Anda di halaman 1dari 31

A.

Judul : Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Anggaran Pada


Perkembangan Pembangunan Infrastruktur Kabupaten Badung (Studi
Pada Daerah yang Terdaftar di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Badung Tahun 2009-2014)

B. Latar Belakang Masalah

Pada era otonomi, daerah diberikan wewenang dan tanggung jawab yang

besar untuk mengelola sumber-sumber keuangan (desentralisasi administratif)

demi kemakmuran rakyat di daerahnya. Desentralisasi administratif tersebut,

dimaksudkan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan

pengelolaan sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik

(Magdalena dkk., 2014). Menurut Mahadewi (2014) salah satu tujuan

diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia yaitu sebagai suatu strategi untuk

memperkuat perekonomian daerah. Tujuan otonomi daerah akan terealisasi

dengan baik jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Tahap awal untuk

merealisasikan hal tersebut yaitu dengan perwujudan reformasi keuangan daerah.

Menurut Rosalina (2011) dampak dari reformasi keuangan daerah dalam

pelaksanaannya yaitu salah satunya terhadap reformasi anggaran yang meliputi

proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban

anggaran.

Menurut Tresnanty, dkk. (2015) anggaran merupakan perencanaan

keuangan untuk masa depan yang memuat tujuan serta tindakan-tindakan yang

akan ditempuh. Anggaran pada sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas

atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai

dengan uang publik. Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang

direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam

1
satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan

suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi

yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran

berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan

datang (Mardiasmo, 2002:62).

Dalam konteks good governance, transparansi merupakan kunci utama

dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik. Transparansi merujuk pada

pengertian bahwa masyarakat memiliki kemudahan untuk mengetahui serta

memperoleh informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan paratur

pemerintahan, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Oleh karena itu, transparansi juga terkait dengan dokumen-dokumen serta proses

pembuatan kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintahan yang

mengacu pada pelayanan publik. Seperti dalam proses dan dokumen perencanaan

dan penganggaran. Transparansi anggaran dapat diartikan sebagai keterbukaan

menyeluruh (full disclosure) atas semua informasi yang terkait anggaran pada saat

yang tepat (timely) dan secara sistematis. Berdasarkan definisi tersebut,

transparansi anggaran dapat dipahami sebagai sebuah proses melalui mana

pemerintah menyediakan, membuka akses, dan atau menyebarkan informasi

terkait anggaran baik pada saat penyusunan, pelaksanaan maupun pada saat

pertanggungjawabannya. Selain menyangkut ketersediaan, aksesibilitas dan

publikasi dokumen, transparansi anggaran juga menyangkut keterbukaan dalam

proses. Keterbukaan proses adalah adanya peluang bagi masyarakat menggunakan

haknya untuk mengadiri (right to attend), memantau (right to observe) atau

2
bahkan memberikan masukan (right to express) dalam proses perencanaan,

pembahasan atau pengambilan keputusan, monitoring dan evaluasi, atau proses

pertanggungjawaban.

Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2002) dalam

Usnawati (2014) indikator-indikator pada transparansi adalah : (1) Terdapat

pengumuman kebijakan mengenai pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset

daerah, (2) Tersedia laporan mengenai pendapatan, pengelolaan keuangan, dan

aset daerah yang mudah di akses, (3) Tersedia laporan pertanggungjawaban tepat

waktu, (4) Tersedianya sarana untuk suara dan usulan publik, dan (5) Terdapat

sistem pemberian informasi kepada publik.

Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)

untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya

kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan

untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002:20). Peraturan

Pemerintah No. 110 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, yang ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 4

Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bahwa sebagai

lembaga perwakilan rakyat di Daerah DPRD melaksanakan fungsi legislatif

sepenuhnya sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat di Daerah, dan berkedudukan

sejajar sebagai mitra Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya kepada DPRD perlu diberikan hak-hak keuangan dan

3
administratif yang diatur dalam Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah. Penetapan Kedudukan keuangan DPRD dimaksud perlu

mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan aspek keadilan dikaitkan

dengan tugas, kewenangan, dan tanggung jawab dalam melaksanakan legislasi,

pengawasan dan anggaran. Sehingga anggota dewan harus dapat

mempertanggungjawabkan dalam hal menyajikan, melaporkan, dan

mengungkapkan segala aktifitas kegiatan yang dilakukannya, dan dapat

memperlihatkan kepada masyarakat bahwa mereka mampu dalam menggunakan

anggaran dengan baik.

