanya 10% dari jumlah item persediaan, namun jumlah nilainya
mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persediaan, dan oleh sebab itu
memerlukan tingkat pengawasan yang tinggi.
b. Barang berharga menengah (medium value items), barang ini biasanya
berjumlah kira-kira 20% dari jumlah item persediaan, dan jumlah nilainya juga

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 13
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

sekitar 20% dari jumlah nilai persediaan, sehingga memerlukan tingkat


pengawasan cukup saja.
c. Barang berharga rendah (low value items), berlawanan dengan barang berharga
tinggi, jenis barang ini biasanya berjumlah kira-kira 70% dari seluruh pos
persediaan, namun nilai harganya hanya mewakili 10% saja dari seluruh nilai
barang persediaan, sehingga hanya menerlukan tingkat pengawasan rendah.
3. Menurut frekuensi penggunaan
a. Barang yang cepat pemakaiannya atau pergerakannya (fast moving items),
barang ini frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun lebih dari sekian bulan
tertentu, misalnya lebih dari 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan
frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang lebih sering.
b. Barang lambat pemakaian atau pergerakannya (slow moving items), barang
yang frekuensi penggunaannya dalam 1 tahun kurang dari sekian bulan
tertentu, misalnya dibawah 4 bulan, sehingga barang jenis ini memerlukan
frekuensi perhitungan pemesanan kembali yang tidak sering.
4. Menurut tujuan penggunaan
a. Barang pemeliharaan, perbaikan, dan operasi (MRO materials), barang ini
sifatnya habis pakai, digunakan untuk keperluan pemeliharaan, perbaikan, atau
reparasi dan operasi dan kalau pada suatu saat persediaan habis, operasi masih
dapat berjalan sementara.
b. Barang program (program materials), barang yang sifatnya juga habis pakai,
jumlah kebutuhannya sesuai dengan tingkat produksi/kegiatan perusahaan yang
bersangkutan. Dan kalau pada suatu saat persediaan habis, kegiatan peusahaan
akan langsung berhenti.
5. Menurut jenis anggaran
a. Barang Operasi (operating materials), barang yang digunakan untuk keperluan
operasi biasa, yang dianggarkan dalam anggaran operasi, dan apabila
digunakan sebagai biaya, dan proses persetujuan anggarannya biasanya lebih
cepat dan sederhana.
b. Barang investasi (capital materials), barang yang biasanya berbentuk peralatan
dan digunakan untuk penambahan, perluasan, dan pembangunan proyek, atau

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 14
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

sebagai asset perusahaan, dianggarkan dalam anggaran investasi, bukan dalam


anggaran operasi, dan dibukukan dalam akun aset perusahaan, sedangkan
biayanya dihitung dengan metode penyusutan sesuai dengan metode
perhitungan yang telah ditentukan, dan proses persetujuan anggarannya
biasanya lebih sulit dan lama.
6. Menurut cara pembukuan perusahaan
a. Barang persediaan (stock items), jenis barang yang setibanya barang tersebut
dari proses pembelian, dibukukan dalam akun persediaan barang perusahaan
dan barangnya sendiri disimpan digudang persediaan. Setelah barang tersebut
digunakan oleh suatu bagian, baru dibebankan pada akun bagian yang
bersangkutan. Penggunaan barang ini berulang-ulang, sehingga memang perlu
disediakan digudang.
b. Barang dibebankan langsung (direct charged materials), jenis barang yang
setelah dibeli langsung dikirimkan dan dibebankan kebagian yang akan
menggunakan. Barang jenis ini memang biasanya tidak disediakan dalam
persediaan, karena jarang sekali digunakan.
7. Menurut hubungannya dengan produksi
a. Barang Langsung (direct materials), jenis barang yang langsung digunakan
dalam produksi, yang akan menjadi bagian dari produk akhir. Jadi bahan
mentah, bahan penolong, barang setengah jadi, dan barang komoditas (barang
jadi) termasuk dalam kategori ini.
b. Barang tidak langsung (indirect materials), jenis barang yang tidak ada
huungannya dengan proses produksi, namun diperlukan untuk memelihara
mesin dan fasilitas yang digunakan dalam proses produksi. Yang termasuk
dalam kategori ini adalah barang suku cadang, barang umum dan barang
proyek.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 15
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

2.4 Jenis-Jenis Waktu dalam Sistem Manufaktur


Berikut beberapa jenis waktu dalam sistem manufaktur:
a. Lead time
Dalam lingkungan bisnis modern yang kompetitif, kemampuan pabrik
manufaktur menyerahkan produk pada pelanggan dalam waktu yang paling
singkat seringkali memenangkan order. Waktu ini dikenal dengan nama
waktu tunggu manufaktur. Secara spesifik, kita mendefinisikan waktu
tunggu manufaktur (MLT : manufacturing lead time) adalah waktu total
yang dibutuhkan untuk pengerjaan part atau produk tertentu dalam pabrik.
Produksi umumnya terdiri dari serangkaian proses pengerjaan tunggal
dan penyimpanan, inspeksi dan aktivitas aktivitas non produktif lainnya.
Karenanya aktivitas aktivitas produksi dibagi menjadi dua kategori utama,
elemen operasi dan non operasi. Suatu operasi adalah proses pengerjaan
yang dikerjakan pada benda kerja saat unit tersebut berada dalam mesin
produksi. Elemen non operasi meliputi penanganan, penyimpanan
sementara, inspeksi dan sumber sumber penundaan saat unit tidak berada
dalam mesin.
Untuk produksi massal jenis aliran garis (flow line), keseluruhan lini
produksi dipersiapkan terlebih dahulu. Juga waktu non operasi diantara
langkah pengerjaan mudahnya adalah waktu pemindahan untuk
memindahkan part atau produk dari satu stasiun kerja ke stasiun berikutnya.
Apabila semua stasiun kerja terintegrasi sehingga semua stasiun
mengerjakan secara berurutan benda kerjanya sendiri, maka waktu untuk
menyelesaikan semua operasi adalah waktu yang dipakai oleh setiap unit
pengerjaan selama melewati seluruh stasiun dalam lini produksi. Stasiun
dengan waktu operasi terpanjangan menentukan langkah/kecepatan dari
seluruh stasiun yang ada.
Adapun contoh Jenis Waktu Lead time adalah waktu yang dibutuhkan
untuk merakit Tamiya dari stasiun kerja awal hingga stasiun kerja akhir dan
waktu yang digunakan adalah waktu untuk seluruh produk yang di hasilkan.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 16
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

b. Cycle time
Cycle time adalah waktu yang digunakan untuk menyelesaikan 1 siklus
pekerjaan dengan sekuens standar kerja yang telah ditentukan. Unutk
mendapatkan data cycle time dapat menggunakan observasi waktu kerja
(dengan stopwatch maupun video) pada produksi aktual (Wignosoebroto,
2002).
Contohnya adalah dalam merakit satu buah produk Tamiya 4 WD di
perlukan waktu berapa lama, mulai dari pemasangan komponen awal hingga
produk jadi.
c. Tact Time
Tact time adalah waktu untuk memproduksi 1 unit produk yang
berdasarkan pada kecepatan permintaan konsumen. Apabila dirumuskan,
maka akan menjadi seperti berikut :

Tact time = ....................................(2.6)

Contohnya apabila waktu kerja per shift adalah 480 menit atau 28.800
detik, dengna permintaan konsumen 2880 pcs/unit, maka diperoleh tact time
nya adalah

Tact time = = 10 detik / pcs..........................(2.7)

Contohnya adalah waktu yang di berikan oleh konsumen untuk


menyelesaikan target produksi bagi perusahaan. Misal pelanggan
memberikan waktu kepada seorang tukang jahit untuk menyelesaikan order
baju jahitannya dalam waktu satu minggu.
d. Cycle time, lead time, dan tact time
Lead time dimulai ketika permintaan dibuat dan berakhir ketika
pengantaran dilakukan. Sementara cycle time dimulai ketika pekerjaan
dimulai sesuai permintaan dan berakhir ketika item siap untuk diantar. Jadi
cycle time lebih menggambarkan ukuran mekanis sebuah kapabilitas proses,
sementara lead time adalah apa yang dilihat oleh konsumen. Sedangkan tact
time adalah waktu untuk memproduksi 1 unit berdasarkan kecepatan
permintaan konsumen, atau dapat dikatakan sebagai waktu siklus dengan

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 17
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

pendekatan demand. Dalam hal ini lead time bergantung pada cycle time.
Lead time dan cycle time juga berhubungan dengan Work in process secara
proses keseluruhan. Jadi dapat digambarkan bahwa :
....................................(2.8)

2.5 Pola Aliran Material


Dalam perancangan tata letak kita harus memperhatikan proses yang terjadi
dalam keseluruhan fasilitas tersebut. Untuk itu salah satu hal yang perlu diperhatikan
adalah pola aliran material di dalam proses tersebut. Ada beberapa pola aliran
material/bahan yang umum digunakan, yaitu:

1. Straight Line (Pola Aliran Garis Lurus)


Pada umumnya pola ini digunakan untuk proses produksi yang pendek dan
relatif sederhana, dan terdiri atas beberapa komponen.

Gambar 2.2 Pola Aliran Garis Lurus


2. Serpentine (Pola Aliran Zig-Zag)
Pola ini biasanya digunakan bila aliran proses produksi lebih panjang
daripada luas area.pada pola ini, arah aliran diarahkan membelok sehingga
menambah panjang garis aliran yang ada. Pola ini digunakkan untuuk
mengatasi keterbatasan area.

Gambar 2.3 Pola Aliran Zig-Zag

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 18
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

3. U-Shaped (Pola Aliran Bentuk U)


Dilihat dari bentuknya, pola aliran ini digunakan bila kita menginginkan akhir
dan awal proses produksi berada di lokasi yang sama. Keuntungannya adalah
meminimasi penggunaan fasilitas material handling dan mempermudah
pengawasan.

Gambar 2.4 Pola Aliran Bentuk U


4. Circular (Pola Aliran Melingkar)
Pola ini digunakan apabila departemen penerimaan dan pengiriman berada di
lokasi yang sama.

Gambar 2.5 Pola Aliran Melingkar

5. Odd Angle (Pola Aliran Sudut Ganjil)


Pola ini jarang dipakai karena pada umumnya pola ini digunakan untuk
perpindahan bahan secara mekanis dan keterbatasan ruangan. Dalam keadaan
tersebut, pola ini memberi linatsan terpendek dan berguna banyak pada area
yang terbatas.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 19
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Gambar 2.6 Pola Aliran Sudut Ganjil


2.6 Sistem Kanban
Produksi Just In Time yang paling dikenal adalah berdasarkan kartu kanban
yang dikembangkan oleh Toyota. Kanban berasal dari kata Jepang yang berarti tanda.
Namun dalam konteks operasional dijelaskan bahwa kanban adalah suatu kartu yang
digunakan untuk mewadahi kebutuhan bahan suku cadang dalm proses operasi. Sistem
kanban adalah sistem informasi yang secara serasi mengendalikan produksi produk
yang dalam jumlah yang diperlukan pada waktu yang diperlukan dalam setiap proses
(Monden, 2000).
Dalam sistem produksi JIT, sistem kanban didukung oleh hal-hal sebagai berikut
(Monden, 2000):
1) Pelancaran produksi
2) Pembakuan pekerjaan
3) Pengurangan waktu penyiapan
4) Aktivitas perbaikan
5) Rancangan tata ruang mesin
6) Autonomasi

2.6.1 Tujuan Kanban


Kanban mempunyai dua tujuan utama yaitu sebagai pengendalian produksi dan
sebagai sarana peningkatan produksi. Tujuannya sebagai pengendali produksi diperoleh
dengan menyatukan proses bersama dan mengembangkan suatu sistem yang tepat
waktu sehingga bahan baku, komponen atau produk yang dibutuhkan akan datang pada

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 20
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

saat dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan di seluruh workcenter
yang ada di lantai produksi, bahkan meluas sampai ke pemasok yang terkait dengan
perusahaan. Sedangkan tujuannya sebagai sarana peningkatan produksi dapat diperoleh
jika penerapannya dengan menggunkan pendekatan pengurangan tingkat persediaan.
Tingkat persediaan dapat dikurangi secara terkendali melalui pengurangan jumlah
Kanban yang beredar selama proses produksi.
Menurut Yasuhiro Monden secara terperinci sistem kanban digunakan untuk
melakukan fungsi sebagai berikut:
1) Perintah
Kanban berlaku sebagai alat perintah antara produksi dan pengiriman.
Kanban yang dituliskan merupakan suatu alamat yang menginformasikan
proses sebelum tempat penyimpanan komponen yang telah diolah, dan
menginformasikan proses yang sesudah tempat komponen yang
dibutuhkan.
2) Pengendalian diri sendiri untuk mencegah over production.
Sistem kanban merupakan mekanisme pengendalian diri sendiri sehingga
memungkinkan tiap proses melakukan penyesuaian kecil terhadap
pasokan untuk jadwal produksi bulanannya karena adanya fluktuasi
permintaan bulanan.
3) Pengendalian Visual
Sistem kanban barlaku sebagai alat untuk pengendalian visual karena
bukan saja memberikan informasi numerik, tetapi juga informasi fisik
dalam bentuk kartu kanban.
4) Perbaikan Proses dan Operasi Manual
Penggunaan sistem kanban untuk membantu perbaikan operasi sangat
dibutuhkan karena peningkatan produktivitas mengakibatkan perbaikan
keuangan sehingga memperbaiki perusahaan secara keseluruhan.
5) Pengurangan Biaya Pengelolaan
Sistem kanban juga berfungsi mengurangi biaya manajemen dengan
membantu mengurangi jumlah perencanaan menjadi nol.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 21
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

