Disusun Oleh:
Kelompok 3
DEPOK 2017
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
..........................................................................................................................................
2
BAB I
.....................................................................................................................................................
3
Pendahuluan
...........................................................................................................................................
3
1.1.
Latar Belakang
.......................................................................................................................
3
1.2.
Tujuan Percobaan
...................................................................................................................
4
BAB II
....................................................................................................................................................
5
Tinjauan Pustaka
....................................................................................................................................
5
2.1
Fenomena Fluidisasi
...............................................................................................................
5
2.2
Jenis Jenis Fluidisasi
...........................................................................................................
8
2.3
Sifat dan Karakterisasi Partikel Unggun
...............................................................................
11
2.4
Sifat Sifat Perpindahan Panas dalam Unggun Terfluidisasi
..............................................
14
BAB III
................................................................................................................................................
16
Prosedur Kerja
......................................................................................................................................
16
3.1
Alat dan Bahan
.........................................................................................................................
16
3.2
Prosedur Percobaan
..................................................................................................................
17
3.3
Data Pengamatan
......................................................................................................................
20
3.4
Grafik
.......................................................................................................................................
22
BAB IV
................................................................................................................................................
24
Analisis
.................................................................................................................................................
24
4.1
Analisis Percobaan
...................................................................................................................
24
4.2
Analisis Hasil
...........................................................................................................................
26
4.3 Analisis Kesalahan
...................................................................................................................
29
BAB V
..................................................................................................................................................
30
Penutup
.................................................................................................................................................
30
5.1
Kesimpulan
..............................................................................................................................
30
5.2
Saran
.........................................................................................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................................................................
31
2
BAB I
Pendahuluan
3
memudahkan dalam pengoperasian dengan sistem automatis, laju pencampuran antara padat
yang cepat akan membantu pencapaian kondisi isotermal yang lebih cepat sehingga kondisi
operasi dapat lebih mudah terkontrol, sirkulasi padatan di antara fluida bed memungkinkan
untuk terjadinya transfer panas, fluidisasi dapat dilakukan untuk jenis operasi berskala besar,
laju perpindahan panas maupun massa antara gas dan partikel sangat cepat, serta laju transfer
panas di antara partikel fluida dengan partikel yang muncul di permukaan sangat cepat
sehingga hanya memerlukan luas permukaan yang kecil pada saat melakukan transfer panas
menggunakan heat exchanger.
Di samping itu, proses fluidisasi juga memiliki kelemahan, yaitu kesulitan untuk
menggambarkan aliran gas, bagaimana gas dapat membentuk gelembung pada partikel
unggun, sulit juga menggambarkan kontak antara gas dan partikel secara efisien, laju
pencampuran yang cepat pada partikel padat juga dapat menimbulkan waktu tinggal yang
tidak seragam di dalam reaktor, serta karakteristik fluidisasi dapat berubah dari waktu ke
waktu akibat pengikisan dari partikel pada saat operasi.
4
BAB II
Tinjauan Pustaka
5
Berikut gambar mengenai fenomena fluidisasi.
Beberapa faktor yang memengaruhi fluidisasi, antara lain laju alir fluida dan jenis
fluida, ukuran dan bentuk partikel, jenis dan densitas partikel, porositas unggun, distribusi
aliran, distribusi bentuk ukuran fluida, diameter kolom fluidisasi, dan tinggi unggun.
Berikut fenomena fluidisasi pada partikel unggun berdasarkan kecepatan superfisial
udara yang melewati partikel.
6
Gambar 2. Transisi dari packed bed menjadi fluidized bed
7
Fenomena ini terjadi jika kecepatan alir fluida telah melebihi kecepatan maksimum
aliran fluida. Hal ini ditandai dengan adanya sebagian partikel akan terbawa aliran
fluida dan ekspansi mencapai nilai maksimum.
(1)
1
McCabe, WL., 1985, Unit Operation of Chemical Engineering , 4th edition, McGraw Hill, hlm. 151-152
2
McCa, ibid.
