Anda di halaman 1dari 8

PENGERTIAN

Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut yang berarti
diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau
keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar
biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998). Pengertian ini
menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain,
tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka. Ini, tidak membantu orang lain untuk
memahami seperti apa dunia mereka.

Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh seorang
psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak yang memiliki
ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain
dan sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga perilakunya tampak seperti
hidup dalam dunianya sendiri.

Ika Widyawati (2001) menjelaskan bahwa autisme merupakan gangguan perkembangan


pervasif /PervasiveDevelopmental Disorder(PDD) atau disebut AutismSpecrtum Disorder
(ASD) yang ditandai dengan adanya abnormalitas dan / atau hendaya perkembangan yang
muncul sebelum usia 3 tahun, dan mempunyai fungsi yang abnormal dalam 3 bidang, yaitu
interaksi : sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas (restriktif) dan berulang (repetitif).

DSM IV (DiagnpsticStatistical Manual yang dikembangkan oleh para psikiater dari Amerika)
mendefinisikan anak autis sebagai berikut:

1. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok a, b dan c, meliputi sekurang-
kurangnya: satu item dari kelompok a, sekurang-kurangnya satu item dari kelompok
b, sekurang-kurangnya satu item dari kelompok.
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang ditunjukkan oleh paling
sedikit dua diantara berikut:
1) Memiliki kesulitan dalam mengunakan berbagai perilaku non verbal
seperti, kontak mata, ekspresi muka, sikap tubuh, bahasa tubuh
lainnya yang mengatur interaksi sosial
2) Memiliki kesulitan dalam mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya atau teman yang sesuai dengan tahap perkembangan
mentalnya.
3) Ketidakmampuan untuk berbagi kesenangan, minat, atau
keberhasilan secara spontan dengan orang lain (seperti;
kurangtampak adanya perilaku memperlihatkan, membawa atau
menunjuk objek yang menjadi minatnya).
4) Ketidakampuan dalam membina hubungan sosial atau emosi yang
timbal balik.
b. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling
sedikit satu dari yang berikut:
1) Keterlambatan dalam perkembangan bicara atau sama sekali tidak
(bukan disertai dengan mencoba untuk mengkompensasikannya
melalui cara-cara komunikasi alternatif seperti gerakan tubuh atau
lainnya)
2) Bagi individu yang mampu berbicara, kurang mampu untuk memulai
pembicaraan atau memelihara suatu percakapan dengan yang lain
3) Pemakaian bahasa yang stereotipe atau berulang-ulang atau bahasa
yang aneh (idiosyncantric)
4) Cara bermain kurang bervariatif, kurang mampu bermain pura-pura
secara spontan, kurang mampu meniru secara sosial sesuai dengan
tahap perkembangan mentalnya
c. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitive, dan stereotype seperti yang
ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut:
1) Keasikan dengan satu atau lebih pola-pola minat yang terbatas dan
stereotipe baik dalam intensitas maupun dalam fokusnya.
2) Tampak tidak fleksibel atau kaku dengan rutinitas atau ritual yang
khusus, atau yang tidak memiliki manfaat.
3) perilaku motorik yang stereotip dan berulang-ulang (seperti :
memukul-mukulkan atau menggerakgerakkan tangannya atau
mengetuk-ngetukan jarinya, atau menggerakkan seluruh tubuhnya).
4) Keasikan yang menetap dengan bagian-bagian dari benda (object).
2. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia tiga tahun seperti yang
ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu
dari bidang-bidang berikut:
3. Sebaiknya tidak dikelompokkan ke dalam Rett Disorder, ChildhoodIntegrative
Disorder, atuAspergerSyndrom.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak autis yaitu anak-anak yang mengalami
kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi:
persepsi (perceiving), intending, imajinasi (imagining) dan perasaan (feeling) yang terjadi
sebelum umur tiga tahun dengan dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi
sosial, komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau obyek yang mana mereka
memerlukan layanan pedidikan khusus untuk mengembangkan potensinya.

FAKTOR PENYEBAB

1. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit
genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah tuberoussclerosis (17-58%)
dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X karena secara sitogenetik penyakit
ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan diujung
akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindromefragile X merupakan penyakit yang
diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola
penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked
lainnya, karena tidak bisa digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan
perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH
Faradz, Ph.D, 2003)
2. Ganguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan pada hampir
semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah pada otak kecil.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan akson,
glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang abnormal, atau sebaliknya
pemikiran akson yang abnormal dapat menimbulkan sel purkinye mati. (Dr. Hardiono
D. Pusponegoro, SpA(K), 2003).
Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai
sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini rusak atau terganggu
maka akan mengganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf pusat, seperti misalnya
sistem limbik yang mengatur emosi dan perilaku.
3. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik berhubungan dengan
makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap makanan tertentu,
seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum, daging, gula, bahan
pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk memastikan pernyataan
tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 120
orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme menurut DSM IV. Rentang
umur antara 1 10 tahun, dari 120 orang itu 97 adalah anak laki-laki dan 23 orang
adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan diperoleh bahwa anak anak ini
mengalami gangguan metabolisme yang kompleks, dan setelah dilakukan
pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak yang diperiksa: 100 anak
(83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan makanan lain, 18 anak (15%) alergi
terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak (1,66 %) alergi terhadap gluten dan
makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ, 2003). Penelitian lain menghubungkan
autism dengan ketidakseimbanganhormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi
tertentu di otak, seperti opioid, yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.
4. Kemungkinan Lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran dapat merusak otak seperti virus
rubella yang terjadi selama kehamilan dapat menyebabkan kerusakan otak.
Kemungkinan yang lain adalah faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya
sehingga tidak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak
pernah diajak berbicara sejak kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita
autisme.

MANIFESTASI KLINIS

Secara umum karakteristik klinik yang ditemukan pada anak autisme menurut Yatim (2007),
meliputi:

1. Sangat lambat dalam perkembangan bahasa, kurang menggunakan bahasa, pola


berbicara yang khas atau penggunaan kata-kata tidak disertai arti yang normal.
2. Sangat lambat dalam mengerti hubungan sosial, sering menghindari kontak mata,
sering menyendiri, dan kurang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
3. Ditandai dengan pembatasan aktivitas dan minat, anak autisme sering memperlihatkan
gerakan tubuh berulang, seperti bertepuk-tepuk tangan, berputar-putar, memelintir
atau memandang suatu objek secara terus menerus.
4. Pola yang tidak seimbang pada fungsi mental dan intelektual, anak autisme sangat
peka terhadap perubahan lingkungan, dan bereaksi secara emosional.
Kemampuan intelektual sebagian besar mengalami kemunduran atau inteligensia yang
rendah dan sekitar 20 persen mempunyai inteligensia di atas rata-rata.
5. Sebagian kecil anak autisme menunjukan masalah perilaku yang sangat menyimpang
seperti melukai diri sendiri atau menyerang orang lain.

KARAKTERISTIK AUTISME

Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah mulai muncul sejak bayi. Kciri
yang sangat menonjol adalah tidak ada kontak mata dan reaksi yang sangatminim terhadap
ibunya atau pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada sebagian
kecil lainnya dari individu penyandang autisme, perkembangannya sudah terjadi secara
.relatif normal. Pada saat bayi sudah menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi
pada orang lain, tetapi kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti
berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata, berhenti mengoceh, dan
tidak bereaksi terhdap orang lain.

Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru dikatakan mengalami gangguan
autisme , jika ia memiliki gangguan perkembangan dalam tiga aspek yaitu kualitas
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan
komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa
tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat
bahwa tiga aspek gangguan perkembangan di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang
berbeda, dapat disimpulkan bahwa autismesesungguhnya adalah sekumpulan gejala/ciri yang
melatar-belakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik
karena tidak sama untuk masing-masing anak.

Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-ciri yang tumpang tindih dengan beberapa
gangguan perkembangan lain. Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang
berat hingga yang ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua gejala, dan di sisi
lain ada individu yang memiliki sedikit gejala. Adapun ciri gangguan pada autisme tersebut
adal;ah sebagai berikut:

