Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG :

Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik

secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

adalah Diabetes Melitus (DM). Di Indonesia DM merupakan ancaman serius bagi


pembangunan kesehatankarena dapat menimbulkan kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes
(gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit jantung dan stroke. Global status report

on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab
kematian semua umur di dunia adalah karena PTM. DM menduduki peringkat ke-6
sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes dan 4%

meninggal sebelum usia 70 tahun. Pada Tahun 2030 diperkirakan DM menempati urutan

ke-7 penyebab kematian dunia. Sedangkan untuk di Indonesia diperkirakan pada tahun

2030 akan memiliki penyandang DM (diabetisi) sebanyak 21,3 juta jiwa. International

Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang
berumur 20-79 tahun memiliki diabetes. Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan

ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan
Mexico, tutur Dirjen P2PL.

Mengingat besarnya masalah diabetes melitus tersebut, Kementerian Kesehatan


RI memprioritaskan pengendalian DM diantara gangguan penyakit metabolik lainnya
selain penyakit penyerta seperti hipertensi, jantung korononer dan stroke. Kementerian

Kesehatan saat ini fokus pada pengendalian faktor risiko DM melaui upaya promotif dan

preventif dengan tidak mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Saat ini

pelayanan DM sudah dilaksanakan di Puskesmas dengan pemberian obat sesuai


kemampuan daerah masing-masing, Pada penyandang DM rujuk balik dari Rumah Sakit

yang merupakan peserta askes dapat diberikan obat oral maupun suntikan selama 30 hari
atau sesuai rekomendasi dokter RS.

Sementara itu, salah satu kegiatan pengendalian DM yang dilakukan Kemenkes

yaitu monitoring dan deteksi dini faktor risiko DM di Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu)
PTM dan implementasi perilaku CERDIK. Posbindu PTM merupakan kegiatan peran serta

masyarakat dalam pengendalian faktor risiko DM secara mandiri dan berkelanjutan. Saat
ini sudah terdapat 7.225 Posbindu di seluruh Indonesia. CERDIK ini mempunyai makna,

1
Cek kesehatan secara berkala,Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dan
seimbang,Istirahat Cukup, Kelola Stres.

Pada tahun 2013, Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta penderita Diabetes yang

merupakan jumlah ke-empat terbanyak di Asia dan nomor-7 di dunia. Dan pada tahun

2020, diperkirakan Indonesia akan memiliki 12 Juta penderita diabetes, karena yang mulai

terkena diabetes semakin muda. Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM
yang menyita banyak perhatian adalah Diabetes Melitus (DM). Di Indonesia DM

merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan

kebutaan, gagal ginjal, kaki diabetes (gangrene) sehingga harus diamputasi, penyakit
jantung dan stroke.

B. TUJUAN

C. RUMUSAN MASALAH

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. ANATOMI

Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus dm antara lain dari
anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5

cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang

dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini.

Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang

berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama,

yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak

mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di


seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans

berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya
100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

3
Sel Alpha

Salah satu sel yang terdapat di pankreas adalah sel Alpha yang memiliki beberapa fungsi di
dalam organ tubuh yang berada di bagian-bagian pankreas.

Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi sel Alpha :

4
1. Sel ini berfungsi untuk memproduksi hormon glukagon yang berperan penting dalam

menaikkan kadar gula darah (glukosa) yang rendah, yang mana fungsi glukagon ini

sendiri berkebalikan dengan hormon insulin.


2. Glukagon memicu sel-sel otot dan organ hati mencegah glikogen polisakarida untuk

melepaskan glukosa ke dalam aliran darah. Glukagon merangsang produksi gula


darah secara glukoneogenesis (mengaktifkan lipase lemak, meningkatkan persediaan

asam lemak dan sumber energi) dan glikogenolisis (pemecahan glikogen) dalam hati
sehingga meningkatkan jumlah kadar gula darah di dalam tubuh (hormon
hiperglikemik).

3. Juga yang bertanggung jawab untuk menjaga kadar normal gula darah saat kita

sedang berpuasa. Selain itu, glukagon juga bisa menghambat penyimpanan


trigliserida dalam hati yang biasanya terjadi pada saat kita kelaparan.
4. Glukagon juga berperan dalam merangsang pembongkaran lemak (lipolisis) di dalam
jaringan lemak, serta penguraian protein (proteolisis) yang terjadi di otot.

Sel Beta

Sel yang membentuk pulau Langerhans lainnya adalah sel Beta yang juga memiliki peran
penting di dalam organ tubuh di bgaian pankreas.

Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi sel Beta :

1. Fungsi utama sel Beta adalah untuk mensekresikan hormon insulin. Hormon ini dapat

memicu penyerapan glukosa dari aliran darah ke dalam sel, sehingga memungkinkan
untuk hati, bagian bagian ginjal, dan otot untuk menyimpan gula darah yang

selanjutnya akan ditambahkan ke molekul glikogen untuk disimpan di dalam hati dan

otot sebagao sumber energi.

