Anda di halaman 1dari 8

TUNARUNGU

Tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan pada sebagian atau
keseluruhan pendengarannya. Anak-anak dalam kondisi ini mengalami hambatan atau
keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada disekitarnya. Tunarungu terdiri atas
beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi
anak tunarungu, yaitu:
1. Klasifikasi umum
Tuli (The deaf), yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat
ketulian di atas 90 dB.
Kurang dengar (Hard of Hearing), yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang,
dengan derajat ketulian 20-90 dB.
2. Klasifikasi Khusus
Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25-
45 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf ringan, dimana anak dalam
tahap ini mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh.
Pada kondisi yang demikian, seorang anak secara pedagogis sudah memerlukan
perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat
duduk dibagian depan, dekat dengan guru.
Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46-
70 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana anak dalam
tahap ini hanya dapat mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet secara berhadapan, tetapi
tidak dapat mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami
ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid, dan
memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71-90
dB. Dimana anak dalam tahap ini mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat
merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan
katagori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di
sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan
komunikasi dan pengembangan bicaranya.
Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami
tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat
merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-
getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang
tunarungu katagori ini lebih mengandalkan kemampual visual atau penglihatannya.

Lingkup Pengembangan Program Pendidikan bagi individu Tunarungu


TKLB/TKKh. Tunarungu Tingkat Rendah ditekankan pada pengembangan
kemampuan senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya
berbicara dan berbahasa.
SDLB/SDKh. Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan senso-motorik,
keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang
akademik dan keterampilan sosial.
SLTPLB/SMPKh. Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan
berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan
keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-
dasar keterampilan vokasional.
SMLB/SMAKh. Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan
berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang
mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai
pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan
siswa tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.

Dalam pelaksanaan SLB sendiri juga diatur dalam Landasan Yuridis


Landasan Yuridis yang diterapkan pada SLB B sama seperti sekolah pada umumnya
yang mengacu pada perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan anak bangsa. Hak-hak
yang dimiliki anak berkebutuhan khusus berdasar pada landasan yuridis formal, meliputi:
a) UUD 1945 (Amandemen).
b) UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c) UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
d) UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
e) PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
f) Deklarasi Bandung tahun 2004 Indonesia menuju Pendidikan Inklusi
g) Deklarasi Salamanca, dsb.

Tujuan penyelenggaraan Layanan Pendidikan bagi Anak Tunarungu adalah sebagai


berikut:
1. Tujuan Umum
Agar dapat mewujudkan penyelenggaraan pendidikan bagi anak yang
berkebutuhan khusus, khususnya bagi anak Tunarungu seoptimal mungkin dan dapat
melayani pendidikan bagi anak didik dengan segala kekurangan ataupun kelainan yang
diderita sehingga anak-anak tersebut dapat menerima keadaan dirinya dan menyadari
bahwa ketunaannya tidak menjadi hambatan untuk belajar dan bekerja, memiliki sifat
dasar sebagai warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperlakukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di
masyarakat serta dapat menolong diri sendiri dan mengembangan diri sesuai dengan
azas pendidikan seumur hidup.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara pendidikan khusus (tunarungu) adalah:
a. Turut melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh
pendidikan bagi anak usia sekolah.
b. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di Indonesia.
c. Penyelenggaraan fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap keperluan
anak tunarungu.
d. Memiliki pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang isi
bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
e. Mengarahkan dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan sekitarnya.
f. Membantu dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan, keahlian,
kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yangh sesuai denan jenis dan tingkat
ketunaan yang disandangnya.

1. Kebutuhan Akademik Tunarungu


Faktor edukasi harus menjadi titik tolak perencanaan bentuk sekolah harus
diciptakan dalam hubungan yang harmonis dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan
potensi anak tuna rungu semaksimal mungkin termasuk didalamnya beberapa persyaratan
paedagogis yang bersifat umum dan khusus antara lain:
Suasana yang tentram
Tanah yang disediakan selain untuk membangun juga cocok bagi latihan berkebun,
beternak dan sebagainya.
Adanya fasilitas air, listrik yang dapat menjadi penunjang sarana pendidikan.
Tata Letak Ruang
a. Ruang-ruang di sekolah
1) Ruang kelas biasa. Bangunan dan ruang kelas untuk anak tunarungu dan anak
normal pada umumnya tidak berbeda dengan sekolah umum yaitu bangunan
harus kokoh, udara harus cukup untuk anak dan selalu segar karena ventilasi
yang sempurna, dinding dan lantai harus kering tidak boleh lembab,
penerangan harus cukup dan cahaya dari luar hendaknya datang dari sebelah
kiri anak. Persyaratan mengenai papan tulis dan bentuk bangku yang tidak
membahayakan kesehatan anak.
2) Ruang latihan bicara dan ruang audiometri sebaiknya agar tidak terganggu
oleh anak-anak lain, pelajaran latihan bicara diberikan dalam suatu ruang
khusus, cukup untuk 1 guru 2 anak dan alat-alat yang diperlukan. Jika ruangan
latihan bicara sekaligus dipakai untuk latihan mendengar dengan
menggunakan alat pembantu dengar, sebaiknya dinding ruang diberi atau
berlapis dengan semacam gabus peredap suara.
3) Ruang Audiometri. Ruang untuk keperluan meneliti dan mengukur (sisa)
pendengaran dengan audimeter, merupakan ruang khusus yang letaknya
sejauh mungkin dari sumber kegaduhan. Ruang itu dibuat kedap suara;
sedemikian sehingga seberapa boleh tidak ada suara dapat masuk. Dinding
dibagian dalam sebaiknya terdiri atau dilapisi bahan peredap suara.
b. Sarana Pendidikan
1) Alat Pendidikan Khusus
Berhubung dengan ketulian yang dideritanya, maka sangat diperlukan
alat-alat bantu khusus meningkatkan potensinya, yang masih dapat diperbaiki
dan dikembangkan terutama masalah komunikasi baik dengan menggunakan
bahasa lisan maupun tulisan.
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa
untuk anak-anak tunarungu antara lain:
Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran
seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat
memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak.
Alat bantu mendengar (hearing aid)
Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid) perorangan dan
alat bantu dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak tunarungu
diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan tersebut dapat diberikan
secara individual atau secara kelompok.
Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh ucapan dengan artikulasi yang baik
diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan cermin kita dapat
menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat. Dengan
bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal
dan kata-kata atau kalimat dengan baik.
Alat bantu wicara (speech trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri dari amplifaer, head
phone dan mickrophone. Gunanya untuk memberikan latihan bicara
individual. Bagi yang masih mempunyai sisa pendengaran cukup banyak
akan sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi yang sisa
pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan
irama.
2) Alat Peraga
Untuk memperkaya perbendaharaan bahasa anak hendaknya jangan
dilupakan alat-alat peraga yang meningkatkan kemampuan nya dalam
mengenali hal.

Kurikulum Pendidikan Khusus Anak Tunarungu


Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang
disebabkan karena ketunarunguannya yang berakibat ia tidak mengalami masa
pemerolehan bahasa seperti halnya anak dengar lainnya, maka dalam pengembangan
kurikulum untuk anak tunarungu harus dilandasi pada kompetensi berbahasa dan
komunikasi yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang
menggunakan pendekatan percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan
konsep Language Across the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki
filosofi bahwa tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan
keterampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari Language Across the
Curricullum itu adalah sebuah metode pembelajaran yang senantiasa disajikan melalui
konteks kebahasaan melalui percakapan, yang tahapannya dari mulai penguasaan
bahasa, aturan bahasa, hingga ke pengetahuan umum.Untuk itu perlu dikembangkan
satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan
Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.
Kurikulum yang berlaku di pendidikan khusus untuk anak tunarungu masih
menggunakan Kurikulum 1994, sedangkan wacana yang berkembang sekarang ini
kurikulum yang berbasis kompetensi sehingga mengarah pada skill dan keterampilan
masing-masing peserta didik sesuai dengan kekhususannya. Secara proporsional
kurikulum pada SMPKh menitikberatkan pada program keterampilan 42% dan
SMAKh menitikberatkan pada program keterampilan 62%. Pelaksanaannya di
lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana sekolah tersebut berada
dan hal ini pun masih harus disesuaikan dengan keberadaan situasi dan kondisi
lingkungan daerah masing-masing. Sebagai contoh: Sekolah yang berada di lingkungan
pantai, maka kurikulum muatan lokalnya antara lain pengolahan hasil laut, atau
keterampilan yang menunjang perangkat nelayan, misalnya merajut jaring, jala dan
sebagainya;
Sedangkan untuk sekolah yang berada pada daerah pegunungan atau dataran
rendah dapat menerapkan keterampilan pertanian, perikanan darat, keterampilan
menganyam dan sebagainya. Sekolah yang berada di perkotaan dapat menerapkan
keterampilan otomotif, percetakan,sablon,mengukir,membatik.
Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program
danPengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman
Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB,
SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan
untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat
dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau
mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang
ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara
teori dan praktik cukup proporsional.

2. Masalah-Masalah yang dihadapi Tunarungu dalam Proses Pembelajaran


Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak
yang normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat
kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak.
Akibat ketunarunguannya menghambat proses pencapaian pengetahuan yang lebih luas.
Dengan demikian perkembangan intelegensi secara fungsional terhambat. Perkembangan
kognitif anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga
hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan intelegensi anak tunarungu
(Hallahan & Kauffman, 1980).
Kerendahan intelegensi anak tunarungu bukan berasal dari hambatan
intelektualnya yang rendah, melainkan secara umum intelegensinya tidak memperoleh
kesempatan untuk berkembang. Pemberian bimbingan yang teratur terutama dalam
kecakapan berbahasa akan dapat membantu perkembangan intelegensi anak tunarungu.
Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat. Aspek intelegensi yang
terhambat perkembangannya ialah yang bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian,
menghubungkan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian (Hallahan & Kauffman,
1980).
Aspek intelegensi yang bersumber dari penglihatan dan yang berupa motorik tidak
banyak mengalami hambatan tetapi justru berkembang lebih cepat. Cruickshank
(Somantri:2006) mengemukakan bahwa anak-anak tunarungu sering memperlihatkan
keterlambatan dalam belajar dan terkadang tampak terbelakang. Keadaan ini tidak hanya
disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami anak tetapi juga tergantung
pada potensi kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental, serta dorongan dari lingkungan
luar yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecerdasan itu
(Hallahan & Kauffman, 1980).
Furth Somantri:2006 mengungkapkan bahwa anak-anak tunarungu mengalami
hambatan dalam hal konsep yang berlawanan, dimana konsep yang berlawanan juga
bergantung pada kemampuan bahasa seseorang seperti panas-dingin (Hallahan &
Kauffman, 1980).

3. Layanan Kompensatoris
Menurut Suparno (2008) ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan
komunikasi anak tuna rungu, yaitu sebagai berikut.

Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak Tunarungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Adda beberapa cara mengembangkan
kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu:
Metode Oral
Cara melatih anak tunarungu supaya dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan
normal.Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa
secara verbal.
Membaca Ujaran
Kegiatan yang mencangkup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan
bicaranya sewaktu dalam proses berbicara. Membaca ujaran memiliki kelamah antara
lain; tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir, ada persamaan antara
berbagai bunyi bentuk bahasa, lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh
dan pengcapan harus pelan dan lugas.
Metode manual
Cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau
ejaan jari. Bahasa isyarat ini mempunyai komponen yaitu:
o Bahasa ungkapan badaniyah, adalah bahasa yang dilakukan dengan cara
menggunakan keseluruhan ekspresi badan.
o Bahasa isyarat lokal, suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional
berfungsi sebagai pengganti kata.
o Bahasa isyarat formal, bahasa nasional dalam isyarat biasanya menggunakan kosa
kata isyarat dan dengan berstruktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.
Ejaan jari
Penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Dalam penggunaan bahasa
ejaan jari dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : ejaan jari dengan satu tangan, ejaan
jari dengan dua tangan, dan ejaan jari campuran.
Komunikasi total
Cara berkomuniksasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara
berkomuniksai digunakan (bahasa isyarat, ejaan jari, bicara, bacaan ujaran, dan lain
sebagainya). Hal ini digunakan untuk memperbaiki dalam mengajarkan komunikasi
tunarungu.

