Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adanya konsep inteligensi menimbulkan kontroversi, baik dari pihak
sekolah dan departemen pendidikan serta Psikolog. Hal ini sebagai wujud
reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mental umum
yang dapat diukur dan dikuantifikasi dalam angka.
Aldous Huxley seorang Novelis pada abad ke-20 mengatakan bahwa anak-
anak itu hebat dalam hal rasa ingin tahu dan inteligensinya. Pandangan
Huxley mengenai inteligensi, menurutnya inteligensi merupakan milik
manusia yang sangat berharga, bahkan para ilmuwan tidak memiliki
kesepakatan akan definisi dari inteligensi. Karena berbeda dengan berat dan
tinggi badan ataupun usia, inteligensi tidak bisa diukur secara langsung. Pada
dasarnya kita tidak bisa mengintip kepala orang lain untuk mengamati
inteligensi yang ada di dalamnya. Yang dapat kita lakukan hanyalah
mengevaluasi inteligensi secara tak langsung dengan cara mempelajari
tindakan inteligensi. Biasanya lebih banyak mengandalkan pada tes
inteligensi tertulis untuk memperkirakan inteligensi yang dimiliki seseorang.
Jika dilihat kembali pada awal perkembangan teori mengenai inteligensi
hampir seabad yang lalu, dapat dilihat bahwa kemampuan mental umum
pernah erat dikaitkan pada fakto-faktor yang lebih bersifat fisikal, khususnya
faktor penginderaan (sensasi) dan faktor persepsi. Sebagai contoh, James
McKeen Cattell , seorang pengikut Galton , mengembangkan suatu bentuk
skala pengukuran inteligensi yang banyak mengukur kemampuan fisik seperti
kekuatan tangan menekan dinamometer, kecepatan reaksi, kemampuan
persepsi mata, dan semacamnya. Galton sendiri memiliki teori yang
menyatakan bahwa ada dua karakteristik yang hanya dimiliki oleh orang
berinteligensi tinggi dan membedakan mereka dari orang-orang bodoh, yaitu

1
kemampuan untuk bekerja, dan kepekaan terhadap stimulus fisik. Faham ini
merupakan pendekatan berciri psikofisik dalam bidang inteligensi.
Selanjutnya makalah ini akan membahas tentang tes inteligensi dalam
pandangan Guillford dan Cattell.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tes Intelegensi?
2. Seperti apa biografi Raymond Bernard Cattel dan Teorinya?
3. Seperti apa biografi Joy Paul Guilford dan Teorinya?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tes Inteligensi


1. Pengertian Tes
Tes berasal dari bahasa latin yaitu Testum yang berarti alat untuk
mengukur tanah. Dalam bahasa Prancis kuno, kata tes berarti ukuran yang
dipergunakan untuk membedakan emas dan perak dari logam-logam yang
lain. Lama kelamaan arti tes menjadi lebih umum. Dalam psikologi kata tes
mula-mula digunakan oleh J. M. Cattel pada tahun 1890. Sejak itu tes
semakin popular sebagai nama metode psikologi yang dipergunakan untuk menentukan
(mengukur) aspek-aspek tertentu dari kepribadian yang dimiliki seseorang
(Azwar, 1987).
Chaplin (2001) menyatakan bahwa tes merupakan pengukuran yang
membuahkan data kuantitatif, baik itu dalam bentuk pertanyaan baku maupun
tidak baku. Contoh pertanyaan tes yang tidak dibakukan adalah tes yang
diterapkan dalam satu kelas di sekolah. Dan contoh pertanyaan tes yang
sudah dibakukan, yaitu pertanyaan dikenakan pada seseorang dengan tujuan
untuk mengukur perolehan atau bakat pada satu bidang tertentu.
Adapun pengertian tes menurut Suryabrata pada tahun 1993, menyatakan
bahwa tes merupakan pertanyaan atau perintah yang harus dijawab atau harus
dijalankan oleh testee. Esensi dari tes merupakan penentuan yang obyektif
dan distandardisasikan terhadap sample tingkah laku, hal ini dikemukakan
oleh Anastasi (1997).1