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang

peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi.

Mengingat pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat pisahkan dari

ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan

energi. Oleh karena itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari

pembangunan ekonomi selanjutnya.

Belanja infrastruktur di daerah juga dapat dikatakan sangat kecil,

walaupun sejak dilakukannya desentralisasi/otonomi daerah, pengeluaran

pemerintah daerah untuk infrastruktur meningkat, sementara pengeluaran

pemerintah pusat untuk infrastruktur mengalami penurunan yang drastis. Ini

merupakan suatu persoalan serius, karena walaupun pemerintah pusat

meningkatkan porsi pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur, sementara

pemerintah daerah tidak menambah pengeluaran mereka untuk pembangunan

4
infrastruktur di daerah masing-masing, maka akan terjadi kepincangan

pembangunan infrastruktur antara tingkat nasional dan daerah, yang akhirnya

akan menghambat kelancaran investasi dan pembangunan ekonomi antar wilayah

di dalam negeri.

Badung merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di provinsi Bali

yang juga merupakan Kabupaten Percontohan dalam pelayanan Publik, dimana

komitmen Pemerintah Kabupaten Badung didalam meningkatkan kualitas

pelayanan kepada masyarakatnya sangat kuat, salah satunya pembangunan

infrastruktur sampai kepelosok desa. Menurut data Realisasi Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2013

yang terdapat di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Kabupaten Badung

merupakan Kabupaten yang memiliki total Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang

tertinggi diantara 8 Kabupaten lainnya. Berikut adalah Ringkasan Realisasi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Bali Tahun

2013

Tabel 1 Ringkasan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


(APBD) Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2013

Uraian Kabupaten/Kota
Jembrana Tabanan Badung
(1) (2) (3) (4)
I. Penerimaan Daerah 745 334 983 1 253 026 819 2 954 662 971
1.1. Pendapatan 68 485 482 255 418 218 2 279 113 502
Asli Daerah
1.2. Dana 517 834 703 734 577 587 429 797 446
Perimbangan
1.3. Lain-lain 159 014 797 263 031 013 245 752 022
Pendapatan
yang Sah

5
II. Belanja Daerah 718 538 444 1 198 702 307 2 755 459 722
2.1. Belanja Tidak 416 035 004 809 282 889 1 488 224 177
Langsung
2.2. Belanja 302 503 439 389 419 418 1 267 235 545
Langsung
2.2.1 Belanja 33 198 532 13 194 053 75 694 058
Pegawai
2.2.2 Belanja 126 741 441 248 038 980 424 829 298
Barang dan
Jasa
2.2.3 Belanja 142 563 466 128 186 385 766 712 190
Modal
III. Pembiayaan 58 067 447 38 204 186 688 998 737
3.1. Penerimaan 66 467 447 43 482 222 902 998 737
Pembiayaan
Daerah
3.2. Pengeluaran 8 400 000 5 278 035 214 000 000
Pembiayaan
Daerah
3.3. Sisa Lebih 84 863 986 92 528 698 888 201 986
Pembiayaan
berlanjut...
Uraian Kabupaten/Kota
Gianyar Klungkung Bangli
(1) (5) (6) (7)
I. Penerimaan Daerah 1 248 415 648 711 405 235 702 229 030
1.1. Pendapatan 319 612 005 67 401 910 55 986 570
Asli Daerah
1.2. Dana 690 817 394 496 925 310 513 012 768
Perimbangan
1.3. Lain-lain 237 986 249 147 078 015 133 229 692
Pendapatan
yang Sah
II. Belanja Daerah 1 192 027 629 665 548 503 652 343 659
2.1. Belanja Tidak 770 124 483 470 137 179 475 739 271
Langsung
2.2. Belanja 421 903 146 195 411 324 176 604 387
Langsung
2.2.1 Belanja 31 294 706 17 076 559 20 116 995
Pegawai
2.2.2 Belanja 255 284 944 114 240 792 93 724 429
Barang dan
Jasa
2.2.3 Belanja 185 323 496 64 093 972 62 762 964