8
tersumbat. Peristiwa ini disebut penyumbatan (slugging). 3 Partikel unggun yang lebih
ringan, lebih halus, dan bersifat kohesif sangat sukar terfluidisasi karena gaya tarik
antarpartikel lebih besar daripada gaya seretnya. Partikel cenderung melekat satu sama
lain dan gas menembus unggun dengan membentuk channel.4
Pengembangan volume unggun dalam fluidisasi gelembung terutama
disebabkan oleh volume yang dipakai oleh gelembung uap, karena fase rapat pada
umumnya tidak berekspansi dengan peningkatan aliran. Dalam penurunan berikut ini,
aliran gas melalui fase rapat diandaikan sama dengan umf dikalikan dengan fraksi
unggun yang diisi oleh fase rapat, ditambah sisa aliran gas yang dibawa oleh
gelembung.5
(2)
Dimana:
fb : fraksi unggun yang diisi gelembung
ub : kecepatan rata-rata gelembung
Dalam fluidisasi agregat, fluida akan membuat gelembung pada padatan unggun
dalam tingkah laku yang khusus. Gelembung fluida meningkat melalui unggun dan
pecah pada permukaan unggun dan akan tejadi splashing dimana partikel unggun
akan bergerak ke atas. Seiring dengan meningkatnya kecepatan fluida, perilaku
gelembung akan bertambah besar.6
9
beberapa reaktor gas zat padat lama yang bekerja dengan prinsip ini. Contohnya
adalah dalam tranportasi lumpur dan tranportasi pneumatika.7
7
McCabe, op.cit, hlm. 169.
10
2.3 Sifat dan Karakterisasi Partikel Unggun
(7)
Suku pertama persamaan Ergun dominan untuk aliran laminer sedangkan suku kedua
dominan pada aliran turbulen.
2.3.2 Kecepatan Terminal
Kecepatan terminal suatu partikel (Ut) merupakan kecepatan suatu partikel
yang konstan pada saat partikel melewati fluida. Dalam hal ini, kecepatan terminal
dapat diperoleh melalui persamaan berikut.
(8)
Untuk aliran fluida yang bersifatlaminar, persamaan akan mengikuti Hukum
Stokes sehingga:
(9)
(10)
Kecepatan terminal untuk partikel tunggal berbentuk bulat (seperti pasir) dinyatakan
dengan
11
untukRep < 0.4 (11)
(13)
Keterangan:
dp= diameter partikel rata-rata yang secara umum digunakan untuk desain
dsv= diameter dari suatu bidang
2.3.4 Sphericity
Sphericity merupakan salah satu faktor bentuk yang didefinisikan sebagai
rasio dari area permukaan volume partikel bulat yang sama dengan partikel itu dibagi
dengan area permukaan partikel. Untuk material yang melingkar seperti katalis dan
pasir bulat, nilai sphericity sebesar 0.9 atau lebih.
(14)
2.3.5 Densitas Padatan
Densitas suatu partikel padatan dapat dibagi menjadi tiga katagori, yaitu
densitas bulk, skeletel, dan partikel. Densitas bulk diperoleh dengan membagi berat
12
keseluruhan partikel dengan volume partikel. Berat partikel yang digunakan juga
harus menyertakan faktor kekosongan pori-pori partikel. Sedangkan, densitas skeletel
merupakan densitas suatu partikel padatan jika porositasnya bernilai nol. Densitas
partikel merupakan berat suatu partikel dibagi dengan volumenya dengan
menyertakan pori-pori. Apabila nilai densitas partikel tidak diberikan, pendekatan
untuk densitas partikel dapat diperoleh dengan membagi dua densitas bulk.
13
2.4 Sifat Sifat Perpindahan Panas dalam Unggun Terfluidisasi
Unggun yang terfluidisasi oleh gelembung-gelembung tercampur dengan sangat
baik karena pertikel-partikel unggun tersirkulasi oleh gelembung udara yang naik.
Akibatnya suhu unggun sangat seragam, walaupun terdapat reaksi yang sangat eksoterm.
