(MAKALAH)
Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Pemakalah:
(17725251033)
FAKULTAS PASCASARJANA
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bedong bayi merupakan perawatan bayi yang hampir seluruh Negara
menggunakannya sebelum abad ke-18. Hal ini masih tradisi di beberapa bagian
Timur Tengah, Inggris, Amerika Serikat dan Belanda untuk
mengurangikebiasaanmenangis yang berlebihan dan memberiakan rasa
nyaman pada bayi (Sleuwen.2007).
Tradisi membedong bayi yang baru lahir, belakangan mulai banyak
ditinggalkan. Membedong bayi dianggap bisa mengganggu saraf motorik bayi
karena bayi jadi tidak bebas bergerak.
Tradisi membedong bayi lebih banyak ditemui di masyarakat Asia.
Kebanyakan masyarakat percaya bahwa dengan membedong bayi akan
membuat kakinya menjadi lurus.Namun dengan pesatnya informasi, para ibu
muda mulai membandingkan perlakuan bayi di negara-negara maju yang tanpa
dibedong justru membuat bayinya lebih lincah dan kaki si bayi pun tetap lurus-
lurus saja.
Dr Dewi (dihubungi detikHealth, Minggu, 24/1/2010) menuturkan,
manfaat bayi dibedong sebenarnya agar bayi menjadi lebih kalem dan nyaman.
Karena beberapa bayi terkadang membutuhkan waktu transisi atau adaptasi
antara keadaannya di dalam rahim dengan lingkungan. Saat di dalam rahim
ibunya bayi tidak leluasa bergerak, sedangkan saat sudah lahir bayi menjadi
kaget karena bisa bergerak lebih leluasa. Reaksi kaget ini disebut dengan
refleks morro. "Jika bayi dibedong saat masih dalam masa neonatal atau hingga
usia 40 hari, maka bayi akan merasa seperti saat terpeluk di dalam rahim ibunya
dimana bayi merasa aman dan nyaman," ujar Dr Dewi. Tapi perlu diingatkan
sebaiknya orangtua tidak asal membedong bayinya, karena jika bedongannya
terlalu kuat atau tebal bisa berbahaya bagi bayi itu sendiri.
2
Jika udara disekitar panas dan orangtua membedong bayi secara ketat
akan membuat bayi menjadi kepanasan (overheat). Hal ini bisa mempengaruhi
sistem saluran pernapasan dari bayi tersebut. Membedong juga tidak perlu
keseluruhan tubuh bayi. Bedonglah bayi mulai dari bahu bayi hingga kakinya,
dan juga bedongan bayi sebaiknya agak sedikit longgar agar bayi masih bisa
sedikit bergerak.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai bedong bayi secara mitos
dan penjelasannya secara ilmiah.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui mitos bedong bayi pada masyarakat Jawa.
2. Mengetahui penjelasan secara ilmiah mengenai bedong bayi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. BEDONG BAYI
Kebiasaaan bedong sudah ada sejak dahulu kala sekitar abad ke 20
kebiasaan masyarakat Asia termasuk Indonesia masih mempercayai tradisi
membedong atau membungkus bayi yang baru lahir dengan selimut agar
kakinya lurus. Tetapi jika tidak dilakukan dengan teknik yang benar,
membedong bayi dapat meningkatkan risiko terhadap beberapa kondisi
kesehatan. Bedong adalah tradisi yang telah berusia berabad-abad yang
dipercaya dapat membuat bayi merasa masih berada dilingkungan rahim yang
hangat. Membedong bayi juga dikenal dapat menenangkan bayi yang rewel
karena belum terbiasa terhadap suara dari dunia luar (Junaidi, 2006).
Fenomena di masyarakat terutama di desadesa, pemberiaan bedong
sering dikaitkan dengan pembentukan tangan dan kaki bayi. Menurut dokter
spesialis tulang menyatakan bahwa secara ilmiah pemberian bedong tidak ada
hubungannya dengan pembentukan kaki. Sejak didalam kandungan, tidak ada
ruangan cukup untuk bayi meluruskan kaki. Bentuk kaki bayi pada saat
dikandungan dalam posisi tertekuk dan pada saat lahir, namun seiring dengan
waktu petumbuhan dan perkembangannya akan menyesuaikan menjadi lurus
(Mulyono, 2003).
