Anda di halaman 1dari 81

STRATEGI OPTIMALISASI PENYERAPAN ANGGARAN

PADA DINAS BINAMARGA DAN SUMBER DAYA AIR


KOTA BOGOR

JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi


Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Binamarga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016

Jimmy Ventius Parluhutan


NRP H252130085
RINGKASAN

JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN. Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran


Pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. Dibimbing oleh
Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.A.Ec dan Dr. Ir. NUNUNG
NURYARTONO, MSi.

Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia


memiliki konstitusi atau Undang Undang Dasar yang menjamin setiap warganya
untuk hidup sesuai dengan hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuan-
tujuannya, serta mengatur semua permasalahan yang menyangkut pemerintahan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak mungkin
terpusat pada pemerintah pusat, tetapi harus didistribusikan pada pemerintah
daerah yang menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pemerintahan daerah dibentuk dengan tujuan mencapai efektivitas dan
efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah pusat memberi sumber-
sumber keuangan, pengalokasian dana perimbangan, dan pemberian pinjaman
dan/atau hibah kepada pemerintah daerah untuk membiayai belanja rumah tangga
pemerintah daerah dalam mengemban penyerahan wewenang pemerintahan.
Pengeluaran pemerintah daerah dalam bentuk anggaran belanja daerah
mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan sekaligus
menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan baik.
Ironisnya anggaran Pemerintah Kota Bogor yang tidak tergunakan (idle)
trennya terus meningkat ekuivalen dengan meningkatnya sisa anggaran belanja
APBD tahun 2010-2014. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, periode tahun
2010-2014, persentase penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor terus
mengalami penurunan.
Belanja daerah ini sejatinya merupakan pengeluaran yang dilakukan
Pemerintah Kota Bogor untuk mendanai seluruh kegiatan/program yang
berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap layanan publik di Kota
Bogor. Ketika terjadi kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja,
berarti telah terjadi inefisiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran.
Salah satu indikator kegagalan birokrasi adalah tidak optimalnya
penyerapan anggaran sesuai dengan target dalam dokumen anggaran pendapatan
dan belanja yang ditetapkan. Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran
tersebut akan berakibat hilangnya manfaat belanja.
Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja APBD Kota
Bogor merupakan akumulasi dari kegagalan penyerapan anggaran pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor sebagai unsur pelaksana otonomi
daerah sesuai dengan bidang urusannya masing-masing.
Jika ditarik rata-rata penyerapan anggaran dalam kurun waktu empat tahun
terakhir nyata bahwa Dinas Bina Marga dan sumber Daya Air dengan rata-rata
penyerapan sebesar 69.95% merupakan SKPD yang pencapaian target penyerapan
anggarannya terendah dibandingkan SKPD lainnya. Berdasarkan data yang tersaji,
untuk melakukan analisis lebih lanjut maka Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air Kota Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian
Gambaran empiris mengenai kinerja penyerapan anggaran inilah yang
melatarbelakangi penelitian ini, dengan tujuan: 1) mengidentifikasi penyebab
rendahnya penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor; 2) menganalisis faktor-faktor yang menentukan rendahnya
penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor;
dan 3) merumuskan strategi optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dengan bantuan
kuesioner dan diskusi (FGD), serta data dari dokumen dan laporan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, yang hasilnya kemudian dianalisis
menggunakan analisis SWOT dan QSPM.
Berdasarkan informasi dan hasil analisis data penelitian, diketahui penyebab
rendahnya penyerapan anggaran belanja APBD Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor karena adanya kegiatan yang tidak berjalan sesuai ketetapan
dalam APBD khususnya belanja modal program pembangunan jalan, jembatan,
dan drainase sebagai akibat adanya hambatan dalam pembebasan lahan terkait
pembangunan infrastruktur jalan baru di Kota Bogor. Disamping hal itu alokasi
waktu yang dijadwalkan dalam satu tahun anggaran tidak memadai jika
dibandingkan dengan panjangnya tahapan implementasi kegiatan yang
membutuhkan waktu yang tidak cukup sedikit, seringkali menyebabkan Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak mampu merealisasikan kegiatan terutama
belanja modal program pembangunan jalan, jembatan, dan drainase.
Terdapat empat faktor strategis internal dan eksternal yang mendukung
rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor. Keempat faktor tersebut yaitu: 1) faktor kekuatan (S):
adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA, 2) faktor kelemahan (W):
alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, 3) faktor peluang (O): adanya
peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum, 4) faktor ancaman (T):
kegagalan pembebasan lahan
Untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor, perlu dilakukan strategi Hindari alokasi waktu
kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan yang
diimplementasikan melalui program; Pertama, Rasionalisasi target kinerja input
dan output dengan menerapkan Kerangka Perencanaan Jangka Menengah
(KPJM), yang dilakukan melalui kegiatan evaluasi kebijakan berjalan;
penyusunan prioritas; proses anggaran; penetapan baseline anggaran; dan
penetapan prakiraan maju tahun jamak. Kedua, penguatan komunikasi dan
layanan informasi, yang dilakukan melalui penguatan infrastruktur dan
mekanisme pelayanan informasi publik