2. Cara kerja hormon insulin yang dihasilkan oleh sel Beta adalah berbanding terbalik
dengan hormon glukagon yang dihasilkan oleh sel Alpha. Pada saat kadar gula dalam

darah meningkat, maka pada saat itulah hormon insulin bekerja untuk menormalkan

kadar gula darah tersebut.


3. Dalam pengobatan, penderita DM (Diabetes Melitus) Tipe I bergantung pada

pemberian hormon insulin eksogen (hormon insulin yang disuntikkan ke bawah kulit

atau secara subkutan).


4. Ketika sel Beta tidak bisa bekerja dengan baik (salah satunya karena dihambat oleh
Somatostatin yang dihasilkan oleh sel Delta namun hal ini belum terbukti benar)
sehingga sekresi hormon insulin pun turut terganggu, yang artinya kita kehilangan

5
kontrol terhadap kadar gula darah di dalam tubuh sehingga terjadi yang namanya

penyakit Diabetes melitus.

5. Sedangkan jika yang terjadi adalah sebaliknya, terjadinya hiperplasia dan neoplasia
sel Beta justru mengakibatkan terjadinya sindrom Hyperinsulinisme yang ditandai

dengan hipoglikemia (kadar gula darah dalam tubuh sedikit bahkan kekurangan).
Dalam keadaan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh akan menjadikan lemak

sebagai sumber energi dan mengurangi penyerapan glukosa (gula darah).


6. Selain menghasilkan hormon insulin yang bekerja sebagai kontrol utama saat kadar
gula darah meningkat, sel Beta juga berfungsi menghasilkan peptida-C (produk

sampingan dari insulin) yang digunakan untuk memberikan gambaran mengenai jisim

sel Beta yang hidup.


7. Untuk lebih memahami bagaimana cara kerja sel Beta dan sel Alpha yang
menghasilkan dua hormon yang kerjanya saling berkebalikan, coba perhatikan berikut

ini :

8. Pada saat kadar gula darah berada di atas normal (lebih dari 90 mg/100 ml konstrasi

darah pada manusia), hal tersebut akan merangsang pankreas untuk mensekresikan
hormon insulin melalui sel Beta-nya dan berkat bantuan insulin inilah yang akan

memicu sel-sel target (hati, ginjal, otot) untuk menyerap kelebihan gula darah yang

ada di dalam tubuh sehingga kadar glukosa menjadi normal kembali. Sebaliknya, saat

tubuh mengalami kekurangan kadar gula darah (hypoglikemia), maka pankreas akan
terstimulasi untuk mengeluarkan hormon glukagon melalui sel Alpha-nya, yang

kemudian menstimulasi hati untuk menaikkan kadar gula darah.

9. Demikian mengenai fungsi sel Alpha dan sel Beta Pankrea. Singkatnya, sel Alpha
berfungsi menghasilkan hormon glukagon (bertugas meningkatkan kadar gula darah
saat kekurangan) dan sel Beta akan membentuk hormon insulin yang kerjanya

berkebalikan daripada hormon glukagon (mengatur kadar gula darah agar tetap pada
batas normal)

B. DEFINISI

Diabetes melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu menghasilkan
atau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel dan

menyimpannya sebagai glikogen). dengan demikian, terjadi hiperglikemia yang disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan kelainan


metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta menimbulkan berbagai komplikasi

6
kronis pada organ tubuh (mansjoer dkk., 2000; Sukarmin dan S. Riyadi, 2008; Tambayong,
J. 2000).

7
C. ETIOLOGI

1. Diabetes tipe-1 (Insulint Dependent Diabetes Mellitus)

Merupakan suatu kondisi autoimun yanng menyebabkan kerusakan sel beta

pankreas sehingga timbul defisiensi insulin absolut. Pada DM tipe-1 sistem imun tubuh

sendiri secara spesifikmenyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin yang terdapat

pada pankreas. Bellum diketahui kenapa terjadinya kejadian autoimun ini, namun
bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor genetik dan faktor lingkunga seperti
virus tertentu berrperan dalam prosesnya. Sekitar 70-90% sel beta hancur sebelum

timbul gejala klinis. Pasien ini harus melakukan injeksi insulin dan menjalani diet ketat.

2. Diabetes tipe-2(Non-Insulint Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang umum. Penyebabnya bervariasi

mulai dari dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai deefek
sekresi insulin disertai resistensi insulin. Penyebab resistensi pada diabetes sebenarnya
tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak berperan antara lain :

a. Kelainan genetik

b. Usia

c. Gaya hidup dan stres

d. Pola makan yang salah

e. Obesitas

f. Infeksi

3. Diabetes tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta (maturity onset diabetes of the young 1,2,3 dan DNA
mitokondria)

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Infeksi (rubella kongenital, sitomegalovirus)

4. Diabetes mellitus gestational

8
Diabetes ini disebabkan karena terjadinya resistensi insulin selama kehamilan
dan biasanya insulin akan kembali normal setelah melahirkan.

D. MANIFESTASI KLINIS

Peningkatan kadar gula darah, disebut hiperglikemia, mengarah kepada

manifestasi umum yang berhubungan dengan DM. Pada DM tipe-1, onset manisfestasi

klinis mungkin tidak kentara dengan kemungkinnan situasi yang mengancam hidup yang
biasanya terjadi (misalnya, ketoasidosis diabetikum). pada DM tipe-2, onset manifestasi
klinis mungkin berkembang secara bertahap yang klien mungkin mencatat sedikit atau

tanpa menifestasi klinis selama beberapa tahun.

Manifestasi klinis DM adalah :

a. Peningkatan frekuensi buang air kecil (poliuri)

b. Dehidrasi berlebih (polidipsi)

c. Penurunan berat badan meskipun lapar dan peningkatan makan

E. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar patologi melitus dapat dihubungkan dengan efek utama

kekurangan insulin, yaitu sebagai berikut :

1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan

peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1.200 mg per 100
ml.

Insulin berfungsi membawa glukosa kesel dan menyimpannya sebagai glikogen.

Sekresi insulin normalnya terjadi dalam dua fase yaitu :

a) Fase I : terjadi dalam beberapa menit setelah suplai glukosa dan kemudian
melepaskan cadangan insulin yang disimpan dalam sel .

b) Fase II : merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis dalam beberapa jam

setah makan. Pada DM tipe 2, pelepasan insulin fase II sangat


terganggu (Brashers, V.L.,2008)

2. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehigga menyebabkan

kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lemak pada dinding vaskular.


3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

9
Keadaan patologi tersebut menurut Sukarmin dan S.Riyadi (2008 Dalam Camacho,

P.M.,DKK.,2007; Baradero M.,DKK.,2009) akan mrngakibatkan beberapa kondisi seperti

berikut ini :
1. Hiperglikemia

Normalnya asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan


difasilitaasi (oleh insulin) untuk masuk kedalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian

diolah untuk menjadi bahan energi, apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada
sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel hati dan sel otot (sebagai massa sel
otot). Proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik pada penderita diabetes,

sehingga glukosa banyak yang menumpuk didalam darah ( Hiperglikemia ).

Proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin diawali dengan


berkurangnya transport glukosa yang melintasi membran sel. Kondisi ini memicu
terjadinya penurunan glikogenesis ( pembentukan glikogen dari glukos ) namun tetap

terdapat kelebihan glukosa dalam darah, sehingga meningkatkan glikolisis

(pemecahan glikogen). Cadangan glikogen menjadi berkurang dan glukosa yang

tersimpan dalam hati dikeluarkan terus-menerus melebihi kebutuhan. Peningkatan


glukogeogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat seperti asam

amino dan lemak) juga terjadi sehingga glukosa dalam hati semakin banyak yang

dikeluarkan.

Hiperglikemia berbahaya bagi sel dan sistem organ karena pengaruhnya


terhadap sistem imun, yang dapat memediasi terjadinya inflamasi. Inflamasi ini

mengakibatkan respons vaskular ( antaralain memudahkan terjadinya gagal jantung)

respon sel otak, kerusakan saraf, penurunan aktivitas fibrinolisis plasma, dan aktivitas

aktivator plasminogen jaringan. Seseorang dengan kondisi hiperglikemia akan mudah


terinfeksi karena adanya disfungsi fagosit serta merangsang inflamasi akut yang
tampak dari terjadinya peningkatan petanda sitokin proinflamasi seperti tumor

necrosis faktor-a (TNF-a) dan interleukin-6 (IL-6). Peningkatan petanda sitokin

inflamasi tersebut kemungkinan terjadi melalui induksi faktor transkripsional

proinflamasi, yaitu nuclear factor (NF-) (PB PAPDI, 2013)

2. Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah suatu keadaan seseorang dengan kelebihan tekanan

osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Hiperosmolaritas
terjadi kerna adanya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene

komposisi terbanyaknya adalah zat cair). Peningkatan glukosa ini mengakibatkan


kemampuan ginjal untuk memfiltrasi dan rearbsorpsi glukosa menurun sehingga

10
glukosa terbuang melalui urine ( glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif

secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan

berakibat peningkatan volume air (poliuria). Kondisi ini dapat berakibat koma
hipeglikemik hiperosmolar nonketotik (K.HHN).