2.6.2 Jenis-Jenis Kanban


Jenis kanban yang sering digunakan adalah kanban pengambilan dan kanban
perintah produksi. Kanban pengambilan menspesifikasikan jenis dan jumlah produk
yang harus diambil dari proses terdahulu oleh proses berikutnya, sementara kanban
perintah produksi menspesifikasikan jenis dan jumlah produk yang harus dihasilkan
oleh proses terdahulu. Ada beberapa jenis kanban lain, di antaranya adalah:
1) Kanban pemasok (subkontraktor), yaitu kanban yang berisi perintah yang
meminta pemasok atau subkontraktor untuk mengirimkan suku cadang.
2) Kanban pemberi tanda. Kanban pemberi tanda digunakan untukmenetapkan
spesifikasi produksi lot dalam pengecoran cetakan, pelubang tekan, atau proses
tempaan. Kanban ini ditempelkan pada suatu kotak dalam lot. Kalau
pengambilan mencapai kotak yang ditempeli kanban ini, instruksi produksi
harus digerakkan.
Klasifikasi berbagai jenis utama kanban lain dapat dilihat pada gambar berikut
(Monden, 2000):

Gambar 2.7 Klasifikasi jenis Kanban


1) Kanban pengambilan
Kanban pengambilan adalah suatu otorisasi untuk memindahkan suatu
kontainer dari outbound buffer stasiun upstream (sebelumnya) ke inbound
Program Studi Teknik Industri
Universitas Diponegoro 22
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

buffer stasiun downstream (sebelumnya). Tidak ada kontainer yang dapat


diambil dari outbound buffer kecuali kartu kanban pengambilan sudah
dikeluarkan. Prosedur full container kanban satu kartu dengan hanya
menggunakan kanban pengambilan adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Bila operator stasiun downstream melakukan akses terhadap
full container maka kanban pengambilan dilepas dan diletakkan pada
pos kanban.
Tahap 2: Material handler membaca kanban pengambilan dan
membawanya ke stasiun upstream.
Tahap 3: Material handler meletakkan kanban pengambilan ke full
container (yang berada pada outbound buffer) dan membawanya ke
stasiun doenstream.
Tahap 4: Setiap kali stasiun downstream mengosongkan kontainer,
maka material handler akan mengambil dan membawa empty container
ke stasiun upstream. (Seringkali tahap 2 dan 4 digabung hanya satu kali
perjalanan).
Untuk menghitung jumlah kanban pengambilan, digunakan rumus (Danielle
Sipper, Robert L, 1997):

.................................................(2.9)

2) Kanban Perintah
Produksi Kanban perintah produksi digunakan sebagai otorisasi untuk
memproduksi komponen-komponen atau rakitan-rakitan. Dalam sistem yang
menggunakan kartu ini, tidak ada produksi yang diizinkan tanpa adanya
kanban perintah produksi, disebut sebagai sistem tarik dua kartu. Prosedur dari
sistem tarik dua kartu ini adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Pembawa dari proses berikutnya pergi ke gudang proses
terdahulu dengan kanban pengambilan yang disimpan dalam pos
kanban pengambilan bersama kontainer kosong.
Tahap 2: Bila pembawa proses berikutnya mengambil suku cadang di
gudang A, pembawa itu melepaskan kanban perintah produksi yang

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 23
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

dilampirkan pada unit fisik dalam kontainer (perhatikan bahwa tiap


kontainer mempunyai satu lembar kanban) dan menaruh kanban ini
dalam pos penerima kanban.
Tahap 3: Untuk tiap kanban perintah produksi yang dilepaskannya, di
tempat itu ia menempelkan satu kanban pengambilan.
Tahap 4: Bila pekerjaan dimulai pada proses berikutnya, kanban
pengambilan harus ditaruh dalam pos kanban pengambilan.
Tahap 5: Pada proses terdahulu, kanban perintah produksi harus
dikumpulkan dari pos penerima kanban pada waktu tertentu atau bila
sejumlah unit telah diproduksikan dan harus ditempatkan dalam pos
kanban perintah produksi dengan urutan yang sama dengan urutan
penyobekan kanban di gudang A.
Tahap 6: Menghasilkan suku cadang sesuai dengan urutan nomor
kanban perintah produksi dalam pos.
Tahap 7: Ketika diolah, unit fisik dan kanban itu harus bergerak
berpasangan.
Tahap 8: Bila unit fisik diselesaikan dalam proses ini, unit ini dan
kanban perintah produksi ditaruh dalam gudang A, sehingga pembawa
dari proses berikutnya dapat mengambilnya kapan saja .

Sistem dua kartu memberikan pengendalian yang ketat terhadap persediaan.


Tidak ada kontainer yang dapat dipindahkan tanpa adanya kanban pengambilan
atau kanban perintah produksi.
Jumlah kartu kanban perintah produksi dihitung dengan menggunakan
rumus (Danielle Sipper, Robert L, 1997):

.................................................(2.9)

Keterangan: nkc = Jumlah Kanban Pengambilan


D = Jumlah Demand Per Hari (unit)
= Koefisien Pengaman
Lc = Waktu Siklus Pengambilan
Program Studi Teknik Industri
Universitas Diponegoro 24
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Persiapan Pra Kanban Sebelum melakukan sistem kanban perlu dilakukan


persiapan-persiapan dengan baik. Dalam SPT, penerapan sistem kanban
didukung oleh persiapan-persiapan yang meliputi:
1. Pelancaran Produksi Pelancaran produksi adalah syarat yang paling
penting untuk produksi dengan kanban dan untuk meminimalkan
waktu mengganggur dalam hal tenaga kerja, perlengkapan dan barang
dalam pengolahan. Pelancaran produksi memberikan beberapa
keuntungan, yaitu memungkinkan operasi produksi menyesuaikan diri
dengan cepat terhadap fluktuasi permintaan harian dengan secara rata
memproduksi bebrbagai jenis produk setiap hari dalam jumlah kecil
dan memungkinkan tanggapan terhadap variasi dalam pesqnan
pelanggan tiap hari tanpa menyadarkan diri pada persediaan produk,
serta jika semua proses mencapai produksi sesuai dengan waktu
siklus, pengimbangan antar berbagai akan membaik dan persediaan
WIP dapat berkurang.
2. Memperpendek Waktu Penyiapan Untuk memperpendek waktu
penyiapan perlu dilakukan dua fase penyiapan, yaitu:
a. Fase Penyiapan Eksternal Yang terlebih daproses awal disiapkan
adalah mal, peralatan, cetakan berikutnya dan bahan yang
diperlukan.
b. Fase Penyiapan Internal Fase dimana pekerja harus memusatkan
perhatian pada pergantian cetakan, peralatan dan bahan sesuai
dengan perincian yang terdapat dalam pesanan berikutnya.
2) Tata Letak Proses Menurut SPT, tata letak proses dan mesin akan
disusun kembali untuk melancarkan aliran produksi berdasarkan
sistem Penanganan Proses Ganda (multi-proses holding) dimana
pekerja menjadai pekerja fungsi ganda. Dalam suatu lini penanganan
proses ganda, seorang pekerja menangani beberapa mesin dari
berbagai proses satu per satu; pekerjaan di tiap proses akan
berlangsung hanya bila pekerja itu menyelesaikan pekerjaan yang

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 25
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

diberikan padanya dalam eaktu siklus yang ditentukan. Akibatnya


masuknya tiap unit ke dalam lini diimbangi dengan selesainya unit
produk akhir lainnya, seperti dipesan oleh operasi dari suatu waktu
siklus.
3) Pembakuan Pekerjaan atau Operasi Operasi baku menunjukkan
operasi rutin yang dilakukan oleh pekerja yang menangani berbagai
jenis mesin sebagai pekerja fungsi ganda. Operasi baku rutin ini
menunjukkan urutan proses yang harus dikerjakan oleh seorang
pekerja dalam proses penanganan ganda di bagiannya. Keseimbangan
lini dapat dicapai di antara pekerja dalam bagian ini karena setiap
pekerja akan mengakhiri semua proses operasi sesuai waktu siklus.
4) Autonomasi Autonomasi berarti membuat suatu mekanisme untuk
mencegah diproduksinya barang cacat secara masal pada mesin atau
lini produk. Untuk mencapai JIT sempurna, unit yang 100% bebas
cacat harus mengalir ke proses berikut secara kontinu tanpa terputus.
Karena itu pengendalian mutu harus selalu berdampingan dengan
operasi JIT dalam seluruh sistem Kanban.
5) Aktivitas Perbaikan Aktivitas perbaikan adalah suatu unsur pokok dari
sistem produksi yang membuat sistem produksi sungguh-sungguh
dapat bekerja dengan baik. Tiap karyawan mempunyai kesempatan
untuk memberikan saran dan mengusulkan perbaikan lewat suatu
gugus kecil yang disebut Gugus Kendali Mutu (GKM). GKM adalah
sekelompok kecil pekerja yang mempelajari konsep dan teknik
kendali mutu secara spontan dan terus menerus untuk memberi
pemecahan masalah di tempat kerja.

2.7 Aplikasi LOB dan Kanban


LOB
Produktivitas adalah topik utama dan selalu ditingkatkan di setiap industri.
Produktivitas setara dengan efisiensi. Dalam produksi massal, produktivitas dapat
expedients oleh diterapkan teori keseimbangan lintasan. Ada banyak teori

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 26
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

keseimbangan lintasan. Beberapa algoritma keseimbangan lintasan yang telah


disebutkan oleh Moodie-Young, Helgeson-Binie, Kilbridge-Wester, dll Setiap algoritma
memiliki prosedur yang berbeda. Hal ini menyebabkan hasil yang berbeda dan kinerja
yang berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tiga baris menyeimbangkan
algoritma. Algoritma ini akan dibandingkan yang Ranking Positional weigt (oleh
Helgeson-Binie), Moodie algoritma Young, dan Pendekatan Region (oleh Kilbridge
Wester). Percobaan diduduki di laboratorium dengan simulasi numerik dari banyak
varian dari diagram didahulukan.
Berdasarkan efisiensi baris dan indeks perataan, ada empat hasil dalam
penelitian ini. Pertama, algoritma Moodie Muda sesuai untuk precedence diagram yang
dimulai dari satu atau operasi perpecahan lebih kemudian bertemu dalam satu operasi,
dan finish di satu operasi. Kedua, Ranking Posisi algoritma Berat cocok untuk
diterapkan pada diagram precedence mulai satu operasi, kemudian dipisahkan, bertemu
lagi, dan finish di dua atau lebih operasi. Hasil ketiga, tidak ada salah satu diagram
diutamakan dialokasikan dengan algoritma Pendekatan Region. Sebagai hasil akhir,
tidak ada satu algoritma terbaik untuk precedence diagram dengan jalan yang lurus
tunggal; atau mulai dari satu atau lebih operasi, bertemu, berpisah, dan selesai pada dua
atau lebih operasi; atau dimulai pada satu operasi, menjadi satu, dipisahkan, bertemu
lagi, dan selesai pada satu operasi. Terdapat beberapa fenomena mengenai dua algoritma
memberikan efisiensi dan keseimbangan yang sama namun memiliki penyusunan atau
pengelompokan stasiun kerja yang berbeda.
Masih terdapat beberapa perkecualian untuk kesimpulan yang dihasilkan namun dalam
penelitian ini diabaikan. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan yang lebih memfokuskan
untuk masalah ini dengan cara memunculkan lebih banyak precedence diagram
berkarakteristik seperti perkecualian tersebut namun berbeda-beda. Penelitian simulasi
konkret atau praktik juga diperlukan untuk mengeksplorasi lebih lanjut kesimpulan
mengenai adanya susunan stasiun kerja yang berbeda dan memiliki efisiensi dan
keseimbangan sama. Dengan ini diharapkan untuk diketahui indicator-indikator real yang
dapat memperkaya pertimbangan mengenai pemilihan algoritma (Baroto, 2006).

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 27
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Kanban
Pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan.
Selama ini PT Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II dalam menjalankan proses
produksinya sering mengalami permasalahan pada persediaan komponen yakni sering
mengalami kekurangan persediaan komponen. Kekurangan tersebut mengakibatkan proses
produksi terhenti, karena pengendalian persediaan yang kurang baik. Metode pengendalian
persediaan yang dibandingkan dalam penelitian ini yakni metode Economic Order Quantity
(EOQ) dan metode kanban. Metode EOQ dimulai dengan menghitung kuantitas pemesanan,
safety stock, Reorder Point, stok persediaan maksimal dan stok persediaan rata-rata. Metode
kanban dimulai dengan menghitung jumlah kartu kanban yang dibutuhkan, kuantitas yang
diwakili satu kanban, stok persediaan maksimal dan stok persediaan rata-rata. Kemudian,
dilanjutkan dengan mengkomparasi total inventory cost kedua metode. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa metode EOQ lebih baik daripada metode kanban. Perbandingan total
inventory cost pada metode kanban sebesar Rp. 19.800.000 lebih besar daripada total inventory
cost pada metode EOQ hanya sebesar Rp. 2.800.000. Karena menggunakan prinsip zero
inventory, tingkat stok persediaan pada metode kanban lebih baik daripada metode EOQ.
Namun tingginya ongkos pesan, metode kanban menjadi kurang efisien. Untuk dapat
menerapkan metode kanban, perusahaan harus menekan biaya pemesanan menjadi Rp. 46.969,
dengan mengembangkan sistem keiretsu dan kemitraan dengan supplier.
Di bawah ini adalah contoh sebuah gambaran aliran Kanban pemasok yang dikeluarkan oleh
warehouse, dan sebuah contoh kartu kanban :

Gambar 2.8 Aliran Kartu Kanban Pemasok

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 28
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Gambar 2.9 Contoh Kanban Pemasok


Dari jurnal penelitian yang kami ambil tersebut, didapatkanlah kesimpulan yang berdasarkan
pengolahan data serta analisis pembahasan, sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan metode EOQ dapat diketahui kuantitas pemesanan paling
ekonomis wiperpivot sebesar 1461 unit, safety stock 567 unit dan ROP sebesar 630 unit.
Komponen wiper assy sebesar 1215 unit, safety stock 575 unit dan ROP sebesar 638
unit. Komponen arm & blade sebesar 1157 unit, safety stock 934 unit dan ROP sebesar
1010 unit.
2. Dengan menggunakan metode kanban dapat diketahui memerlukan 1 kartu kanban
dengan kuantitas pemesanan wiperpivot sebesar 192 unit. Untuk komponen wiper assy
dapat diketahui memerlukan 1 kartu kanban dan kuantitas pemesanan sebesar 192 unit.
Untuk komponen arm & blade memerlukan 1 kartu kanban dengan kuantitas
pemesanan sebesar 288 unit.
3. Dengan penerapan metode EOQ untuk periode perencanaan selama 1 periode dihasilkan
penghematan dari total inventory cost sebesar Rp. 13.006.808 untuk komponen
wiperpivot, sebesar Rp. 11.363.563 untuk komponen wiper assy dan sebesar Rp.
6.533.310 untuk arm & blade (Mahardhika, 2012)

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 29
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

Adapun Metodologi yang digunakan dalam praktikum Modul Perencanaan


keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi ini adalah sebagai berikut:
Start

INPUT
Hasil Forecasting,
Data waktu baku,
Precedence
diagram

Penentuan waktu siklus


dengan pendekatan demand
Kelogisan lintasan dan pendekatan teknis

Perancangan stasiun kerja


menggunakan metode
heuristik

Perhitungan performansi
lintasan tiap metode

Pemilihan lintasan dengan


performansi terbaik dari
beberapa metode

Perhitungan jumlah kanban

Simulasi keseimbangan
Kartu kanban lintasan produksi yang
terpilih

Perhitungan performansi
implementasi lintasan

Analisa perbandingan
implementasi dengan
rancangan

Finish

Gambar Error! No text of specified style in document..1 Gambar Metodologi Praktikum

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 30
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Praktikum PTI modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan pada Lantai


Produksi diawali dengan memasukkan input data berupa hasil-hasil ouput dari modul-
modul sebelumnya, diantaranya adalah hasil forecasting dalam 48 periode yang telah
didapatkan dari modul 3, data waktu baku, dan precedence diagram diperoleh dari
modul 2. Data tersebut digunakan untuk menentukan waktu siklus yang akan digunakan
dalam perencanaan keseimbangan lintasan, yaitu dengan menghitung melalui dua
pendekatan, pendekatan demand dan pendekatan teknis, lalu pemilihan pendekatan yang
digunakan adalah dengan membandingkan nilai overproduction yang terkecil. Setelah
itu melakukan perancangan stasiun kerja dengan menggunakan metode heuristik yang
terdiri dari Ranked Position Weight (RPW), Large Candidate Ruler (LCR), Region
Approach (RA), dan Moodie Young. Kemudian dilakukan perhitungan performansi pada
setiap metode heruristik yang meliputi Line Efficiency yang dipilih adalah yang
memiliki nilai terbesar dan Smoothest Index yang dipilih adalah yang memiliki nilai
terkecil. Dari perhitungan performansi yang telah dilakukan, ditentukan lintasan yang
memiliki performansi terbaik dari keempat metode tersebut dan nantinya akan
digunakan untuk simulasi caranya adalah dengan membandingkan nilai DI terkecil di
semua metode heuristic yang digunakan. Lalu langkah selanjutnya adalah melakukan
Simulasi keseimbangan lintasan produksi dengan melakukan running. Lalu setelah
running melakukan Penerapan kanban dalam proses perakitan Tamiya yang dilakukan.
Lanjut dngan Perhitungan performansi implementasi lintasan pada metode yang terpilih
dan yang dilakukan saat running. Setelah semua langkah langkah dilakukan kemudian
lagkah terakhir adalah menganalisis perbandingan implementasi dengan rancangan
lantai produksi yang telah dilakukan. Adapun perhitungan waktu tinggal komponen
adalah untuk mengetahui berapa lama komponen berada dalam palet komponen, idle
time fungsinya untuk mengetahi berapa lama orperato menganggur tidak melakukan
pekerjaan sama sekali, waiting time untuk mengetahui berapa lama komponen
menunggu untuk dikerjakan, dan waktu transfer kanban fungsinya untuk berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk pemenuhan material produksi.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 31
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data


Adapun pengumpulan data yang dilakukan dapat diperoleh dari praktikum yang
telah dilakukan pada modul sebelumnya yakni dataa precendence diagram (Modul 2),
data Waktu baku (Modul 2) dan data hasil forecasting (Modul 3)

4.1.1 Precedence Diagram

Gambar 4.1 Precendence Diagram

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 32
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.1.2 Waktu Baku

Tabel 4.1 Data waktu Baku

No. Nama Operasi Waktu Baku

1 Memasang bumper belakang pada chasis 6,52

2 Memasang sekrup 1 pada chasis assy 21,49

3 Memasang sekrup 2 pada chasis assy 20,95

4 Memasang baut roller kiri depan pada roller kiri 9,38

5 Memasang roller kiri depan assy pada chasis assy 13,93

6 Memasang baut roller kanan depan pada roller kanan 6,43

7 Memasang roller kanan depan assy pada chasis assy 16,48

8 Memasang baut roller kiri tengah pada roller kiri tengah 6,79

9 Memasang roller kiri tengah assy pada chasis assy 17,85

10 Memasang baut roller kanan tengah pada roller kanan tengah 7,33

11 Memasang roller kanan tengah assy pada chasis assy 16,03

12 Memasang roda kiri belakang pada as roda belakang 10,28

13 Memasang gear besar pada chasis 7,33

14 Memasang as roda belakang assy pada chasis assy 8,03

15 Memasang roda kanan belakang pada chasis assy 4,38

16 Memasang gardan pada chasis assy 8,75

17 Memasang gear dinamo pada dynamo 7,24

18 Memasang plat belakang kecil pada rumah dinamo 16,32

19 Memasang plat belakang besar pada rumah dinamo assy 6,40

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 33
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.1 Data waktu Baku

No. Nama Operasi Waktu Baku

20 Memasang dinamo assy ke rumah dinamo assy 8,97

21 Memasang rumah dinamo assy pada chasis assy 11,31

22 Memasang roda kiri depan pada as roda depan 6,26

23 Memasang gear kecil pada chasis assy 6,17

24 Memasang as roda depan assy pada chasis assy 10,65

25 Memasang roda kanan depan pada chasis assy 6,26

26 Memasang plat depan pada chasis assy 6,16

27 Memasang turn on pada chasis assy 7,18

28 Memasang penutup plat depan ke chasis assy 14,55

29 Memasang pengunci dinamo pada chasis assy 12,66

30 Memasang baterai pada chasis assy 11,37

31 Memasang penutup baterai pada chasis assy 10,10

32 Inspeksi 6,80

33 Memasang body pada chasis assy 7,79

34 Mengunci body tamiya pada chasis assy 6,86

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 34
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.1.3 Forcasting

Tabel 4.2 Data Hasil Forecasting

Periode Amoldo Bernardo Cartaya

1 4953 2540 4974

2 4953 2572 5038

3 4953 2604 5102

4 4953 2637 5166

5 4953 2669 5231

6 4953 2701 5295

7 4953 2733 5359

8 4953 2765 5423

9 4953 2797 5487

10 4953 2829 5551

11 4953 2861 5615

12 4953 2894 5680

13 4953 2926 5744

14 4953 2958 5808

15 4953 2990 5872

16 4953 3022 5936

17 4953 3054 6000

18 4953 3086 6064

19 4953 3118 6129

20 4953 3150 6193

21 4953 3183 6257

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 35
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.2 Data Hasil Forecasting

Periode Amoldo Bernardo Cartaya

22 4953 3215 6321

23 4953 3247 6385

24 4953 3279 6449

25 4953 3311 6513

26 4953 3343 6577

27 4953 3375 6642

28 4953 3407 6706

29 4953 3440 6770

30 4953 3472 6834

31 4953 3504 6898

32 4953 3536 6962

33 4953 3568 7026

34 4953 3600 7091

35 4953 3632 7155

36 4953 3664 7219

37 4953 3697 7283

38 4953 3729 7347

39 4953 3761 7411

40 4953 3793 7475

41 4953 3825 7540

42 4953 3857 7604

43 4953 3889 7668

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 36
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.2 Data Hasil Forecasting

Periode Amoldo Bernardo Cartaya

44 4953 3921 7732

45 4953 3954 7796

46 4953 3986 7860

47 4953 4018 7924

48 4953 4050 7988

4.1.4 Jam Kerja dan Kapasitas Palet

Jam Kerja
Jam kerja per hari = 8 jam
Hari kerja per minggu = 5 hari
Kapasitas Palet
Komponen Roda = 10 unit
Komponen Body = 10 unit
Komponen Dinamo = 15 unit
Komponen Baterai = 10 unit
Komponen Penutup Dinamo = 10 unit
Komponen Bumper = 10 unit
Komponen lain = 20 unit
4.2 Pengolahan Data
Adapun proses pengolahan data yang dilakukan adalah precendence diagram,
perhitungan waktu siklus, perhitungan jumlah Stasiun Kerja Optimum, Pembentukan
LOB, perhitungan performansi, pemilihan metode LOB, moving cad, perhitungan
Waktu Stasiun Kerja, Waktu Tinggal Komponen, Idle Time, Waiting Time, Waktu
Transfer Kanban, pola aliran Material, hingga dimensi Pallet.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 37
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.1 Precedence Konstrain

4.2 Precendence Diagram dengn Constraint

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 38
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.2 Perhitungan Waktu Siklus

Jam kerja per hari = 8 jam


Hari kerja per minggu = 5 hari

Demand total selama 4 tahun: 707006


Pendekatan Teknis

= 1286551,88 1286552

= 181,972 %

= 0,549 1 lini

1286552 x 1 = 1286552

= =

181,972 % 182 %
= 182 % - 100% =
82 %
Pendekatan Demand

= = 39,11 detik

= 706929,17 706929

= 99,989 %

Proses pendekatan teknis mengalami over production karena menggunakan


service level 95% dan tingkat overproduction 105%.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 39
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.3 Perhitungan Jumlah SK Optimum

Pendekatan Teknis
16,05 stasiun kerja

Pendekatan Demand

stasiun kerja

Dapat dilihat dari perhitungan bahwa jumalah SK yang optimum yakni dengan
jumlah paling sedikit yaitu dengan pendekatan demand yakni terdapat 9 stasiun kerja,
sedangkan pendekatan teknis menmbutuhkan Stasiun Kerja sebanyak 16 Stasiun kerja,
dan tidak optimum.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 40
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.4 Pembentukan SK dengan metode LOB

Region Aproach
Berikut ini merupakan hasil perhitungan dari metode RA dapat dilihat dalam
tabel 4. dibawah ini :
Cycle Time (CT) :39.11

Gambar 4.3 Metode Region Approach

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 41
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Tabel 4.3 Data Hasil Perhitungan Region Approach