6
Modal
III. Pembiayaan 143 249 714 52 846 285 -3 694 086
3.1. Penerimaan 148 749 714 56 846 285 675 000
Pembiayaan
Daerah
3.2. Pengeluaran 5 500 000 4 000 000 4 369 086
Pembiayaan
Daerah
3.3. Sisa Lebih 199 637 733 98 703 017 46 191 286
Pembiayaan
berlanjut...
Uraian Kabupaten/Kota
Buleleng Karangasem Denpasar
(1) (8) (9) (10)
I. Penerimaan Daerah 1 041 577 611 1 390 657 293 1 547 605 213
1.1. Pendapatan 168 652 790 160 292 011 658 974 707
Asli Daerah
1.2. Dana 644 192 869 907 851 103 661 103 049
Perimbangan
1.3. Lain-lain 228 731 952 322 514 179 227 527 426
Pendapatan
yang Sah
II. Belanja Daerah 1 078 485 761 1 413 380 933 1 537 883 625
2.1. Belanja Tidak 688 108 423 944 333 238 800 979 096
Langsung
2.2. Belanja 390 377 338 469 074 695 726 904 529
Langsung
2.2.1 Belanja 18 845 308 30 365 373 50 422 357
Pegawai
2.2.2 Belanja 190 794 382 252 785 605 432 473 820
Barang dan
Jasa
2.2.3 Belanja 180 737 648 185 896 717 254 008 353
Modal
III. Pembiayaan 138 305 125 134 355 572 212 643 283
3.1. Penerimaan 147 340 373 145 944 219 257 805 713
Pembiayaan
Daerah
3.2. Pengeluaran 9 035 248 11 588 646 45 162 430
Pembiayaan
Daerah
3.3. Sisa Lebih 101 396 975 111 631 932 222 364 871
Pembiayaan
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014

7
Sehubungan dengan tingginya PAD Kabupaten Badung, maka diperlukan

akuntabilitas dan transparansi anggaran dalam hal pembangunan infrastruktur

sehingga anggaran yang direalisasikan dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan uraian tersebut dan terkait dengan komitmen Pemerintah

Kabupaten Badung dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat

khususnya pada pembangunan infrastruktur, maka penelitian ini mengambil judul

Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi Anggaran Pada Perkembangan

Pembangunan Infrastruktur di Kabupaten Badung.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang rumusan tersebut, maka yang menjadi

rumusan masalah penelitian ini adalah :

a. Apakah akuntabilitas berpengaruh pada perkembangan pembangunan

infrastuktur di Kabupaten Badung?

b. Apakah transparansi anggaran berpengaruh pada perkembangan pembangunan

infrastuktur di Kabupaten Badung?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dari

penelitian ini antara lain :

a. Untuk mengetahui pengaruh akuntabilitas pada perkembangan pembangunan

infrastruktur di Kabupaten Badung.

b. Untuk mengetahui pengaruh transparansi anggaran pada perkembangan

pembangunan infrastruktur di Kabupaten Badung.

8
E. Kegunaan Penelitiaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak

yang berkepentingan, yaitu :

1) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan ilmu

pengetahuan dan wawasan tentang akuntabilitas dan transparansi anggaran

dalam pembangunan infrastruktur kepada publik, serta membantu memperoleh

bukti empiris bagi akademis dan peneliti lain terkait dengan pengaruh

akuntabilitas dan transparansi anggaran pada pembangunan infrastruktur di

Kabupaten Badung.

2) Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah dan publik,

terutama dalam mengetahui pentingnya akuntabilitas dan transparansi

anggaran dalam keuangan daerah. Disamping itu penelitian dapat memberikan

informasi yang membantu pemakai laporan untuk mengetahui pengaruh

akuntabilitas dan transparansi anggaran pada pembangunan infrastruktur.

F. Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

F.1 Kajian Pustaka

a. Good Governance

World Bank dalam Mardiasmo (2002) memberikan definisi governance

sebagai the way state power is used in managing economic and social resources

for development of society. Sementara itu, United Nation Development Program

(UNDP) mendefinisikan governance sebagai the exercise of political, economic,

9
and administrative authority to manage a nations affair at all levels. World

Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan

ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih

menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan

negara. Political governance mengacu pada proses pembuatan kebijakan

(policy/strategy formulation). Economic governance mengacu pada proses

pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah

pemerataan, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup. Dan

administrative governance mengacu pada sistem implementasi kebijakan.