1
Nuraeni, S.Psi., M.Si. Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat. UM Purwokwerto :
2012. Hlm. 1-2

3
2. Pengertian Inteligensi
Intelegensi berasal dari bahasa Inggris Intelligence yang juga berasal
dari bahasa Latin yaitu Intellectus dan Intelligentia.Teori tentang
Intelegensi pertama kali dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol
pada tahun 1951.Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama
mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran
manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani
disebut dengan Nous, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut
Noeseis (Sutisna, 2009). Sutisna (2010) mengemukakan bahwa prestasi
seseorang ditentukan juga oleh tingkat kecerdasannya (Intelegensi).
Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan
orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk meningkatkan
prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak memungkinkannya
untuk mencapai keunggulan.Tingkat Kecerdasan (Intelegensi) bawaan
ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan gen yang diturunkan dari
orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk semua pengalaman
dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama tahun-tahun
pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecerdasan
seseorang).
Novelis Inggris abad ke-20 Aldous Huxley (dalam Santrock, 2007),
mengatakan bahwa anak-anak itu hebat dalam hal rasa ingin tahu dan
intelegensinya. Apa yang dimaksud Huxley ketika dia menggunakan kata
intelegensi (intelligence)? Intelegensi adalah salah satu milik kita yang paling
berharga, tetapi bahkan orang yang paling cerdas sekalipun tidak sepakat
tentang apaintelegensi itu. Berbeda dengan berat dan tinggi badan dan usia,
intelegensi tidak bisa diukur secara langsung. Anda tidak bisa mengintip
kepala murid anda untuk mengamati intelegensi yang ada di dalamnya. Kita
hanya bisa mengevaluasi intelegensi murid secara tak langsung dengan cara
mempelajari tindakan intelegensi murid. Kita lebih banyak mengandalkan
pada tes intelegensi tertulis untuk memperkirakan intelegensi murid.

4
Intelegensi (Santrock, 2007) merupakan keahlian memecahkan masalah
dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup
sehari-hari (Santrock, 2007). Sebuah definisi intelegensi yang didasarkan
pada teori seperti teori Vygotsky harus juga memasukkan faktor kemampuan
seseorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan individu
yang lebih ahli. Karena intelegensi adalah konsep yang abstrak dan luas,
maka tidak mengherankan jika ada banyak definisi. Minat terhadap
intelegensi sering kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian
individual (Kaufman dan Lictenberger, 2002; Lubinski, 2000; Molfse dan
Martin, 2001 dalam Santrock, 2007). Perbedaan individual adalah cara
dimana orang berbeda satu sama lain secara konsisten dan tetap. Kita bisa
berbicara tentang perbedaan
individual dalam hal kepribadiannya (personalitas) dan dalam bidang-
bidang lain, namun intelegensilah yang paling banyak diberi perhatian dan
paling banyak dipakai untuk menarik kesimpulan tentang perbedaan
kemampuan murid.

Beberapa Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli


a. J. P. Guilford (dalam Walgito, 2004) menjelaskan bahwa tes
intelegensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang
bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban
atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan.
Sedangkan kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat
divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif
jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Lebih jauh, Guilford
menyatakan bahwa Intelegensi merupakan perpaduan dari banyak
faktor khusus.
b. Anita Woolfolk (2010), mengatakan bahwa intelegensi merupakan
kemampuan atau sekumpulan kemampuan untuk mencapai atau
menggunakan pengetahuan dalam memecahkan masalah dan
beradaptasi dengan lingkungan.

5
c. Edward Lee Thorndike (dalam Walgito, 2004) sebagai seorang tokoh
koneksionisme mengemukakan pendapatnya bahwa orang dianggap
intelegen apabila responnya merupakan respon yang baik atau sesuai
terhadap stimulus yang diterimanya.

3. Pengertian Tes Inteligensi


Tes intelegensi adalah tes yang mengungkapkan intelegensi untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan umum seseorang untuk memperkirakan apa-
kah suatu pendidikan atau pelatihan tertentu dapat diberikan kepadanya. Nilai tes
intelegensi seringkali dikaitkan dengan umur dan menghasilkan IQ untuk
mengetahui bagaimana kedudukan relative orang yang bersangkutan dengan
kelompok.2

B. Biografi singkat Raymond Bernard Cattel dan Teorinya


1. Raymond Bernard Cattel
Raymond Bernard Cattel (20 maret 1905- 2 Februari 1998) Ahli
psikologi Amerika yang berpengaruh, dia adalah perintis di bidang
pengujian kepribadian dan kecerdasan.3 Pendidikan awal dan trainingnya
sendri, sampai mencapai puncaknya dengan pencapaian gelar Ph. D dari
Universitas London pada 1929. Ia menulis hampir 60 buku-buku ilmiah,
lebih dari 500 artikel penelitian. Karya yang tekenal adalah teori
kepribadian dengan model 16 Pf, dan ia juga mengembangkan tes
intelegensi pada PD II. Setelah beberapa pengangkatan jabatan di Inggris,
dia pindah ke Amerika Serikat pada 1937, mengajar di Pendidikan Tinggi
keguruan (Teacher College) pada Universitas Columbia. Setelah itu ia
bertugas di universitas Clarc dan Harvard, ia lalu mendapat posisi selaku
profesor peneliti pada universitas Illinois, yaitu pengangkatan yang

2
Nuraeni, S.Psi., M.Si. Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes Bakat. UM Purwokwerto : 2012.
Hal : 23
3
Budiardjo A, Dkk. Kamus Psikologi .1987. Semarang : Dahara Prize. Hal : 71

6
dilaksanakan sejak 1944. Cattel memberikan saham berbentuk macam-
macam alat-alat teknis untuk pengukuran kepribadian kepada beberapa
majalah psikologi dan menulis sejumlah buku, diantaranya ialah : A
Guide to Mental Testing (1946), Personality : a Systematic, Theoretical
and Factual Study (1952) dan Meaning and Measurement of Neuroticism
and Axiety (1961)4.
Cattle (1963) mengajukan konsep kapasitas psikis dengan model
faktor g dan faktor s seperti konsep dua faktor kecerdasan spearman.
Faktor g dianggap sebagai kemampuan umum, disebut fluid ability, atau
bakat sebagai hasil belajar. Kemudian faktor s sebagai crystallized ability
yang dianggap bakat khusus. 5 cattell Infant Scale (skala Bayi Cattel) ; satu
skala perkembangan bayi dan intelegensi meliputi jarak usia dari 2
samapai 30 bulan. Item-item perkembangan digunakan pada tingkatan
lebih rendah dan sejak usia 22 bulan ke atas item-item perkembangan
dikombinasikan dengan item-item Stanford-Binet.
Cattels factorial Theory of personality ( teori faktorial mengenai
kepribadian catell) ; satu sistem kepribadian didasarkan pada identifikasi
terhadap ciri-ciri atau sifat-sifat pribadi dan pengukurannya, lewat analisa
faktorial. Cattell mendefinisikan kepribadian berkenaan dengan segala
sesuatu yang memungkinkan diperolehnya suatu ramalan mengenai
perbuatan apa yang akan dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Ia
yakin, bahwa ramalan itu paling baik diperoleh lewat identifikasi dan
pengukuran, dengan tes-tes objektif dn skala nilai, yaitu nilai dari sifat-
sifat tadi yang ada pada sumber pola-pola tingkah laku yang kemudian
menyusun kepribadian seseorang. Tes kuisioner dan skala nilai biasa, serta
alat pengukur lainnya itu bisa mengukur apa yang disebut oleh
attellsebagai sifat-sifat lahiriah (luaran, surfacetrails).hanya apabila hasl
dari sejumlah besar skala sampling dari tes sifat-sifat lahiriah tadi bisa
tinduk pada aturan analisa faktor, maka dengan hasil tersebut psikologi
4
J. P. Chaplin. Penerjemah : Dr. Kartono Kartini. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada. Hal 76
5
Listrya istiningtyas. Pengantar psikologi diagnostik. Palembang, Noerfikri offset: 2015. Hal 96.

