Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

VESIKOLITIASIS

Disusun Oleh :
dr. Vinanda Maria Alexandra Limbong

Pembimbing
dr. M. Adan Yashar Sp. U

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkatNya
penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini tepat pada waktunya, laporan
kasus yang berjudul Vesicolithiasis ini disusun dalam rangka mengikuti program
Dokter Internsip di RSUD Banten.

Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:

1. dr. M. Ashar Adan, SpU selaku dokter pembimbing serta Dokter Spesialis
Ilmu Bedah Urologi RSUD Banten.

2. dr. Wahyutomo dan dr Susi selaku dokter pendamping Internship RSUD


Banten

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penyusun

Akhirnya penyusun menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan
tambahan pengetahuan khususnya kepada penyusun dan kepada pembaca.

Atas perhatiannya, saya mengucapkan banyak terimakasih

Serang, Agustus 2017

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batu Saluran Kemih (BSK) atau dikenal dengan istilah urolithiasis adalah
gangguan pada saluran kemih karena terbentuknya batu di dalam saluran kemih baik
saluran kemih atas (ginjal dan ureter) atau saluran kemih bawah (kandung kemih dan
urethra), yang dapat menyebabkan nyeri, penyumbatan aliran urin, infeksi dan
metaplasia (Ngastiyah, 2003; Pudjiastuti). BSK merupakan penyakit ketiga
terbanyak di bidang urologi setelah penyakit infeksi saluran kemih dan penyakit
kelenjar prostat (Izhar,2007). Batu saluran kemih BSK adalah terbentuknya batu
yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang
jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut
substansi. BSK dapat terbentuk pada ginjal (nefrolithiasis), ureter (ureterolithiasis),
vesica urinaria (vesicolithiasis), dan uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang
berasal dari lingkungan di sekitarnya (Effendi & Markum, 2010; Hall, 2009). Angka
kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari
seluruh rumah sakit di Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan
58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang di rawat adalah 19.018 penderita,
dengan jumlah kematian 378 penderita (Depkes RI, 2002).
Vesicolithiasis atau Batu buli melingkupi 5% dari keseluruhan jenis batu saluran
kemih. Secara umum, vesicolithiasis terjadi pada keadaan obstruksi leher kandung
kemih, infeksi saluran kemih, dan infeksi saluran kemih yang dikaitkan dengan
neurogenic bladder dan bemda asing. Vesicolithiasis lebih sering terjadi pada laki
laki dibandingkan perempuan. Gejala klinis yang sering terjadi pada keadaan ini
antara lain adalah infeksi slauran kemih berulang, hematuria, dan retensi urin.

1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari kasus
Vesicolithiasis lebih lanjut, sehingga dapat menegakkan diagnosis, dan dapat
menentukan penatalaksanan yang tepat yang bisa diberikan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama Tn. HBJ
Jenis Kelamin Laki-laki
Umur 55 Tahun
Pendidikan -
Pekerjaan Wiraswasta
Status Pernikahan Menikah

1
Agama Islam
Alamat Serang,Banten
Tanggal Masuk RS 22 Juli 2017
No. MR 0435xx

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA)


A. Keluhan Utama
Buang air kecil berdarah dan nyeri buang air kecil
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada saat BAK sejak 1 bulan
sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan hilang timbul namun 1 minggu
terakhir ini dirasakan terus menerus. Nyeri dirasakan hingga di ujung kemaluan.
Keluhan nyeri disertai dengan BAK yang keluar sedikit-sedikit dan kadang-
kadang mendadak berhenti keluar namun lancar kembali jika pasien merubah
posisi. Pasien mengaku pada akhir BAK, pasien merasa tidak puas. Pasien juga
mengaku lebih sering ingin BAK terutama di malam hari. 4 bulan sebelum
masuk rumah sakit, pasien mengeluh buang air kecilnya bercampur pasir dan
disertai darah. Namun hal itu hanya terjadi sebanyak 2 kali. Keluhan nyeri
pinggang disangkal. Keluhan mual, muntah dan demam disangkal.
Pasien mengaku jarang sekali minum air putih. Dalam sehari pasien
mengaku hanya menghabiskan kira-kira sebanyak 1 botol air mineral 600 ml.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan disangkal.

C. Riwayat penyakit dahulu


- Riwayat operasi batu buli 10 tahun yang lalu

- Riwayat trauma, hipertensi, kencing manis, sakit jantung, sakit ginjal, asma,
alergi, batuk dalam jangka waktu yang lama disangkal.

- Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal.

D. Riwayat Keluarga
Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang
serupa.

1
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital Sign : BB :60kg TB:165 IMT : 22 (Normal)
TD : 110/70 mmhg S : 36,5 C
N : 88 X / mnt P : 20 X / mnt
- Kulit : warna kulit sawo matang, tak tampak kelainan kulit, turgor
kulit baik
Kepala : Normocephali
Mata :Conjunctiva anemis ( - ), sclera ikterik (-)
Telinga : Sekret ( - )
Hidung : Sekret ( - )
Mulut : Lidah Kotor (-), gigi karies (-)
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )
Palpasi : Ketinggalan gerak nafas ( - )
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di SIC IV
Perkusi : Redup
Auskultasi : Regular, bising ( - )
Abdomen : Inspeksi : Perut sejajar dada.
Palpasi : Hepar / lien tidak teraba, NT ( - )
Perkusi : Pekak alih ( - )
Auskultasi : Peristaltik baik
Ekstremitas : Akral hangat, Nadi kuat.

