Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULIUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, sebagai negara yang sedang berkembang, tengah mengalami
perkembangan di dunia industri. Dengan berkembangnya industri di
Indonesia ini tentunya membuat pemakaian bahan kimia bahan iritan lain
semakin meningkat. Sehingga terjadi kontak antara pekerja dengan bahan
kimia dan zat iritan tersebut. Kontak kulit langsung antara pekerja dengan
bahan kimia dapat menyebabkan dermatitis kontak.

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul
bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis
cenderung residif dan menjadi kronis.

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi
yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA),
keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan
reaksi peradangan kulit nonimunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi
langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak
alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap
suatu alergen.

Diperkirakan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring


dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang
dipakai oleh masyarakat. Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua
orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Sebuah kusioner
penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di Sweden
melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun
sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja
bersentuhan dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial merusak kulit
dan mereka yang diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin
memiliki faktor resiko. Mereka termasuk muda, kuat, laki-laki yang
dipekerjakan sebagai pekerja metal, pekerja karet, terapist kecantikan, dan
tukang roti. Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana
faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.
Faktor eksogen meliputi sifat kimia bahan iritan, sifat dari pajanan, dan faktor
lingkungan. Faktor endogen meliputi genetik, jenis kelamin, umur, suku,
lokasi kulit dan riwayat atopi.

Pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan akan mengalami gangguan


dan bahkan cacat pada kulit. Kesehatan dan produktifitas kerja yang
terganggu mengakibatkan kerugian (loss) bagi pekerja itu sendiri dan juga
bagi institusi (perusahaan) tempat kerjanya. Hal ini mengakibatkan tingginya
biaya penggantian medis, meningkatkan angka absenteisme, menurunkan
produktifitas kerja, dan dapat menambah biaya untuk rekruitmen pekerja
baru. Maka untuk itu penting untuk diketahui apa dan bagaimana DKI
sehingga dapat menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis DKI.

1.2 Masalah
Bekerja pada bagian pembekuaan memiliki faktor risiko terjadinya penyakit
yang berhubungan dengan kerja. Selama melakukan kegiatan pekerjaan,
semua pekerja menggunakan sarung tangan. Namun terkedang pekerja tdak
nyaman menggunakan sarung tangan sehingga memungkinkan adanya kontak
antar zat kimia dengan tangan pekerja . Sedangkan pada tahap pembekuan in
zatkimia yangdigunakan adalah asam format yang bersifat iritan. Dari
permasalahan tersebut perlu dilakukan identifikasi terhadap bahaya potensial

2
yang mungkin ada sebagai faktor risiko penyakit akibat kerja atau penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaan.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini antara lain adalah:
1. Mengidentifikasi bahaya potensial lingkungan kerja dan penyakit akibat
kerja atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang ditemukan
pada pekerja PT. PTPN 7 cabang Way Berulu.
2. Mencari faktor resiko yang berperan dalam terjadinya penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan.
3. Melakukan penegakan diagnosis okupasi.
4. Memberikan saran yang sesuai untuk mencegah terjadi penyakit yang
sama.

1.4 Metodologi
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Investigasi terhadap pasien dan tempat kejadian.
3. Penelusuran kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai