DISUSUN OLEH :
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Metode Pengolahan Limbah (MPL) Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED). Makalah ini
merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Mardiyah
Kurniasih Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Metode Pengolahan Limbah (MPL)
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) yang telah membimbing dalam pembuatan
makalah ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada karya tulis
ini.Oleh karena itu Penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun
bagi makalah ini. Kritik yang konstruktif akan sangat membantu penulis dalam
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN
BAB 3 : PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi industri dewasa ini semakin pesat, yang semuanya bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Walaupun demikian kemajuan yang
dicapai tidak pernah terlepas dari risiko negatif yang berpengaruh terhadap perubahan
lingkungan melalui pencemaran yang pada akhirnya akan berdampak pada manusia.
Perkembangan industri sangat didukung oleh kemajuan teknologi. Teknologi akan
mempermudah pekerjaan manusia sebagai pelaksana kegiatan industri, dan menjadi daya
dukung yang dominan bagi dunia industri. Namun perkembangan dunia industri tersebut
kadang kurang didukung dengan kesadaran akan efek dari kegiatan industri tersebut, seperti
limbah dari kegiatan industri. Industri batik merupakan industri yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Berawal dari metode sederhana, yaitu menggambar dengan canting dan
mencelupkan dalam pewarna, batik cap dengan cara dicap pada cetakan sampai produksi
masal dengan mesin modern. Dalam pembuatan batik, dari proses awal hingga proses
penyempurnaan diindikasikan menggunakan bahan kimia yang mengandung unsur logam
berat, sehingga bahan buangannya juga masih mengandung unsur logam berat tersebut.
Apabila bahan buangan tersebut tidak diolah dengan baik, maka bahan buangan tersebut
dapat mencemari lingkungan. (Dari Jurnalnya)
Industri batik merupakan industri yang potensial mengandung logam berat yang
merupkan limbah berbahaya, sehingga dapat menyebabkan rusaknya lingkungan. Keberadaan
limbah industri dapat diketahui berupa pencemaran fisik, seperti berbau menyengat, dan
kontaminan akan membuat air menjadi keruh. Timbulnya gejala tersebut secara mutlak dapat
dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi
(Wardhana, 2001). Limbah berwarna timbul akibat penggunaan zat pewarna yang masih
melekat setelah dipakai. Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh dampak
perkembangan industri perlu dikaji lebih mendalam, karena apabila hal ini tidak diperhatikan
akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan antara makhluk hidup dengan lingkungan.
Daerah yang dijadikan sebagai pusat industri mempunyai permasalahan tersendiri terhadap
pencemaran, akan lebih bermasalah lagi ketika hasil buangan yang berupa polutan yang sulit
terurai dan akan mencemari lingkungan perairan apabila dibuang ke badan air seperti sungai
atau saluran irigasi (Hindarko, 2003).
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa itu limbah tekstil?
2) Bagaimana kondisi limbah batik di Pekalongan?
3) Bagaimana dampak limbah batik terhadap lingkungan?
4) Bagaimana metode pengolahan limbah batik Pekalongan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Industri batik dan tekstil merupakan salah satu penghasil limbah cair yang berasal dari
proses pewarnaan. Selain kandungan zat warnanya tinggi, limbah industri batik dan tekstil
juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar diuraikan. Setelah proses
pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat. Biasanya
warna air limbah tergantung pada zat warna yang digunakan. Limbah air yang berwarnawarni
ini yang menyebabkan masalah terhadap lingkungan. Limbah zat warna yang dihasilkan dari
industri tekstil umumnya merupakan senyawa organik nonbiodegradable, yang dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan. Senyawa zat warna di
lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami dekomposisi secara alami oleh adanya
cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif lambat, karena intensitas cahaya UV
yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga akumulasi zat warna ke dasar
perairan atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya (Dae-Hee et al. 1999 dan Alkdasi
2004).
Pekalongan sudah lama dikenal sebagai Kota Batik. Dwi Ariputranto, Sekretaris
Daerah Kota Pekalongan mengatakan, kehidupan masyarakat kota Pekalongan memang tak
bisa lepas dari batik.Masyarakat kota Pekalongan memang hidup dari batik. hampir seluruh
masyarakatnya hidup dari usaha ini. Keseriusan Pekalongan jadi Kota Batik juga ditunjukkan
Pemerintah Kotanya lewat diadakannya muatan lokal membatik dan juga jurusan kuliah
membatik. Ini juga sarana untuk memperkenalkan batik pada generasi muda Pekalongan agar
batik tetap lestari. (CNN Indonesia).
2.3. Pencemaran limbah batik
Industri batik merupakan industri yang potensial mengandung logam berat yang
merupkan limbah berbahaya, sehingga dapat menyebabkan rusaknya lingkungan. Keberadaan
limbah industri dapat diketahui berupa pencemaran fisik, seperti berbau menyengat, dan
kontaminan akan membuat air menjadi keruh. Timbulnya gejala tersebut secara mutlak dapat
dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi
(Wardhana, 2001). Limbah berwarna timbul akibat penggunaan zat pewarna yang masih
melekat setelah dipakai.
BAB III
Kota Pekalongan merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang memiliki
jumlah UMKM yang cukup banyak dan didominasi oleh industri garmen dan batik
yaitu sekitar 90,10 % dari keseluruhan jumlah industri yang ada di Kota Pekalongan.
Dari Tabel dapat dilihat bahwa jumlah industri Batik skala kecil di Kota
Pekalongan lebih banyak dari pada kota-kota lain di Jawa Tengah yang juga
terkenal sebagi kot kota penghasil batik (Urata Shujiro, 2000).
Dengan jumlah industri kecil batik yang banyak di Pekalongan membuat
sector industri menyumbang kurang lebih 26,29% terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Pekalongan. Besarnya output sektor industri ini tentu saja
berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kota Pekalongan. Laju
pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan dari tahun 2006 2010 pada umumnya
mengalami peningkatan. Namun di sisi lain perkembangan yang ekonomi yang
pesat tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan. Banyak industri batik
yang membuang limbahnya ke sungai sehingga memberikan dampak tercemarnya
lingkungan air sungai dan perubahan peruntukan badan sungai (BLH Kota
Pekalongan 2014)
Pemerintah Kota Pekalongan dalam hal ini BLH Kota Pekalongan secara bertahap
telah melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pengendalian pencemaran
lingkungan, salah satunya yakni pada tahun 2004 dengan membuat fasilitas IPAL
Terpadu di Kelurahan Jenggot Kecamatan Pekalongan Selatan dengan luas 3.900 m2
dan kapasitas 400 m3 per hari. Kemudian pada tahun 2009, BLH Kota Pekalongan
membuat fasilitas IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang kedua di Kelurahan
Kauman Kecamatan Pekalongan Timur dengan luas 200 m2 dan kapasitas 150 m3 per
hari. Dengan dua buah IPAL tersebut, total kapasitas limbah yang bisa diolah ada
sebanyak 550 m3 per hari atau 16.500 m3 per bulan.
Dari data di atas menunjukkan bahwa dua buah IPAL terpadu yang telah dibuat
oleh BLH Kota Pekalongan belum mampu untuk mengakomodir debit limbah batik
yang dihasilkan oleh pelaku industri batik di Kota Pekalongan yang yakni sebanyak
2.462,6 m3/hari sedangkan kapasitas dua IPAL terpadu tersebut hanya bisa mengolah
limbah sebanyak 550 m3/hari. Sehingga setiap hari masih ada limbah batik sebanyak
1.912,6 m3 yang kemudian langsung dibuang ke selokan atau sungai-sungai di sekitar
tempat produksi batik tersebut tanpa diolah terlebih dahulu. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya bau tidak sedap dan cukup menyengat di sekitar sungai yang
ada di Kota Pekalongan. Selain itu sungai-sungai tersebut menjadi berwarna karena
tercemar limbah batik tersebut.
Kebutuhan akan IPAL Terpadu yang lebih banyak namun dengan alokasi anggaran
yang terbatas akhirnya membuat pihak BLH Kota Pekalongan berusaha keras untuk
mencari solusi jangka pendek dari permasalahan tersebut yakni dengan membuat
IPAL batik skala rumah tangga. BLH Kota Pekalongan mencatat, hingga tahun ini
IPAL batik skala rumah tangga setidaknya sudah ada 13 unit dari BLH Kota
Pekalongan dan 16 unit Akselerasi. IPAL tersebut terletak di berbagai kelurahan,
utamanya kelurahan dengan jumlah pengusaha batik yang banyak seperti Kelurahan
Banyurip Ageng, Banyurip Alit, Kradenan, Medono dan kelurahan lainnya.
IPAL Batik skala rumah tangga rata-rata berkapasitas 10 meter kubik per hari.
Pembuatan IPA Batik skala rumah tangga ini menggunakan anggaran dari BLH Kota
Pekalongan dan dibuat di tempat-tempat produksi batik milik masyarakat Kota Pekalongan.
Pengelolaan dan pengoperasian IPAL Batik skala rumah tangga ini dilakukan oleh pengusaha
batik dengan pendampingan dari pihak BLH Kota Pekalongan.
Pengolahan limbah adalah sebuah proses yang dilakukan untuk menghilangkan atau
mengurangi senyawa senyawa kimia atau nonkimia yang berbahaya dan beracun (Gintings,
1995).
1. Pengolahan limbah secara fisika dilakukan secara mekanis tanpa penambahan bahan
kimia
Proses ini meliputi penyaringan penghancuran, pengapungan, dan penapisan biasanya cara ini
dilakukan untuk menghilangkan partikel berukuran besar yang terikut dalam air, seperti pasir,
lumpur, dan padatan terapung atau melayang. Limbah cair industry batik banyak
mengandung zat warna dan zat ikmia yang merupakan padatan terlarut, sehingga pengolahan
secara fisika saja tidak cukup.
2. Pengolahan limbah secara kimia dilakukan dengan cara menambahkan bahan kimia
untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar dalam limbah. Cara iin dipilih jika harga
bahan kimia yang digunakan cukup murah dan tidak sukar dalam mengoperasikannya
serta tenaga ahlinya tersedia. Proses ini mempunyai kelemahan yaitu bagaimana
mengambil unsur baru akibat reaksi yang terjadi, sebagai contoh pengendapan dengan
kapur akan menimbulkan lunmpur yang harus dipikirkan pula sarana pembuangannya
kegiatan yang termasuk dalam proses ini adalah koagulasi, netralisasi, klorinasi,
oksidasi, dan reduksi. Bahan pencemar yang dapat dihiangkan dalam bahan kiima
berupa material tersuspensi, baik organic maupun anorganik, phospat terlarut dapat
direduski bila kadar kurang dari 1 mg/L dengan bahan pengendap alum, ferrisulfat,
beberapa logam berat dapat dihhilangkan dengan kapur, beberapa kalsium,
magnesium, silica, dapat dihilangkan dengan CaOH. Untuk kalsium dan magnesium
efisiensi lebih tinggi bila kapur dalam air buangan terdiri atas karbonat yyang tinggi
bahan koagulan yang biasa dipakai adalah : aluminium sulfat, ferrisulfat, soda abu,
soda api, dan lain lain. Berdasarkan karakteristik limbah batik yang telah disebutkan
diatas makan pengolahan limbah batik dapat dilakukan dengan cara kimia.
3. Pengolahan air limbah secara biologi
Umumnya digunakan untuk menangani limbah organic yang berasal dari tumbuhan
atau hewan, akan tetapi proses ini dapat diterapkan pula pada limbah yang
mengandung zat pencemar lain yang mudah terserang kegiatan mikrobiologis
(Theresa, 1992). Buangan kimia yang mengandung asam karbol(fenol), senyawa
senyawa amino dan zat zat kiima organic lain seperti sulfide, sianida dan
formaldehid telah berhasil ditangani pada filter filter biologis setelah dilakukan
perlakuan awal seperti netralisasi dan penjernihan (klarifikasi). Industry industry
seperti pencelupan dan penyempurnaan tekstil, farmasi, dan makanan umumnya
merupakan industry yang menghasilkan air limbah yang mengandung bahan bahan
organk. Didalam air limbah tersebut terkandung partikel partikel dengan ukuran
bervariasi baik cemaran oranuk maupun anorganik, dapat berada dalam bentuk
larutan, kolodial, padatan tersuspensi, serta padatan terlarut. Berdasarkan karakteristik
libah batik yang telah disebutkan dimuka makan limbah cair batikpun dapat dioolah
secara biologi dengan terlebih dahuu dilakukan perlakuan awal seperti netralisasi dan
penjernihan. Ada 3 macam pengolahan air ilmbah secara biiololgi : sistem aerob,
anaerob, dan fakultatif. Pemilihan pengolahan tergantung pada karakteristik air libah,
kondisi dan maksud, serta tujuan pegolahan. Pilihan satu atau bersama sama
sekaligus tergantung pada jenis limbah (Sardjoko, 1991).