7
akan sampai pada sifat-sifat sumber atau sifat-sifat azalinya (source traits)
dalam studi semacam ini sifat lahiriah diungkapkan sebagai kelompok
korelasi (correlation clusters), yaitu merupakan kelompok-kelompok tes
yang memperlihatkan korelasi tinggi antara satu dengan lainnya, dan
punya korelasi yang relatif rendah dengan kelompok lainnya. Sifat azali
itu berupa muatan-muatan faktor yang relatif bebas, yang dapat
diidentifikasi dalam sejumlah studi sebagai cara-cara bertingkah laku.di
antara sifat azali ini yang telah berulang kali diverifikasikan adalah : A.
Sizothymia lawan affectothymia B. Bakat kemampuan mental umum vs
defek/ kerusakan mental C. Stabilitas emosional vs ketidakstabilan
emosional dan D. Dominasi vs ketundukan.
Beberapa sifat, seperti sizotimia-affektotimia merupakan sifat
onstitusional- yaitu dapat ditelusuri pada pengaruh herediter (sifat
keturunan) yang lainnya ditentukan oleh pengaruh lingkungan misalnya
konservatisme-radikalisme. Beberapa sifat merupakan dinamika, sedang
yang lain berupa kemampuan, atau sifat kapasitas.
Selanjutnya kepribadian itu dicirikan oleh beroperasinya ergon-
ergon (kesatuan karya atau energi), atau disposisi pembawaan untuk
mereaksi terhadap objek tertentu sampai tercapainya satu tujuan.
Materorgan sama dengan ergon, terkecuali, bahwa mateorgan tersebut
ditentukan oleh lingkungan dan kurang ditentukan oleh sifat keturunan.
Mateorgan yang paling penting adalah sentimen atau dinamis.6

2. Teori Raymond Bernard Cattel


Cattel (1963) dalam teorinya mengenai organisasi mental
mengklasifikasikan kemampuan mental menjadi dua macam, yaitu
inteligensi fluid (gf) merupakan faktor bawaan biologis, dan inteligensi
crystallized (gc) yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman,
pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang (Mouly, 1973).

6
J. P. Chaplin. Penerjemah : Dr. Kartono Kartini. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada. Hal 76-77

8
Inteligensi crystallized dapat dipandang sebagai endapan pengalaman yang
terjadi karena adanya perpaduan dari inteligensi fluid (faktor bawaan
biologis) dengan inteligensi budaya. Inteligensi crystallized akan meningkat
kadarnya dalam diri seseorang seiring dengan bertambahnya pengalaman.
Dengan kata lain, tugas-tugas kognitif dimana keterampilan-keterampilan dan
kebiasaan telah mengkristal akibat dari pengalaman sebelumnya, seperti
kekayaan kosa kata, pengetahuan, kebiasaan penalaran, dan semacamnya,
semua akan meningkatkan inteligensi tersebut. Pada umumnya inteligensi
crystallized merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
menyelesaikan masalah.
Sedangkan inteligensi fluid merupakan kemampuan bawaan yang dimiliki
seseorang sejak lahir dan tanpa dipengaruhi pendidikan maupun pengalaman.
Inteligensi fluid dapat dipandang sebagai faktor yang tak terbentuk, yang
mengalir ke dalam berbagai variasi kemampuan intelektual. Inteligensi fluid
sangat penting artinya berguna untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut
kemampuan adaptasi atau penyesuaian pada situasi-situasi baru dimana dalam
hal ini inteligensi crystallized tidak terlalu berperan.
Inteligensi fluid cenderung tidak berubah setelah usia 14 tahun atau usia 15
tahun sedangkan inteligensi crystallized masih dapat terus berkembang
sampai usia 30 sampai 40 tahunan, bahkan lebih. Hal ini karena
perkembangan inteligensi crystallized memang dipengaruhi oleh
bertambahnya pengalaman dan pengetahuan, dapat diketahui pula bahwa
dengan bertambahnya usia maka bertambah pula pengalaman maupun
pengetahuan yang dimiliki.
Meskipun inteligensi fluid dan inteligensi crystallized berbeda, namun
pada umumnya kedua inteligensi ini memiliki korelasi yang tinggi satu sama
lainnya.7

7
Dr. Saifuddin Azwar, M.A. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar : 2015.
Hlm. 33-35

9
C. Biografi Joy Paul Guilford dan Teorinya
1. Joy Paul Guildford
J.P Guildford (1897-1987) adalah Psikolog Amerika yang lahir, 7
Maret 1987 di Los Angeles. J.P Guildford merupakan pakar inteligensi
utama dalam abad modern dengan teori nya yang terkenal Sructure of
intellec. Teori Guildford menerangkan tentang kecerdasan yang
diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui
situasi sekarang untuk semua peristiwa masa lalu dan partisipasi masa
yang akan datang. 8