Jika luas permukaan tranfer panas antara gas dan unggun cukup tinggi sehingga gas dan
pertikel cepat mencapai suhu yang sama. Laju transfer panas yang tinggi juga dapat
diperoleh antara permukaan panas yang tercelup di dalam unggun dengan unggun itu
sendiri. Tiga mekanisme yang menyumbangkan transfer panas antara unggun terfluidisasi
dan permukaan adalah sebagai berikut.
a. Partikel Unggun dengan Diameter < 500 dan Densitas < 4000 kg/m3 (kecuali
partikel halus yang sangat kohesif).
Mekanisme utama adalah adanya sirkulasi antara bulk unggun dan partikel
yang berdekatan denghan permukaan panas (Particle Convective Mechanism).
Partikel mampu mentransfer banyak panas karena mempunyai kapasitas panas. Pada
saat awal partikel berdekatan dengan permukaan panas, terdapat gradien suhu lokal
yang besar yaitu adanya perbedaan suhu yang besar antara bulk unggun dengan
permukaan sehingga laju perpindahan panas sangat besar. Tapi, semakin lama suhu
unggun semakin mendekati suhu permukaan. Jadi untuk selang waktu tertentu laju
transfer panas semakin tinggi jika pertikel bersinggungan dengan permuikaan panas
dalam resident time yang singkat yang dapat diperoleh dengan mengatur kondisi
operasi. Tetapi harus diingat bahwa resident time yang kecil untuk memperoleh
koefisien perpindahan panas yang paling tinggi dibatasi oleh konduktivitas panas
gas dan jarak jalur transfer panas terpendek di mana panas mengalir secara konduksi
antara partikel unggun dan permukaan panas.
b. Partikel Unggun dengan Ukuran/Densitas lebih besar dari bagian A
Kecepatan interstitial yang terjadi adalah turbulen, yang berarti bahwa
transfer panas konveksi melalui gas menjadi penting. Jika transfer panas mode ini
menjadi dominan, maka transfer panas akan naik dengan naiknya diameter partikel.
(karena makin besar partikel, makin besar turbulensi kecepatan interstitial).
c. Partikel Unggun dengan Temperatur yang Lebih Tinggi
14
Partikel akan terdapat perbedaan temperatur yang sangat besar antara
unggun dan permukaan panas sehingga transfer panas secara radiasi menjadi
penting. Perpindahan kalor ke permukaan dalam sistem padat-gas koefisien
perpindahan panas ke permukaannya sangat tergantung pada kualitas fluidisasi yang
terjadi (Coulson, 1968:215).
15
BAB III
Prosedur Kerja
a. Bed Chamber
Bed chamber merupakan suatu tabung vertikal, terbuat dari kaca dengan
spesifikasi: nominal diameter 105 mm, nominal length 220 mm, dan cross sectional
area 8.66x10 m. Pada sisi bed chamber terdapat penggaris yang digunakan untuk
mengukur ketinggian unggun (bed) ketika fluidisasi terjadi. Bed chamber ini juga
dilengkapi dengan distribution chamber dan air distributor yang berfungi sebagai
penahan partikel unggun saat fluidisasi belum terjadi.
Udara dari sistem bertekanan memasuki unit melalui katup reduksi sehingga
pengaturan laju alir udara dapat dilakukan. Setelah itu, udara mengalir melalui dua
rotameter yang dihubungkan secara seri. Udara kemudian keluar melalui unggun dan
menuju ke pipa keluaran.
b. Cylinder Mounting
Bagian ini terdiri dari elemen pemanas (heater), termokopel, dan pengukur
tekanan. Ketiga alat tersebut dapat digerakan secara vertikal untuk disesuaikan
dengan ketinggian bed di dalam bed chamber.
c. Heater
Pemanas yang dipergunakan pada percobaan ini berbentuk silinder dengan
luas permukaan sekitar 16 cm2.
d. Variable Transformer
Komponen ini berfungis mengontrol laju perpindahan panas dari heater.