Jika mengacu pada program World Bank dan UNDP, orientasi

pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance.

Pengertian good governance sering diartikan sebagai kepemerintahan yang baik.

Sementara itu, World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu

penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab

yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah

alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun

administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political

framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2002).

Menurut UNDP karakteristik pelaksanaan good governance adalah sebagai

berikut :

1) Participation, yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik

secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang

dapat menyalurkan aspirasinya.

10
2) Rule of law, yaitu suatu kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa

pandang bulu.

3) Transparency, yaitu kebebasan memperoleh informasi yang berkaitan dengan

kepentingan publik secara langsung oleh mereka yang membutuhkan.

4) Responsiveness, yaitu lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam

melayani stakeholder.

5) Consensus orientation, yaitu berorientasi pada kepentingan masyarakat yang

lebih luas.

6) Equity, yaitu setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk

memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

7) Effeciency and Effectiveness, yaitu pengelolaan sumber daya publik dilakukan

secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).

8) Accountability, yaitu pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas

yang dilakukan.

9) Strategic vision, yaitu penyelenggaran pemerintahan dan masyarakat harus

memiliki visi jauh ke depan.

b. Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2002:20) akuntabilitas publik adalah kewajiban

pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban,

menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang

menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang

memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.

Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu akuntabilitas vertikal (vertical

11
accountability), dan akuntabilitas horisontal (horizontal accountability).

Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana

kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja

(dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah

kepada pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada

MPR. Sedangkan pertanggungjawaban horisontal adalah pertanggungjawaban atas

pengelolaan dana kepada masyarakat luas.

Menurut Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2002), menjelaskan terdapat

empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik,

yaitu :

1) Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountibility for probity

and legality), yaitu pertanggungjawaban yang terkait dengan penghindaran

penyalahgunaan jabatan (abuse of power) dan jaminan adanya kepatuhan

terhadap hukum serta peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan

sumber dana publik.

2) Akuntabilitas proses, yaitu pertanggungjawaban yang terkait dengan apakah

prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam

hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan

prosedur administrasi.

3) Akuntabilitas program, yaitu pertanggungjawaban yang terkait dengan

pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan

apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil

yang optimal dengan biaya yang minimal.

12
4) Akuntabilitas kebijakan, yaitu pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat

maupun daerah atas kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD

dan masyarakat luas.

Menurut Sulistoni (2003:35) pemerintah yang accountable memiliki ciri-

ciri sebagai berikut :

1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka,

cepat, dan tepat kepada masyarakat.

2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.

3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses

pembangunan dan pemerintah.

4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik

secara proporsional, dan

5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui

pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian

pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.

c. Transparansi

Menurut Loina (2005) dalam Asrida (2012), transparansi adalah prinsip

yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh

informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang

kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.

Prinsip ini memiliki dua aspek yaitu komunikasi publik oleh pemerintah dan hak

masyarakat terhadap informasi akses informasi. Keduanya akan sangat sulit

dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Seluruh

13
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat diakses oleh pihak-

pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar

dapat dimengerti dan dipantau. Menurut Miswar Fuady (2004) dalam Asrida

(2012), transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi.

Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat

diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

Menurut Mardiasmo (2002:19) karakteristik transparansi yang harus dipenuhi

meliputi sebagai berikut :

1) Informativeness (informatif)

Pemberian arus informasi, berita, penjelasan mekanisme, prosedur, data, fakta

kepada stakeholders yang membutuhkan informasi secara jelas dan akurat.

2) Openess (keterbukaan)

Keterbukaan informasi publik memberi hak kepada setiap orang untuk

memperoleh informasi dengan mengakes data yang ada di badan publik, dan

menegaskan bahwa setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan dapar

diakses oleh setiap pengguna informasi publik, selain dari informasi yang

dikecualikan yang diatur oleh Undang-Undang.

3) Disclosure (pengungkapan)

Pengungkapan kepada masyarakat atau publik (stakeholders) atas aktivitas dan

kinerja finansial.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

Publik disebutkan bahwa transparansi merupakan salah satu bagian dari aspek

pelayanan publik yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua

14
pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah

dimengerti.

Transparansi terdapat juga dalam beberapa undang-undang dan peraturan

pemerintah yang lain, diantaranya :

1) Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 menyebutkan

bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-

undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan mafaat untuk

masyarakat.