2. Teori J.P Guilford


Teori Guilford banyak membicarakan mengenai struktur
intelejensi/kecerdasan seseorang yang banyak mengarah pada kretivitas
seseorang. Guilford menerangkan tentang Kecerdasan yang di diartikan
sebagai kemampuan seseorang dalam menjawab melalui situasi
sekarang untuk semua peristiwa masa lalu dan mengantisipasi masa
yang akan datang. Dalam konteks ini maka yang namanya belajar
adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir untuk menjawab
segala masalah yang dihadapi. Konsepnya memang kompleks, karena
setiap masalah akan berbeda cara penanganannya bagi setiap orang.
Untuk itu diperlukan perilaku intelejen, yang tentu sangat berbeda
dengan perilaku nonintelejen. Yang pertama (perilaku intelejen)
ditandai dengan adanya sikap dan perubahan kreatif, kritis, dinamis,
dan bermotif (bermotivasi), sedangkan yang kedua keadaannya
sebaliknya. Pengertian kebiasaan juga mengandung arti kebiasaan
kreatif, bukan kebiasaan pasif reaktif (mekanis) seperti pada pandangan
kaum behavioris.9

8
Farida Agus, dkk. Intelegensi Definisi dan Sejarah.Pdf
9
. file:///C:/Users/10/Downloads/modul-matematika-teori-belajar-guilford.pdf

10
Guilford dalam struktur inteleknya mengajukan kemampuan devergen dan
konvergen. Devergent thinking sama dengan creativity, yang dideteksi dalam
berfikir dengan devergen adalah a. Kelancaran (fluency), yakni banyaknya objek
atau gagasan yang dapat dikemukakan indi keluwesan, individu; b. Keluwesan,
fleksibilitas (flexibility), yaitu fungsi yang tepat dari objek atau gagasan yang
ditampilkan; dan c. Keaslian, orijinalitas (originality), ialah jawaban yang orijinil,
unik, yang dikemukakan. Dalam penyesuaian diri memerlukan kemampuan
khusus yang disebut kompetensi (competency).

Menurut Guilford, faktor yang membentuk inteligensi bukan hanya satu


faktor (Terman), dua faktor (Spearman), tiga faktor (Sternberg) atau tujuh faktor
(Thurstone), melainkan 120 faktor. Berdasarkan analisis faktor, Guilford
mengusulkan model berbentuk kubus yang disebut model struktur intelektual
dengan 120 faktor. Sejumlah 120 faktor itu merupakan kombinasi dari tiga
dimensi. Ketiga dimensi inteligensi itu adalah dimensi operasi/proses, dimensi
isi/materi/ konten, dan dimensi hasil/produk (Guilford, 1971: 61 62). Operasi
mempunyai lima faktor yaitu kognisi, memori, berpikir konvergen, berpikir
divergen dan evaluasi. Konten mempunyai empat faktor yaitu figural, simbolik,
semantik dan perilaku. Sedang produk mempunyai enam faktor yaitu unit, kelas,
hubungan, sistem, transformasi dan implikasi. Secara keseluruhan inteligensi
mempunyai 5 x 4 x 6 = 120 faktor.10

Konsepsi Guilford (1959) yang teori dipandang sebagai kontribusinya


yang sangat signifikan dalam ikut mengembangkan teori intelegensi pada
khususnya dan teori kemampuan mental pada umumnya, adalah teorinya
mengenai structure of intelect. Dalam model struktur yang disebutnya model SI
ini, Guilford berusaha menyertakan kategorisasi perbedaan individual di berbagai

Purwanto, Inteleligensi: Konsep dan Pengukurannya, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,


10

Vol.16, No.4, Juli 2010, hlm. 482.

11
faktor kemampuan mental dalam usahanya memahami dan menggambarkan
proses-proses mental yang mendasari perbedaan individual tersebut.11

Model teori SI diilustrasikan oleh Guilford dalam bentuk sebuah kubus


atau kotak berdimensi tiga yang masing-masing mewakili satu klasifikasi faktor-
faktor intelektual yang bersesuaian satu sama lain.