Cara membedong pun bervariasi. Ada yang membedong dengan ketat
ataupun longgar. Tapi umumnya yang dianut di Indonesia adalah membedong
dengan ketat untuk mencapai tujuan membedong.banyak masyarakat berfikir
bedong, Membuat tidur lebih nyenyak dan bayi lebih tenang karena bayi
merasa dipeluk. Menghangatkan tubuh bayi, Mencegah kaki bengkok pada
bayi, Mencegah kaki membuka, Memudahkan dalam memegang dan
menggendong bayi, pemberian bedong bayi dilakukan sampai usia bayi 3 bulan
karna usia 3 bulan lebih bayi mulai banyak gerak dan rewel jika diberi bedong
(Junaidi, 2006).
4
Pemakaian bedong bayi dilakukan 3 kali dalam sehari selama 2 jam
pemakaian atau lebih (Junaidi, 2006). Perkembangan pada anak meliputi
berbagai aspek yaitu perkembangan kognitif, bahasa, emosi, sosial dan
motorik. Perkembangan motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang
perlu diperhatikan ini dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa
dilihat sejak neonatus (Nelson, 1999).
Bayi pada usia 3 bulan yang memiliki kemampuan mengontrol kepala,
mampu mengangkat kepalanya 45 derajat selama 30 detik (Oktaria ,2002).
Perkembangan bayi terjadi reflex primitif muncul pada sebelum
kelahiran, biasanya berkembang di dalam rahim, sedangkan postural yang
reaksi meluruskan, dan respon gerakan untuk menjaga keseimbangan atau
keseimbangan berkembang pada masa bayi (Yanto, 2011).
Dalam pertumbuhan perubahan-perubahan yang terjadi mengikuti pola
cephalocaudal dan proximodistal. Maksud cephalocaudal adalah perubahan-
perubahan terbesar pertama-tama terjadi pada bagian atas tubuh meliputi
kepala dan bagian-bagian muka. Selanjutnya secara perlahan-lahan terbentuk
bagian lainnya mengikuti arah mulai dari atas ke bawah meliputi leher, bahu,
tubuh bagaian tengah, dan tubuh bagian bawah. Sedangkan proximodistal
mengandung arti bahwa perubahan-perubahan terjadi dari sumbu pusat tubuh
menuju ke ujung-ujungnya (Hardiyanto, 2010).
Righting Reflek sebagai ketika kepala tidak dalam posisi tegak,
vestibular akan dirangsang. Ini secara refleks merangsang otot-otot yang tepat
untuk membawa kepala kembali ke posisi tegak. Persepsi gerakan kepala
melibatkan tubuh penginderaan linear percepatan atau gaya gravitasi melalui
otoliths, dan percepatan sudut melalui kanalis semisirkularis (Hasinudin,
2011).
Head righting reflek tidak hadir pada saat lahir tapi berkembang selama
bulan-bulan awal kehidupan contoh pada bayi mengangkat kepalanya dalam
posisi rawan, Perkembangan head control dan kemampuan untuk mengontrol
posisi kepala terlepas gravitasi memungkinkan untuk perkembangan motorik.
Refleks mempengaruhi posisi tubuh dan sikap dan gerakan anggota badan.
Sebagai contoh, sekali bayi dapat mengangkat kepalanya dalam posisi
5
tengkurap, jalan terbuka baginya untuk merangkak. Berdasarkan latar belakang
masalah peneliti ingin meneliti hubungan bedong terhadap menggangkat
kepala pada prone posisition bayi usia 3 bulan.
B. MOTORIK BAYI
Sejak usia 2 bulan otot-otot bayi mulai kuat untuk melakukan aktivitas
gerakan tubuh seperti kaki terekstensi, lengan fleksi, menggenggam dan
semakin lama akan mulai untuk menendang, meraih dan mengangkat leher,
dengan semakin lama bayi dibedong maka bayi tidak akan bisa melakukan
tugas-tugas perkembangan, hal ini akan mengakibatkan perkembangan
motorik tidak dicapai pada waktunya atau bayi akan mengalami keterlambatan
perkembangan motorik (Kholifah, 2014).