Waktu
Stasiun Elemen Ti Slack Slack^2
Stasiun
1 6,52
4 9,38
1 6 6,43 36,45 2,66 7,0756
8 6,79
10 7,33
12 10,28
2 17,61 21,5 426,25
13 7,33
16 8,75
17 7,24
3 38,71 0,4 0,16
18 16,32
19 6,4
22 6,26
23 6,17
4 25,77 13,34 177,9556
26 6,16
27 7,18
2 21,49
5 35,42 3,69 13,6161
5 13,93
7 16,48
6 34,33 4,78 22,8484
9 17,85
11 16,08
7 14 8,05 33,03 6,08 36,9664
20 8,9
24 10,63
8 3 20,95 35,93 3,18 10,1124
15 4,35
21 13,31
9 25 6,26 32,23 6,88 47,3344
29 12,66
28 14,55
10 25,92 13,19 173,9761
30 11,37
31 10,1
32 6,3
11 31,05 8,06 64,9636
33 7,79
34 6,86

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 42
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Largest Candidate Rule


Berikut ini merupakan hasil perhitungan dari metode LCR dengan pendekatan
demand dapat dilihat dalam tabel 4. dibawah ini :
Cycle Time (CT) = 39.11)
Tabel 4.4 Data Hasil Rank LCR

Waktu
Ranking Elemen
baku
1 18 16.32
2 12 10.28
3 4 9.38
4 20 8.97
5 16 8.75
6 14 8.03
7 10 7.33
8 13 7.33
9 17 7.24
10 27 7.18
11 8 6.79
12 1 6.52
13 2 21.49
14 6 6.43
15 19 6.4
16 22 6.26
17 25 6.26
18 23 6.17
19 26 6.16
20 3 20.95
21 9 17.85
22 7 16.48
23 11 16.03

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 43
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.4 Data Hasil Rank LCR

Waktu
Ranking Elemen
baku
24 5 13.93
25 21 11.31
26 24 10.65
27 15 4.38
28 29 12.66
29 30 11.37
30 31 10.1
31 32 6.8
32 28 14.55
33 33 7.79
34 34 6.86

Tabel 4.5 Data Hasil Perhitungan LCR

Jumlah (CT-
Stasiun elemen Ti CT-Sk
Sk Sk)^2
18 16.32
1 12 10.28 35.98 3.13 9.7969
4 9.38
16 8.75
10 7.33
2 13 7.33 37.83 1.28 1.6384
17 7.24
27 7.18
8 6.79
3 1 6.52 34.8 4.31 18.5761
2 21.49

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 44
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.5 Data Hasil Perhitungan LCR

Jumlah (CT-
Stasiun Elemen Ti CT-Sk
Sk Sk)^2
6 6.43
19 6.4
4 22 6.26 31.42 7.69 59.1361
23 6.17
26 6.16
3 20.95
5 38.8 0.31 0.0961
9 17.85
7 16.48
6 32.51 6.6 43.56
11 16.03
5 13.93
7 24 10.65 33.55 5.56 30.9136
20 8.97
14 8.03
25 6.26
8 33.22 5.89 34.6921
15 4.38
28 14.55
21 11.31
9 29 12.66 35.34 3.77 14.2129
30 11.37
31 10.1
32 6.8
10 31.55 7.56 57.1536
33 7.79
34 6.86

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 45
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Ranked Position Weight


Berikut ini merupakan hasil perhitungan dari metode RPW dengan pendekatan
demand dapat dilihat dalam tabel 4. dibawah ini :
Cycle Time (CT) : 39.11

Tabel 4.6 Data Hasil Rank RPW

Waktu
Ranking Elemen
baku
1 18 16.32
2 12 10.28
3 4 9.38
4 20 8.97
5 16 8.75
6 14 8.03
7 10 7.33
8 13 7.33
9 17 7.24
10 27 7.18
11 8 6.79
12 1 6.52
13 2 21.49
14 6 6.43
15 19 6.4
16 22 6.26
17 25 6.26
18 23 6.17
19 26 6.16
20 3 20.95
21 9 17.85
22 7 16.48

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 46
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.6 Data Hasil Rank RPW

Waktu
Ranking Elemen
baku
23 11 16.03
24 5 13.93
25 21 11.31
26 24 10.65
27 15 4.38
28 29 12.66
29 30 11.37
30 31 10.1
31 32 6.8
32 28 14.55
33 33 7.79
34 34 6.86

Tabel 4.7 Data Hasil Perhitungan RPW

Jumlah (CT-
Stasiun elemen Ti CT-Sk
Sk Sk)^2
18 16.32
1 12 10.28 35.98 3.13 9.7969
4 9.38
16 8.75
10 7.33
2 13 7.33 37.83 1.28 1.6384
17 7.24
27 7.18
8 6.79
3 1 6.52 34.8 4.31 18.5761
2 21.49

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 47
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.7 Data Hasil Perhitungan RPW

Jumlah (CT-
Stasiun elemen Ti CT-Sk
Sk Sk)^2
6 6.43
19 6.4
4 22 6.26 31.42 7.69 59.1361
23 6.17
26 6.16
3 20.95
5 38.8 0.31 0.0961
9 17.85
7 16.48
6 32.51 6.6 43.56
11 16.03
5 13.93
7 24 10.65 33.55 5.56 30.9136
20 8.97
14 8.03
25 6.26
8 33.22 5.89 34.6921
15 4.38
28 14.55
21 11.31
9 29 12.66 35.34 3.77 14.2129
30 11.37
31 10.1
32 6.8
10 31.55 7.56 57.1536
33 7.79
34 6.86

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 48
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Moodie Young
Berikut ini merupakan hasil perhitungan dari metode Moodie Young dengan
pendekatan demand dapat dilihat dalam tabel 4. dibawah ini : (Cycle Time (CT) : 39.11)
Fase 1: Hasil akhir LCR
Tabel 4.8 Hasil akhir LCR (Fase I)
Jumlah (CT-
Stasiun elemen Ti CT-Sk
Sk Sk)^2
18 16.32
1 12 10.28 35.98 3.13 9.7969
4 9.38
16 8.75
10 7.33
2 13 7.33 37.83 1.28 1.6384
17 7.24
27 7.18
8 6.79
3 1 6.52 34.8 4.31 18.5761
2 21.49
6 6.43
19 6.4
4 22 6.26 31.42 7.69 59.1361
23 6.17
26 6.16
3 20.95
5 38.8 0.31 0.0961
9 17.85
7 16.48
6 32.51 6.6 43.56
11 16.03
5 13.93
7 24 10.65 33.55 5.56 30.9136
20 8.97

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 49
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.8 Hasil akhir LCR (Fase I)


Jumlah (CT-
Stasiun elemen Ti CT-Sk
Sk Sk)^2
14 8.03
25 6.26
8 33.22 5.89 34.6921
15 4.38
28 14.55
21 11.31
9 29 12.66 35.34 3.77 14.2129
30 11.37
31 10.1
32 6.8
10 31.55 7.56 57.1536
33 7.79
34 6.86

Fase 2:
Penentuan Goal

Goal =

Identifikasi elemen dengan waktu lebih kecil dari 2 x Goal = 2 X 3,69 = 7,38
Tabel 4.9 Hasil akhir Moodie Young (Fase II)
Waktu Jumlah
Stasiun Ranking Elemen CT-Sk Slack^2
baku Waktu
1 18 16.32
1 2 12 10.28 35.98 3.13 9.7969
3 4 9.38
4 20 8.97
5 16 8.75
2 33.08 6.03 36.3609
6 14 8.03
7 10 7.33

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 50
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.9 Hasil akhir Moodie Young (Fase II)

Waktu Jumlah
Stasiun Ranking Elemen CT-Sk Slack^2
baku Waktu
8 13 7.33
9 17 7.24
3 10 27 7.18 35.06 4.05 16.4025
11 8 6.79
12 1 6.52
13 2 21.49
4 14 6 6.43 34.32 4.79 22.9441
15 19 6.4
16 22 6.26
17 25 6.26
5 18 23 6.17 29.23 9.88 97.6144
19 26 6.16
27 15 4.38
20 3 20.95
6 38.8 0.31
21 9 17.85
0.0961
22 7 16.48
7 32.51 6.6
23 11 16.03
24 5 13.93
8 25 21 11.31 35.89 3.22 10.3684
26 24 10.65
28 29 12.66
9 29 30 11.37 34.13 4.98 24.8004
30 31 10.1
31 32 6.8
32 28 14.55
10 36 3.11 9.6721
33 33 7.79
34 34 6.86

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 51
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.5 Perhitungan Performansi


1. Metode Killbridge Wester (Region Approach/RA)

LE = x 100%

SI =

DT = (K x STmaks) STk
= (11 x 38.71) 345
= 80.81
%DT =

= x 100%

= 19.21%

2. Metode Heigeson Birnie (Ranked Position Weight/RPW)



LE = x 100%

= x 100%

= 80.19 %
SI =
=
= 34.59
DT = (K x STmaks) STk
= (11 x 38.8) 345
= 81.8 detik
%DT =

= x 100%

= 19.17%
Program Studi Teknik Industri
Universitas Diponegoro 52
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

3. Metode Largest Candidate Rule (LCR)



LE = x 100%

= x 100%

= 88.213 %
SI =
=
= 16.425
DT = (K x STmaks) STk
= (10 x 38.8) 345
= 43
%DT =

= x 100%

= 11.082 %
4. Modie Young

LE = x 100%

= x 100%

= 88.213 %
SI =
=
= 16.425
DT = (K x STmaks) STk
= (10 x 38.8) 345
= 43
%DT =

= x 100%

= 11.082 %

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 53
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.5 Pemilihan Metode LOB


LOB Kelompok 25
Tabel 4.10 Pemilihan Metode LOB Kelompok 25

Kelompok 25

Metode DT %DT LE SI SK

RA 80.81 19.21% 80% 31.32 11


LCR 43 11.08% 88.21% 16.43 10
RPW 81.8 19.17% 80.19% 34.59 11
MY 43 11.08% 88.21% 16.43 10
Tabel diatas merupakan rekapitulasi 4 metode yang diterapkan yaitu Ranked Position
Weight (RPW), Largest Candidate Rules (LCR) , Region Approach (RA), Moodie-
Young (MY), kemudian dihitung ukuran performansi untuk setiap rancangan stasiun
kerja yang telah dibuat yaitu Smoothing Index, Line Efficiency, Delay Time, dan
Persentase Delay Time, lalu terpilih metode terbaik yaitu metode LCR yang memiliki
nilai Smoothing Index terkecil sebesar 16,43.
Setelah menentukan metode yang terbaik untuk tiap kelompok, maka didapatkan
rekapitulasi metode terbaik untuk shift 4 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.11 Pemilihan Metode LOB Shift 4


Pemilihan Metode Terbaik
Jumlah
Kelompok Metode SI LE
SK
10 RA 19.42% 85.84% 10
11 RA 29% 82.69% 16
12 LCR 9.78% 92.2% 10
25 LCR 10.99% 88,21% 10
Berdasarkan tabel rekapitulasi metode metode line balancing yang terbaik dari
masing masing kelompok yang telah dibuat diatas, didapatkan metode terbaik adalah
metode LCR dari kelompok 12 dengan nilai LE terbesar dan SI terkecil yakni bernilai
9,78% sehingga metode ini yang digunakan untuk praktikum modul 4 pada shift 4.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 54
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.6 Moving Card


(Telah Terlampir dalam Lampiran)

4.2.7 Perhitungan Waktu SK


Perhitungan waktu stasiun kerja dapat diperoleh dengan menghitung waktu
tinggal komponen, idle time dan waiting time sebagai berikut:

4.2.7.1 Waktu Tinggal Komponen


Stasiun Kerja 9
Waktu tinggal komponen adalah selisih waktu antara waktu dimulainya
proses dengan waktu pertama kali komponen masuk ke dalam stasiun kerja
1. Berikut adalah rekap hasil waktu tinggal komponen di stasiun kerja 9 dari
17 tamiya yang dirakit.
Memasang Pengunci dynamo pada chasis assy
Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 adalah :
Waktu tinggal komponen = Waktu mulai proses - waktu tamiya 1 masuk
staiun kerja pertama
= 05:16.61 00:00:00
= 325.36 detik
Tabel 4.12 Waktu tinggal komponen pengunci dinamo
Waktu masuk waktu mulai Waktu tinggal
Pallet
sk-9 proses Komponen
1 05:16.61 05:25.36 325,36

2 05:53.57 05:56.09 356,09

3 06:36.34 06:37.74 397,74

4 07:12.60 07:12.95 432,95

5 07:51.94 07:52.78 472,78

6 08:32.40 08:36.60 506,6

7 09:11.95 09:18.95 558,95

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 55
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.12 Waktu tinggal komponen pengunci dinamo

Waktu masuk waktu mulai Waktu tinggal


Pallet Komponen
sk-9 proses
8 09:46.18 09:54.23 594,23

9 10:27.13 10:33.71 633,71

10 11:00.38 11:19.28 679,28

11 11:45.67 11:46.51 0

12 12:18.50 12:22.98 4,48

13 12:55.53 13:03.58 45,08

14 13:37.32 13:43.13 84,63

15 14:16.31 14:18.40 116,62

16 15:08.25 15:10.49 171,99

17 15:38.00 15:45.56 207,06

Waktu tinggal Komponen Pengunci


Dinamo
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 4.4 Grafik Waktu Tinggal Komponen Pengunci Dinamo

Memasang roda kanan belakang pada chasis assy


Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 adalah :
Waktu tinggal komponen = Waktu mulai proses - waktu tamiya 1
masuk stasiun kerja 1