2) Pasal 23 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pengelolaan

keuangan daerah dilakukan secara efesien, efektif, transparan, akuntabel,

tertib, adil, patuh, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

d. Kejelasan Sasaran Anggaran

Mardiasmo (2002:61) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi

kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam

ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk

mempersiapkan suatu anggaran. Baswir (2000) dalam Chairunnisa (2013)

menyatakan bahwa anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana

keuangan yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode di masa

yang akan datang. Sedangkan anggaran negara adalah gambaran dari

kebijaksanaan pemerintah yang dinyatakan dalam ukuran uang, yang meliputi

baik kebijaksanaan pengeluaran pemerintah untuk suatu periode di masa depan

15
maupun kebijaksanaan penerimaan pemerintah untuk menutupi pengeluaran

tersebut.

Secara lebih spesifik, Halim (2002) dalam Chairunnisa (2013)

menyebutkan bahwa anggaran pemerintah daerah adalah rencana kegiatan yang

direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam

satuan moneter. Anggaran merupakan dokumen yang menggambarkan kondisi

keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan,

belanja, dan aktivitas dan estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi

di masa yang akan datang. Anggaran juga menggambarkan mengenai rencana

strategis yang akan dilaksanakan oleh organisasi pemerintah daerah berdasarkan

mandat yang diberikan oleh para stakeholder pemerintah daerah. Dan sistem

penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia anggaran yang disusun oleh

pemerintah daerah dituangkan dalam APBD.

Mardiasmo (2002:63) menyatakan bahwa fungsi utama dari anggaran

sektor publik, yaitu :

1) Anggaran sebagai alat perencanaan

Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan

organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa

yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan

berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

2) Anggaran sebagai alat pengendalian

16
Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas

pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan

dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

3) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk

menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui

anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah,

sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi.

4) Anggaran digunakan sebagai alat politik

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan

keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan

dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan

legislatif atas penggunaan dan publik untuk kepentingan tertentu.

5) Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi

Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan.

Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar

unit kerja dalam lingkungan eksekutif.

6) Anggaran sebagai alat penilaian kinerja

Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada

pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan

pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja

manajemen publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan

dengan anggaran yang telah ditetapkan.

17
7) Anggaran sebagai alat motivasi

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya

agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan

tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

8) Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang publik

Kelompok masyarakat yang terorganisir akan mencoba mempengaruhi

anggaran pemerintah untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari

masyarakat yang kurang terorganisasi akan mempercayakan aspirasinya

melalui proses politik yang ada. Kelompok lain yang tidak berdaya akan

dengan mudah dan tidak berdaya mengikuti tindakan pemerintah. Jika tidak

ada alat menyampaikan suara mereka maka mereka akan mengambil tindakan

lain seperti dengan tindakan massa dan melakukan boikot.

e. Pembangunan Daerah

Pembangunan merupakan upaya secara sadar untuk mengelola dan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat meningkatkan mutu

kehidupan masyarakat. Upaya pembangunan daerah adalah memanfaatkan aspek-

aspek yang secara ekonomi berpotensi untuk dikembangkan. Potensi ekonomi

dalam kerangka pembangunan daerah dapat diartikan sebagai kesanggupan,

kekuatan, dan kemampuan di bidang ekonomi yang dimiliki oleh suatu daerah

untuk membangun daerah tersebut. Proses pembangunan tidak terjadi begitu saja,

tetapi harus diciptakan melalui intervensi pemerintah, melalui kebijakan-

kebijakan yang mendorong terciptanya proses pembangunan. Menurut

Sumodiningrat (2001) dalam Purwansyah (2013), dalam pelaksanaan

18
pembangunan ada tiga pertanyaan dasar yang perlu dijawab, yaitu : Pertama,

pembangunan perlu diletakkan pada arah perubahan struktur. Kedua,

pembangunan perlu diletakkan pada arah pemberdayaan masyarakat dan

memberikan ruang serta kesempatan yang lebih besar kepada rakyat banyak untuk

berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan. Dan ketiga, pembangunan perlu

diletakkan pada arah koordinasi lintas sektor mencakup program pembangunan

antar sektor, pembangunan antar daerah, dan pembangunan khusus.

Peranan pemerintah dalam pembangunan daerah adalah (a) entrepreneur,

yaitu pemerintah daerah bertanggung jawab untuk merangsang jalannya suatu

usaha bisnis, (b) koordinator, yaitu pemerintah daerah sebagai koordinator dalam

penetapan suatu kebijakan atau strategi-strategi bagi pembangunan daerah, (c)

fasilitator, yaitu pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui

perbaikan lingkungan attitudional di daerahnya, (d) stimulator, yaitu pemerintah

daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-

tindakan khusus yang akan mempengaruhi investor baru agar masuk dan

mempertahankan serta menumbuhkembangkan investor yang telah ada di

daerahnya (Purwansyah, 2013).

f. Infrastruktur

Menurut Grigg (1988) dalam Fadel (2004) infrastruktur merujuk pada

sistem fisik dalam menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-

bangunan gedung dan fasilitas publik lain seperti listrik, telekomunikasi, air

bersih, dan sebagainya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar

manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan

19
pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam

kehidupan masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-

fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang

dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi

masyarakat.

Menurut Lewis (1994:114) prasarana (infrastructure) bisa dengan aman

mengikuti investasi yang lain. Sebagai contoh, jika investasi industri naik, akan

terdapat penekanan akan penyediaan listrik dan fasilitas pengangkutan. Orang-

orang yang bertanggung jawab atas fasilitas umum harus memperhatikan naiknya

kebutuhan, dan karena bisnis itu baik, tidak akan mendapat kesulitan dalam

memperoleh dana untuk membiayai perluasan sistem. Sementara itu, prioritas

yang kurang penting (terutama kebutuhan konsumen domestik) sudah tersingkir

karena tidak adanya suplai tetapi investasi utama tidak mungkin dibuat tetap.

F.2 Hipotesis Penelitian

F.2.1 Pengaruh Akuntabilitas Pada Perkembangan Pembangunan

Infrastruktur Kabupaten Badung

Mardiasmo (2002:21) akuntabilitas menunjukkan bagaimana kemampuan

untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait pelayanan-pelayanan

yang dibuat oleh pemerintah. Dalam konteks pemerintah, pembangunan

merupakan amanat yang harus dilaksanakan baik jangka panjang maupun pendek.

Dalam data Realisasi Pendapatan Kabupaten Badung, Pajak Daerah memberi

kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana salah satu

fungsi dari pajak daerah adalah untuk pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu,

20
diperlukan suatu akuntabilitas agar dana yang dianggarkan untuk keperluan

pembangunan infrastruktur dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat

mempengaruhi perkembangan pembangunan infrastruktur di daerah tersebut.

Berdasarkan argument tersebut, hipotesis yang dapat dikembangkan adalah :

H1 : Akuntabilitas berpengaruh pada perkembangan pembangunan infrastruktur

Kabupaten Badung.

F.2.2 Pengaruh Transparansi Anggaran Pada Perkembangan Pembangunan

Infrastuktur Kabupaten Badung

Transparansi anggaran dapat didefinisikan sebagai keterbukaan

pemerintah dalam proses penganggaran dan penggunaan dana. Transparansi

anggaran dibangun atas dasar arus reformasi yang perlu diakses oleh pihak-pihak

yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat

dipahami dan diawasi. Transparansi anggaran terwujud apabila pemerintah

bersedia untuk menginformasikan kepada masyarakat / publik bagaimana dana

publik digunakan / dikelola dalam kegiatan dan program pemerintah. Keterbukaan

informasi publik yang didukung oleh semakin kritisnya masyarakat, menuntut

pemerintah daerah untuk mampu mengelola keuangan daerah dengan semakin

baik, yaitu dengan semakin meningkatkan porsi alokasi belanja modal dan belanja

barang dan jasa untuk pembangunan infrastruktur dengan memprioritaskan pada

ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan publik, serta semakin tingginya

realisasi penyerapan anggaran guna mendorong peningkatan perekonomian

daerah. Tingginya dana yang telah dialokasikan ke daerah diharapkan dapat

meningkatkan kinerja daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

21
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dengan cara memanfaatkan sumber-

sumber pendanaan yang tersedia untuk menghasilkan pelayanan publik yang

optimal. Berdasarkan argument tersebut, hipotesis yang dapat dikembangkan

adalah :

H2 : Transparansi anggaran berpengaruh pada perkembangan pembangunan

Kabupaten Badung.