STATUS LOKALIS
Regio costo vertebrae
Inspeksi: bulging (-)
Palpasi: balotemen (-)
Regio Suprapubik
Inspeksi: Bulging (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Regio genetalia eksterna
Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak
tampak kelainan
Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)
Rectal Toucher :
TSA baik
Prostat tidak teraba membesar
Nodul (-), konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1
- Pemeriksaan Laboratorium (22 Juli 2017)

Hb : 14.1 g/dl (14-18 g/dl)


Ht : 42 % (40-48%)
Leukosit : 4.7 uL (5000-10000 /uL)
Trombosit : 215 /uL (150.000-450.000/uL)
Masa pendarahan : 3 (1-6)
Masa pembekuan : 10 (5-15)
Golongan darah : O /Rh(+)
Glukosa darah sewaktu : 84 mg/dl
SGOT : 26 u/l (<37 u/l)
SGPT : 18 u/l (<41 u/l)
Albumin : 3.4 g/dl (3-6 g/dl)
Ureum : 25 mg/dl (17-43 mg/dl)
Kreatinin : 0.7 (0,7-1,1)
HbsAg : negatif
Anti HIV : non reaktif
Urine Lengkap

Makroskopis

Warna : kuning
Kekeruhan : agak keruh
Berat jenis :1030
PH :6,5
Protein : ++
Glukosa : (-)
Keton : (-)
Bilirubin : (-)
Nitrat : (-)
Urobilinogen : (-)
Lekostesterase : (-)
Darah samar : (-)

Mikroskopis/sedimen

Leukosit (UL) : 12-15 lpg


Eritrosit : penuh*
Epitel :+
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Bakteri : +*
Jamur : (-)
Lain-lain : (-)

- Foto Thorax:

1
Kesan:
Pulmo dalam batas normal
Tidak tampak kardiomegali

- Foto BNO

Kesan: Tampak bayangan radioopak pada pelvic minor


- USG lower abdomen

1
Kesan: Vesicolithiasis disertai cystitis
Simple cyst ginjal kanan
USG ginjal kiri kanan dan prostat saat ini tidak dijumpai kelainan

1
IV. Resume
Anamnesis

Pasien Laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan nyeri pada saat BAK sejak 1
bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan disertai dengan BAK yang keluar
sedikit-sedikit dan kadang-kadang mendadak berhenti keluar namun lancar
kembali jika pasien merubah posisi. Pasien merasa BAK tidak puas dan lebih
sering merasa ingin BAK terutama di malam hari. Keluhan BAK berpasir dan
BAK disertai darah diakui oleh pasien. Pasien mengaku memiliki kebiasaan
kurang minum air putih.

Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang


Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,5C
BB : 60 kg
Status Generalis : dalam batas normal

Status Lokalis

Regio Lumbalis
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-) ballottement ginjal (-), tak teraba massa
Perkusi : Nyeri ketok (-)

Regio Suprapubic
Inspeksi : Tak tampak massa, bulging (-)
Palpasi : VU teraba penuh, tak teraba massa, nyeri tekan (-)

Regio Genitalia Eksterna


Inspeksi : Tak tampak kelainan
Palpasi : Nyeri tekan (-)

1
Pemeriksaan Laboratorium

Dalam batas normal

Pemeriksaan USG Renal dan VU

Kesan : Vesicolithiasis dan Cystitis

IV. Diagnosis Kerja

Vesikolitiasis

V. Diagnosis Banding
Tumor Kandung Kemih

VI. Penatalaksanaan
Operatif : Vesikolitotomi

VII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

Follow up pasien 22 Juli 2017 (pre Op)

S Nyeri dan sulit berkemih

1
O KU: Nyeri BAK
Kesadaran : CM
TTV : TD :100/60 mmHg N : 76x/m RR :20x/m S: 36.3c
Terpasang DC,Urin : 900cc/ 12 jam, darah (+)

Darah Rutin : HB : 14.1 GDS : 84


Leukosit : 4700 kreatinin : 0.5
Hematokrit : 42 % Ureum : 25
Trombosit : 215.000 Asam Urat : 8.6*
Eritrosit : 4.6
Kimia Darah : Na: 145
K : 4.3
Cl : 110

RO THORAX

- Kesan :
Cor tidak membesar
Sinus dan diafragma normal
- Pulmo:
Hili normal
Corakan bronkovaskular normal

EKG

1
Kesan: Sinus Rhytm Tidak ditemukan kelainan

A Hematuria ec Vesicolithiasis

P - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ranitidine 1amp/12 jam
- Inj. Cefriaxon 1gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 1amp/12 jam
- Rencana vesicolithotripsi tanggal 22/07/17
Konsul penyakit dalam
- Tidak ada kontrra indikasi absolut untuk operasi

Follow up 23 Juli 2017 Laporan intra operasi

Diagnosis pasca operasi : Post op. Vesicolithiasis

Tindakan pembedahan : Vesikolitotomi

Instruksi pasca operasi :

IVFD NaCl 0,9% 20tpm

- Inj. Cefriaxon 1x2gr


- Inj. Kalnex 3x1 amp
- Inj. Ketorolac 2x1 amp

1
- Inj. Vit k 3x1 amp
- Spooling NaCl 0,9% 40-60cc

LAPORAN OPERASI

Dilakukan operasi pada tanggal 23 juli 2017, pukul 14.00 WIB

Diagnosa sebelum operasi : Vesicolithiasis

Diagnosa sesudah operasi : Vesicolithiasis

Nama Operasi : Vesikolitotomi

Ahli bedah : dr. Adan Yashar SpU

Tindakan :

Pasien tidur terlentang di meja operasi dengan narcose umum


Asepsis dan Antisepsis
Insisi median supra pubik menembus kutis, subkutis, fascia
VU diidentifikasi dan dibuka
Dilakukan ekstraksi batu
VU dibersihkan dan ditutup lapis demi lapis
Luka operasi dijahit lapis demi lapis
Operasi selesai

Follow up 24 Juli 2017 (post op hari 1)

S Nyeri bekas operasi


O KU: Sakit sedang
Kesadaran : CM
TTV : TD :110/79 mmHg N : 76x/m RR :20x/m S: 36.3c
Terpasang DC,Urin :1000 cc/ 12 jam, darah (-)
Spooling

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: region abdominalis

1
Inspeksi: tampak jahitan operasi yang tertutup verband, rembesan
darah (-)

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi: supel, datar, nyeri tekan (+)