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 56
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

= 05:16.61 00:00.00
= 331.03 detik

Tabel 4.13 Waktu tinggal komponen roda kanan belakang

waktu muali Waktu tinggal


Pallet Waktu masuk sk
proses Komponen
1 05:16.61 05:31,03 331,03
2 05:53.57 06:03,9 363,93
3 06:36.34 06:50,2 410,2
4 07:12.60 07:19,0 438,97
5 07:51.94 07:56,4 476,35
6 08:32.40 08:46,4 516,4
7 09:11.95 09:24,1 564,06
8 09:46.18 10:01,9 601,86
9 10:27.13 10:39,3 639,31
10 11:00.38 11:23,0 682,99
11 11:45.67 12:02,0 38,08
12 12:18.50 12:31,4 67,48
13 12:55.53 13:09,0 105,07
14 13:37.32 13:52,2 188,27
15 14:16.31 14:40,7 196,77
16 15:08.25 15:20,5 236,6
17 15:38.00 15:54,0 270,13

Waktu tinggal Komponen


Pemasangan Roda
800

600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 4.5 Waktu tinggal Komponen Roda Kanan

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 57
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Memasang Baterai pada chasis assy


Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 adalah :
Waktu tinggal komponen = Waktu mulai proses - waktu tamiya 1
masuk stasiun kerja 1
= 05:34.74 00:00.00
Tabel 4.14 Waktu tinggal komponen Baterai

= Waktu masuk waktu muali Waktu tinggal


Pallet sk proses Komponen
1 05:16.61 05:34.74 334.74
32 05:53.57 06:07.43 367.43
33 06:36.34 06:53.00 413.49
44 07:12.60 07:21.98 441.98
.5 07:51.94 08:07.06 487.06
76 08:32.40 08:50.46 520.46
4
7 09:11.95 09:26.93 566.93
8 09:46.18 10:04.03 604.03
d
9 10:27.13 10:47.71 647.71
e
10 11:00.38 11:26.49 686.49
t
11 11:45.67 00:00.00 -
i
12 12:18.50 12:38.73 189.91
k
13 12:55.53 13:19.68 230.86
14 13:37.32 14:02.17 273.35
15 14:16.31 14:47.95 319.13
16 15:08.25 15:26.10 357.28
17 15:38.00 15:57.60 126.49

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 58
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Waktu tinggal Komponen Baterai


800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 4.6 Grafik waktu tinggal baterai

Memasang Penutup baterai


Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 adalah :
Waktu tinggal komponen = Waktu mulai proses - waktu tamiya 1
masuk stasiun kerja 1
= 05:41.88 00:00.00
= 341.88 detik
Tabel 4.15 Waktu tinggal komponen penutup baterai
Waktu masuk waktu muali Waktu tinggal
Pallet
sk proses Komponen
1 05:16.61 05:41.88 341,88
2 05:53.57 06:07.00 388,01
3 06:36.34 07:00.49 420,49
4 07:12.60 07:30.52 450,52
5 07:51.94 08:16.44 496,44
6 08:32.40 08:55.29 525,29
7 09:11.95 09:32.88 572,88
8 09:46.18 10:13.62 613,62
9 10:27.13 10:57.02 657,02
10 11:00.38 11:30.27 690,27
11 11:45.67 00:00.00 0
12 12:18.50 12:39.00 151,62

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 59
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.15 Waktu tinggal komponen penutup baterai

Waktu masuk waktu muali Waktu tinggal


Pallet
sk proses Komponen
13 12:55.53 13:32.35 191,24
14 13:37.32 14:08.68 236,6
15 14:16.31 14:56.70 284,62
16 15:08.25 15:30.09 318,01
17 15:38.00 16:03.27 351,19

Waktu tinggal Komponen


Pengunci Baterai
800

600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 4.7 Grafik waktu tinggal Penutup baterai

Stasiun Kerja 10
Waktu tinggal komponen adalah selisih waktu antara waktu dimulainya
proses dengan waktu pertama kali komponen masuk ke dalam stasiun kerja
1. Berikut adalah rekap hasil waktu tinggal komponen di stasiun kerja 10 dari
17 tamiya yang dirakit.
Memasang Body pada chasis assy
Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 adalah :
Waktu tinggal komponen = Waktu mulai proses - waktu tamiya 1
masuk stasiun kerja 1 = 06:40.33 -00:00.00 = 400.33 detik

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 60
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Tabel 4.16 Waktu tinggal komponen body


Waktu masuk waktu muali Waktu tinggal
Pallet
sk proses Komponen
1 05:53.57 - -
2 06:36.34 06:40.33 400.33
3 07:12.60 07:16.45 436.45
4 07:51.94 07:58.66 478.66
5 08:32.40 08:40.31 520.31
6 09:11.95 09:17.90 557.9
7 09:46.18 09:53.32 593.32
8 10:27.13 10:55.20 655.20
9 11:00.38 11:15.15 675.15
10 11:45.67 11:54.42 714.42
11 12:18.50 - -
12 12:55.53 13:09.18 33.88
13 13:37.32 13:41.03 65.73
14 14:16.31 14:20.09 104.79
15 15:08.25 15:11.47 156.17
16 15:38.00 15:42.27 186.97
17 16:11.11 16:20.03 224.73

Waktu tinggal Komponen Body


800

600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 4.8 Grafik waktu tinggal body

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 61
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Memasang pengunci body


Contoh perhitungan untuk nomor perakitan 1 adalah :
Waktu tinggal komponen = Waktu mulai proses - waktu tamiya 1
masuk stasiun kerja 1 = 06:45.79 00:00.0 = 405.79 detik

Tabel 4.17 Waktu tinggal pengunci body


Waktu masuk waktu mulai Waktu tinggal
Pallet sk proses Komponen
1 05:53.57 - -
2 06:36.34 06:45.79 405.79
3 07:12.60 07:25.27 445.27
4 07:51.94 08:05.17 485.17
5 08:32.40 08:45.00 425.00
6 09:11.95 09:25.04 565.04
7 09:46.18 09:55.07 595.07
8 10:27.13 10:58.07 658.07
9 11:00.38 11:20.05 680.05
10 11:45.67 12:02.19 722.19
11 12:18.50 - -
12 12:55.53 13:14.57 185.57
13 13:37.32 13:46.21 227.21
14 14:16.31 14:24.08 255.08
15 15:08.25 15:17.07 308.07
16 15:38.00 15:47.42 338.42
17 16:11.11 16:24.62 375.62

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 62
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Waktu tinggal Komponen Pengunci


Body
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 4.9 Grafik waktu tinggal pengunci body

4.2.7.2 Idle Time


Idle time adalah waktu menganggur operator di mana operator tidak melakukan
kegiatan apa pun, menunggu palet perakitan tamiya datang pada stasiun sebelumnya.
Perhitungan untuk mendapatkan waktu mengganggur adalah waktu selesai SK dikurang
waktu masuk SK kemudian hasilnya dikurangi hasil dari pengurangan waktu selesai
proses dikurangi waktu mulai proses.

a. Stasiun kerja 9
Operator : Ahmad Sahal A
Operasi Kerja :
a) Memasang pengunci dinamo pada chasis assy
b) Memasang roda kanan belakang pada chasis assy
c) Memasang baterai pada chasis assy
d) Memasang penutup baterai pada chasis assy
Idle time = (Waktu selesai SK Waktu masuk SK) ( Waktu selesai proses
Waktu mulai proses)
Contoh perhitungan pada nomor perakitan 1 : (05:54.00-05:16.61) - ( 05:45.66-
05:25.36) = 37.39 detik

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 63
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Tabel 4.18 Idle time SK9

(Waktu (Waktu
No. Idle
No Selesai SK- Selesai Proses- Idle
Stasiun Time
Perakitan Waktu Waktu Mulai Time
Kerja (detik)
Masuk SK) Proses)
1 9 00:37.4 00:20.3 00:17.1 17.09
2 9 00:42.8 00:36.1 00:06.7 6.72
3 9 00:36.3 00:30.5 00:05.7 5.74
4 9 00:39.3 00:35.9 00:03.4 3.43
5 9 00:40.5 00:33.9 00:06.6 6.58
6 9 00:39.5 00:27.9 00:11.6 11.62
7 9 00:34.2 00:26.5 00:07.8 7.77
8 9 00:41.0 00:23.7 00:17.2 17.22
9 9 00:33.2 00:26.3 00:06.9 6.91
10 9 00:45.3 00:23.0 00:22.3 22.33
11 9 00:32.8 00:00.0 00:32.8 32.83
12 9 00:37.0 00:30.1 00:06.9 6.93
13 9 00:41.8 00:28.8 00:13.0 13.02
14 9 00:39.0 00:30.6 00:08.4 8.4
15 9 00:51.9 00:49.9 00:02.1 2.06
16 9 00:29.7 00:26.5 00:03.3 3.29
17 9 00:33.1 00:23.6 00:09.5 9.52

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 64
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Idle Time SK 9
35
30
25
Waktu (detik)

20
15
Idle Time (detik)
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Perakitan

Gambar 4.10 Grafik Idle time SK 9

b. Stasiun kerja 10
Operator : Agus Tri W
Operasi Kerja :
a) Inspeksi
b) Memasang body pada chasis assy
c) Memasang penguci body
Idle time = (Waktu selesai SK Waktu masuk SK) ( Waktu selesai proses
Waktu mulai proses)
Contoh perhitungan pada nomor perakitan 2 : (07:12.60-06:36.34) - ( 06:54.61-
06:36.34) = 17.99 detik

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 65
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Tabel 4.19 Idle Time SK 10


No Ket. Nomor (Waktu Selesai SK- (Waktu Selesai Proses- Idle Idle
Perakitan StasiunKerja Waktu Masuk SK) Waktu Mulai Proses) Time Time
1 10 00:42.8 00:00.0 00:42.8 42.77
2 10 00:36.3 00:18.3 00:18.0 17.99
3 10 00:39.3 00:18.8 00:20.5 20.51
4 10 00:40.5 00:18.7 00:21.8 21.77
5 10 00:39.5 00:15.7 00:23.9 23.87
6 10 00:34.2 00:16.9 00:17.4 17.36
7 10 00:41.0 00:19.3 00:21.6 21.63
8 10 00:33.2 00:33.2 00:00.0 0
9 10 00:45.3 00:25.2 00:20.1 20.09
10 10 00:32.8 00:22.5 00:10.4 10.36
11 10 00:37.0 00:00.0 00:37.0 37.03
12 10 00:41.8 00:24.8 00:17.0 17.01
13 10 00:39.0 00:16.2 00:22.8 22.75
14 10 00:51.9 00:17.0 00:34.9 34.93
15 10 00:29.7 00:14.3 00:15.5 15.47
16 10 00:33.1 00:13.6 00:19.5 19.46
17 10 00:19.2 00:17.8 00:01.4 1.36

Idle Time SK 10
50
40
Waktu (detik)

30
20
Idle Time
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Perakitan

Gambar 4.11 Grafik Idle time SK 9

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 66
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.7.3 Waiting Time


Stasiun Kerja 9
Waiting time adalah selisih antara waktu selesai SKn-1 waktu masuk
SKn. Berikut adalah rekap data waiting time dari stasiun kerja 9 dari 17
tamiya yang dirakit.
Contoh perhitungan nya untuk perakitan nomor 1 adalah :
Waiting time= waktu mulai proses waktu masuk SK
= 05:25.36 05:16.61
= 08.75 detik
Tabel 4.20 Waiting time SK 9
No waktu muali waiting
Pallet Waktu masuk sk
Percobaan proses time
1 1 05:16.61 05:25.36 08.75
2 2 05:53.57 05:56.09 02.52
3 3 06:36.34 06:37.74 01.40
4 4 07:12.60 07:12.95 00.35
5 5 07:51.94 07:52.78 00.84
6 6 08:32.40 08:36.60 04.20
7 7 09:11.95 09:18.95 07.00
8 8 09:46.18 09:54.23 08.05
9 9 10:27.13 10:33.71 06.58
10 10 11:00.38 11:19.28 18.90
11 11 11:45.67 11:46.51 00.84
12 12 12:18.50 12:22.98 04.48
13 13 12:55.53 13:03.58 08.05
14 14 13:37.32 13:43.13 05.81
15 15 14:16.31 14:18.40 02.09
16 16 15:08.25 15:10.49 02.24
17 17 15:38.00 15:45.56 07.56

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 67
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Grafik Waiting Time SK 9


20

Waiting Time (detik) 15

10

5 Waiting Time

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Palet

Gambar 4.12 Grafik Waiting time SK 9


Stasiun Kerja 10
Waiting time adalah selisih antara waktu selesai SKn-1 waktu masuk
SKn. Berikut adalah rekap data waiting time dari stasiun kerja 10 dari 17
tamiya yang dirakit.
Contoh perhitungan nya untuk perakitan nomor 1 adalah :
Waiting time= waktu mulai proses waktu masuk SK
= 05:55.02 05:53:02
= 01.45 detik
Tabel 4.21 Waiting time SK 10
No Waktu masuk waktu mulai waiting
Pallet
Percobaan sk proses time
1 1 05:53.57 05:55.02 01.45
2 2 06:36.34 06:36.34 00.00
3 3 07:12.60 07:12.60 00.00
4 4 07:51.94 07:51.94 00.00
5 5 08:32.40 08:33.80 01.40
6 6 09:11.95 09:13.00 01.05
7 7 09:46.18 09:46.18 00.00
8 8 10:27.13 10:27.13 00.00
9 9 11:00.38 11:00.38 00.00
10 10 11:45.67 11:45.67 00.00