3. Starvasi selular
Starvasi selular merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena

glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak sekali glukosa. Dampak dari
starvasis selular akan terjadi proses kompensasi selular agar tetap mempertahankan
fungsi sel. Proses itu antara lain sebagai berikut :

a) Sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen jika tidak terdapat pemecahan

glukosa, mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi
ini berdampak pada penurunan masa otot, kelemahan otot, dan perasaan
mudah lelah.

b) Starvasi selular mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam

amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukeneo genesis

dalam hati. Perubahan ini berdampak pada penurunan sintesis protein. Depresi
protein akan mengakibatkan tubuh menjadi kurus, penurunan resistansi

terhhadap infeksi, dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak (sulit sembuh

jika ada cidera).

c) Starvasi sel juga berdampak pada peningkatan mobilisasi dan metabolisme


lemak (Lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserolyang meningkat

bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang

digunaka sel untuk melakukan aktivitas sel.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan fisik , riwayat medis dan uji laboratorium dilakukan untuk mengkaji klien

dengan DM. Manifestasi klinis meyakinkan adanya DM, akan tetapi uji laboratorium
dibutuhkan menegakan dignosis pasti.

1. Kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) :

Sampel glukosa darah diambl saat klien tidak makan makanan selain minum
air selama paling tidak 8 jam. Sampel darah ini secara umum mencerminkan kadar

11
glukosa dari produksi hati. Jika klien mnedapatkan cairan dekstrosa intravena (IV),

hasil pemeriksaan harus dianalisis dengan hati-hati. Pada klien yang diketahui

memiliki DM, makanan dan insulin tidak diberikan sampai setelah sampel diperoleh.
Diagnosis DM dibuat ketika kadar glukosa darah klien > 126 mg/dl. Nilai antara

110-125 mg/dl mengindikasikan intoleransi glukosa puasa. Pengukuran kadar


glukosa darah puasa memberikan indikasi paling baik dari keseluruhan homeostasis

glukosa dan metode terpilih untuk mendiagnosis DM.

2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu (GDS) :

Klien mungkin juga didiagnosis DM berdasarkan manifestasi klinis dan kadar

glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl. Sampel glukosa darah sewaktu diambil

sewaktu-waktu tanpa puasa. Peningkatan kadar glukosa darah mungkin terjadi


setelah makan, situasi penuh stress, dan dalam sampel yang diambil dari lokasi IV
atau dalam kasus DM.

3. Kadar Glukosa Darah setelah Makan :

Kadar glukosa darah setelah makan dapat juga diambil dan digunakan untuk

mendiagnosis DM. Kadar glukosa darah setelah makan diambil setelah 2 jam makan

standar dan mencerminkan efisiensi ambilan glukosa yang diperantarai insulin oleh

jaringan perifer. Secara normal, kadar glukosa darah seharusnya kembali kekadar

puasa didalam 2 jam. Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan > 200 mg/dl selama
tes toleransi glukosa oral (OGTT) memperkuat diagnosis DM

TABEL ciri-ciri yang membedakan DM

Ciri-ciri Tipe 1 Tipe 2

Sinonim IDDM, diabetes pada NIDDM, diabetes onset


anak-anak, diabetes labil, matang atau dewasa,
atau rapuh diabetes ringan

Onset usia Biasanya terjadi sebelum usia Biasanya terjadi setelah usia
30 tahun , tapi mungkin 30 tahun, tapi dapat terjadi
terjadi pada semua usia pada anak-anak.

Insidensi 10% 90%

Produksi insulin endogen Sedikit atau tidak ada Dibawah normal, normal,
atau diatas normal.

BB Saat onset. BB ideal atau kurus 85% klien obesitas mungkin


terjadi pada BB ideal.

12
Ketosis Cenderung ketosis, biasanya Resistensi ketosis, dapat
ada pada saat omset, sering terjadi dengan stres infeksi.
ada selama tidak ada
terkontrol

Gejala Poliuria, polidipsi, polifagi, Sering tidak ada, mungkin


letih kejala ringan hiperglikemia.

Pengelolaan diet Esensial Esensial

Pengelolaan olah raga Esensial Esensial

Pemberian insulin eksogen Bergantung pada insulin 20-30% perlu insulin.

OHO Tidak efektif Efektif

Kebutuhan edukasi Saat diagnosis dan Saat diagnosis dan


seterusnya seterusnya

Pada lansia, kadar glukosa setelah makan lebih tinggi, secara spesifik

meningkat 5-10 mg/dl per dekade setalah usia 50 th karena penurunan normal

toleransi glukosa berhubungan dengan usia. Merokok dan minum kopi dapat

mengarah kepada peningkatan nilai palsu saat 2 jam,sedangkan stres olahraga dapat
mengarah kepada penurunan nilai palsu.