A Post Op. Vesicolithotomi atas indikasi Vesicolihtiasis hari ke 1

P - IVFD RL 20 tpm

- Inj. Cefotaxime 2x1 gr

- Inj. Ketorolac 3x1 amp

- Inj. Ranitidine 2x1 amp

25 Juli 2017 (post op h2)

S Nyeri bekas operasi, Rasa kurang nyaman berkemih


O KU: Sakit sedang
Kesadaran : CM
TTV : TD :120/70 mmHg N : 80x/m RR :18x/m S: 36.3 c
Terpasang DC,Urin :800 cc/ 12 jam, darah (-)
Spooling

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: region abdominalis

Inspeksi: tampak jahitan operasi yang tertutup verband, rembesan


darah (-)

Auskultasi : bising usus (+)

1
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi: supel, datar, nyeri tekan (+)

A Post Op. Vesicolithotomi atas indikasi Vesicolihtiasis hari ke 2

P - IVFD RL 20 tpm

- Inj. Cefotaxime 2x1 gr

- Inj. Ketorolac 3x1 amp

- Inj. Ranitidine 2x1 amp

26 Juli 2017

S Nyeri bekas operasi


O KU: Sakit sedang
Kesadaran : CM
TTV : TD :110/79 mmHg N : 76x/m RR :20x/m S: 36.3c
Terpasang DC,Urin :1000 cc/ 12 jam, darah (-)
Spooling

Status generalis: dalam batas normal

Status lokalis: region abdominalis

Inspeksi: tampak jahitan operasi yang tertutup verband, rembesan


darah (-)

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi: supel, datar, nyeri tekan (+)

1
A Post Op. Vesicolithotomi atas indikasi Vesicolihtiasis hari ke 3

P - IVFD RL 20 tpm

- Inj. Cefotaxime 2x1 gr

- Inj. Ketorolac 3x1 amp

- Inj. Ranitidine 2x1 amp

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Anatomi Vesika Urinaria

Vesika urinaria merupakan kantong muscular yang berfungsi untuk menampung


sementara urin, terletak didalam cavum pelvis, tepat dorsal os pubis. Vesika urinaria
dengan os pubis dipisahkan adanya spatium rotropubic cavum retzii. Di dorsal vesika
urinaria, pada laki-laki terdapat rectum dan pada wanita ada uterus, portio
supravaginalis dan vagina. Bentuk dan ukuran vesika urinaria dipengaruhi oleh
derajat pengisian dan organ di sekitarnya. Vesika urinaria inferior pada wanita
berhadapan dengan diafragma pelvis dan pada laki-laki berhadapan dengan prostat.

Pada permukaan dalam vesika urinaria terdapat dua osteum uoeteris dan satu
ostium urethrae. di dasar trigonum visicae terdapat musculus trigonalis, musculus ini
merupakan lanjutan tunika muscularis ureter. Musculus trigo nalis ke anterior,
mengadakan kondensasi membentuk uvula visicae pada tepi otium medius prostat,

1
atau oleh kedua bangunan tersebut bersamaan. Di antara kedua ostium ureteris
terdapat plica interuretica yang ditimbulkan oleh lanjutan stratum longitudinale tunika
muscularis ureter.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat,
berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius :

Bagian vesika urinaria terdiri dari :

a. Fundus yaitu bagian yang menghadap ke belakang dan bawah. Bagian ini
terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan ikat
duktus deferens, vesika seminalis dan prostat.
b. Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.

Mukosa kandung kemih terdiri atas lapisan epitel transisional yang tebal (5-8
lapis sel) dengan sel-sel basal yang berbentuk torak. Permukaan mukoasa lumen
kandung kemih ini mensekresi suatu lapisan clicosaminoglycans, yang merupakan
suatu protein yang melindungi kandung kemih dari infiltrasi bakteri atau zat-zat yang
bersifat karsinogenik.
Di bawah lapisan mukosa terdapat lapisan tunika propia yang longgar, di sini
sering dijumpai serbukan tunika muskularis yang terdiri atas otot-otot polos yang
tersebar merata dimana pada muara ureter dan uretra otot ini lebih padat dan
membentuk spingter. Lapisan paling luar adalah lapisan serosa, yang berupa selaput
tipis dan hanya terdapat pada bagian kandung kemih yang berhubungan dengan
peritoneum. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus
apabila kandung kemih berisi penuh.

1
.

2.1.2 Fisiologi
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis
atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan

1
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
Proses pembentukan urin adalah :
1. Proses Filtrasi
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal
terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

Proses Berkemih (miksi)


Miksi atau urinisasi merupakan proses pengosongan kandung kemih. Setelah
dibentuk oleh ginjal, urin disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Aliran ini
dipengaruhi oleh gaya tarik bumi, selain itu juga kontraksi peristaltik otot polos
dalam dinding ureter. Karena urin secara terus menerus dibentuk oleh ginjal, kandung

1
kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup. Mekanisme miksi
bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis juga impuls saraf volunter. Pada
pengeluaran urin dibutuhkan kontraksi aktif otot detrusor, maka: (1)
a) Bagian otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi sebagai
sfingter uretra internal yang diinervasi oleh neuron parasimpatis.
b) Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dari otot perineal
transversa dibawah kendali volunter. Selain itu bagian pubokoksigeus pada
otot elevator juga berkontriksi dalam pembentukan sfingter.
Refleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding
kandung kemih terangsang. Kandung kemih orang dewasa dapat menampung sampai
250 atau 450 ml urin sebelum tegangan di dinding kandung kemih untuk
mengaktifkan reseptor regang. Makin besar peregangan melebihi ambang ini, makin
besar tingkat pengaktifan reseptor. Selain refleks ini dimulai, refleks ini bersifat
regenerasi sendiri. Refleks berkemih terjadi dengan cara:
a) Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak dan menghasilkan impuls
parasimpatis yang menjalankan melalui saraf splanknik pelvis ke kandung
kemih.
b) Refleks perkemihan menyebabkan otot detrusor kontraksi dan relaksasi
sfingter internal dan eksternal.
Selama miksi, proses yang terjadi berupa:
a) Refleks detrusor meregang, mencetuskan refleks kontraksi dari otot-otot
tersebut sehingga timbul keinginan untuk miksi.
b) Relaksasi otot puborectalis sehingga kandung kemih akan turun sedikit
sehingga penghambatan uvula menurun dan segmen bagian pertama uretra
melebar.
c) Relaksasi otot sfingter uretra eksterna memungkinkan kandung kemih untuk
mengosongkan isinya dan dapat dibantu dengan tindakan valsava.
d) Pada akhir proses miksi, kontraksi kuat dari otot sfingter uretra eksterna dan
dasar panggul akan mengeluarkan sisa urin dalam uretra, setelah itu otot
detrusor relaksasi kembali untuk pengisian urin selanjutnya.
Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat
autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi
dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan
membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih
sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat

1
berkemih, pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk
membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan
menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih
dapat terjadi. (1)

2.1.3 Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah terbentuknya batu disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih. Proses pembentukan BSK
ini disebut urolitiasis dan dapat terbentuk pada ginjal (nefrolithiasis), ureter
(ureterolithiasis), vesica urinaria (vesicolithiasis), dan uretra (urethrolithiasis). (3)

2.1.4 Epidemiologi
Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit terbanyak ke tiga pada sistem
traktus urinarius setelah penyakit infeksi saluran kemih dan hyperplasia prostat.
Untuk komposisi batu diperoleh kesan bahwa batu kalsium oksalat merupakan
jenis batu yang paling banyak dijumpai.
Amerika serikat melaporkan 5-10% dari penduduknya dalam hidupnya pernah
menderita batu saluran kemih, sedangkan insiden pasien batu ginjal berkisar 0.1-
0.3% per tahun atau sekitar 240.000 sampai 720.000 pasien per tahun. Angka yang
didapat di Amerika Serikat hampir sama dengan angka di Eropa. (4)
Sampai saat ini Indonesia belum memiliki angka penyakit batu saluran
kemih namun bila angka insiden diproyeksikan untuk penduduk Indonesia yang
jumlahnya sekitar 210 juta, maka tiap tahun akan didapat pasien baru batu saluran
kemih sekitar 294.000 kasus. Morbiditas yang diakibatkan batu saluran kemih bisa
ditandai dengan rasa sakit yang ringan sampai berat, dan juga komplikasi
terjadinya urosepsis dan gagal ginjal, yang dapat menimbulkan mortalitas. (4,8)
Angka kekambuhan batu setelah pengobatan dan kenaikan faktor resiko
kekambuhan yang perlu diperhatikan. Berdasarkan literatur angka kekambuhan
dalam satu tahun 15-17%, dalam empat tahun 50% dan dalam 10 tahun sekitar
75%. Apabila terdapat kasus batu kambuh, hal ini akan menaikkan angka
morbiditas dan mortalitas sehingga diperlukan biaya yang cukup besar. (4)
Prevalensi penyakit batu ginjal di perkirakan antara 1%-5%, dengan
kemungkinan menderita batu bervariasi tergantung pada umur, jenis kelamin, ras
dan letak geografi. Penyakit batu lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
wanita. Dikatakan bahwa batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak

1
daripada wanita. Batu relatif lebih jarang terjadi sebelum umur 20 tahun tetapi
puncak insidens terjadi pada dekade empat dan ke ke lima. (4)

2.1.5 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, ISK, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik). (8)
Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang memermudah terjadiya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah factor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Faktor intrinsic itu antara lain
herediter, umur, jenis kelamin. Faktor ekstrinsik diantaranya adalah: (8,10)
1) Geografi.
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih
2) Iklim dan temperature
3) Asupan air
Asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4) Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih
5) Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas (sedentary life).

2.1.6 Patogenesis
Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi dalam
pembentukan batu. Inhibitor pembentuk batu dijumpai dalam air kemih normal.
Batu kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor
(reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu
pembentukan batu kalsium oksalat. Aksi inhibitor dan reaktan belum diketahui
sepenuhnya. Ada dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau
nukleasi kristal, progresi kristal atau agregasi kristal. Penambahan sitrat dalam
kompleks kalsium dapat mencegah agregasi kristal kalsium oksalat dan mungkin

1
dapat mengurangi risiko agregasi kristal dalam saluran kemih. Secara pasti
etiologi batu saluran kemih belum diketahui dan sampai sekarang banyak
teori dan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya batu saluran kemih, yaitu:
(6)

1) Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu
merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan.
Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka
terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada
akhirnya akan terbentuk batu.
Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan
suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu
tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal.
Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah
bahan pembentuk batu yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion,
pembentukan kompleks dan pH air kemih. (6)
2) Teori Matriks
Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan
mitochondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu
oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut
dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. (6)
3) Teori Penghambat Kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat-zat penghambat pembentuk
kristal. Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik yang sering terdapat adalah
asam sitrat, nefrokalsin dan tamma-horsefall glikoprotein dan jarang
terdapat yaitu gliko-samin glikans, uropontin. Inhibitor anorganik yaitu
pirofosfat, magnesium dan Zinc.
Menurut penelitian inhibitor yang paling kuat yaitu sitrat, karena sitrat
akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang larut
dalam air. Magnesium mencegah terjadinya kristal kalsium oksalat
dengan mengikat oksigen menjadi magnesium oksalat. Inhibitor
mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat, mencegah agregasi dan
mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membran tubulus. (5)
4) Teori Nukleasi
Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh

1
(supersaturated) nakan mengendap didalam nukleus itu sehingga akhirnya
membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran
kemih.
5) Teori Infeksi
Teori terbentuknya batu juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari
kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan batu adalah teori
terbentuknya batu struvit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya
reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga
terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu struvit) misalnya saja pada
bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang
menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. (7)
6) Teori Vaskuler
Pada penderita batu saluran kemih sering didapat adanya penyakit
hipertensi dan kadar kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller
mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya batu saluran kemih.
Pada penderita hipertensi disebabkan aliran darah pada papilla
ginjal aliran darah berubah dari aliran laminer menjadi turbulensi. Aliran
turbulen ini berakibat pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranalls
plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi
batu.
Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi
melalui glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya
butiran kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan
kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang
bermanifestasi klinis (teori epistaksi). (7)