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 68
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Lanjutan Tabel 4.21 Waiting time SK 10

No Waktu masuk waktu mulai waiting


Pallet
Percobaan sk proses time
11 11 12:18.50 00:00.00 -
12 12 12:55.53 12:55.53 00.00
13 13 13:37.32 13:37.32 00.00
14 14 14:16.31 14:16.31 00.00
15 15 15:08.25 15:08.25 00.00
16 16 15:38.00 15:38.00 00.00
17 17 16:11.11 16:11.11 00.00

Grafik Waiting Time SK 10


1,6
1,4
Waiting Time (detik)

1,2
1
0,8
0,6 Series1
0,4
0,2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Perakitan

Gambar 4.13 Grafik waiting Time SK 10

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 69
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.7.4 Waktu Transfer Kanban


Stasiun Kerja 9
Waktu transfer kanban adalah hasil selisih antara waktu masuk komponen
dan waktu keluar kanban. Untuk stasiun kerja 9 memerlukan 8 kanban.
sehingga perhitungan waktu transfer kanbannya adalah :
Waktu transfer kanban = waktu masuk komponen waktu keluar kanban =
08:53.7 08:40.5 = 13.23 detik
Tabel 4.22 Waktu Transfer Kanban Stasiun Kerja 9
No Waktu Keluar Waktu Masuk Waktu Transfer
Perakitan Kanban Komponen Kanban
6 08:40.5 08:53.7 13.23
7 09:14.0 09:28.8 14.84
8 09:54.2 10:12.1 17.85
9 11:19.28 11:23.90 04.62
10 11:30.27 12:18.50 48.23
14 13:43.13 13:51.11 07.98
15 14:55.23 15:12.94 17.71
16 15:20.50 15:35.27 14.77

Waktu Transfer Kanban SK-9


60

50

40

30

20

10

0
6 7 8 9 10 14 15 16

Gambar 4.14 Waktu transfer kanban SK-9

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 70
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Stasiun Kerja 10
Waktu transfer kanban adalah hasil selisih antara waktu masuk komponen
dan waktu keluar kanban. Untuk stasiun kerja 10 memerlukan 4 kanban.
sehingga perhitungan waktu transfer kanbannya adalah :
Waktu transfer kanban = waktu masuk komponen waktu keluar kanban =
08:09.0 08:14.8 = 05.81 detik
Tabel 4.23 Waktu Transfer Kanban Stasiujn Kerja 10
Waktu
No Waktu Keluar Waktu Transfer
Masuk
Perakitan Kanban Kanban
Komponen
4 08:09.0 08:14.8 05.81
7 10:03.0 10:09.3 06.23
11 12:30.5 12:35.3 04.83
14 15:02.58 15:07.27 04.69

Waktu Transfer Kanban SK 10


7
6
5
4
3
2
1
0
4 7 11 14

Gambar 4.15 Waktu transfer kanban SK-10

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 71
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.9 Pola Aliran Material


Adapun pola aliran material dalam proses assembly shif 4 adalah sebaga berikut:

Gambar 4.16 Pola Aliran Material Shift 4

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 72
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

4.2.10 Dimensi Pallet


Adapun dimensi pallet yang digunakan dalam prose perakitan tamiya 4WD ini
adalah terdiri atas pallet komponen dan palet Transfer, masing-masing memiliki ukuran
yang sama yakni 22 cm 22 cm. Di jelaskan pada gambar berikut:

1 2

3 4

Gambar 4.17 Dimensi Pallet SK 9

Keterangan:

1. Pengunci Dinamo
2. Roda
3. Baterai
4. Penutup baterai

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 73
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Gambar 4.18 Dimensi Pallet SK 10

Keterangan:

1. Body
2. Pengunci Body

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 74
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Gambar 4.19 Dimensi Pallet Transfer

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 75
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

BAB V

ANALISIS

5.1 Precedence diagram


Precedence diagram merupakan sebuah alat grafis yang digunakan untuk
memperlihatkan urutan-urutan operasi yang dilalui dalam melaksanakan suatu aktivitas
tertentu, dalam hal ini aktivitas yang dimaksud adalah perakitan tamiya mainan.
Precedence diagram digunakan sebagai dasar atau acuan dalam penentuan SK untuk
membuat keseimbangan lintasan atau Line of Balancing. Precedence diagram juga
memperlihatkan hubungan kebergantungan antar operasi-operasi yang ada tersebut
(berkaitan dengan predecessor dan successor dari masing-masing operasi). Predecessor
adalah operasi yang harus dilakukan sebelum operasi selanjutnya dilakukan, sedangkan
Sucessor adalah operasi yang dapat dilakukan setelah operasi sebelumnya terjadi. Pada
Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat sebanyak 34 operasi kerja dalam aktivitas
perakitan tamiya mainan. Beberapa operasi kerja dalam aktivitas perakitan tamiya
mainan tidak memiliki predecessor. Ini berarti bahwa operasi-operasi tersebut dapat
dilakukan tanpa perlu menunggu operasi-operasi lainnya selesai dilakukan. Operasi
kerja yang tidak memiliki predecessor tersebut meliputi operasi 1, 4, 6, 8, 10, 12, 13, 16,
17, 18, 19, 22, 23, 26, dan 27. Operasi kerja selain dari yang disebutkan tersebut,
semuanya memiliki predecessor. Hal ini berarti operasi-operasi tersebut hanya dapat
dilakukan apabila operasi kerja pendahulunya telah selesai dilakukan. Dalam
precedence diagram, terdapat beberapa operasi kerja yang harus dikelompokkan karena
beberapa alasan tertentu. Operasi-operasi tersebut dikelompokkan agar aktivitas kerja
yang dilakukan dalam proses produksi dapat berlangsung dengan baik dan lancar.
Operasi-operasi tersebut disebut sebagai konstrain. Pada precedence diagram yang
kami miliki, operasi 1 dan 2 merupakan aktivitas yang rawan untuk dilakukan secara
berjauhan. Operasi 1 merupakan Memasang bumper belakang pada chasis assy,
sedangkan operasi 18 merupakan Memasang sekrup 1 pada chasis assy. Kedua
aktivitas ini merupakan positive zoning constrain. Bila operasi memasukkan sekrup dan
menyekrup bumper belakang dipisahkan, hal ini dapat memungkinkan jatuhnya sekrup

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 76
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

dan bumper belakang dari chasis ketika dipindahkan ke stasiun kerja lainnya. Untuk itu
operasi 1 dan 2 dijadikan konstrain yang dapat dilihat pada Gambar 4.2 bahwa kedua
aktivitas tersebut dibatasi oleh sebuah persegi panjang yang menandakan bahwa kedua
aktivitas tersebut telah dikonstrain. Pada saat pengalokasian operasi-operasi ke dalam
stasiun kerja, kedua aktivitas ini harus ditempatkan ke dalam stasiun kerja yang sama.

5.2 Pemilihan Waktu Siklus


Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu unit
produk dalam satu proses produksi dari proses awal hingga proses akhir.terdapat dua
pendekatan pada waktu sikus, yaitu waktu pendekatan teknis dan pendekatan demand.
Pada praktikum modul perancangan keseimbangan lintasan pada lantai produksi ini
dapat di peroleh nilai waktu siklus pendekatan teknis yaitu 21,49 detik yang diperoleh
dari perhitumgan waktu baku konstrain terbesar pada modul 2 dari praktikum
sebelumnya. Dan waktu siklus dengan pendekatan deman diperoleh dari Jumlah waktu
kapasitas produksi di bagi dengan jumlah demand hasil forecasting di peroleh dari hasil
praktikum modul 3. Hasil perhitungan menggunakan pendekatan demand yaitu sebesar
detik.

Waktu siklus yang digunakan adalah waktu siklus dengan pendekatan demand.
Hal ini dikarenakan sistem telah mampu menyesuaikan kapasitas produksi dengan
demand konsumen. Apabila menggunakan waktu siklus dengan pendekatan teknis maka
akan terjadi overproduction sebesar 82%, hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
akan mengalami kelebihan produksi sebesar 82% dari produksi optimal. Dan akan
mengakibatkan kerugian misal karena tambahan biaya Inventory, ongkos produksi, dan
lain-lain. Sedangkan apabila mengunakan pendekatan teknis tidak mengalami
overproduction. Hal ini menunjukkan bahwa metode dengan pendekatan demand lebih
tepat dibandingkan dengan pendekatan teknis.

5.3 Pemilihan Metode LOB


Metode yang digunakan dalam menentukan line of balancing adalah Ranked
Position Weight (RPW). Largest Candidate Rules (LCR). Moodie Young (MY) dan
Region Approach (RA). Metode RPW didasarkan pada perangkaian precedence diagram

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 77
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

dan kemudian melihat bobot dari masing-masing operasi kerja. Bobot tersebut
didapatkan dari perhitungan waktu siklus pada jalur yang dilewati oleh operasi kerja
tersebut. Bobot diurutkan dari yang terbesar hingga terkecil namun tetap disesuaikan
kepada precedence diagram. Sedangkan pada metode LCR mengurutkan ranking
berdasarkan waktu operasi terbesar pada masing-masing operasi kerja. Rangking paling
awal akan ditempatkan pada stasiun yang lebih awal namun tetap memperhatikan
presedence diagram.Metode yang terakhir adalah Moodie Young (MY) metode iterdari
dari 2 fase. Fase 1 merupakan hasil akhir dari LCR serta fase 2 menempatkan operasi
pada stasiun kerja yang waktu operasinya lebih kecil dari 2x goal. Yang terakhir adalah
metode RA yang membagi wilayah vertical berdasarkan region atau wilayah namaun
tetap ememperhatikan precedence diagram
Metode terbaik ditentukan berdasarkan pada nilai nilai (line efficiency) dan
(smoothing index). Line efficiency menunjukkan seberapa baik keseimbangan lintasan
pada lini produksi. Smoothing indeks merupakan indeks yang menunjukkan kelancaran
relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Karakter yang baik dari
keseimbangan lintasan adalah line efficiency yang besar dan smoothing indeks yang
kecil. Berikut rekap dari kelompok 25:
Tabel 5.1 Metode terbaik kelompok 25

Kelompok 25

Metode DT %DT LE SI SK

RA 80.81 19.21% 80% 31.32 11


LCR 43 11.08% 88.21% 16.43 10
RPW 81.8 19.17% 80.19% 34.59 11
MY 43 11.08% 88.21% 16.43 10

Dari tabel 5. dapat dilihat bahwa Metode LCR dan MY mempunyai nilai LE dan SI
yang sama yaitu LE = 88.21% dan SI = 16.43, dan dari perhitungan diperoleh 10 stasiun
kerja yang akan digunakan dalam merakit Tamiya. Metode terpilih kelompok 25 adalah
LCR.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 78
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Akan tetapi, pada simulasi produksi yang sebenarnya. Diperlukan kerja sama
antar kelompok. Karena pada prakteknya dibutuhkan beberapa operator untuk
memenuhi kebutuhn lini produksi. untuk menentukan metode yang terbaik dari yang
paling baik maka digunakan pertimbangan menggunakan metode serta stasiun kerja dari
1 shift yang terdiri dari 4 kelompok. berikut adalah hasil rekap shift 4 dari semua
kelompok:
Tabel 5.2 Pemilihan Metode LOB Shift 4
Pemilihan Metode Terbaik
Jumlah
Kelompok Metode SI LE
SK
10 RA 19.42% 85.84% 10
11 RA 29% 82.69% 16
12 LCR 9.78% 92.2% 10
25 LCR 10.99% 88,21% 10

Dari tabel 5. Dapat dilihat bahwa metode terbaik terdapat pada kelompok 12. Dengan
niali SI terkecil dan nilai LE terbesar.metode yang terpilih adalah LCR dengan nilai SI
9.78% dan LE 92.2% dan didapatkan 10 stasiun kerja. Metode dari kelompok 12 adalah
metode yang digunakan dalam simulasi perakitan Tamiya yang digunakan oleh shift 4
dengan jumlah stasiun kerja minimal. Dengan ini perusahaan Tamiya akan mampu
menerapkan lini prosuksi yang baik dengan lintasan yang seimbang sehingga proses
produksi dapat efisien dan efektif.