Sejumlah 120 faktor itu merupakan kombinasi dari tiga dimensi. Ketiga
dimensi itu adalah dimensi operasi/proses, dimensi isi/materi/konten dan dimensi
hasil/produk. Operasi mempunyai lima faktor yaitu kognisi, memori, berpikir
konvergen, berpikir divergen dan evaluasi. Konten mempunyai empat faktor yaitu
figural, simbolik, simpatik dan perilaku. Sedang produk mempunyai enam faktor
yaitu unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi dan implikasi. Secara
keseluruhan inteligensi mempunyai 546 = 120 faktor.12

Dari keseratus duapuluh macam kemampuan yang dihipotesiskan itu, kira-


kira tigaperempatnya telah dibuktikan adanya secara empiris, sedangkan sisanya
masih dalam penelitian. Secara lebih terperinci, model SI dapat diuraikan sebagai
berikut.13

11
Saifuddin Azwar, Pengantar PSIKOLOGI INTELEGENSI, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996,
hlm. 26.
12
Purwanto, Inteleligensi: Konsep dan Pengukurannya, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
Vol.16, No.4, Juli 2010, hlm. 482.
13
Saifuddin Azwar, Pengantar PSIKOLOGI INTELEGENSI, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996,
hlm. 28-29.

12
1. Isi
Isi menunjuk kepada tipe informasi yang sedang diproses. Dalam
dimensi terdapat empat jenis bentuk yang merupakan input yang berbeda
kompleksitasnya.
a. Figur
Informasi yang berupa figur atau bentuk yang menggambarkan
keadaan suatu objek. Setiap input yang diproses yang berupa
gambaran sesuatu objek dari bentuknya diklasifikasikan sebagai isi
yang figural.
b. Simbol
Informasi yang diproses disini dapat mempunyai bentuk yang sama
seperti isi figural, akan tetapi arti yang dikhendaki merupakan
penggambaran objek lain. Jadi merupakan sesuatu yang lain, bukan
objek itu sendiri.
c. Semantik
Informasi yang harus diproses berupa input yang disajikan secara
lisan.
d. Perilaku
Informasi yang diterima merupakan perilaku orang lain. Isi
kemampuan inilah yang dapat disamakan dengan konsep
intelegensi sosial menurut teori Thorndike, yaitu suatu kemampuan
yang kita gunakan sehari-hari dalam melakukan hubungan
interaktif dengan orang disekitar kita.

2. Operasi
Dimensi operasi menunjuk kepada cara bagaimana suatu informasi
diproses. Cara pemrosesan informasi terdiri atas lima macam.
a. Kognisi
Merupaakan proses penemuan suatu informasi atau pengenalan
kembali suatu informasi.
b. Ingatan

13
Merupakan proses langsung dalam mengangkat kembali informasi
yang pernah diterima ke atas kesadaran.
c. Produksi Konvergen
Proses ini merupakan kemampuan memanfaatkan informasi yang
diterima guna mencapai satu jawaban atau satu penyelesaian yang
benar.
d. Produksi Divergen
Merupakan proses informasi guna memperoleh berbagai jawaban
yang baik. Proses ini mencerminkan kemampuan berfikir kreatif.
e. Evaluasi
Merupakan kemampuan untuk menilai setiap dari segi evaluatif,
seperti baik-buruk atau salah-benar. Termasuk dalam bentuk proses
ini adalah penilaian berdasarkan moral (moral judgment).

3. Prodak
Dimensi prodak menunjuk kepada hasil pemrosesan yang dilakukan
oleh dimensi operasi terhadap berbagai macam bentuk isi informasi. Jadi,
merupakan proses berfikir. Menurut tingkatan kompleksitasnya terdapat enam
macam prodak.
a. Satuan
Prodak satuan berupa suatu respon tunggal, misalnya : (X).
b. Kelas
Prodak kelas berupa respon dalam bentuk kelompok kelas,
misalnya : (X,Y,Z).
c. Relasi
Merupakan prodak yang dinyatakan dalam bentuk satuan yang
saling berhubungan atau dalam bentuk hubungan diantara satuan-
satuan, misalnya : (X=Y; X>Y>Z).
d. Sistem
Merupakan respon yang strukturnya terorganisasikan secara
keseluruhan.