Media pembelajaran untuk anak tuna rungu adalah:


a. Media Visual (Media yang Utama), seperti gambar, grafik, bagan, diagram, objek
nyata, dan sesuatu benda (misalnya mata uang, tumbuhan), objek tiruan dari objek
benda, slides.
b. Media audio, seperti program kaset untuk latihan pendengaran misalnya
membedakan suara binatang.
c. Media audio visual seperti televisi (bagi yang masish memiliki sisa pendengaran
dan atau menggunakan alat bantu dengar (hearinh aid).

Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi :
a. Layanan umum
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada
anak mendengar/ normal, yang meliputi layanan akademik, latihan, dan bimbingan.
Layanan akademik bagi anak tuna rungu pada dasarnya sama dengan layanan
akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran yang biasa
diberikan di SD biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
ciri khas layanan bagi anak tunarungu akan dijelaskan pada uraian selanjutnya.
Demikian juga dalam latihan dan bimbingan. Layanan bimbingan terutama diperlukan
dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya, serta pengembangan
sosialisasi siswa.
b. Layanan khusus
Layanan khusus pada anak tunarungu bertujuan untuk mengurangi dampak
ketunarunguan atau melatih kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina
bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.
1) Layanan bina bicara, merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak
tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata,
agar dapat dimengerti atau diinterpretasikan oleh orang yang mengajak/ diajak
bicara. Latihan bina bicara disebut juga dengan latihan artikulasi.
3) Layanan bina persepsi bunyi dan irama, merupakan layanan untuk melatih
kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa-sisa pendengaran atau merasakan
vibrasi (getaran bunyi) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa
pendengaran. Dalam layanan ini, siswa dilatih untuk membedakan antara bunyi
yang panjang dan yang pendek, bunyi yang keras dan lembut, kata dengan
kalimat, kalimat panjang dan pendek, membedakan bunyi dua macam alat (alat
music, seperti tambur dan gong) serta membedakan bunyi dengan berbagai irama
2/4, 3/4, 4/4.
Ada beberapa ciri khas layanan yang perlu diperhatikan, agar kegiatan belajar mengajar
berjalan dengan efektif. Ciri khas layanan tersebut antara lain:
a. Dalam berbicara jangan membelakangi anak.
b. Anak hendaknya duduk dan berada di tengah paling depan kelas sehingga memiliki
peluang untuk membaca bibir guru.
c. Bila telinga hanya satu yang tunarungu, tempatkan anak sehingga telinga yang baik
berada dekat dengan guru.
d. Perhatikan posture anak, sering anak menggelengkan kepala untuk mendengar.
e. Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, dan berbicaralah dengan anak
dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala
anak.
f. Berbicara dengan volume suara biasa/tidak terlalu cepat tetapi gaeakan bibirnya harus
jelas.
g. Materi pelajaran yang bersifat verbal seperti IPS dan PKN perlu dimodifikasikan atau
disederhanakan dengan bahasa yang dapat dipahami siswa tunarungu.
h. Anak tunarungu dikenal sebagai anak yang miskin kosa kata, oleh karena itu harus
sering memberikan tambahan kosakata. Guru harus memastikan bahwa anak
tunarungu memahami dengan benar kata-kata atau istilah yang digunakan.
i. Hindari menggunakan metode ceramah secara berlebihan, akan tetapi lebih banyak
menggunakan metode yang bersifat visual seperti demontrasi, bermainperan, dan
sebagainya.

4. Strategi Pengajaran Tunarungu


Strategi pembelajaran anak tunarungu, yaitu:
a. Strategi individualisasi
Strategi individualisasi merupakan strategi pembelajaran dengan
mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan individu baik
karakteristik, kebutuhan maupun kemampuan secara perseorangan.
b. Strategi kooperatif
Strategi kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menekankan unsur
gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Johnson, D.W. & Johnson (1984:10) dalam strategi
pembelajaran kooperatif terdapat empat elemendasar yaitu :
Saling ketergantungan positif
Interaksi tatap muka antarsiswa sehingga mereka dapat berdialog dengan
sesama lain.
Akuntabilitas individual.
Keterampilan menjalin hubungan interpersonal.
c. Strategi modifikasi perilaku
Strategi modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk strategi pembelajaran
yang bertolak dari pendekatan behavioral (behavioral approach).strategi ini
bertujuan untuk mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih positif melalui
conditioning (pengondisian) dan membantunya agar lebih produktif sehingga
menjadi individu yang mandiri.

Anda mungkin juga menyukai