UJI LABORATORIUM TERKAIT DM

1. Kadar HB Glikosilase

Glukosa secara normal melekat dengan sendirinya pada molekul hemoglobin

dalam sel darah merah. Sekali melekat, glukosa ini tidak dapat dipisahkan. Oleh

karena itu lebih tinggi kadar glukosa darah, kadar HB glikosilase juga lebih tinggi
(HbA1c). batasan HbA1c diruju sebgai A1C. A1C adalah kadar glukosa darah yang

diukur lebih dari 3 bulan sebelumnya. A!C dinyatakn dalam persentase dan
bermanfaat dalam mengevaluasi pengendalian glikemia jangka panjang. Untuk

menghindari komplikasi terkait diabetes, ADA merekomendasikan menjadi kadar A1C


dibawah 7%.

ADA merekomendasikan bahwa tes A!C dilakukan secara rutin semua orang
dengan DM. A1C seharusnya dilakukan tiap 6 bulan pada klien yang telah memenuhi
target primer pengendalian glikemik (<7%) dan tiap 3 bulanan pada klien yang belum

mencapai target primer pengendalian glikemik. Kondisi-kondisi yang meningkatkan


pergantian eritrosit, seperti perdarahan, kehamilan atau asplenia (tidak memiliki klien

13
setelah operasi splenektomi), mengarah kepada konsentrasi A1C rendah palsu. Dosis

tinggi aspirin, alkohol, terapi heparin dapat menyebabkan peningkatan kadar A1C

palsu.

14
2. Kadar Albumin Glikosilase

Glukosa juga melekat pada protein, albumin secara primer. Konsentrasi


albumin glikosilase (fruktosamin) mencerminkan kadar glukosa dara rata-rata lebih

dari 7-10 hari sebelumnya. Pengukuran ini bermanfaat ketika penentuan glukosa

darah rata-rata jangka pendek diperlukan. Aplikasi klinis dan reliabilitas secara terus
menerus dapat dievaluasi.

3. Kadar Connecting Peptide (C-Peptide)

Ketika proinsulin diproduksi oleh sel beta pankreas sebagaian dipecah oleh

enzim, 2 produk terbentu, insulin, dan konekting peptide, umumnya disebut

C-peptide. Oleh karena C-peptide.dan insulin dibentuk dalam jumlah yang sama,

pemeriksaan ini mengindikasikan jumlah produksi insulin endogen. Klien dengan DM


tipe 1 biasanya memiliki konsentrasi C-peptide rendah atau tidak ada. Klien dengan
DM tipe 2 cenderung memiliki kadar normal atau peningkatan C-peptide.

4. Ketonuria

Kadar keton urine dapat dites dengan tablet atau dipstrip oleh klien. Adanya

keton dalam urine (disebut ketonuria) mengindikasikan bahwa tubuh memakai lemak

sebagai sumber utama energi, yang mungkin mengakibatkan ketosidosis. Hasil

pemeriksaan yang menunjukan perubahan warna, mengindikasikan adanya keton.

Semua klien dengan DM seharusnya memeriksakan keton dalam urine selama


mengalami sakit akut atau stres, ketika kadar glukosa darah naik (>240 mg/dl), dan
ketika hamil, atau memiliki bukti ketosidosis (mis: mual, muntah, atau nyeri perut).

Beberapa strip mendeteksi keton seperti halnya mendeteksi glukosa.

Walaupun pemeriksaan urin penting untuk mengetahui keberadaan keton,

pemeriksaan glukosa didalam urin bukanlah metode yang reliabel untuk


pemantauan.

5. Proteinuria

Mikroalbuminuria mengukur jumlah protein di dalam urin (proteinuria) secara

mikroskopis. Adanya protein (Mikroalbuminuria) dalam urin adalah gejala awal dari

penyakit ginjal. Pemeriksaan urin untuk Mikroalbuminuria menunjukan nefropati awal,

lama sebelum hal ini akan terbukti pada pemeriksaan urin rutin. ADA
merekomendasikan klien DM di uji Mikroalbuminuriasetiap tahun. Namun, beberapa

15
klien perlu pemeriksaan lebih sering untuk mendeteksi perjalanan penyakit ginjal
terkait efek yang tidak diinginkan dari obat-obat tertentu pada ginjal.

16
NILAI GLUKOSA PLASMA

Glukosa Plasma Puasa < 110 mg/dl Glukosa Puasa Normal

110-125 mg/dl Glukosa Puasa Terganggu

>126 mg/dl Diagnosis DM

Tes Toleransi Glukosa oral, 2 <140 mg/dl Toleransi glukosa normal


jam setelah makan
140-199 mg/dl Intoleransi glukosa
terganggu
>200 mg/dl
Diagnosis DM

G. PENATALAKSANAAN

Ada empat pilardalam penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi gizi/diet,


olahraga, dan obat.

