Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BUDAYA ORGANISASI
DAN
BUDAYA KUALITAS
Oleh :
Arin Dian Safitri NIM.1631410037
Menurut Robbins (dalam Moeljono, 2005: 11) ada tujuh karakterisik budaya
organisasi, yaitu (1) inovasi dan keberanian mengambil resiko ; (2) mempunyai
perhatian secara detil; (3) berorientasi pada hasil; (4) berorientasi kepada
manusia; (5) berorientasi tim; (6) agresif; dan (7) stabil. Selain itu Schein
(dalam Carrell et, al, 1997 ) memberikan beberapa karakteristik dalam
mendefinisikan budaya organisasi, yaitu (1) values, the dominand values
espoused by an organizationz (2) the philoshopy that guide and organizations
policies towardsits employes and customers; (3) norms of behavior that involve
in working grub; (4) politics; (5) the rules of the game for getting alng in the
organization; (6) the climate of work which conveyed by physical layout an the
way people interact; (7) behavior of people when they interact such as the
language and demeanor : the social interaction.
Budaya organisasi tidak muncul begitu saja dari suatu kehampaan. Menurut
Atmossoeprapto(2001), ada beberapa unsur budaya organisasi, yaitu (1)
lingkungan usaha, akan menentukan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai
keberhasilan. (2) nilai-nilai yang merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu
organisasi. (3) keteladanan, yaitu orang-orang menjadi teladan terhadap
karyawannya karena keberhasilannya. (4) upacara-upacara, yaitu acara rutin
yang diselenggarakan perusahaan dalam memberikan penghargaan para
karyawannya yang berprestasi. (5) network, jaringan komunikasi informal di
dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai budaya.
3. Pembentukan Budaya
Gambar 15.1
Menurut Jusi, budaya yang kuat didukung sejumlah faktor, yaitu leadership,
sense of direction, dimate, positif teamwork, value add system, enabling
competences dan developed individual. Diantara faktor pendukung tersebut,
ternyata faktor leadership sangat menonjol dalam arti komitmen, kesungguhan
tekad dari pimpinan puncak, merupakan faktor utama yang sangat mendukung
terlaksanya suatu budaya perusahaan.
Menurut McKinsey & Company (dalam Peters and Waterman, 1986:10) ada
tujuh variabel berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi yang
terangkum dalam 7-S McKinsey, seperti gambar 15.3, yaitu sistem, struktur
dan strategi, style, sistem, staff, skills dan shared values ( budaya organisasi
yang merupakan sofware of organizations)
Struktur
Gambar 15.3
7- S McKinsey Framework
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam melkukan perubahan budaya adaah
sebagi berikut :
Menolak perubahan adalah perilaku alamiah. Cara yang paling efektif untuk
mengajak karyawan mengikuti perubahan adalah melibatkan mereka dalam
perencanaan dan pelakasanaan perubahan. Selain itu, juga memberikan
mereka kesempatan untuk mengungkapakan persoalan dan kekhaatirannya.
8. Memberi dukungan
Strategi ini meliputi dukungan material, moral, dan emosional yang
dibutuhkan orang dalam menjalin perubahan.
Asesmen
Asesmen merupakan diagnosa untuk memahami bagaimana kondisi budaya
perusahaan yang ada. Asesmen akan menghasilkan pemetaan budaya yang
memberikan arah bagi kebijkan yang diambil dalam transformasi budaya.
Biasanya aesmen dilakukan dengan analisis SWOT.
Inventarisasi nilai budaya
Melakukan inventarisasi nilai budaya yang ada baik secara sampling,
sensus, atau Delphi. Inventarisasi akan menghasilkan kodifikasi nilai-nilai
budaya.
Menemukan keunggulan budaya yang sudah dimiliki
Langkah ini untuk mengetahui sebrapa jauh budaya yang ada mendukung
kemajuan organisasi dan memastikan agar organisasi dijaga kinerjanya.
Simulasi mengaitkan keunggulan budaya atau dengan melakukan tukar
pikiran (brainstorming) diantara para anggota organisasi, baik secara formal
maupun informal. Perlu diundang juga narasumber untuk memastikan
simulasi berjalan dengan seharusnya.
Evaluasi kontribusinya pada keunggulan perusahaan saat ini
Yang sangat sulit diukur adalah kontribusi SDM pada keunggulan
perusahaan dan mengukur kontribusi budaya organisasi pada keunggulan
perusahaan. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi dan relevansi budaya
organisasi pada keunggulan perusahaan
Rumuskan tantangan bisnis minimal limat tahun kedepan
Merumuskan tantangan bisnis lima tahun kedepan yang dikorelasikan
dengan visi organisasi
Rumuskan secara simulatif budaya yang diperlukan masa yang akan
datang
Dilakukan simulasi untuk merumuskan budaya yang diperlukan, islanya
meletakkan future culture value sebagai present cultural value.
Bandingkan budaya yang ada dengan budaya yang diperlukan masa
depan
Dalam management strategis model ini disebut model kamparasi atau model
kesenjangan dengan tujuan untuk melihat kesesuaian dan kesenjangan.
Hasil proses ini adalah reformulasi dari nilai budaya yang sudah dirumuskan
berdasarkan kesesuaian dengan keunggulan perusahaan saat ini dengan nilai
yang relevan dengan keunggulan lima tahun ke depan atau present culture
value ditarik dari future culture value. Hasil akhirnya rumusan perpaduan
antara dua kelompok nilai tersebut.
Pengujian secara sampel yang representatif
Nilai budaya tidak dapat dikembangkan secara serentak, melainkan
kelompok demi kelompok. Untuk itu perlu di bentuk sampel yang
merupakan role model bagi pelaksanaan budaya organisasi. Ada dua metode
yang digunakan, yaitu survey of interpersonal values dan prototipe, yaitu
cells development tools. Setelah sampel dibentuk, dikukan pengujian
budaya tersebut. Tujuannya adalah jangan sampai terjadi gejolak suatu
konflik yang tidak perlu karena adanya kejutan budaya dan untuk
meminimalisir permsalahan agar seandainya terjadi ketidaksesuaian, dapat
dilakukan adaptasi pada lingkungan yang manageable.
Masukan nilai baru (jika mungkin satu persatu)
Apabila berhasil dalam pengujian budaya, dijadikan sebagai medium
pembiakan pertama untuk penyemaian budaya. Untuk itu, mulai
ditanamkan nilai budaya kepada sel tersebut. Proses penyemaiannya agar
dilakukan secara mandiri oleh sel atau sampel dengan tujuan agar proses
pertumbuhannya berjalan secara alami, bukan karena aturan perusahaan.
Injeksi nilai budaya dapat dilakukan secara bersamaan, dengan catatan,
semamou melakukan penyerapan dan adaptasi. Apabila dirasa berat, maka
injeksi nilai budaya dilakukan satu persatu.
Sesuaiakan, kuatkan dan jaga
Budaya berkenaan dengan nilai. Sekali ia jadi dan tertanam, maka isu
selanjutnya bukanlah menuai, meainkan bagaimana melanjutkan
penyemaian, menguatkan proses pertumbuhan, benih budaya dan
selanjutnya dijaga agar layu dan mati. Untuk menyemaikan ,menguatkan,
dan menjaga terdapat beberapa mekanisme dan tools, diantaranya adalah
peraturan perusahaan, sistem SDM, etika perusahaan, dan pelaksanaan
GCG (Good Corporate Goverment).
Lakukan oengendalian agar tidak terjadi komplikasi budaya atau
keterkejutan budaya atau keterkejutan budaya
Dalam pengembangan budaya organisasi, yang penting setelah disemai dan
tumbuh adlah dikendalikan. Sering kali kegagalan dalam pengembangan
budaya oraganisasi bukan pada proses penyemaainnya , melainkan
mengabakan pengendalian. Pengendalian dilakukan agar tidak terjadi
konflikasi budaya dalam bentuk konflik antara budaya lama dengan budaya
baru atau dengan budaya individu dengan budaya organisasi, kemudian
untuk menjaga agar jika ada keterkejutan budaya tidak sampai merembet ke
tempat tang lain, dan proses penyemaiannya menjadi seperti yang
dikehendaki.
1. Strategi Revitalisasi
Isu yang akan di kedepankan bukanlah merevitalisasi budaya bangsa
indonesia, melainkan budaya organisasi di indonesia. Menurut moedjono
(2005:59) langkah-langkah dalam melakukan strategi revitalisasi meliputi
berikut ini
a. Memetakan tantangan organisasi di indonesia
Tantangan pertama adalah perubahan ekonomi dunia. Peter Drucker
(1996:768)
Mengatakan i wish to argue that the world economy is not change is
irreversible. Perubahan ekonomi dunia sudah terjadi dan perubahan
tersebut tidak dapat diubah-balikkan. Tantangan kedua adalah
globalisasi dimana mengikondisikan globalisasi sebagai fakta dimana
seluruh negara telah berada dalam sebuah kapal besar tanpa paksa.
Kebocoran disalah satu lambung kapal akan segera menyebar ke seluruh
kapal tanpa ada yang bisa membendung, efek rumah kaca dan pemanaan
global, terorisme, AIDS, narkotika, dan perdagangan manusia adalah
masalah global yang tidak bisa dibatasi, sebagaimana investasi dan
perdagangan menyebar keseluruh dunia tanpa kenal bendera. China
yang paling komunis menjadi sangat kapitalis dan menjadi ancaman
seluruh negara kapitalis. Perubahan dan globalisasi dapat diatasi jika
organisasi mempunyai keunggulan kompetitif yang akan memenagkan
tiap negara dan organisasi dalam persaingan global.
b. Merumuskan nilai budaya yang bersifat generik
Nilai budaya generik dapat dijadikan sebagai nilai minimal dan dasar
bagi setiap organisasi di indonesia. Porter (1998) meyatakan bahwa
ukuran kompetitif sebenarnya sederhana, yaitu berkenaan dengan
produktivitas. Maka produktivitas saat ini mencangkup dua jenis yaitu
pertama makna produk yang berarti seberapa jauh sebuah produk
dikelola secara efisien dan efektif, sedangkan kualitas produk harus
diberikan produsen. Makna kedua adalah nilai, yaitu setiap produk yang
diserahkan pada konsumen mempunyai nilai dan nilai tambah. Nilai
adalah sesuatu yang dibutuhkan konsumen, sedangkan nilai tambah
adalah sesuatu yang tidak diminta konsumen. Pusat pengembangan
budaya organisasi centre for organizational culture development
(COCD) menemukan beberapa nilai budaya yang bersifat generik
dyang dapat diacu sebagai formula dasar nilai budaya organisasi untuk
membangun keunggulan kompetetif yaitu : pertama adalah integritas.
Integritas menunjukkan kepada diri, organisasi dan lingkungan bahwa
kita mempunyai identitas atau jatidiri. Identitas memberi makna pada
kemanusiaan kita dan menjadikan kita mempunyai motivasi berkarya
yang terbaik. Kedua adalah pembelajar. Kegagalan sebagian besar
organisasi di indonesia dalam mempertahankan keberhasilannya rata-
rata diakibatkan rasa puas diri yang cepat yang tidak mau belajar,
padahal duania berubah dengan cepat. Tanpa budaya pembelajar maka
jangan adalah pembelajar. Kegagalan sebagian besar organisasi di
indonesia dalam mempertahankan keberhasilannya rata-rata
diakibatkan rasa puas diri yang cepat yang tidak mau belajar, padahal
duania berubah dengan cepat. Tanpa budaya pembelajar maka jangan
berharap organisasi akan selamat ditengah persaingan yang ketat.
Ketiga adalah kejasama tim. Organisasi di indonesia kurang
mempunyai nilai yang memapukan sifat-sifat positif budaya Indonesia.
Nilai tersebut adalah kerja sama tim, dimana sebuah tim yang diciptakan
agar bisa menjadi sebuah institusi berkemampuan yang lebih lengkap.
Dari nilai tiga utama tersebut dapat dikembangkan menjadi berbagai
nilai yang lebih spesifik dari setiap organisasi.
c. Membangun nilai-nilai budaya
Indonesia adalah negara dengan masyarakat paternalistik, yaitu lebih
banyak tergantung kepada pimpinan, terutama organisasi di lembaga
pemerintah. oleh karena itu, langkah pertama membangun budaya di
lembaga pemerintah. Beberapa waktu lalu Menteri Pemberdayagunaan
Aparatur Negara telah menetapkan budaya birokrasi. Namun, budaya
tersebut sulit diterapkan karena pertama jumlahnya sangat banyak lebih
dari 3o nilai), sulit diingat dan dilaksanakan. Kedua, metode
perumusannya menggunakan metode brain-trust darai pakar dan tidak
melibatkan partisipasi warga birokrasi. Ketiga, metode
pengembangannya bersifat instruksi bukan partisipasi.
Apabila suatu organisasi sudah mempunyai nilai budaya yang
dirumuskan secara metodologis dan ilmiah, maka strategi kedua
memaksa pimpinan untuk menjadi yang pertama dan terkonsisten untuk
melaksanakan budaya tersebut, karena masih kuatnya paternalisktik.
Selain itu, salah satu tugas pimpinan adalah merumuskan nilai-nilai
konstruktif bagi organisasi.proses penyemaainnya perlu
dikombinasikan dengan metode komunalitas. Pengalaman dari COCD
menunjukkan bahwa kegagalan organisasi menyemaikan budaya karena
cenderung menggunakan pendekatan yang mengacu pada masyarakat
barat, yaitu individual, bukan komunal.
Untuk sebagi contoh, pada tahun 1998, di indonesia telah dibentuk Kantor
Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. Misi pembentukan lembaga tersebut
adalah melakukan tranformasi BUMN dari pola birokratis ke real organisasi.
Proses ini sangat penting karena transformasi BUMN menjadi organisasi yang
sudah di mulai sejak tahun 1980, ketika para manager profesional indonesia
yang sebelumnya menjadi pimpinan di perusahaan-perusahaan multinasional,
masuk ke BUMN dan melakukan trasformasi secara drastis. Paling tidak,
transformasi BUMN dari perusahaan birokrasi yang berpenyakit, yaitu struktur
organisasi besar dan gemuk, lamban, congkak, acuh pada pelanggan, dan
seterusnya. Semua keadaan tersebut biasanya bermuara pada satu hal, yaitu
terciptanya manajemen sebagai impak dari restrukturisasi organisasi.
Transformasi korporasi dilakukan berdasarkan UU No. 19/2003 tentang BUMN
pada penjelasan pasal 5 ayat 3 yang menyebutkan bahwa direksi selaku organ
BUMN yang ditugasi melakukan pengelolaan perusahaan tunduk pada semua
peraturan yang berlaku terhadap BUMN dan tetap berpegang pada penerapan
pada prinsip-prinsip Good Corporate Governannce yang meliputi : (1)
transparansi (transparancy), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi
material dan relevan. Transparansi menyangkut keterbukaan, baik terhadap
prosedur, mekanisme, dan praktik serta hasil pengawasan (2) kemandirian
(independency), yaitu keadaan diamana perusahaan dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan tekanan dari pihak luar yang tidak sesuai
dengan peaturan dan prinsip organisasi yang sehat. (3) Akuntabilitas
(accountability), yaitu penjelasan fungsi , pelaksanaan dan pertangungan
jawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif
dan efisien. (4) pertanggung jawaban (responsibility), yaitu kesesuain dalam
pengelolaan perusahaan pada peraturan dan perundang-undangan serta prinsip-
prinsip organisasi yang sehat. (5) kewajaran atau keadilan (fairness) yaitu,
kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan pada peraturan dan perundang-
undangan serta prinsip organisasi yang sehat dan perlakuan yang adil dan
berimbang pada seluruh stakeholders.
Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dan dikembangkan dari nilai
nilai yang ada dalam diri anggotanya. Dalam beberapa kasus yang ditangani
oleh COCD, sebagian besar perusahaan di Indonesia tidak memiliki budaya
perusahaan, melainkan peraturan perusahaan. Kriteria pertama budaya
perusahaan yang baik adalah budaya perusahaan bukan peraturan
perusahaan. Kriteria kedua budaya perusahaan yang baik, yaitu sesuai
dengan kemajuan perusahaan. Kriteria ketiga adalah nilai budaya yang
dirumuskan sesuai dengan tantangan perusahaan.
Tabel 15.2