G. Metode Penelitian

G.1 Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan pendekatan

kuantitaif yang berbentuk penelitian asosiatif dengan tipe kausalitas. Penelitian

asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua

variabel atau lebih. Penelitian asosiatif dengan tipe kausalitas adalah penelitian

yang menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

(Sugiyono, 2009:6). Gambar 1 menyajikan desain penelitian ini.

Gambar 1 Desain Penelitian

Akuntabilitas (X1)
Perkembangan
Pembangunan
Infrastruktur Daerah (Y)
Transparansi Anggaran (X2)

G.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan pada situs resmi pemerintah Kabupaten

Badung dengan mengakses www.badungkab.go.id dan Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Badung.

22
G.3 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan atribut atau sifat nilai dari orang, objek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:58). Objek penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi anggaran yang telah diberikan

kepada masing-masing daerah yang ada di Kabupaten Badung dan data anggaran

yang diperlukan oleh Dinas Pekerjaan Umum untuk pembangunan infrastruktur

daerah.

G.4 Identifikasi Variabel

Variabel merupakan segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam

nilai yang merupakan abstraksi dari fenomena dalam kehidupan nyata yang

diamati. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Variabel terikat atau dependent variable merupakan variabel yang dipengaruhi

atau menjadi akibat dari adanya variabel-variabel bebas (Sugiyono, 2009:59).

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perkembangan

pembangunan infrastruktur daerah.

2) Variabel bebas atau independent variable merupakan variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependent (terikat). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah akuntabilitas dan transparansi anggaran.

23
G.5 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada

variabel, dengan tujuan memberikan arti atau menspesifikasikannya. Dalam

penelitian ini definisi operasional variabel adalah sebagai berikut :

1) Variabel terikat (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam

penelitian ini variabel terikat adalah perkembangan pembangunan

infrastruktur daerah di Kabupaten Badung dari tahun 2009-2014.

2) Variabel bebas yang dalam penelitian ini adalah :

a. Akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan

mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi

tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang

memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban

tersebut (Mardiasmo, 2002 : 20).

b. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi

setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan

pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan

pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai (Loina (2005) dalam

Asrida (2012)).

G.6 Jenis dan Sumber Data

C.6.1 Jenis data berdasarkan sifatnya

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

24
1) Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka-angka atau data-data

kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2009:14). Data kuantitatif yang

digunakan dalam penelitian ini adalah besarnya realisasi anggaran pada

pemerintah Kabupaten Badung dan keperluan anggaran pada Dinas Pekerjaan

Umum periode 2009-2014.

2) Data kualitatif merupakan data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat,

dan gambar. Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar

daerah-daerah di Kabupaten Badung yang mendapatkan anggaran untuk

pembangunan infrastruktur periode 2009-2014.

C.6.2 Jenis data berdasarkan sumbernya

Berdasarkan sumbernya, penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data

yang tidak diperoleh dari sumbernya langsung tetapi diperoleh dari sumber-

sumber lain, misalnya dokumen (Sugiyono, 2009:129). Data sekunder dalam

penelitian ini adalah laporan realisasi anggaran Kabupaten Badung dan data

rencana anggaran pembangunan Kabupaten Badung pada Dinas Pekerjaan Umum

periode 2009-2014 yang diperoleh melalui website Pemerintah dan Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Badung.

G.7 Populasi dan Sampel

G.7.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:15).

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh daerah yang

25
terdaftar di Dinas Pekerjaan Umum sebagai penerima dana untuk pembangunan

infrastruktur di Kabupaten Badung periode 2009-2014.

G.7.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2009:116). Teknik penentuan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode nonprobability sampling dengan

teknik purposive sampling, yaitu metode penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu, dimana anggota sampel akan dipilih sedemikian rupa sehingga sampel

yang dibentuk tersebut dapat mewakili sifat-sifat populasi (Sugiyono, 2009:122).