1. Edukasi

Perubahan perilaku sangat dibutuhkan agar mendapat hasil pengelolaan diabetes

yang optimal. Supaya perubahan perilaku berhasil, dibutuhkan edukasi yang


komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Perubahan perilaku bertujuan agar

penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa perubahan perilaku

yang diharapkan seperti mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kesehatan jasmani,

menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan

teratur, melakukan pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data
yang ada, melakukan perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan untuk

mengenal dan mengahadapi keadaan sakit akut dengan tepat, mempunyai keterampilan
mengatasi masalah yang sederhana dan mau bergabung dengan kelompok penyandang
diabetes, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

2. Terapi Gizi Medis

Pada umumnya, diet untuk penderita diabetes diatur berdasarkan 3J yaitu jumlah
(kalori), jenis, dan jadwal. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain

jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau pekerjaan, dan berat badan. Penentuan status gizi

dapat menggunakan indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Broca, tetapi untuk
kepentingan praktis di lapangan digunakan rumus Broca.

a. Cara Penghitungan IMT

17
Indeks Massa Tubuh (IMT) dibagi menjadi beberapa klasifikasi dengan cara

menghitung sebagai berikut.

BB
TB (dalam m2)

18
No. Klasifikasi IMT

1. BB kurang <18,5

2. BB normal 18,5-22,9

3. BB lebih >23

Dengan risiko 23-24,9

Obes I 25-29,9

Obes II >30

b. Penentuan status gizi berdasarkan rumus Broca

Pertama-tama dilakukan penghitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus

berikut. :
(TB cm - 100) 10%
Penghitungan status gizi pada laki-laki dengan tinggi <160 cm dan wanita

dengan tinggi <150 cm, BBI tidak dikurangi 10%. Penentuan status gizi dihitung dari:

(BB aktual + BB ideal) x 100%

No. Klasifikasi Relative Body Weight (RBW)

1. BB kurang BB <90% BBI

2. BB normal BB 90-110% BBI

3. BB lebih BB 110-120% BBI

4. Gemuk BB 88 >120% BBI

c. Penentuan kebutuhan kalori per hari

1) Kebutuhan basal

Laki-laki : BBI (kg) x 30

Perempuan : BBI (kg) x 25


2) Koreksi atau penyesuaian
Umur diatas 40 tahun : -5%

Aktivitas ringan : +10%

Aktivitas sedang : +20%

Aktivitas berat : +30%


Berat badan gemuk : -20%
Berat badan lebih : -10%

Stress metabolik (infeksi, operasi, dan lain-lain) : +10-30%


Kehamilan trimester I dan II : +300

19
Kehamilan trimester III : +500

Penyandang diabetes yang juga mengidap penyakit lain, maka pola


pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Hal yang terpenting

adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan

kadar gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak

megkonsumsi makananan yang memperparah penyakit diabetes melitus. Menurut


Perkeni (2006), komposisi makanan yang dianjurkan terdiri atas beberapa unsur gizi
penting berikut.

d. Karbohidrat

1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

2) Pembatasan karbohidrat total <130g/hari tidak dianjurkan.


3) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

4) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan

sama dengan makanan keluarga yang lain.

5) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

6) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi

batas aman konsumsi harian.

7) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari,

kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

e. Lemak
1) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, tidak diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi.

2) Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori.

3) Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tuggal.
4) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu penuh ( whole milk).

5) Anjurkan konsumsi kolesterol <300mg/hari.

f. Protein

1) Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi.


2) Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dan lain-lain),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,

kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

20
3) Pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB

per hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologis

tinggi.
g. Natrium

1) Anjurkan asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran


untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g

(1 sendok teh) garam dapur


2) Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2.400 mg garam dapur.
3) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

h. Serat
1) Seperti halnya masyarakat umum penyadang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat.. oleh karena mengandung vitamin, mineral,

serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

2) Anjuran konsumsi serat adalah kurang lebih 25 g/1000 kkal/hari.


i. Pemanis alternatif

1) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan tak bergizi. Termasuk

pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.

2) Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan xylitol.
3) Penggunaan pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai

bagian dari kebutuhan kalori sehari.

4) Pemanis tak bergizi termasuk arpastam, sakarin, sukralose, dan neotame.

3. Olahraga

Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan

kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani. Prinsip olahraga pada pasien DM adalah
CRIPE, yaitu sebagai berikut:

a. Continous (terus-menerus)
Latihan harus berkesinambungan terus-menerus tanpa berhenti dalam
waktu tertentu, contohnya seperti berlari, istirahat, lalu mulai berlari lagi.

b. Rhytmical (berirama)

21
Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan

relaksasi secara teratur. Contohnya, jalan kaki, berlari, berenang.

c. Interval (berselang)
Latihan dilakukan secara berselang-seling antara gerak lambat dan cepat.