Kata kunci: penyerapan anggaran, strategi optimalisasi, SWOT, QSPM


SUMMARY

JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN. The Strategy to Optimize Budget


Disbursement in the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City.
Supervised by Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.A.Ec and Dr. Ir. NUNUNG
NURYARTONO, MSi.

As an independent and sovereign nation , the State of Indonesia has a


constitution which guarantees every citizen to live in accordance with their rights
and working to realize its objectives , as well as all issues concerning the
government. To achieve this goal , the service of the people could not have
focused on the central government , but must be distributed to local authorities
who run the widest possible autonomy , except in matters of government by law
determined as the affairs of the Central Government.
Local government was formed with the goal of achieving effectiveness and
efficiency in the public service. The central government provides financial
resources, the allocation of equalization funds, and loans and / or grants to local
governments to finance household spending of local governments in carrying out
the devolution of government power. Local government spending in the form of
regional budget is discussed and agreed upon by the local government and the
legislature, has a real role in improving the quality of public services and as well
as a stimulus for the regional economy if realized well.
Ironically, the trend of idle budget in Bogor City Government was
increased equivalent to increased the remaining budget for 2010-2014. Budget
disbursement in Bogor City Government was not optimal, scientifically proven
based on data from the Budget Realization Report . During the last five-year
period , 2010-2014 , the percentage of budget disbursement continues to decline.
Bogor City Government spending is actually an expenditure made local
government to fund all activities / programs that directly or indirectly impact on
public services in the city of Bogor. When there is a failure to achieve the target
of budget disbursement, means there has been inefficient and ineffective
allocation of the budget.
One indicator of beureaucracy failures is unoptimized budget disbursement
as targetted in budget documents. This causes the loss of expenditure benefits to
the economy.
The failure of the Bogor City Government to achieve the target of budget
disbursement is an accumulation of failures of budget absorption in Bogor city
agencies as the implementing element of local autonomy in accordance with their
respective governmental affairs .
If drawn an average of budget disbursement within the last four years was
clear that the Agency of Public Works and Water Resources of Bogor City with an
average disbursement of 69.95 % was agency which achievement of budget
disbursement lowest compared to other agencies. Based on the data presented,
to conduct further analysis, the Agency of Public Works and Water Resources of
Bogor City chosen as the research site.
This empirical fact is the background of this research which is aimed : 1) to
identify the causes of the low budget disburserment; 2) to analyze the factors that
affect the low budget disburserment; and 3) to formulate the strategy to optimize
budget disburserment.
This research was conducted in the Agency of Public Works and Water
Resources of Bogor City. Methods of data collection are interviews assisted with
questionnaire, focus group discussion, and reports from legitimate institutions.
The analysis is using SWOT Analysis and QSPM.
This research found that budget disbursement rate of the Agency of Public
Works and Water Resources of Bogor City low due to the projects that were not
running as targeted in budget documents, especially capital expenditure program
the construction of roads , bridges , and drainage as a result of the obstacles in
land acquisition related to the construction of new road infrastructure in the city
of Bogor. In addition to that allocation of the scheduled time of the year the
budget was not adequate when compared to the length of the stages of
implementation of activities that require time does quite a bit, often causing this
Agency was not able to realize activities especially capital expenditure program
the construction of roads , bridges , and drainage.
Budget disbursement of the Agency of Public Works and Water Resources is
affected by the organizations strategic factors. There are four strategic internal
and external factors that support low budget disbursement of the Agency of Public
Works and Water Resources. These four factors are: 1 ) Strenght factor ( S ) :
the authority of public works and water resources, 2 ) Weakness factor ( W ) :
time allocation of activities inadequate , 3 ) Opportunity factor ( O ) : laws and
regulations as the legal basis , 4 ) Threat factor (T ) : the failure of land
acquisition.
The strategy to optimize budget disbursement in this agency is " Avoid
project that is limited in time and avoid the failure of land acquisition " which is
implemented through the program; First , Rationalization input and output
performance targets by implementing the Medium Term Expenditure Framework,
which is done through policy evaluation activity running; priority setting; the
budget process; the budget baseline determination; and the establishment of
a multi-year forecast forward. Second , strengthening communication and
information services , which is done through strengthening the infrastructure and
mechanisms for public information services