14
e. Transformasi
Berupa transformasi atau perubahan sutu jenis prodak kedalam
bentuk atau jenis prodak yang lain.
f. Implikasi
Berupa prodak yang hasilnya berlaku pula diluar data yang
diproses.14

Model yang dikemukakan oleh Guilford ini mempunyai implikasi


penting bagi teori psikologi umumnya, terutama apabila kita dapat meletakkannya
sebagai suatu kerangka pemikiran guna memperoleh pandangan baru terhadap
konsep-konsep psikologi seperti proses belajar, pemecahan masalah dan
kreatifitas.15
Guilford (1967) menolak teori faktor g dan faktor kelompok
kemampuan spesifik ia mengungkapkan teori kompleksitas intelegensi. Model
Guilford memiliki 2 efek yang menguntungkan :
1. Teori ini merupakan mata rantai studi intelegensi dengan menggunakan
pengetahuan tentang belajar, psikoliguistik, pikiran, konsep dan sebagainya
sebagai pembagian tugas intelektual.
2. Teori ini meliputi bidang-bidang fungsi intelektual yang terlokalisasi dengan
sedikit sekali terwakili oleh tes-tes intelegnsi standar. Sebagai contoh, banyak
tes-tes intelegnsi yang hanya mengukur pemikiran konvergen yang hanya
memiliki jawaban yang benar. Misalnya, jika ada pertanyaan, Apakah sesuatu
yang keras, berwarna merah, digunakan untuk bangunan dan tembok? maka
hanya ada satu jawaban, batu batu. Jika pertanyaan itu dibalik dengan sistem
divergen thinking, maka pertanyaan dapat menjadi bangunan apa yang
banyak menggunakan batu bata?. Tentu jawabannya akan banyak dan akan
menciptakan proses yang kreatif.

14
Saifuddin Azwar, Pengantar PSIKOLOGI INTELEGENSI, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996,
hlm. 29-30.
15
Saifuddin Azwar, Pengantar PSIKOLOGI INTELEGENSI, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996,
hlm. 30.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inteligensi merupakan milik manusia yang sangat berharga, bahkan para
ilmuwan tidak memiliki kesepakatan akan definisi dari inteligensi. Karena
berbeda dengan berat dan tinggi badan ataupun usia, inteligensi tidak bisa
diukur secara langsung. Pada dasarnya kita tidak bisa mengintip kepala orang
lain untuk mengamati inteligensi yang ada di dalamnya. Yang dapat kita
lakukan hanyalah mengevaluasi inteligensi secara tak langsung dengan cara
mempelajari tindakan inteligensi. Biasanya lebih banyak mengandalkan pada
tes inteligensi tertulis untuk memperkirakan inteligensi yang dimiliki
seseorang.
Di antara beberapa tokoh yang mengemukakan teori intellegensi adalah
Raymond Bernard Cattel dan Joy Paul Guilford. Dalam teorinya Teori
Guilford banyak membicarakan mengenai struktur intelejensi/kecerdasan
seseorang yang banyak mengarah pada kretivitas seseorang. Guilford
menerangkan tentang Kecerdasan yang di diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam menjawab melalui situasi sekarang untuk semua peristiwa
masa lalu dan mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini
maka yang namanya belajar adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir
untuk menjawab segala masalah yang dihadapi. Sedangkan Cattel (1963)
dalam teorinya mengenai organisasi mental mengklasifikasikan kemampuan
mental menjadi dua macam, yaitu inteligensi fluid (gf) merupakan faktor
bawaan biologis, dan inteligensi crystallized (gc) yang merefleksikan adanya
pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang
(Mouly, 1973).

16
DAFTAR PUSTAKA

Azwar Saifuddin. 2010. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Budiardjo A, dkk. 1987. KAMUS PSIKOLOGI. Semarang : Effhar Offset

Farida Agus, dkk. Intelegnsi - sejarah dan tokoh. Pdf

Istiningtyas Listyas. 2015. Pengantar Pemeriksaan Psikodiagnostik. Palembang : Noerfikri

J. P. Chaplin . Diterjemahkan oleh Kartini Kartono. 1981. Kamus Lengkap PSIKOLOGI. Jakarta
: PT. Rajagrafindo

Nuraeni. 2012. TES PSIKOLOGI : Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Purwanto. Inteleligensi: Konsep dan Pengukurannya. Jurnal Pendidikan dan


Kebudayaan, Vol.16, No.4, Juli 2010

Wahyuni Christiany Martono dan Elisabeth Francisca. STUDI DESKRIPTIF TINGKAT


INTELELEGENSI MAHASISWA PG PAUD UNIVERSITAS PALANGKA RAYA.
Jurnal online JPIPS, Vol.1, No.1, Juni 2014

17

Anda mungkin juga menyukai