5.4 Waktu Siklus Kerja


Perhitungan Waktu Siklus Kerja di peroleh dari hasil perhitngan Waktu
Tinggal Komponen, Idle Time,Waiting Time, dan Waktu Transfer Kanban sebagai
berikut:
5.4.1 Waktu Tinggal Komponen
Stasiun Kerja 9
Waktu tinggal komponen adalah jumlah waktu yang ada mulai dari proses kerja pada
suatu lini produksi dimulai sampai komponen tersebut digunakan dalam perakitan, ada

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 79
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

stasiun ini terdapat beberapa pekerjaan yang dilakukan yaitu memasang pengunci
dinamo pada chasis aassy, Memasang roda kanan belakang pada chasis assyMemasang
Baterai pada chasis assy dan Memasang pengunci baterai. Sehingga pada perhitungan
waktu tinggal komponen ada banyak hal yang harus diperhatkan. Maka dapat diliaht
contoh perhitungan waktu tinggal komponen adalah sebagai berikut :

Waktu tinggal komponen = Waktu mulai proses - waktu tamiya 1 masuk sk1
= 05:25.36 05:16.61
= 325.36 detik
Pengunci Dinamo

Waktu tinggal Komponen Pengunci


Dinamo
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 5.1 Grafik waktu tinggal pengunci dinamo

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa waktu tinggal untuk pengunci
dinamo secara berkelanjutan mengalami kenaikan hal ini berbanding lurus dengan
urutan pallet komponen karena semakin banyak urutan pallet maka akan semakin
meningkat juga waktu tunggu untuk komponen yang lain. Pada grafik terlihat pada
paleet ke-10 grafik berada pada angka maksimal yaitu 679.28 detik, Hal ini dikarenakan
kapasiatas pallet inventory adalah 10 buah maka komponen ke-10 adalah komponen
yang tinggal paling lama di pallet inventory dan pada pallet ke-11 komponen yang
digunakan adalah komponen tambahan yang sebelumnya diminta kanban dan tentunya
waktu tunggu yang dimiliki turun namun meningkat secara berkelanjutan untuk pallet
setelahnya.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 80
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Roda Kanan Belakang

Waktu tinggal Komponen


Pemasangan Roda
800

600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 5.2 Grafik waktu tinggal roda


Pada dasarnya grafik yang dihasilkan dari perhitungan waktu tinggal roda relatif
sama dengan grafik yang dihasilkan oleh pengunci dinamo yaitu semkin banyak
komponen yang ada maka semakin meningkat pula waktu tunggu untuk komponen yang
lain, Pada grafik dapat dilihat bahwa komponen yang memiliki waktu tinggal paling
lama adalah komponen ke-10 yaitu senali 682.99 detik hal ini didasarkan pada
ketentuan yang diterapkan sebelumnya bahwa inventory maksimum pada pallet
komponen adalah 10 buah untuk tiap komponen perakitan. Maka dari itu sebelum stock
komponen yang ada pada pallet habis operator harus meminta kanban untuk mengisi
komponen tersebut. Namun pada perhitunganya waktu tinggal untuk komponen ke-11
terhitung sebagai komponen baru yang memiliki masa tinggal yang rendah karena pada
pallet ke-11 komponen yang digunakan adalah komponen tambahan yang sebelumnya
diminta kanban dan tentunya waktu tunggu yang dimiliki turun namun meningkat
secara berkelanjutan untuk pallet setelahnya.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 81
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Baterai

Waktu tinggal Komponen Baterai


800

600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 5.3 Grafik waktu tinggal baterai


Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan yang berkelanjutan pada
waktu tunggu tiap komponen secara berurutan sesuai dengan pallet komponen tersebut
karena semakin banyak urutan pallet maka akan semakin meningkat juga waktu tunggu
untuk komponen yang lain. Waktu tunggu paling tinggi terdapat pada pallet ke-10 yaitu
686.49 detik dan mengalami penurunan pada pallet ke-11 hal ini dikarenakan komponen
yang digunakan adalah komponen tambahan yang sebelumnya diminta kanban dan
tentunya waktu tunggu yang dimiliki turun namun meningkat secara berkelanjutan
untuk pallet setelahnya. Namun terdapat sedikit perbedaan pada grafik waktu tunggu
baterai dengan waktu tunggu komponen sebelumnya. Dapat dilihat pada grafik pallet-17
waktu tunggu yang dimiliki relatif lebih kecil dari sebelumnya hal ini dikarenakan
operator meminta kanban untuk yang ke-2 kali yaitu pada menit ke 15:20.50 dan
menyebabkan menurunya waktu tunggu untuk komponen pada pallet tersebut.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 82
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Pengunci Baterai

Waktu tinggal Komponen


Pengunci Baterai
800

600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 5.4 Grafik waktu tinggal pengunnci baterai


Grafik perhitungan yang dihasilkan dari perhitungan waktu tinggal pengunci
baterai relatif sama dengan grafik yang dihasilkan oleh grafik komponenpada
umumnya, Pada grafik dapat dilihat bahwa komponen yang memiliki waktu tinggal
paling lama adalah komponen ke-10 yaitu senali 722.19 detik hal ini didasarkan pada
ketentuan yang diterapkan sebelumnya bahwa inventory maksimum pada pallet
komponen adalah 10 buah untuk tiap komponen perakitan. Maka dari itu sebelum stock
komponen yang ada pada pallet habis operator harus meminta kanban untuk mengisi
komponen tersebut. Namun pada perhitunganya waktu tinggal untuk komponen ke-11
terhitung sebagai komponen baru yang memiliki masa tinggal yang rendah karena pada
pallet ke-11 komponen yang digunakan adalah komponen tambahan yang sebelumnya
diminta kanban dan tentunya waktu tunggu yang dimiliki turun namun meningkat
secara berkelanjutan untuk pallet setelahnya.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 83
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Stasiun Kerja 10
Pada stasiun kerja terahir ini hanya terdapat 2 komponen yang tersedia yaitu
body dan pengunci body dan tentunya proses yang dilakukan juga tidak terlalu banyak.
Body

Waktu tinggal Komponen Body


800

600

400

200

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 5.5 Grafik waktu tinggal body

Pada grafik yang dihasilkan dari perhitungan waktu tinggal body relatif sama
dengan grafik yang dihasilkan oleh komponen yang lain karena semakin banyak urutan
pallet maka akan semakin meningkat juga waktu tunggu untuk komponen yang lain..
Pada grafik dapat dilihat bahwa komponen yang memiliki waktu tinggal paling lama
adalah komponen ke-10 yaitu senali 714.42 detik hal ini didasarkan pada ketentuan
yang diterapkan sebelumnya bahwa inventory maksimum pada pallet komponen adalah
10 buah untuk tiap komponen perakitan. Maka dari itu sebelum stock komponen yang
ada pada pallet habis operator harus meminta kanban untuk mengisi komponen tersebut.
Namun pada perhitunganya waktu tinggal untuk komponen ke-11 terhitung sebagai
komponen baru yang memiliki masa tinggal yang rendah karena pada pallet ke-11
komponen yang digunakan adalah komponen tambahan yang sebelumnya diminta
kanban dan tentunya waktu tunggu yang dimiliki turun namun meningkat secara
berkelanjutan untuk pallet setelahnya, Namun pada perakitan ini pallet pertama dan ke-
11 tidak memiliki waktu tunggu karena pada proses perakitan terjadi reject pada proses
sebelumnya.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 84
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Pengunci Body

Waktu tinggal Komponen Pengunci


Body
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Gambar 5.6 Grafik waktu tinggal pengunci body

Dari hasil rekap perhitungan waktu tinggal komponen dan kemudian grafik
perhitungan yang dihasilkan dari perhitungan waktu tinggal pengunci body relatif sama
dengan grafik yang dihasilkan oleh grafik komponenpada umumnya, Pada grafik dapat
dilihat bahwa komponen yang memiliki waktu tinggal paling lama adalah komponen
ke-10 yaitu senali 722.19 detik hal ini didasarkan pada ketentuan perusahaan yang
diterapkan sebelumnya bahwa inventory maksimum pada pallet komponen adalah 10
buah untuk tiap komponen perakitan. Maka dari itu sebelum stock komponen yang ada
pada pallet habis operator harus meminta kanban untuk mengisi komponen tersebut.
Namun pada perhitunganya waktu tinggal untuk komponen ke-11 terhitung sebagai
komponen baru yang memiliki masa tinggal yang rendah karena pada pallet ke-11
komponen yang digunakan adalah komponen tambahan yang sebelumnya diminta
kanban dan tentunya waktu tunggu yang dimiliki turun namun meningkat secara
berkelanjutan untuk pallet setelahnya. Namun pada perakitan ini pallet pertama dan ke-
11 tidak memiliki waktu tunggu karena pada proses perakitan terjadi reject pada proses
sebelumnya.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 85
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

5.4.2 Idle Time


Stasiun Kerja 9

Idle Time SK 9
35
30
25
Waktu (detik)

20
15
Idle Time (detik)
10
5
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17
Nomor Perakitan

Gambar 5.7 Grafik Idle Time SK 9

Idle Time merupakan waktu lamanya operator menganggur karena tidak ada
operasi yang tidak dilakukan. Pada stasiun kerja 9, operasi yang dilakukan adalah
memasang Pengunci Dinamo, Roda Kanan Belakang, Baterai, dan penutup baterai.
Dua Idle time tertinggi yang terletak pada perakitan ke 10 dan 11, ini
dikarenakan pada saat running, proses running terhenti beberapa saat karena terdapat
reject pada Pallet 11 dan terjadi di SK 9 di sebabkan karena adanya komponen yang
terlepas dari produk, dan hal tersebut menghambat proses operasi kerja dan
mengakibatkan terjadinya Idle Time pada SK 9.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 86
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Stasiun Kerja 10

Idle Time SK 10
45
40
35
Waktu (detik)

30
25
20
15 Idle Time
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Perakitan

Gambar 5.8 Grafik Idle Time SK 10


Keahlian operator dalam merakit, serta tingkat kesulitan merakit komponen
mempengaruhi besarnya idle time pada stasiun kerja. Kemudian karena pengaruh
operator yang kurang konsisten serta antara operator satu dengan operator yang lain
memiliki keahlian dan konsistensi dalam merakit yang berbeda, maka idle time yang
terjadi juga bervariasi. Waktu idle time terbesar terletak palet transfer ke-1 yaitu sebesar
42,77 detik, sama dengan SK sebelumnya hal ini disebabkan karena terjadinya Reject
pada Pallet 1 di SK 10 di sebabkan karena adanya komponen yang lepas saat proses
Assembly product Tamiya di Pallet 1 SK 10.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 87
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

5.4.3 Waiting Time


Stasiun Kerja 9

Grafik Waiting Time SK 9


20
18
16
Waiting Time (detik)

14
12
10
8 Waiting Time
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Palet

Gambar 5.9 Grafik Waiting Time pada SK 9


Waiting Time merupakan waktu menganggur komponen. Jadi waiting time
dapat dihutung dengan mengurangi waktu mulai proses pengerjaan dengan waktu
masuk Stasiun Kerja proses tersebut. Pada stasiun kerja 9 grafik Waiting Time dapat
dilihat pada grafik di bab sebelumnya, menunjukkan pada setiap palet atau setiap nomor
perakitan terjadi adanya Waiting Time. Waiting Time paling lama atau paling tinggi
terjadi pada saat nomor perakitan ke 10 atau nomor palet ke 10, hal tersebut terjadi
karena operator kesulitan dalam mengerjakan nomor perakitan ke 9, jadi palet ke 10
harus menunggu palet ke 9 selesai baru mulai dikerjakan proses operasinya. Sementara
Waiting Time tercepat atau paling rendah terjadi pada saat palet atau nomor perakitan ke
4, yaitu hanya 0.35 detik. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Idle Time jadi apabila
Waiting Time semakin rendah, maka Idle Time semakin tinggi, atau waktu menganggur
operator semakin banyak, jadi palet yang baru masuk bisa langsung di proses pada
Stasiun kerja tersebut.
Kemudian dapat disimpulkan bahwa pada Stasiun Kerja 9 ini selalu terjadi
Waiting time untuk semua Palet atau semua nomor perakitan dari 1 sampai 17. Waiting
time tersebut menyebabkan material menunggu pada stasiun ini untuk dikerjakan.
Proses bottleneck ini terjadi karena operator terlalu berhati hati dalam melakukan proses

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 88
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

perakitan pada stasiun kerja 9, yang pada hakikatnya operator berusaha menghindari
kesalahan proses kerja yang dapat mneyebabkan terjadinya reject atau produk gagal
dalam perakitan Tamiya, atau proses Waiting time ini dapat pula terjadi karena
performansi kerja operator sebelumnya terlalu cepat.