Menurut Sunarsih (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan motorik diantaranya adalah faktor psikososial seperti stimulasi
dan adat istiadat seperti norma atau tabutabu (dibedong agar kaki tidak
pengkor). Ditinjau dari faktor psikososial, dengan adanya bedong yang
membungkus tubuh bayi maka orang tua tidak dapat menstimulasi bayi untuk
bergerak, hal ini akan dapat menghambat perkembangan motoriknya.
Untuk mendapatkan tumbuh kembang bayi yang optimal bukanlah hal
yang mudah. Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi akibat dari kelainan
pada satu atau lebih faktor diatas. Dampaknya bayi akan mengalami
keterlambatan dalam perkembangan motoriknya. Penyimpangan ini dapat
terjadi dari ringan sampai berat yang diakibatkan salah satunya karena
keterbatasan aktivitas atau mobilitas (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010).
Bayi harus selalu memberikan stimulasi gerak pada bayi agar bayi dapat
tumbuh dan berkembang optimal. Motorik bayi dapat dirangsang dengan
memberikan permainan, gambar-gambar yang berwarna agar bayi dapat
meraih dan memegangnya.
Faktor adat-istiadat seperti anggapan bahwa bayi dibedong agar kaki
tidak pengkor adalah salah dan itu hayalah mitos yang terlanjur dipercaya oleh
banyak orangtua. Menurut Novita (2007), bedong bukan perangkat meluruskan
kaki tetapi hanyalah salah cara untuk menghindari bayi dari kedinginan. Tanpa
6
dibedong kaki bayi akan lurus jika sudah waktunya. Bayi baru lahir memang
tidak lurus, terlihat seperti bentuk O. Kondisi ini sangat normal dan akan
bertahan sampai usia 3 tahun. Selanjutnya antara 3 tahun sampai 6 tahun justru
berbentuk X. Setelah 67 tahun kaki akan menjadi lurus.
Hal ini diperkuat oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (2010) yang
menyatakan bahwa kaki bayi saat dalam kandungan tertekuk tetapi setelah lahir
akan menyesuaikan menjadi lurus seiring dengan perkembangan
pertumbuhannya, namun memang banyak juga terjadi penyimpangan atau
deviasi bentuk kaki tidak bisa lurus tetapi ada yang agak X atau O tetapi itu
bukan karena bayi tidak dibedong.
Fakta menunjukkan bahwa pemakaian bedong sama sekali tidak ada
kaitannya dengan pembentukan kaki bayi. Semua kaki bayi yang baru lahir
memang bengkok soalnya dalam perut tidak ada ruangan cukup bagi bayi untuk
meluruskan kaki, sehingga waktu bayi lahir kakinyapun masih bengkok,
apalagi di negaranegara yang cukup mendapat sinar matahari seperti
Indonesia tidak ada kaki X atau O, yang ada adalah orang menderita kaki X
atau O karena sakit pada kelenjar parathyroid (Indramukti, 2013; Fitri, 2014).
Sunarsih (2012) mendefinisikan bedong adalah pembungkus kain yang
diberikan pada bayi, sedangkanmembedong (Swaddling) adalah praktek
membungkus bayi dengan kain. Membedong dapat membuat bayi lebih tenang,
hangat dan sedikit gerak. Biasanya bayi dibedong dengan lama 6 minggu,
setelah itu bedong tidak perlu supaya bayi dapat bebas memainkan tangannya.
Manfaat bedong sampai saat ini belum terbukti bermanfaat secara
ilmiah, justru dengan pemberian bedong akan membatasi gerakan bayi, tangan
dan kakinya tidak mendapatkan banyak kesempatan untuk bergerak bebas
sehingga akan dapat menghambat perkembangan motoriknya (Novita, 2007).
Bayi sulit untuk menggerakkan kaki dan tangannya karena terikat
bedong, dengan dibedong bayi juga akan kurang mendapat stimulan gerak dari
lingkungan, sehingga perkembangan otak lambat.
Tumbuh kembang menurut Fitri (2014) mencakup dua hal yang
sifatnya berbeda namun saling berkaitan. Pertumbuhan adalah perubahan
dalam hal jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
7
yang dapat diukur dengan ukuran berat. Sedangkan perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
komplek dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses
pematangan(Indramukti, 2013).
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yangmenggunakan otot-otot besar
atau sebagian besaratau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhioleh
kematangan anak itu sendiri. Dorong anak berlari, melompat, berdiri di atas
satu kaki, memanjat, bermain bola, mengendarai sepeda roda tiga.
Perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah
melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi
(Sunarsih, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa perkembangan motorik anak usia di atas 3 bulan adalah
suatu kemampuan fisik yang dimiliki oleh anak usia diatas 3 bulan sesuai
dengan kematangan usia anak dimana anak mampu menyeimbangkan dan
mengkoordinasikan antar anggota tubuh dengan menggunakan otot-otot besar
dalam tubuh untuk menghasilkan suatu gerakan tubuh.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2010) menyatakan dari beberapa studi
perkembangan motorik yang diamatinya, ada lima prinsip perkembangan
motorik kasar. Adapun lima prinsip perkembangan motorik kasar yaitu
perkembangan motorik kasar bergantung pada kematangan otot dan syaraf;
perkembangan yang berlangsung terus menerus; perkembangan motorik
memiliki pola yang dapat diramalkan; reflek primitif akan hilangdan
digantikan dengan gerakan yang disadari; perkembangan motorik kasar anak
dinilai dari keterampilan motorik kasar anak.
8
jangan membedong bayi dengan ketat .Bedong bayi dengan longgar saja.
Tak masalah jika begitu terbangun si kecil memorak-porandakan
bedongnya itu.
Tidak membedong denan kain berlapis (apalagi ketat) yang membuat bayi
kepanasan (overheated) dan dapat meningkatkan resiko pneumonia serta
infeksi saluran pernafasan akut lainnya akibat paru-paru bayi tidak dapat
mengembang sempurna ketika ia bernafas.
Gunakan kain bedong yang tipis tapi cukup hangat, seperti kain flanel, dan
cukup gunakan satu lembar kain saja. Bila bayi Anda menggunakan popok
sekali pakai, jangan lupa untuk sering-sering mengganti kain bedongnya
Kenakan pakaian dari bahan yang tipis saja pada si kecil karena bila Anda
memakaikan baju yang tebal atau berlapis-lapis dan kemudian
membedongnya pula, bayi Anda bisa overheated.
Jangan pula membedong sampai menutupi kepala bayi, ataupun mulai
membedong di atas bahu, karena dikhawatirkan dapat menutupi hidung
bayi.
sebaiknya jangan membedongnya ketika ia sedang bangun agar tak
menghambat perkembangan motoriknya.
9
2. Tarik sisi kiri selimut agar menutupi dada bayi
anda, pastikan tangan kanannya dibungkus
disamping tubuhnya. Kemudian angkat tangan kiri
bayi anda dan sisipkan selimut dibawah tubuhnya.
10
4. Tarik selimut kebawah punggung bayi anda
sejauh mungkin. Ketika mengangkat bayi anda,
jaga agar tetap nyaman terbungkus.
Selesai
11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Fitri, Dian Insana., dkk. 2014. Hubungan Pemberian ASI dengan Tumbuh
Kembang Bayi Umur 6 Bulan di Puskesmas Nanggalo. Jurnal Kesehatan
Andalas. 3(2): 136-140.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2010. Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja. Jilid I. Jakarta: Sagung Seto.
Indramukti, Fifi. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Praktek Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) pada Ibu Pasca Bersalin Normal di Wilayah Kerja
Puskesmas Blado 1. Unnes Journal of Public Health. 2 (2).
Novita L, Dida A, Gurnida, Herry G. 2007. Perbandingan Fungsi Kognitif Bayi
Usia 6 Bulan yang Mendapat dan yang Tidak Mendapat ASI Eksklusif. Sari
Pediatri. 9(6): 429-34.
Sunarsih, Tri. 2012. Hubungan Antara Pemberian Stimulasi Dini Oleh Ibu
Dengan Perkembangam Balita Di Taman Balita Muthia Sido Arum, Sleman
Yogyakarta Tahun 2010. Jurnal Medika Respati. 7(1).
13