Contohnya, lari dengan diiringi jalan cepat.


d. Progressive (meningkat)
Latihan dilakuka meningkat secara bertahap sesuai kemampuan dari
ringan sampai sedang .
e. Endurance (daya tahan)
Latihan harus ditunjukkan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan

kemampuan pernapasan dan jantung. Contohnya, jalan kaki, bersepeda, dan


berlari.

4. Intervensi farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis terdiri atas
pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan injeksi insulin.

a. Obat hipoglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi empat golongan berikut :

1) Pemicu sekresi insulin

a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien

dengan berat badan normal dan kurang, namun masil boleh diberikan

kepada pasien dengan badan lebih.


b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada meningkatankan sekresi insulin fase pertama.


2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada peroxisome

proliferator activated (PPAR-y), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah insulin, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.


3) Penghambat glukoneogenesis (metformin)

22
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat

ini utamanya dipakai pada penyandang diabetes yang bertubuh gemuk.


Metformin dapat memberikan efek samping mual, untuk mengurangi keluhan

tersebut dapat diberikan pada saat sesudah makan.


4) Pengahambat glukosidase alfa (acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,


sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang

paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

b. Insulin
Berdasarkan berbagai penelitian klinis, insulin selain dapat memperbaiki
status metabolik dengan cepat (terutama kadar glukosa darah), juga memiliki

efek lain yang bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi. Pada pasien DM-1,

terapi insulin dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Sementara

pada DM-2 dapat menggunakan hasil konsensus PERKENI 2006 yaitu jika kadar
glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1C>6,5%) dalam jangka waktu tiga

bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memualai terapi

kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin. Lebih jelas menurut PB PABDI (2013)

insulin diperlukan pada keadaan-keadaan berikut :


1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1C>6,5% atau kadar glukosa

darah puasa >250mg/dl).

3) DM lebih dari 10 tahun.


4) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis, hiperglikemia hiperosmolar
non-ketotik, dan hiperglikemia dengan asidosis laktat.

5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.

6) Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, dan stroke).

7) Kehamilan dengan DM yang tidak terkendali dengan perencanaan makan.

8) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.


9) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data-data pengkajian yang sering dijumpai pada penderita diabetes militus yaitu

sebgaia berikut (Sukarmin dan S. Riadi, 2008; Camacho, PM et al.,2007;Baradero, M dkk.


2009) :

1. Poliuri ( peningkatan pengeluaran urin) terjadi karena diurisis dan hiperglikemia.

Poliuri menyebabkan hilangnya glukosa, elektrolit (Na, Klorida, dan kalium)


dan air sehingga pasien merasa sering haus.

2. Polidipsi (peningkatan rasa haus).

3. Polifagi (peningkatan rasa lapar).

Sel-sel tubuh mengalami kekurangan energi karena glukosa tidak dapat


masuk ke sel, akibatnya pasien merasa sering lapar.

Gejala 1-3 adalah gejala Khas DM.

4. Rasa lelah dan kelemahan otot.

Kekurangan energi sel menyebabkan pasien cepat lelah dan lemah, selain itu
kondisi ini juga terjadi karena katabolisme protein dan kehilangan kalium lewat urin

5. Kelainan ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama


kandida).

Kelainan ginekologis (keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur

terutama kandida). Diabetes akan menurunkan sistem kekebalan tubuh secara umum,

sehingga tubuh rentan terhadap infeksi. Selain itu jamur dan bakteri mampu
berkembang biak pesat dilingkungan yang tinggi gula (hiperglikemia).

6. Kepala

Rambut tipis dan mudah rontok, telinga sering mendenging (berdesing) dan
jika keadaan ini tidak segera diobati dapat menjadi tuli. Mata dapat menjadi katarak,

glaukoma (peningkatan bola mata), produksi airmata menurun dan retinopati


diabetik (penyempitan pembuluh darah kapiler yang disertai eksudasi dan

24
perdarahan pada retina sehingga mata penderita menjadi kabur dan tidak dapat
sembuh dengan kaca mata bahkan menjadi buta.

7. Rongga mulut

Lidah terasa membesar atau kebal, kadang-kadang timbu gangguan rasa

pengecapan. Lidah penderita diabetes militus sering kali menjadi lebih kental,

sehingga mulutnya terasa kering yang disebut xerotamia diabetik. Keadaan ludah
kental ini dapat mengganggu kesehatan rongga mulut dan mudah mengalami infeksi.

Kadang-kadang terasa ludah yang amat berlebihan yang disebut hipersalivasi


diabetik.

Jaringan yang mengikat gigi pada rahang/periodontium mudah rusak

sehingga gigi penderita diabetes melitus mudah goyanh bahkan mudah mudah lepas.
Gusi penderita DM mudah mengalami infeksi, kadang-kadang bernanah dan karena

sering mengalami infeksi, rongga mulut dan lidah penderita DM semakin mengantal
sehingga bau mulut penderita sering kurang enak (Foetor ex oris diabetic).