Keywords: budget disbursement, optimazion strategy, SWOT, QSPM


Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI OPTIMALISASI PENYERAPAN ANGGARAN
PADA DINAS BINA MARGA DAN SUMBER DAYA AIR
KOTA BOGOR

JIMMY VENTIUS PARLUHUTAN

Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji luar komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. A. Faroby Falatehan, SP, ME.
Judul Tugas Akhir : Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran
Pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor
Nama : Jimmy Ventius Parluhutan
NRP : H252130085
Program Studi : Manajemen Pembangunan Daerah

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si
Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Manajemen Pembangunan Daerah

Dr.Ir. Mamun Sarma, MS,M.Ec. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

Tanggal Ujian: 30 Januari 2016 Tanggal Lulus:


(tal pelaksanaan ujian tesis) (tanal penandatanganan tesis oleh
Dekan Sekolah Pascasarjana)
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang pengumpulan datanya dilaksanakan sejak bulan Juni 2015
ini ialah kinerja penyerapan anggaran pemerintah daerah tidak optimal , dengan
judul Strategi Optimalisasi Penyerapan Anggaran Pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,
M.Ec.dan Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Unsur Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, dan Unsur BPKAD
Kota Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
motivasi, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

Jimmy Ventius Parluhutan


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Konsep Pembangunan Daerah 6
Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 7
Peranan Pemerintah dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat 9
Permasalahan dalam Penyerapan Anggaran 10
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 10
3 METODOLOGI PENELITIAN 12
Kerangka Pemikiran 12
Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data 13
Metode Penelitian 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22
Gambaran Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor 22
Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor 29
Penyebab Rendahnya Penyerapan Anggaran 34
5 Analisis Lingkungan Strategis dan Rancangan Strategi 41
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT) 41
Faktor faktor Yang Mendukung 54
Strategi 55
Perancangan Program 59
6 SIMPULAN DAN SARAN 61
Simpulan 61
Saran 61
Keterbatasan Penelitian 62
DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL

1. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor Tahun 2010 -


2014 1
2. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor per SKPD Tahun
2010 - 2014 4
3. Format identifikasi faktor internal dan eksternal 17
4. Format komparasi urgensi faktor internal dan eksternal 17
5. Format evaluasi faktor internal dan eksternal 18
6. Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) 20
7. Keadaan Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan dan Pangkat
Golongan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor Tahun 2014 22
8. Kinerja Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor Tahun 2010 - 2014 24
9. Alokasi Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2010 - 2014 26
10. Alokasi Anggaran Belanja Modal Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor Tahun 2010 - 2014 27
11. Strategi dan Program Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor Tahun 2014 - 2019 29
12. Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor per Kegiatan Tahun 2014 30
13. Rincian Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun
2014 35
14. Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun
2014 35
15. Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor per Kegiatan Periode Januari s.d.
Juni 2015 36
16. Rincian Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Tahun
2015 40
17. Penyerapan Anggaran Belanja Langsung Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor Berdasarkan Jenis Belanja Periode
Januari s.d. Juni 2015 40
18. Identifikasi Faktor Strategis Internal Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor 44
19. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor 47
20. Komparasi urgensi faktor internal 48
21. Komparasi urgensi faktor eksternal 49
22. Ringkasan Analisis Faktor Strategis Internal (IFAS) 52
23. Ringkasan Analisis Faktor Strategis Eksternal (EFAS) 53
24. Faktor kunci keberhasilan 54
25. Formulasi strategi SWOT 56
26. Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) 57
27. Strategi, kebijakan, program, dan kegiatan 59