1. Gangguan dalam komunikasi


a. Terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak dan
mimik.
b. Meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain.
c. Sering mengulang apa yang dikatakan orang lain.
d. Meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti.
e. Bicara tidak dipakai untuk komunikasI.
f. Bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya.
g. Memahami pembicaraab orang lain.
h. Menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu.
2. Gangguan dalam interaksi sosial
a. Menghindari atau menolak kontak mata.
b. Tidak mau menengok bila dipanggil.
c. Lebih asik main sendiri.
d. Bila diajak main malah menjauh.
e. Tidak dapat merasakan empati.
3. Gangguan dalam tingkah laku
a. Asyik main sendiri.
b. Tidak acuh terhadap lingkungan.
c. Tidak mau diatur, semaunya.
d. Menyakiti diri.
e. Melamun, bengong dengan tatapan mata kosong.
f. Kekatan pada benda tertentu.
g. Tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa tujuan, lari-lari, manjat-
manjat.
h. Berputar-putar, melompat-lompat, mengepak-ngepak tangan, berteriak-teriak,
berjalan berjinjit-jinjit.
4. Gangguan dalam emosi
a. Rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan.
b. Tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab.
c. Tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan
keinginannya.
5. Gangguan dalam sensoris atau penginderaan
a. menjilat-jilat benda.
b. Mencium benda-benda atau makanan
c. Menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu.
d. Tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar.
Karakteristik tersebut di atas sering juga disertai dengan adanya ketidakmampuan untuk
bermain, seperti; tidak menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya,kurang mampu
bermain spontan dan imjinatif, tidak mampu meniru orang lain, dan sulit bermain pura-pura.
Gangguan makan seperti; sangat pemilih dalam hal menu makanannya, cenderung ada
maslah dalam pecernaan atau sangat terbatas asupannya, dan gangguan tidur seperti; sulit
tidur atau terbangun tengah malam dan berbagai permasalahan lainnya.

Penanganan

Penanganan pada anak autisme ditujukan terutama untuk mengurangi atau menghilangkan
masalah gangguan tingkah laku, meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya
terutama dalam penguasaan bahasa dan keterampilan menolong diri. Supaya tujuan tercapai
dengan baik diperlukan suatu program penanganan menyeluruh dan terpadu dalam suatu tim
yang terdiri dari; tenaga medis antara lain dokter saraf dan dokter anak, tenaga pendidik,
tenaga terapis seperti ahli terapi wicara dan ahli terapi okupasi.

Beberapa penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autisme

antara lain;

1. Terapi Tingkah laku


Berbagai jenis terapi tingkahlaku telah dikembangkan untuk mendidik penyandang
autisme, mengurangi tingkahlaku yang tidak lazim dan menggantinya dengan
tingkahlaku yang bisa diterima dalam masyarakat. Terapi ini sangat penting untuk
membantu penyandang autisme untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam
masyarakat.
2. Terapi wicara
Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk memperlancar bahasa anak.
Menerapkan terapi wicara pasda anak autisme berbeda daripada anak lain. Oleh
karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan bicara
pada anak autisme.
3. Pendidikan kebutuhan khusus
Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu anak. Cara ini paling
efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar.
Secara bertahap anak dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat mengikuti
pembelajaran secara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya tidak terlalu
dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme dapat secara terus
menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam satu pembelajaran bersama. Pola
pendidikan yang terstruktur baik di sekolah maupun di rumah sangat diperlukan bagi
anak ini. Mereka harus dilatih untuk mandiri, terutama soal bantu diri. Maka seluruh
keluarga di rumah harus memakai pola yang sama agar tidak membingungkan anak.
4. Terapi okupasi
Sebagian individu dengan gangguan autisme mempunyai perkembangan motorik
terutama motorik halus yang kurang baik. Terapi okupasi diberikan untuk membantu
menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot halus seperti tangan. Otot
jari tangan penting dilatih terutama untuk persiapan menulis dan melakukan segala
pekerjaan yang membutuhkan keterampilan motorik halus.
5. Terapi medikamentosa (obat)
Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme mempunyai beberapa gejala
yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku agresif atau hiperaktivitas. Pada
individu dengan keadaan demikian dianjurkan untuk menggunakan pemberian obat-
obatan secara tepat. Penggunaaan obat-obat yang digunkan biasanya dilakukan
dengan cermat agar memperoleh pengaruh positif terhadap perkembangan anak.

Dapus

Threvarthen, Colwyn, (1998), ChildrenWithAutism, SecondEdition, Philadelphia: Jessica

Kingsley Publisher.

Rudi Sutady, dkk (2003) Penatalaksanaan Holistik Autisme. Pusat Informasi FKUI:

Jakarta.

Widyawati, Ika; Simposium Sehari Autisme; Gangguan Perkembangan pada Anak; Yayasan
Autis Indonesia; Jakarta; 30 Agustus 1997.

Anda mungkin juga menyukai