8. Paru-paru dan jantung

Penderita DM bila batuk biasanya berlangsung lama karena pertahanan

tubuh menurun dan penderita DM lebih mudah menderita TBC. Penderita ini disebut

dengan penyakit perlemakan hati nonalkohol, yang terjadi dalam kurun waktu 5

tahun setelah menderita obesitas atau DM tipe 2. mekanisme terjadinya penyakit ini
karena akumulasi lemak hepatosit melalui mekanisme liolisis dan hiperinsulinisme

(Romadhona, S., 2009). penderita DM juga lebih mudah mengidap penyakit radang
hati karena virus hepatiti B dan C dibandingkan dengan penderita nondiabetes.

9. Hati

Penderita DM yang tidak dirawat dengan baik, akan mengalami atau

menderita penyakit liver akibat dari diabetesnya, bukan karena kekurangan


glukosadalam dietnya. Penyakit ini disebut dengan penyakit perlemakan hati
nonalkohol, yang terjadi dalam kurum waktu 5 tahun setelah menderita obesitas atau

DM tipe 2. mekanisme terjadinya penyakit ini karena akumulasi lemak hepatosit

melalui mekanisme lipolisis dan hiperinsulinisme (Romadhona, S., 2009). penderita


DM juga lebih mudah mengidap penyakit radang hati karena virus hepatitis B dan C
dibandingkan dengan penderita nondiabetes.

10. Saluran pencernaan

25
a. Lambung

Serabut saraf yang memelihara lambung akan rusak sehingga fungsi


lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah, kemudian lambung

menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan makanan

lebih lama tertinggal di dalam lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual,

perut terasa penuh, kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang timbul rasa
sakitdi ulu hati, atau makanan terhenti di dalam dada.

26
b. Usus

Gangguan pada usus yang paling sering dialami penderita DM adalah sukar
BAB, perut kembung, kotoran keras, BAB hanya sekali dalam 2-3 hari. Kadang terjadi

sebaliknya yaitu penderita menunjukan keluhan diare 4-5 kali sehari, kotoran banyak

mengandung air, sering timbul pada malam hari. Semua ini akibat komplikasi saraf
pada usus besar.

11. Ginjal dan Kndung Kemih

a. Ginjal

Dibandingkan dengan ginjal orang normal, penderita DM mempunyai


kecenderungan 17 kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal. Semuanya ini
disebabkan oleh faktor infeksi berulang yang sering timbul dan adanya faktor

penyempitan pembuluh darah kapiler yang disebut mikroangiopati diabetik di ginjal.

b. Kandung kemih

Penderita sering mengalami infeksi saluran kemih (ISK) yang berulang. Saraf

yang memelihara kandung kemih sering rusak. Sehingga diding kandung kemih

menjadi lemah. Kandung kemih akan menggelembung dan kadang-kadang

penderita tidak dapat BAK secara spontan, urine tertimbun dan tertahan dikandung

kemih. Keadaan ini disebut retensio urin. Sebaliknya, bila kontrol saraf terganggu ,
penderita sering ngompol atau urin keluar senidri yang disebut inkontinensia urine.

12. Impotensi

Penyebab utama terjadinya impotensi pada diabetik adalah neuropati


(kerusakan saraf) sehingga tidak terjadi relaksasi pada A. Helicina Penis. Ini

menyebabkan saluran darah dalam penis tidak lancar sehingga penis tidak dapat
ereksi.

13. Keadaan saraf

Peningkatan kadar glukosa dalam darah akan merusak urat saraf penderita.
Keadaan ini disebut neuropatic diabetik. Berikut ini adalah gejala-gejala neuropatic

diabetik :

a. Kesemutan

b. Rasa panas atau tetusuk-tusuk jarum

27
c. Rasa tebal diteapak kaki sehingga penderita merasa berjalan diatas kasur

d. Kram

e. Keseluruhan tubuh terasa sakit teutama pada malam hari

f. Kerusakan yang terjadi pada banyak serabut saraf yang disebut polineuropati

diabetik. Pada keadaan ini jalan penderita akan pincang dan otot-otot kakinya
mengecil (atrofi).

14. Pembuluh darah

Komplikasi DM yang paling berbahaya adalah komplikasi pada pembuluh


darah. Pembuluh darah penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh

gumpalan darah. Penyempitan pembuluh darah pada penderita DM disebut angipati

diabetik. Angiopati diabetik pada pembuluh darah besar atau sedang disebut
makroangiopati diabetik, sedangkan pada pembuluh darag kapiler disebut
mikroangiopati diabetik.

15. Kulit

Pada umumnya kulit penderita DM kurang sehat atau kuat dalam hal
pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur.

B. DIAGNOSA, NOC, NIC

28

Anda mungkin juga menyukai