Stasiun Kerja 10

Grafik Waiting Time SK 10


1,6
1,4
Waiting Time (detik)

1,2
1
0,8
0,6 Series1
0,4
0,2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nomor Perakitan

Gambar 5.10 Grafik Waiting Time Pada SK 10

Grafik Waiting Time untuk SK 10 dapat dilihat pada grafik di bab sebelumnya,
berbeda dengan SK 9, grafik SK 10 menunjukkan Waiting Time yang terjadi dalam SK
10 hanya 3 yaitu pada Nomor palet atau Nomor perakitan 1, 5, dan 6. Pada Palet 1,
Waiting Time sebesar 1.45 detik, pada palet 5 dan 6 adalah 1.4 dan 1.5. Proses Waiting
Time tersebut terjadi karena operator kesulitan dalam mengerjakan nomor perakitan ke
9, jadi palet ke 10 harus menunggu palet ke 9 selesai baru mulai dikerjakan proses
operasinya. Sementara Waiting Time tercepat atau paling rendah terjadi pada saat palet
atau nomor perakitan ke 4, yaitu hanya 0.35 detik.
Kemudian dapat disimpulkan bahwa pada Stasiun Kerja 10 ini terdapat 3 kali
terjadi Bottleneck pada nomor perakitan atau nomor palet 1, 5, dan 6. Bottleneck
tersebut menyebabkan material menunggu pada stasiun ini untuk dikerjakan. Proses
bottleneck ini terjadi karena operator terlalu berhati hati dalam melakukan proses
Program Studi Teknik Industri
Universitas Diponegoro 89
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

perakitan pada stasiun kerja 10, yang pada hakikatnya operator berusaha menghindari
kesalahan proses kerja yang dapat mneyebabkan terjadinya reject atau produk gagal
dalam perakitan Tamiya, atau proses bottleneck ini dapat pula terjadi karena
performansi kerja operator sebelumnya terlalu cepat.

5.4.4 Waktu Transfer Kanban


Waktu transfer kanban adalah hasil selisih antara waktu masuk komponen dan
waktu keluar kanban. Untuk stasiun kerja 9 memerlukan 8 kanban. sehingga
perhitungan waktu transfer kanbannya adalah :

Stasiun Kerja 9
Waktu transfer kanban = waktu masuk komponen waktu keluar kanban =
08:53.7 08:40.5 = 13.23 detik

Waktu Transfer Kanban SK-9


60

50

40

30

20

10

0
6 7 8 9 10 14 15 16

Gambar 5.11 Waktu transfer kanban SK-9


Grafik diatas menunjukan data rekap waktu pada aktifitas yang dilakukan oleh
helper kanban dalam melakukan tugasnya sebagai pembantu operator untuk
menyediakan komponen perakitan pada stasiun kerja 9. Pada grafik diatas dapat dilihat
bahwa waktu transfer kanban utnuk masing-masing komponen relatif berbeda dan tidak
berpola, Seperti contoh pada trasfer kanban yang pertama dilakukan ketika pallet ke-6
dengan waktu transfer sebesar 13.23 detik, Pada transfer kanban yang ke-5 waktu yang
dibutuhkan untuk helper menyediakan komponen adalah sebesar 48.23 detik.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 90
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

Perbedaan yang cukup signifikan tersebut disebabkan oleh kondisi kesibukan pada
lantai produksi dan keadaan helper yang melakukan tranfer kanban, Berbagai kesulitan
dihadapi oleh operator kanban dalam memenuhi kebutuhan komponen oleh masing-
masing operator pada stasiun kerja adalah jumlah helper yang terlalu sedikit sedangkan
jumlah stasiun kerja yang ada relatif cukup banyak. Kesulitan lain yang dihadapi adalah
jika terdapat beberapa stasiun kerja yang meminta komponen secara bersamaan
sehingga salah satau staiun harus di prioritaskan dan stasiun yang lain harus rela
menunggu helper kanban. Tata letak inventory juga mempengaruhi seberapa cepat
operator dilayani karena semkin jauh inventory tentunya waktu tranfer yang dibutuhkan
juga akan semakin lama.

Stasiun Kerja 10
Untuk stasiun kerja 10 memerlukan 4 kanban. Dan contoh perhitungan waktu
transfer kanbannya adalah :
Waktu transfer kanban = waktu masuk komponen waktu keluar kanban =
08:09.0 08:14.8 = 05.81 detik

Waktu Transfer Kanban SK 10


7
6
5
4
3
2
1
0
4 7 11 14

Gambar 5.12 Waktu transfer kanban SK-10

Pada perhitungan waktu transfer kanban stasiun kerja 10 menunjukan perbedaan dengan
grafik yang dihasilkan pada stasiun kerja 9 yang memiliki perbedaan waktu yang relatif
jauh, Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa waktu transfer kanban utnuk masing-
masing komponen memiliki perbedaan yang tidak teralu signifikan, Seperti contoh pada
trasfer kanban yang pertama dilakukan ketika pallet ke-4 dengan waktu transfer sebesar

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 91
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

5.81 detik, Pada tranfer kanban yang kedua yaitu pada pallet ke-7 waktu yang
dibutuhkan untuk helper menyediakan komponen adalah sebesar 6.23 detik.

Pada hasil perhitungan tersebut terlihat perbedaan yang tidak terlalau jauh antar
transfer kanban dan waktu transfer yang dihasilkan pada stasiun kerja ini sangat kecil,
Hal tersebut mungkin disebabkan perbedaan posisi antar stasiun kerja yang
menyebabkan jarak antar stasiun kerja ke bagian inventory berbeda, Semakin dekat
inventory ditempatkan pada stasiun kerja maka waktu transfer yang dilakukan tentunya
semakin sedikit adapun penyebab lain adlah karena stasiun kerja ini merupakan stasiun
kerja terahir alam perakitan serta komponen yang diperlukan hanya body dan pengunci
body hal tersebut bisa saja menjadi penyebab sedikitnya waktu yang dibutuhkan untuk
transfer kanban.

5.5 Analisis Keterkaitan Antar Modul


Pada modul 4 ini dibutuhkan input data berupa Presedence Diagram dari modul
2. Input berupa Presedence diagram ini digunakan sebagai acuan penentuan Stasiun
Kerja, predecessor dan successor kemudian juga operasi kerja operasi kerja yang
merupakan konstrain. Kemudian hubungannya modul 4 dengan modul 2 juga adalah
waktu siklus yang didapatkan pada modul 2, digunakan sebagai perhitungan waktu baku
pendekatan teknis pada modul ini. Kemudian hubungan Modul 4 dengan Modul 1
adalah jam kerja karyawan yang juga digunakan untuk menentukan waktu baku. Dari
modul 3 didapatkan Hasil Forecasting yang digunakan untuk menentukan waktu bau
dengan pendekatan Demand.
Kemudian hasil yang didapatkan pada modul 4 ini kebanyakan dipakai saat
praktikum PTI Ch. 2, diantaranya data kecepatan produksi akan digunakan pada modul
8, data Jumlah Stasiun Kerja yang akan digunakan pada Modul 7, 8, dan 10. Dan data
Jumlah operator yang akan digunakan di Modul 6, dan Modul 8.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 92
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari praktikum modul 4 ini dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Keseimbangan lintasan atau line of balancing merupakan aktivitas yang dilakukan
untuk meminimasi ketidakseimbangan antara mesin dan personil produksi serta
memberikan beban kerja yang sama pada setiap stasiun kerja untuk mengurangi
waktu idle maupun waktu waiting pada setiap stasiun kerja sehingga lintasan
produksi dapat berjalan dengan lebih efisien. LOB PT Kanishta Garjita
menggunakan pendekatan demand. Waktu yang dihitung yaitu waktu tinggal
komponen, idle time, waiting time, dan waktu transfer Kanban per stasiun.
Waktu tinggal komponen adalah selisih waktu antara waktu mulai proses
perakitan sebuah komponen dengan waktu masuk komponen tersebut dalam suatu
stasiun kerja.
Idle time adalah waktu dimana operator menganggur dan tidak melakukan
kegiatan apa-apa karena komponen pada palet transfer belum selesai pada stasiun
kerja sebelumnya. Dapat dihitung dengan cara Idle time (detik) = (Waktu selesai
SK Waktu masuk SK) ( Waktu selesai proses Waktu mulai proses).
Waiting time adalah waktu dimana komponen atau palet transfer menganggur dan
menunggu kegiatan perakitan sebelumnya selesai. Perhitungannya adalah waktu
mulai proses waktu masuk SK.
Waktu Transfer Kanban adalah selisih antara waktu masuk komponen dengan
waktu keluar kanban
2. Dalam praktikum ini, kami menggunakan metode heuristik dalam penentuan
keseimbangan lintasan. Metode heuristik yang kami gunakan dalam penentuan
line of balancing meliputi:
a. RA (Region Aproach) merupakan metode yang digunakan untuk
menyeimbangkan lintasan pada proses produksi dengan diketahui terlebih
dahulu waktu-waktu yang ada dalam proses perakitan tersebut.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 93
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

b. RPW (Ranked Position Weight) merupakan metode yang dilakukan dengan


membagi presedence diagram dalam beberapa wilayah secara vertikal,
memiliki tujuan yang sama yaitu menyeimbangkan lintasan produksi.
c. LCR (Largest Candidate Rule) merupakan penentuan operasi pada stasiun
kerja dengan mengurutkan waktu operasi yang terbesar hingga terkecil.
d. MY (Moodie Young) dilakukan pengerjaannya dengan dua fase, fase pertama
melihat pada hasil LCR dan fase kedua bertujuan untuk berusaha membagi
waktu menganggur secara merata untuk seluruh stasiun kerja.
Masing-masing metode menghasilkan nilai performansi yang berbeda, maka
dari itu harus dipilih satu metode terbaik untuk diterapkan. Kriteria perfomansi
yang digunakan dalam suatu lintasan perakitan yaitu Smoothing Index, Line
Efficiency, Delay Time, Percentage Delay. Kriteria perfomansi yang dipilih
untuk menentukan metode terbaik yaitu LE terbesar dan SI terkecil yaitu pada
metode LCR dari kelompok 12 shift 4 dengan nilai SI sebesar 9.78% dan LE
92.2% dan jumlah stasiun kerja 10.
3. Melalui keseimbangan lintasan produksi dapat ditingkatkan produktivitas dan
efisiensi kerja dengan mengurangi waktu delay. Dari hasil perhitungan didapatkan
metode terbaik dengan parameter LE dan SI yang dapat menunjukkan
produktivitas dari suatu LOB. Parameter SI menunjukan tingkat waktu tunggu
relatif dari suatu lini perakitan, sedangkan LE menunjukkan rasio total waktu pada
stasiun kerja dibandingkan dengan waktu siklus. Dari hasil penyeimbangan
lintasan tersebut dapat ditentukan jumlah operator yang diperlukan sesuai dengan
jumlah staisun kerja optimum. Pembagian waktu pada masing-masing stasiun
kerja dengan penyeimbangan lintasan telah disesuiakan waktu tiap stasiun
kerjanya agar tidak melebihi batas maksimal dari waktu siklus yang ada sehingga
meminimumkan delay time antar stasiun kerja.
4. Kanban merupakan kartu yang digunakan dalam industri manufaktur untuk
mengambil material dari warehouse, memberikan perintah produksi, maupun
untuk memesan material dari vendor. Sistem kanban, yaitu suatu sistem informasi
yang mengendalikan produksi dengan menyediakan komponen pada tempat yang
tepat dan pada saat yang tepat.Pada praktikum yang kami lakukan, kanban

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 94
2015
Laporan Praktikum Perancangan Teknik Industri
Modul 4 Perencanaan Keseimbangan Lintasan Pada Lantai Produksi
Kelompok 25

berfungsi untuk memberi perintah transfer komponen dari warehouse ke lantai


produksi pada stasiun kerja yang membutuhkan. Dalam praktikum modul 4 ini,
jenis kanban yang digunakan adalah kanban pengambil (withdrawal kanban)
karena berisi mengenai spesifikasi jenis dan jumlah komponen yang harus
diambil. Pada praktikum ini, tidak seluruh stasiun kerja memiliki kanban.
Berdasarkan kapasitas palet yang telah ditentukan, hanya stasiun kerja yang
membutuhkan komponen bumper, pengunci dinamo, baterai, body, dinamo, dan
roda yang membutuhkan kanban.

6.2 Saran
Berikut saran yang dapat kami berikan untuk kelancaran praktikum modul 4
selanjutnya:
1. Praktikan lebih mempersiapkan diri sebelum running agar running yang
dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan lancar
2. Komponen tamiya mainan yang digunakan dalam running sebaiknya setiap tahun
diperbaharui agar komponen yang rusak tidak menghambat jalannya running.
3. Operator harus berkonsentrasi penuh namun jangan tegang dan panik saat terdapat
komponen yang cacat atau terjadi kesalahan kecil yang tidak penting yang dapat
menyebabkan terjadi nya reject.
4. Helper sebaiknya dapat berkoordinasi dengan baik dengan operator, terutama
harus mampu menentukan dengan tepat kapan harus mengambil kanban sehingga
nantinya tidak ada komponen yang datang terlambat maupun terlalu cepat.

Program Studi Teknik Industri


Universitas Diponegoro 95
2015
DAFTAR PUSTAKA
Danielle Sipper., Robert, L., Bulfin Jr., 1997, Production Planning Control and
Integration, Mc. Graw Hill, Singapore.
Monden, Y., 2000, Sistem Produksi Toyota Suatu Ancangan Terpadu untuk
Penerapan Just In Time, Buku Kedua, Yayasan Toyota dan Astra, Jakarta.
Hartini, Sri, 2010, Teknik Mencapai Produksi Optimal, CV Lubuk Agung, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai