PPOK
PPOK
Disusun oleh :
Shintia Malinda
30101307080
Pembimbing :
SEMARANG
2017
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
1. Definisi
Penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai
Hambatan aliran napas kronik pada PPOK adalah merupakan gabungan dari
penyakit saluran napas kecil dan destruksi parenkhim dengan kontribusi yang ebrbeda
penyakit dengan gejala klinis yang hampir serupa dengan bronkitis kronis, emfisema,
asma, bronkiektasis, dan bronkiolitis. Hambatan jalan napas yang terjadi pada
penderita PPOK disebabkan oleh penyakit pada saluran napas dan rusaknya parenkim
paru.
2. Epidemiologi
Data prevalensi PPOK yang ada saat ini bervariasi berdasarkan metode survei,
kriteria diagnostik, serta pendekatan analisis yang dilakukan pada setiap studi.
Berdasarkan data dari studi PLATINO, sebuah penelitian yang dilakukan terhadap
lima negara di Amerika Latin (Brasil, Meksiko, Uruguay, Chili, dan Venezuela)
perempuan adalah 18,9% dan 11.3%.5 Pada studi BOLD, penelitian serupa yang
dilakukan pada 12 negara, kombinasi prevalensi PPOK adalah 10,1%, prevalensi pada
laki-laki lebih tinggi yaitu 11,8% dan 8,5% pada perempuan. Data di Indonesia
sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu
inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya peningkatan
penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan
pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurangakibat penebalan mukosa
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan
paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan
akanmerusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar
ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul
oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat
elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubah menjadi
Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi
paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur
berupa destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Sesak
napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena terganggunya
aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak napas biasanya menjadi komplain ketika FEV1
<60%. Pasien biasanya mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk
bernapas, rasa berat saat bernapas, gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara
hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah gejala awal perkembangan PPOK.
Gejala ini juga biasanya merupakan gejala klinis yang pertama kali disadari oleh
pasien. Batuk kronis pada PPOK bisa juga muncul tanpa adanya dahak. Faktor risiko
PPOK berupa merokok, genetik, paparan terhadap partikel berbahaya, usia, asmjta/
5. Diagnosis
Anamnesis
PPOK sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda dan gejala.
Diagnosis lain seperti asma, TB paru, bronkiektasis, keganasan dan penyakit paru
kronik lainnya dapat dipisahkan. Anamnesis lebih lanjut dapat menegakkan diagnosis.
a. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun terakhir yang
tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang hari
b. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum. Kadang kadang pasien
dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi
dengan sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak
dikeluhkan. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas
Selain gejala klinis, dalam anamnesis pasien juga perlu ditanyakan riwayat
pasien dan keluarga untuk mengetahui apakah ada faktor resiko yang terlibat.
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk PPOK. Lebih dari 80% kematian pada
penyakit ini berkaitan dnegan merokok dan orang yang merokok memiliki resiko
yang lebih tinggi (12-13 kali) dari yang tidak merokok. Resiko untuk perokok aktif
sekitar 25%.
Akan tetapi, faktor resiko lain juga berperan dalam peningkatan kasus PPOK.
Faktor resiko lain dapat antara lain paparan asap rokok pada perokok pasif, paparan
kronis polutan lingkungan atau pekerjaan, penyakit pernapasan ketika masa kanak-
ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak
dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang
Pemeriksaan Fisik
Tanda fisik pada PPOK jarang ditemukan hingga terjadi hambatan fungsi paru
yang signifikan. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang
jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi
alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajad berat seringkali
terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks.Secara umum
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
- Hipersonor
4. Auskultasi
-Fremitus melemah
-Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Spirometri
paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity (FVC)), kapasitas udara
yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced Expiratory Volume in one second
PPOK.
spirometri
6. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologi
A. Bronkodilator
Prinsip kerja dari 2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas
bronkodilator dari short acting 2 agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam.
(Evidence B). Penggunaan dosis tinggi short acting 2 agonist pro renata pada
pasien yang telah diterapi dengan long acting broncodilator tidak didukung
lebih. Formoterol dan salmeterol memperbaiki FEV1 dan volume paru, sesak
napas, health related quality of life dan frekuensi eksaserbasi secara signifikan
(Evidence A), tapi tidak mempunyai efek dalam penurunan mortalitas dan
waktu kerja 24 jam dan bekerja secara signifikan memperbaiki FEV1, sesak
dan kualitas hidup pasien (Evidence A). Efek samping adanya stimulasi
Antikolinergik
waktu kerja lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat mengurangi eksaserbasi
dan hospitalisasi, memperbaiki gejala dan status kesehatan (Evidence A), serta
Meskipun bisa menimbulkan gejala pada prostat tapi tidak ada data yang dapat
tersebut.
B. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan
C. Kortikosteroid
fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien
D. Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan menghambat
> 65 tahun
Alpha-1 Augmentation therapy: Terapi ini ditujukan bagi pasien usia muda
dengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini sangat mahal, dan
tidak tersedia di hampir semua negara dan tidak direkomendasikan untuk pasien
mencetuskan eksaserbasi
gejala eksaserbasi.
Vasodilator
Narkotik (morfin)
1. Rehabilitasi
2. Konseling nutrisi
3. Edukasi
DAFTAR PUSTAKA