Pada proses ini terdapat sebuah kolam (reactor)berbentuk segiempat dan agak dnagkal
agar sinar matahari sampai ke dasar kolam sehingga tenaga matahari dipergunakan
alga untuk fotosintesis. Jenis pengolahan secara aerob dapat berupa : kolam lumpur,
kolam lumpur aktif, tritkling filter, RBC, Fruidizedbed reactor. Pengolahan aerob
yang biasa digunakan adalah metode lumpur aktif. Lumpur aktif adalah suatu sistem
pengolahan air limbah dimana bermacam macam mikroba aerobic yang sangat
berguna dala pemurnian alami di sungai sugai, dimanfaatkan secara positif pada
pembiakan kondisi campuran agar dapat menguraikan dan menghilangkan zat zat
organic yang merupakan pencemar.
Penglahan secara anaerob, pada prinsipnya sama dengan aerob tetapi dalam kondisi
tanpa oksigen. Dengan mekanisme reaksi sebagai berikut :
Keuntungan dari proses: memerlukan energy sedikit, memproduksi gas yang dapat
dimanfaatkan, lupur yang dihasilkan sedkit, dan mampu menguraikan susunan bahan
organic yang lebih kompleks pada konsentrasi tinggi (Gintings, 1995).
Sampel air limbah batik yang mengandung naphtol diambil dari larutan bekas
penceupan limbah batik di BBKB, kemudian dianalisa parameter warna, alkalinitas,
dan COD. Sampel dikoagulasi dan dinetralkan dnegan menggunakan tawas dan kapur
sampai PH nya mencapai 7. Hasil pengolahan ini kemuian dianalisa warna,
alkalinitas, dan CODnya.
Sampel air libah yang dianalisa parameter warna, alkainitas dan COD kemudian
dikoagulasi dan dinetralkan dengan menggunakan tawas dan kapur proses ini
dilakukan untuk mendapatkan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Bibit mikroorganisme diambil dari sekolah pembuangan air limbah
batik yang berupa lumpur dan airnya kemumdian dicampur dengan air dan lumpur
sungai. Mikroorganise ini harus disiapkan agar mampu melakukan proses degradasi
limbah naphtol. Proses penyiapan ini terdiri dari dua tahap (Sadono, 1999).
1. Seeding
Mencampur 2,5 liter air + lumpur sekolan pembuangan limbah batik dengan 7,5
liter air + lumpur sungai. Kemudian mengaerasi campuran diatas selama 3x24 jam
2. Aklimasi
Mencampur hasil seeding dengan air limbah yang sudah dikoagulasi dengan
perbandingan 1 bagian hasil seeding dan 40 bagian air limbah kemumdian
mengaerasi campuran diatas selama 2x24 jam.
Hasil seeding dan aerasi ini selanjutnya diaerasi dengan kultur aktif yang siap
untuk mendegradasi limbah naphtol. Proses pengolahan biologi secara anaerob
dilakukan dengan cara sampel limbah yang sudah dikoagulasi dimasukkan dalam
reactor anaerob, dicampur dengan kultur aktif dengan perbandingan 80% limbah
dan 20% kultur aktif. Kedalam reactor dimasukkan pupuk NPK secukupnya
sebagai makanan mikroorganisme. Proses dilakukan selama 12 hari pada kondisi
suhu 30 derajat celcius, PH 6-8 dan pengadukan dilakukan terus menerus.
Proses pengolahan secara aerob sangat seperti pada proses anaerob, tapi reactor
dibiarkan terbuka (tanpa tutup) dan proses dijalankan selama 5 hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pengkanjian, penghilangan
kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan hingga proses
penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih banyak dan
lebih kuat dari pada limbah daripada proses penyempurnaan bahan sistesis.
2. liat tabel
4.. Pemerintah Kota Pekalonga menggunakan IPAL sebagai pengatur pengolahan limbah di
beberapa tempat di Pekalongan. Namun ada beberapa metode yang bisa digukan sebagai
metode pengolahan limbah batik di Kota Pekalongan seperti
4.2 Saran