Tujuan penggunaan metode purposive sampling adalah untuk mendapatkan

sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria- kriteria

tersebut adalah sebagai berikut :

1) Daerah tersebut telah terdaftar sebagai penerima dana untuk pembangunan

infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Badung dalam periode

2009-2014

2) Daerah tersebut telah menerima dana untuk pembangunan infrastruktur

G.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode observasi non participant, yaitu teknik pengumpulan data dengan

observasi/pengamatan dimana peneliti tidak terlibat secara langsung dan hanya

sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2009:405). Data yang dimaksudkan

adalah laporan realisasi anggaran untuk masing-masing daerah dan data nama-

nama daerah yang akan dilakukan pembangunan infrastruktur. Data yang

26
diperoleh merupakan data yang berasal dari berbagai sumber antara lain laman

dari Pemerintah Kabupaten Badung (www.badungkab.go.id), Badan Pusat

Statistik Provinsi Bali (www.bali.bps.go.id), Badan Pusat Statistik Kabupaten

Badung (www.badungkab.bps.go.id), Dinas Pekerjaan Umum, mempelajari uraian

dari buku-buku, karya ilmiah berupa jurnal-jurnal ekonomi, serta mengakses situs-

situs internet yang relevan.

G.9 Teknik Analisis Data

G.9.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah karakteristik yang digunakan untuk menganalisa

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila

peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat

kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sample tersebut diambil

(Sugiyono, 2009:207).

G.9.2 Uji Hipotesis

G.9.2.1 Analisis Regresi

Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan dengan

menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Science).

Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda

dengan tingkat signifikansi 5%. Pengujian hipotesis perkembangan pembangunan

infrastruktur menggunakan analisis regresi berganda, yaitu :

27
Y = + 1.X1 + 2.X2 +
Keterangan:
Y = perkembangan pembangunan infrastruktur
= nilai konstanta
1 = koefisien regresi akuntabilitas
2 = koefisien regresi transparansi anggaran
X1 = akuntabilitas
X2 = transparansi anggaran
= standar eror
G.9.2.2 Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini menguji asumsi klasik yang melekat pada persamaan model

regresi sehingga data-data yang digunakan dalam pengujian hipotesis bebas dari

asumsi klasik untuk mendapatkan model yang layak diteliti (Suyana Utama, 2009:

89). Pengujian asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji

multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel

dependen dan variabel independen keduanya memiliki distribusi normal atau

tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati

normal. Untuk menguji normalitas pada penelitian ini digunakan uji

Kolmogorov-Smirnov.

b) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier

terdapat korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan

28
penggangu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka

dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang

berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Untuk mendeteksi ada

tidaknya autokorelasi dilakukan alat analisis Durbin-Watson.

c) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan menguji apakah dalam regresi ditemukan

adanya korelasi antarvariabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak

mengandung korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2011).

Pendeteksian keberadaan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance

dan lawannya Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini

menunjukkan variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel

independen lainnya.Apabila nilai tolerance di atas 10 persen atau VIF di

bawah 10, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari

multikolinearitas.

d) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam regresi terjadi

ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau yang tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi ada tidaknya

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu

29
pada grafik plots antara ZPRED (dependen) dan SRESID (residual). Jika

terjadi pola tertentu, maka mengindikasi telah terjadi heteroskedastisitas dan

sebaiknya jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas.

G.9.1.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) mengukur goodness of fit dari persamaan

regresi yaitu seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi total

dari variabel dependen yang dijelaskan oleh variasi variabel independen (Gujarati,

2003:98). Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi

variasi-variasi dependen.

G.9.2.4 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji signifikansi simultan (Uji F) bertujuan untuk menilai kelayakan model

regresi yang terbentuk. Jika nilai signifikansi (sig) 0,05 maka variabel

independen dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen

(Gujarati,2003:44).

G.9.2.5 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t (Gujarati, 2003:129) digunakan untuk menguji seberapa jauh

pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini secara

individual dalam menerangkan variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan

yang digunakan dalam uji t adalah sebagai berikut:

30
1) Jika nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka hipotesis ditolak. Hipotesis

ditolak mempunyai arti bahwa variabel independen (akuntabilitas dan

transparansi anggaran) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

(perkembangan pembangunan infrastruktur).

2) Jika nilai probabilitas signifikansi 0,05 maka hipotesis diterima. Hipotesis

diterima mempunyai arti bahwa variabel independen (akuntabilitas dan

transparansi anggaran) berpengaruh terhadap variabel dependen

(perkembangan pembangunan infrastruktur).

31

Anda mungkin juga menyukai