Tegangan dan kuat arus dari heater akan ditampilkan pada panel display. Pada
permukaan heater, terdapat dua buah termokopel yang berfungsi untuk mengukur
16
temperatur permukaan heater dan yang satunya lagi berfungsi sebagai pelindung dari
nilai setting yang berlebih. Temperatur dari permukaan heater, bed, serta udara
masuk yang mengalir akan ditampilkan pada panel display lainnya. Pada bagian lain
terdapat dua buah manometer yang berisi fluida untuk mengukur penurunan tekanan
udara yang mengalir sebelum dan sesudah melewati bed chamber.
b. Udara
Udara digunakan sebagai fluida yang akan mengalir pada unggun, yang
memiliki densitas sebesar 1.2 kg/m3
Percobaan 1
Tujuan Percobaan 1 : Memahami korelasi antara laju alir udara dengan tinggi
unggun dan penurunan tekanan sepanjang unggun.
1. Mengatur laju alir udara (Q = 0 L/s) dengan mengatur knop aliran udara.
2. Mencatat ketinggian bed (Hb) yang terfluidisasi pada setiap penurunan laju alir
udara.
3. Mencatat ketinggian fluida (h1 dan h2) yang ada di dalam kedua manometer
pada setiap penurunan laju alir udara..
4. Mengurangi laju alir udara secara bertahap sehingga didapatkan variasi laju alir
udara masingmasing 0.15 L/s; 0.2 L/s; 0.3 L/s; 0.4 L/s; 0.5 L/s; 0.6 L/s; 0.7
17
L/s; 0.8 L/s; 0.9 L/s; 1 L/s; 1.1 L/s; 1.2 L/ s; 1.3 L/s; 1.4 L/s; 1.5 L/s; 1.6 L/s;
dan 1.7 L/s.
Percobaan 2
Tujuan Percobaan 2 : Memahami hubungan antara laju alir udara dengan peristiwa
transfer panas pada unggun.
18
b) Saat suhu heater = 120oC
1. Mengatur suhu heater = 110oC
2. Mengatur laju alir udara (Q = 0.8 L/s) dengan mengatur knop aliran udara
3. Mengatur termokopel agar berada di dalam unggun (keadaan tercelup).
4. Mencatat suhu ketika termokopel tercelup dalam unggun saat t = 0. Suhu yang
diperoleh pada saat ini merupakan suhu unggun
5. Mengatur termokopel agar tidak tersentuh dengan unggun (keadaan tidak
tercelup)
6. Mencatat suhu ketika termokopel tidak tercelup saat t = 0. Suhu yang
diperoleh pada saat ini merupakan suhu chamber.
7. Mengulangi prosedur 3 sampai 6 untuk t = 10 menit dan t = 30 menit
8. Mengulangi prosedur 1-7 dengan mengatur laju alir udara menjadi Q = 1.4 L/s
19
3.3 Data Pengamatan
3.3.1 PERCOBAAN 1
3.3.1.1 Kenaikan Laju Alir
20
3.3.2 PERCOBAAN 2
21
3.4 Grafik
3.4.1 PERCOBAAN 1
3.4.1.1 Laju alir udara bertambah
22
3.4.2 PERCOBAAN 2
3.4.2.1 Suhu Pemanas 90 0C
23
BAB IV
Analisis
4.1 Analisis Percobaan
4.1.1 Percobaan 1
Percobaan pertama ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari praktikum fluidisasi dan
transfer panas, yaitu untuk mengamati perilaku partikel unggun dengan udara mengalir ke
atas, menyelidiki hubungan antara ketinggian unggun dengan penurunan tekanan (pressure
drop) dan hubungan antara kecepatan superfisial dengan penurunan tekanan (pressure drop).