2.1.7 Jenis Batu Saluran Kemih


1) Batu Asam Urat
Lebih dari 15% batu saluran kemih dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia 60 tahun. Pada pasien berusia lebih muda biasanya
juga menderita kegemukan. Laki-laki lebih sering daripada wanita. Batu
asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Diet menjadi risiko penting
terjadinya batu tersebut. Diet dengan tinggi protein dan purin serta
minuman beralkohol meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air
kemih menjadi rendah. Sebanyak 20-40% pasien pada Gout akan

1
membentuk batu, oleh karena itu tingginya asam urat yang berakibat
hiperurikosuria. (3)
2) Batu Kalsium
Batu ini paling banyak ditemui, yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor terjadinya batu
oksalat adalah sebagi berikut: (5)

a) Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang


melebihi 250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus, gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal,
dan peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau
tumor paratiroid.
b) Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45
gram/hari, keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami
kelainan usus karena post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh,
kopi instant, minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan
sayuran yang berwarna hijau terutama bayam.
c) Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi
850mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai
inti batu terhadap pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber asam urat
dalam urin berasal dari makanan yang mengandung banyak purin
maupun berasal dari metabolisme endogen.
d) Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin
sehingga kalsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat,
karenanya merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium
sitrat mudah larut sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.
e) Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya
sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus yang
diikuti gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah
penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease)yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi
3) Batu Struvit ( magnesium-amonium fosfat )
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat

1
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah
urea di antaranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphyloccocus. Infeksi saluran kemih terjadi karena
tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih>7. Pada kondisi
tersebut kelarutan fosfat menurun yang berakibat terjadinya batu struvit dan
kristalisasi karbon apatite, sehingga batu struvit sering terjadi bersamaan
dengan batu karbonat apatite.
Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk
membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat. Di samping
pengobatan terhadap infeksinya, membuat suasana air kemih menjadi asam
dengan methionine sangat penting untuk mencegah kekambuhan. (5)
4) Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi
kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine
berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan
dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan
batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya
atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan
seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran
air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan
ekskresi sistin dalam air kemih. (5)

2.2 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala penyakit BSK ditentukan oleh letaknya, besarnya dan
morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu
hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai
infkesi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan
mungkin demam atau tanda sistemik lain. BSK dapat mengakibatkan kelainan
patologik yang menunjukkan gejala dan tanda akut, kronik atau sama sekali tidak
ada keluhan dan gejala. (3)
a) Batu Pelvis Ginjal
Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya
menempati bagian pelvis, tetapi dapat juga tumbuh mengikuti bentuk
susunan pelviokaliks sehingga bercabang menyerupai tanduk rusa atau

1
terkadang batu hanya terdapat pada kaliks. Batu disini dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejalanya merupakan
akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi.
Nyeri di daerah pinggang dapat dalam bentuk pegal akibat distensi
parenkim dan kapsul ginjal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan
hebat karena adanya pionefrosis. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan
sama sekali tidak ada, sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar
akibat adanya hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau nyeri
ketok pada daerah arkus costae pada sisi ginjal yang terkena. Pasien juga
mungkin mengeluhkan pernah mengeluarkan batu kecil ketika berkemih.
Batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis sedangkan batu kaliks tidak memberikan kelainan fisik. (3)
b) Batu Ureter
Ureter memiliki beberapa penyempitan yang memungkinkan batu
ureter berhenti. Karena peristaltis, akan terjadi kolik disertai perasaan mual
dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih yang khas ke perut bagian
bawah sesuai dengan lokasi batu dalam ureter. Pada pria nyeri dapat
ditemukan sampai ke testis (batu ureter proksimal) dan skrotum (batu
ureter distal) sedangkan pada wanita rasa nyeri dapat sampai ke vulva.
Nyeri kolik akan berulang-ulang selama batu masih menyumbat. Dapat
ditemukan juga nyeri tekan atau nyeri ketok sudut costovertebrae. (3)
Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih kemudian
keluar bersama kemih. Batu dapat juga sampai ke kandung kemih dan
kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Jika tetap
tertinggal di ureter, akan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter
yang mungkin asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului
dengan serangan kolik. Jika keadaan ini terus berlangsung, dapat berakibat
hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan
gambaran infeksi umum. (3)

c) Batu Kandung Kemih


Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung
kemih, aliran kemih yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti
dan menetes disertai dengan nyeri. Pada saat sakit lalu kemudian pasien
merubah posisi, suatu saat air kemih dapat keluar kembali karena letak batu
yang berpindah. Pada anak-anak, nyeri menyebabkan anak menarik

1
penisnya sehingga tampak penis yang agak panjang. Bila selanjutnya
terjadi infeksi sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga akan terdapat
nyeri menetap suprapubik. Dapat pula ditemukan hematuria. (3)
Kasus batu kandung kemih pada orang dewasa di negara barat
sekitar 5% dan terutama diderita oleh pria, sedangkan pada anak-anak
insidensinya sekitar 2-3%. Beberapa faktor risiko terjadinya batu kandung
kemih, obstruksi infravesika, neurogenic bladder, infeksi saluran kemih
(urea-splitting bacteria), adanya benda asing, divertikel kandung
kemih.
Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan
adanya beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih
banyaknya kasus batu endemik yang disebabkan diet rendah protein,
tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik. Pada umumnya komposisi batu
kandung kemih terdiri dari batu infeksi (struvit), ammonium asam urat
dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak
sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iriatif saat berkemih.
Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri
suprapubik, hematuria. (9)
d) Batu Prostat
Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara
retrograde terdorong ke dalam saluran prostat dan mengendap yang
akhirnya menjadi batu yang kecil. Pada umumnya batu ini tidak
memberikan gejala sama sekali karena tidak menyebabkan gangguan
pasase kemih. (3)
e) Batu Uretra
Batu uretra pada umumnya berasal dari ureter atau kandung kemih
yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi menyangkut
pada tempat yang agak lebar. Pada pria biasanya ditemukan pada uretra
pars prostatika, bagian permulaan pars bulbosa dan pada fossa navikular.
Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi
menetes serta nyeri. Penyulitnya dapat berupa terjadinya diverticulum,
abses, fistel proksimal dan uremia karena obstruksi urin. (3)

2.3 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, perlu anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis perlu ditanyakan seperti intake

1
cairan, diet, obat-obatan (alkali, analgesic, vitamin D, kemoterapi), immobilisasi
yang lama, riwayat penyakit gout serta riwayat pernah mengeluarkan batu. (3)
Pada pemeriksaan laboratorium, perlu diperiksa urin untuk menunjang adanya
batu di saluran kemih, mengetahui fungsi ginjal dan menentukan sebab terjadinya
batu. (6)
a) Darah
- Hemoglobin, akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis
- Leukosit, akan terjadi leukositosis jika terdapat infeksi
- Ureum dan kreatinin utnuk mengetahui fungsi ginjal
- Kadar Ca, fosfor serta asam urat dalam darah.
b) Urin
- pH > 7,6 biasanya ditemukan kuman urea splitting organisme yang
dapat membentuk batu magnesium ammonium fosfat.
- pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
- Eritrosit dan leukosit pada urin
- Biakan urin
- Ekskresi Ca, fosfor, asam urat urin dalam 24 jam

Secara radiologi, batu dapat radioopak atau radiolusen sehingga dapat diduga
jenis batu. Batu radiolusen pada umumnya berasal dari asam urat murni. Urutan
batu menurut densitasnya dari opak hingga lusen adalah kalsium fosfat, kalsium
oksalat, magnesium ammonium fosfat, sistin, asam urat dan xantin. Pada
pemeriksaan Foto polos abdomen, dapat ditemukan batu radioopak kecuali pada
batu yg terletak di depan bayangan tulang. Foto BNO-IVP berguna untuk melihat
lokasi batu serta untuk menilai apakah terdapat bendungan pada saluran kemih
atau tidak. Foto BNO-IVP juga dapat memperlihatkan batu radiolusen karena
dengan bantuan kontras akan tampak defek pengisian pada tempat batu sehingga
memberi gambaran pada daerah batu yang kosong. Bila fungsi ginjal sudah
menurun, kontras tidak muncul, sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan yaitu
pielografi retrograde yang dilaksanakan pemasangan kateter ureter melalui
sistoskop pada ureter ginjal untuk memasukkan kontras. (3)

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara


terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini
dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup
sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. (3)

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang dapat


melihat semua jenis batu. Selain itu dapat ditentukan ruang dan lumen saluran

1
kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk menentukan batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu. (3)

2.1.7 Diagnosis Banding


Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi
kolik ureter maupun ginjal, khususnya bagian kanan, perlu diperimbangkan
kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu atau appendicitis akut. Pada
perempuan perlu dipertimbangkan kemungkinan adneksitis. (3)
Bila ditemukan hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi jika ditemukan hematuria tanpa nyeri. Batu yang bertahun-tahun juga
dapat menyebabkan terjadinya keganasan yang umumnya karsinoma epidermoid
akibat rangsangan dan inflamasi.
Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan
tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz. Pada batu
ureter, terutama batu radiolusen apalagi jika disertai dengan hematuria tanpa kolik,
perlu dipertimbangkan tumor ureter.
Dugaan batu kandung kemih juga perlu dibandingkan dengan kemungkinan
tumor kandung kemih, terutama bila batu terdapat dari jenis radiolusen. Batu
prostat pada umumnya tidak sulit untuk didiagnosis karena gambaran
radiologiknya khas. Akan tetapi pada pemeriksaan colok dubur dapat memberi
kesan adanya keganasan terutama bila terdapat batu yang cukup banyak sehingga
teraba seperti karsinoma prostat. (3)

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya
mengeluarkan batu saja tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit
batu atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Bila batu tidak
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal, batu tersebut tidak perlu diangkat, apalagi
misalnya batu ureter, karena diharapkan batu dapat keluar sendiri. Indikasi
pengeluaran batu saluran kemih yaitu jika terdapat obstruksi saluran kemih,
infeksi, nyeri yang menetap atau berulang-ulang, serta batu metabolic yang
tumbuh cepat. (3)
a) Terapi Medis dan Simptomatik

1
Terapi medis batu saluran kemih berusaha mengeluarkan batu atau
melarutkan batu. Pengobatan simptomatik bertujuan untuk mengurangi
nyeri kolik dengan simpatolitik. Untuk batu ureter, diharapkan dapat keluar
dengan sendirinya dengan memberikan minum berlebihan disertai diuretic.
Dengan produksi air kemih yang berlebihan diharapkan dapat mendorong
dan mengeluarkan batu. (3)
b) Pelarutan
Jenis batu yang dapat dilarutkan adalah batu dari jenis asam urat. Batu
asam urat akan terjadi pada keadaan pH air kemih yang asam sehingga
dengan pemberian bikarbonat natrikus, diharapkan batu asam urat dapat
dilarutkan. Dapat pula dibantu dengan pemberian Alupurinol.
Batu struvit tidak dapat dilarutkan namun dapat dicegah
pembesarannya jika diberikan pengobatan dengan pengasaman kemih dan
pemberian antiurease. Bila terdapat kuman, harus dibasmi. Akan tetapi
infeksi pada urolitiasis sukar dibasmi karena kuman berada di dalam batu
yang tidak dapat dicapai oleh antibiotic.
Solution G merupakan obat yang dapat diberikan ke batu di kandung
kemih tetapi biasanya penatalaksanaannya sulit. Dapat juga dipakai obat
hemiasidrin untuk batu ginjal dengan cara irigasi tetapi hasilnya kurang
memuaskan kecuali untuk batu sisa pascabedah yang dapat diberikan
melalui nefrostomi yang terpasang. Kemungkinan penyulit dengan
pengobatan seperti ini adalah intoksikasi atau infeksi yang lebih berat. (3)
c) Litotripsi
Litotripsi atau pemecahan batu dapat dilakukan dengan bantuan
endoskopi. Untuk batu kandung kemih, batu dapat dipecahkan dengan
menggunakan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan
menggunakan gelombang elektrohidrolik atau ultrasonic.
Untuk batu ureter, digunakan ureteroskop dan batu dapat dihancurkan
menggunakan gelombang elektrohidrolik, ultrasonic atau sinar laser. Untuk
batu ginjal dalap dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa transduser melalui sonde ke batu yang ada di ginjal. Cara ini
disebut nefrolitotripsi perkutan. (3)
Dapat pula dipakai gelombang kejut di luar tubuh yang sering disebut
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang tidak menimbulkan
perlukaan pada tubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air
ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur

1
dan keluar bersama air kemih. Terapi ini dapat dilakukan pada setiap batu,
tetapi bila terdapat kelainan saluran kemih, misalnya stenosis yang akan
menghalangi keluarnya batu yang telah dipecahkan, tindakan ini tidak akan
bermanfaat. Batu dapat dipastikan letaknya dengan bantuan sinar rontgen
atau ultrasonografi yang terdapat pada setiap jenis alat ESWL. Kekurangan
tindakan ini adalah tidak dapat dipastikannya ukuran batu pasca tindakan
serta batu membutuhkan waktu untuk keluar melalui saluran kemih. Pasca
tindakan juga perlu diawasi dari segi kemungkinan terjadinya infeksi atau
kerusakan jaringan yang dapat mengakibatkan gejala sisa.
d) Pembedahan
Terapi bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat ESWL
atau bila cara non bedah tidak berhasil. Pada batu ginjal, perlu dilakukan
pembedahan melalui nefrolitotomi bila terdapat hidrokaliks. Batu pelvis
perlu dibedah bila menyebabkan hidronefrosis, infeksi atau menyebabkan
nyeri yang hebat. Pada umumnya, batu pelvis yang berbentuk seperti
tanduk rusa menyebabkan kerusakan ginjal. Operasi untuk batu pielum
yang sederhana disebut pielolitotomi sedang, sedangkan untuk yang
berbentuk seperti tanduk rusa disebut pielolitotomi yang diperluas. (3)
Bila batu ureter menimbulkan gangguan dan komplikasi pada ginjal,
nyeri yang tidak tertahankan serta penanganan medis tidak berhasil, dapat
dilakukan tindakan ureterolitotomi. Batu kandung kemih selalu
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu dikeluarkan.
Litotriptor hanya dapat memecahkan batu berukuran <3cm. batu yang
berukuran lebih besar dari itu dapat ditangani dengan ESWL atau
sistolitotomi melalui sayatan Pfannenstiel.
Batu uretra yang berukuran <1cm dapat keluar sendiri atau dengan
bantuan pemasangan kateter uretra selama 3 hari ; batu akan terbawa ke
luar dengan aliran kemih yang pertama. Batu uretra dapat dikeluarkan
melalui tindakan uretratomi eksterna. Komplikasi yang dapat terjadi pasca
tindakan adalah striktur uretra. Batu prostat pada umumnya tidak
membutuhkan tindakan bedah.

2.1.9 Komplikasi

1
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi, infeksi
saluran kemih serta iritasi berkepanjangan pada urotelium yang dapat
menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid.
Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau
keluhan miksi yang lain, sedangkan saluran kemih bagian atas dapat menimbulkan
hidroureter atau hidronefrosis kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis
yang beraakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua
ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga
terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih jika batu tersebut membesar
sehingga juga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium ureter. Khusus pada
batu uretra dapat terjadi diverticulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama,
dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal
dari batu ureter. (3)

2.1.10 Pencegahan
Untuk mencegah pembentukan Kristal fosfat ammonium magnesium, semua
batu harus dihilangkan karena kuman B. proteus bukan saja berada di dalam kemih
tetapi juga terdapat di dalam batu yang tidak pernah dapat dicapai dengan
antibiotik. Selain itu, rekonstruksi anatomi saluran kemih amat penting karena

1
infeksi rekuren antara lain disebabkan oleh aliran air kemih yang tidak sempurna.
(3)

Kristalisasi asam urat sangat bergantung pada pH kemih. Bila pH kemih diatas
6,2, tidak akan terbentuk kristal asam urat. Pencegahan pengeluaran asam urat ke
dalam saluran kemih dapat dicegah dengan pengaturan diet dan diberi pengobatan.
Ekskresi oksalat di dalam saluran kemih dapat dicegah dengan pengaturan diet,
walaupun oksalat sebagian besar bersumber dari metabolism endogen. Bahan
makanan yang paling banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh, kopi dan
coklat. Untuk mengurangi ekskresi kalsium pada kemih dapat dicegah sesuai
dengan penyebabnya. Pada hiperparatiroidisme dibutuhkan koreksi, sedangkan
pada gangguan absorpsi selain mengurangi diet yang mengandung kalsium, juga
dapat diberikan bahan yang mencegah absorpsi kalsium dari usus.(3)

BAB III
KESIMPULAN

Batu Saluran Kemih (BSK) atau dikenal dengan istilah urolithiasis adalah gangguan
pada saluran kemih karena terbentuknya batu di dalam saluran kemih baik saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) atau saluran kemih bawah (kandung kemih dan urethra), yang
dapat menyebabkan nyeri, penyumbatan aliran urin, infeksi dan metaplasia (Ngastiyah,
2003; Pudjiastuti). Tanda dan gejala penyakit BSK ditentukan oleh letaknya, besarnya
dan morfologinya. Penyakit ini mempunyai tanda umum yaitu hematuria, baik hematuria
nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infkesi saluran kemih, dapat juga
ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain. BSK
dapat mengakibatkan kelainan patologik yang menunjukkan gejala dan tanda akut,
kronik atau sama sekali tidak ada keluhan dan gejala.
Untuk menegakkan diagnosis, perlu anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis perlu ditanyakan seperti intake cairan, diet,
obat-obatan (alkali, analgesic, vitamin D, kemoterapi), immobilisasi yang lama, riwayat
penyakit gout serta riwayat pernah mengeluarkan batu. Pada pemeriksaan laboratorium,
perlu diperiksa urin untuk menunjang adanya batu di saluran kemih, mengetahui fungsi

1
ginjal dan menentukan sebab terjadinya batu. Penatalaksanaan penyakit ini berupa terapi
obat obatan dan simptomatik, pelarut, litotripsi, dan pembedahan.
Pada pasien ini, ditemukan gejala klinis berupa hematuria, sulit berkemih, dan nyeri
saat berekmih, juga riwayat keluar pasir saat berkemih. Diagnosis pada pasien ditegakkan
dari gejala klinis, x-ray, dan usg, juga riwayat penyakit sebelumnya. Pasien telah
menjalani operasi unutk batu saluran kemih pada tahun 2011, namun melakukan operasi
batu saluran kemih kembali pada agustus 2017. Pasien menjalani operasi Lithotripsy da
pasca operasi pasien tidak lagi merasakan keluhan yang sebelumnya dialami pasien.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery 8 th


Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005
2. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam:
Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344.

3. Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam :


Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5.

4. Purnomo, Basuki B. Dasar Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung


Seto.

5. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah.


Binarupa aksara, Jakarta ; 161-703.

6. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas KedokteranUniversitas


Padjajaran ; 2002: 203-75.

7. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan.
EGC. 1994.

8. Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam :


Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17

1
9. Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar
Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.

10. Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak.


Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-52.

11. Mochtar. C. A. dkk, 2015. Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran


Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH) Edisi ke2. IAUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Jaga Uci Fera
    Laporan Jaga Uci Fera
    Dokumen7 halaman
    Laporan Jaga Uci Fera
    Vinanda Maria Alexandra
    100% (1)
  • Lapkas Iship Vin
    Lapkas Iship Vin
    Dokumen37 halaman
    Lapkas Iship Vin
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Iship Vin
    Lapkas Iship Vin
    Dokumen37 halaman
    Lapkas Iship Vin
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Portfolio Vina
    Portfolio Vina
    Dokumen9 halaman
    Portfolio Vina
    Vinanda Maria Alexandra
    100% (1)
  • Vesicolithiasis Batu Kandung Kemih
    Vesicolithiasis Batu Kandung Kemih
    Dokumen35 halaman
    Vesicolithiasis Batu Kandung Kemih
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Portfolio Vina
    Portfolio Vina
    Dokumen9 halaman
    Portfolio Vina
    Vinanda Maria Alexandra
    100% (1)
  • KurangiKolesterol
    KurangiKolesterol
    Dokumen24 halaman
    KurangiKolesterol
    Diana Pitasari Ayuningtias
    100% (2)
  • Vesikolitiasis
    Vesikolitiasis
    Dokumen18 halaman
    Vesikolitiasis
    Teus Fatamorgana
    Belum ada peringkat
  • VESIKOLITHIASIS
    VESIKOLITHIASIS
    Dokumen40 halaman
    VESIKOLITHIASIS
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Vesicolithiasis PPT Bideng
    Vesicolithiasis PPT Bideng
    Dokumen10 halaman
    Vesicolithiasis PPT Bideng
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Portfolio Vina
    Portfolio Vina
    Dokumen9 halaman
    Portfolio Vina
    Vinanda Maria Alexandra
    100% (1)
  • Portfolio Vina
    Portfolio Vina
    Dokumen9 halaman
    Portfolio Vina
    Vinanda Maria Alexandra
    100% (1)
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen24 halaman
    Bab Ii
    Lindra Rantetondok
    Belum ada peringkat
  • Vesikolitiasis
    Vesikolitiasis
    Dokumen36 halaman
    Vesikolitiasis
    M Effendy Nugraha Hasibuan
    Belum ada peringkat
  • Vina
    Vina
    Dokumen47 halaman
    Vina
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • 1 Post IKM
    1 Post IKM
    Dokumen5 halaman
    1 Post IKM
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Mini Project SMD 2017
    Mini Project SMD 2017
    Dokumen13 halaman
    Mini Project SMD 2017
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • SURVEI MAWAS DIRI
    SURVEI MAWAS DIRI
    Dokumen27 halaman
    SURVEI MAWAS DIRI
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Compre 1 - 40
    Compre 1 - 40
    Dokumen105 halaman
    Compre 1 - 40
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Iship Vin
    Lapkas Iship Vin
    Dokumen37 halaman
    Lapkas Iship Vin
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Laporan Jaga Uci Fera
    Laporan Jaga Uci Fera
    Dokumen7 halaman
    Laporan Jaga Uci Fera
    Vinanda Maria Alexandra
    100% (1)
  • Compre 1 - 40
    Compre 1 - 40
    Dokumen105 halaman
    Compre 1 - 40
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Mini Project Tara
    Mini Project Tara
    Dokumen1 halaman
    Mini Project Tara
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • Ilmu Bedah PDF
    Ilmu Bedah PDF
    Dokumen140 halaman
    Ilmu Bedah PDF
    Rayhan Oemar
    Belum ada peringkat
  • Chapter II 10 2
    Chapter II 10 2
    Dokumen14 halaman
    Chapter II 10 2
    AzHar Hr
    Belum ada peringkat
  • Abort Us
    Abort Us
    Dokumen14 halaman
    Abort Us
    Ika Arrizka Mahmud
    Belum ada peringkat
  • K - 7 Penatalaksanaan TB Paru (Ilmu Penyakit Paru)
    K - 7 Penatalaksanaan TB Paru (Ilmu Penyakit Paru)
    Dokumen50 halaman
    K - 7 Penatalaksanaan TB Paru (Ilmu Penyakit Paru)
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat
  • 1 Pre IKM
    1 Pre IKM
    Dokumen6 halaman
    1 Pre IKM
    Vinanda Maria Alexandra
    Belum ada peringkat