Pada percobaan pertama ini yang diukur adalah pressure drop 1 dan 2 (P1 dan P2) dan
ketinggian unggun dalam berbagai laju alir udara yang akan diubah-ubah. Pada percobaan
ini, tidak digunakan heater dan thermocouple karena tujuan dari percobaan pertama ini hanya
ingin megetahui perilaku partikel dengan udara mengalir ke atas. Ketinggian unggun yang
diukur merupakan ketinggian unggun rata-rata yang diambil dari 3 titik yang berbeda, karena
ketinggian partikel saat terfluidisasi pada setiap titik tidaklah sama sehingga diukur dari
berbagai titik yang berbeda.
Pertama, kita akan melakukan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui perilaku partikel
unggun dengan mengalirkan udara ke atas. Percobaan ini dilakukan dngan merubah besar laju
aliran udara sehingga akan terlihat perubahan perilaku partikel unggun. Pertama, praktikan
mengalirkan udara dengan kecepatan 1.7 L/s yang merupakan kecepatan maksimumnya.
Kecepatan yang digunakan di awal praktikum merupakan kecepatan maksimum karena
apabila unggun diberikan kecepatan maksimum, maka dapat dipastikan bahwa unggun telah
terfluidisasi. Pada saat yang bersamaan, praktikan mengukur ketinggian dari unggun dan juga
mencatat pressure drop P1 dan P2. Kemudian, praktikan mulai untuk menurunkan kecepatan
udara secara bertahap menjadi 1.6 L/s ; 1.4 L/s ; 1.2 L/s ; 1 L/s ; 0.8 L/s ; 0.6 L/s ; dan 0.4
L/s. Penurunan kecepatan aliran udara dari kecepatan superfisial maksimum ini bertujuan
untuk memisahkan partikel yang tadinya rapat dan memiliki gaya kohesi antar partikel yang
besar karena laju alir yang besar dapat memberikan drag force yang besar sehingga gaya
kohesi antar partikel dapat dihilangkan. Selain itu, kecepatan yang digunakan dimulai dari
kecepatan maksimum karena ketika diberikan kecepatan maksimum, maka dapat dipastikan
bahwa bed terfluidisasi. Dengan demikian, ketika sudah tidak terjadi fluidisasi lagi
24
(kecepatan udara yang diberikan lebih kecil daripada kecepatan minimum fluidisasi, Umf),
ketinggian bed saat itu merupakan ketinggian awal bed (ada udara yang terperangkap di
antara bed).
Pada saat kecepatan superfisial dinaikkan, gaya seret fluida menyebabkan partikel unggun
mengembang dan mengakibatkan tahanan terhadap aliran udara menjadi lebih kecil, sampai
pada akhirnya drag force cukup untuk mendukung gaya berat partikel unggun. Pada saat ini
terjadi keseimbangan antara gaya dorong udara dengan berat efektif partikel partikel
unggun. Pada keadaan ini partikelpartikel unggun tepat akan bergerak dan kecepatan aliran
udaranya disebut kecepatan minimum fluidisasi (Umf). Jika kecepatan udara di atas kecepatan
minimum fluidisasi (Umf), unggun akan mulai membentuk gelembung gas atau biasa disebut
aggregative fluidization dan ronggarongga seperti gelembung uap akan membangkitkan
sirkulasi unggun. Hal ini dapat terjadi akibat dari adanya pergerakan partikelpartikel unggun
karena gaya dorong udara sekarang dapat melampaui besarnya berat dari partikel unggun.
Maka, hasil dari percobaan ini dapat diketahui nilai pressure drop sebelum dan sesudah
terjadinya fluidisasi dan kecepatan minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya fluidisasi.
4.1.2 Percobaan 2
Pada percobaan ini, praktikan melakukan pengujian pada dua temperature yang
berbeda, dengan masing masing temperature akan diuji dengan dua laju alir udara yang
berbeda. Untuk temperature digunakan suhu 80oC dan 120oC , dan laju alir 0.8 L/s dan 1.4
L/s.
Untuk mengetahui temperatur unggun dapat dilakukan saat termokopel berada dalam
unggun atau dalam kondisi tercelup, sedangkan untuk temperature chamber dapat dilihat saat
termokopel diangkat hingga melayang diatas unggun. Sementara heater tetap dibiarkan
tercelup dalam unggun. Hal ini ditujukan untuk mengetahui perbandingan aktivitas
perpindahan panas yang terjadi pada unggun dan chamber. Pada percobaan kali ini,
temperature heater yang digunakan adalah 80oC dan 120oC. Pada kedua temperature ini
diberlakukan dua nilai laju alir udara yaitu 0.8 L/s dan 1.4 L/s. Diferensiasi laju alir ditujukan
untuk mengetahui pengaruh laju alir pada perpindahan panas yang terjadi pada unggun dan
chamber.
25
Pengamatan dilakukan pada saat meit ke 0, 10, dan 30 selama dua kali periode.
Tujuan dari prosedur ini adalah mengetahui, pengaruh waktu terhadap laju perpindahan
panas yang terjadi pada unggun dan mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Dari grafik diatas dapat diketahui hubungan antara nilai laju alir udara (Q) dengan
ketinggian unggun (Hbed) yang berbanding lurus. Nilai Q nilainya sebanding dengan
kecepatan superfisial (v). Hal ini dapat dilihat dari persamaan Q = Av, sehingga nilai Q dapat
merepresentasikan nilai v. Grafik diatas menunjukkan dua data yang diperoleh, yaitu Q pada
penurunan laju alir (warna biru muda) dan peningkatan laju alir (warna merah).
Peristiwa fluidisasi ditandai dengan meningkatnya nilai ketinggian unggun. Pada grafik diatas
dapat dilihat bahwa fluidisasi mulai terjadi pada saat laju alir volumetrik udara nya bernilai
0.6 L/s. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa nilai Q berbanding lurus dengan ketinggian bed.
Semakin besar nilai Q maka nilai ketinggian unggun juga semakin meningkat yang
disebabkan oleh gaya seret yang diakibatkan aliran udara sudah melebihi gaya berat dari
partikel unggun itu sendiri.
26
Selain itu, kita juga dapat melihat perbedaan antara grafik yang menunjukkan
penurunan laju alir udara dengan grafik kenaikkan laju alir udara, yaitu pada penurunan laju
alir nilai H bed-nya lebih rendah jika dibandingkan dengan H bed pada kenaikkan laju alir
udara pada Q 0.6 L/s hingga 1.2 L/s. Hal ini dapat terjadi karena pada saat laju alir dinaikkan
dari keadaan minimum sampai keadaan maksimum, masih terdapat sisa udara dalam ruang-
ruang kosong unggun saat partikel unggun belum terfluidisasi, sehingga pada saat terjadi
fluidisasi, ketinggian dari unggun lebih tinggi jika dibandingkan dengan saat laju alir udara
diturunkan.
Dari grafik diatas dapat diketahui hubungan antara laju alir udara (Q) dengan pressure
drop (P). Dari grafik terlihat bahwa sebelum terjadinya fluidisasi yaitu sebelum nilai Q 0.8
L/s, pressure drop yang dihasilkan akibat aliran udara semakin meningkat. Pressure drop
semakin meningkat dengan meningkatnya laju alir untuk mengatasi gaya seret dan gesekan
antara aliran udara dengan partikel unggun dan antar-partikel unggun itu sendiri. Hubungan
antara Q dan pressure drop yang sebanding ini juga dapat dibuktikan dari persamaan Ergun
dimana semakin besar Q, maka semakin besar pula nilai pressure drop nya.
27
Secara teoritis, setelah terjadinya fluidisasi, nilai pressure drop cenderung konstan. Hal ini
dikarenakan gaya seret yang terjadi telah melebih gaya berat dari unggun. Selain itu, setelah
terjadinya fluidisasi partikel-partikel sudah tidak saling berkontakan satu sama lain sehingga
gaya gesek yang dihasilkan antar partikel sudah tidak ada.
Namun, hasil dari percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan tidak sesuai dengan teori
yang ada. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang akan dibahas lebih lanjut di
dalam analisis kesalahan
Percobaan dua akan menghasilkan dua buah grafik yaitu grafik pada temperature
heater 80oC dan 120oC. Grafik tersebut memiliki sumbu y berupa temperature dan x
merupakan waktu dalam menit. Dari percobaan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa T
unggun > T chamber. Hal ini diakibatkan oleh saat termokopel berada pada chamber,
termokopel hanya akan merasakan perpindahan panas secara konveksi, via udara yang
mengalir. Sementara saat termokopel berada pada unggun, terjadi perpindahan panas secara
konduksi dan konveksi, yang membuat pertukaran panas menjadi lebih baik sehingga unggun
menghasilkan temperature yang lebih tinggi.
Kemudian semakin lama waktu pemaparan, maka, temperature pada unggun dan
chamber cenderung untuk terus naik. Hal ini didukung oleh persamaan perpindahan panas
seperti konveksi dan konduksi, perpindahan panas yang terjadi akan semakin besar seiring
dengan lamanya waktu eksperimen.
Kemudian pada suhu 120oC, kelompok kami mendapatkan suhu unggun dan chamber
yang lebih besar. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Yoshida et al. (1974)
dimana bed akan semakin terfluidisasi pada temperature yang lebih tinggi. Artinya,
semakin banyak partikel yang bergerak ke atas, dan luas permukaan transfer panas akan
semakin tinggi. Temperatur yang dapat dicapai unggun dan chamber akan semakin tinggi,
selain karena set point temperature yang juga lebih tinggi.
28
Kemudian temperature akan berbanding lurus dengan temperature pada kedua grafik.
Hal ini diakibatkan oleh peningkatan laju alir fluida secara langsung akan meningkatkan
perpindahan panas secara konveksi. Hal ini karena medium perpindahan panas yang disuplai
semakin banyak.
29
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan
1. Laju alir fluida berbanding lurus dengan tinggi unggun, semakin besar laju alir,
semakin besar tinggi unggun.
2. Laju alir fluida berbanding lurus dengan pressure drop.
3. Laju alir fluida berbanding lurus dengan tinggi unggun, semakin besar laju alir,
semakin besar tinggi unggun
4. Profil suhu pada proses fluidisasi dipengaruhi oleh laju alir, karena proses transfer
panas akan berlangsung lebih cepat saat partikel tersuspensi oleh fluida pada
fluidisasi.
5. Ketinggian bed dan pressure drop pada percobaan decreasing flow lebih besar
daripada increasing flow karena pada decreasing flow masih terdapat udara yang
tersisa
6. Berdasarkan data pengamatan, semakin lama waktu pemanasan suhu mengalami
perubahan secara fluktuatif , namun sharusnya semakin lama waktu pemanasan
suhunya semakin tinggi
7. Suhu unggun dan suhu chamber pada suhu heater 80 C dan 120 C pada Q 0,8 L/s
lebih besar dari Q 1,4 L/s , namun seharusnya pada laju alir 1,4L/s suhu unggun
dan chamber lebih besar.
5.2 Saran
1. Harus ada koordinasi yang jelas antara asisten laboraturium dengan dosen agar
tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakan laporan praktikum.
2. Diharapkan alat yang digunakan dalam percobaan dapat diperbaharui, agar
praktikan dapat melakukan percobaan dan memperoleh data yang akurat.
30
DAFTAR PUSTAKA
Brown dkk. 1955. Unit Operations. New York: John Willey & Sons.
De Nevers, Noel. 1951. Fluid Mechanics Chemical Engineering. New York: McGraw-Hill
Inc
Foust, Alan S. dkk. 1959. Principles of Unit Operation 2nd Edition. New York: John Willey &
Sons
McCabe, Warren L. dkk. 1985. Unit Operations of Chemical Engineering 4th Edition. New
York: McGraw-Hill Inc
Tim Penyusun. 1989. Buku Panduan Praktikum POT 1. Depok: Jurusan Teknik Gas &
Petrokimia. Fakultas Teknik Universitas Indonesia
31