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka berpikir 12
2. Tahapan analisis SWOT 16
3. Keadaan pegawai negeri sipil menurut pendidikan pada Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014 23
4. Keadaan pegawai negeri sipil menurut golongan kepangkatan pada
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor Tahun 2014 23

DAFTAR LAMPIRAN
1. Evaluasi faktor internal dan eksternal
2. Kuesioner analisis SWOT dalam penentuan strategi
optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air Kota Bogor
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kinerja serapan APBD Kota Bogor belum optimal, hal ini dibuktikan secara
ilmiah berdasarkan data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemerintah Kota Bogor.
BPKAD (2015) menjelaskan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir, periode
tahun 2010-2014, persentase penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor terus
mengalami penurunan. Pada tahun 2010 tingkat penyerapan anggaran belanja APBD
sebesar 90.89% dari target anggarannya, dan pada tahun 2011 turun menjadi 90.77% ,
dan terus menurun setiap tahunnya sampai dengan tahun 2014, dengan rincian per
tahun masing-masing adalah 89.64% pada tahun 2012, 85.25% pada tahun 2013, dan
83.39% pada tahun 2014.

Tabel 1. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor Tahun 2010 2014
Anggaran Realisasi
Tahun % Lebih/(Kurang)
(Rp.) (Rp.)
2010 1,052,577,506,898 956,682,804,942 90.89 (95,894,701,956)
2011 1,183,796,860,955 1,074,576,515,295 90.77 (109,220,345,660)
2012 1,401,329,094,935 1,256,205,808,990 89.64 (145,123,285,945)
2013 1,668,170,527,875 1,422,132,371,106 85.25 (246,038,156,769)
2014 1,992,827,363,625 1,661,818,048,779 83.39 (331,009,314,846)
Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor

Belanja daerah ini sejatinya merupakan pengeluaran yang dilakukan Pemerintah


Kota Bogor untuk mendanai seluruh kegiatan/program yang berdampak langsung
maupun tidak langsung terhadap layanan publik di Kota Bogor. Ketika terjadi
kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja, berarti telah terjadi
inefisiensi dan inefekktivitas pengalokasian anggaran.
Banyak pihak yang menyoroti masalah kegagalan pencapaian target penyerapan
anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi. Kegagalan pencapaian
target penyerapan anggaran akan berakibat hilangnya manfaat belanja. Ironisnya
anggaran Pemerintah Kota Bogor yang tidak tergunakan (idle) trennya terus meningkat
ekuivalen dengan meningkatnya sisa anggaran belanja APBD tahun 2010-2014.
Pada tahun 2010 kurang serap belanja dalam APBD Kota Bogor adalah sebesar
Rp.95,894,701,956,- dan nilainya meningkat menjadi 113.89% pada tahun 2011 atau
menjadi Rp.109,220,345,660,- dan pada tahun 2014 nilainya terus meningkat menjadi
345% dari tahun 2010 atau menjadi sebesar Rp. 331,009,314,846.
2

Kegagalan pencapaian target penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor


merupakan akumulasi dari kegagalan penyerapan anggaran pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor sebagai unsur pelaksana otonomi daerah sesuai
dengan bidang urusannya masing-masing.
Jika dana pemda yang idle ini bisa diserap dengan baik dan direalisasikan untuk
membangun gedung sekolah, maka dengan asumsi untuk membangun gedung sekolah
dua lantai dengan luas 1312 m2 diperlukan dana kurang lebih sebesar Rp. 3,6 milyar
(Susanto 2011) dana ini dapat digunakan untuk membangun lebih dari 90 gedung
sekolah baru. Jika dana tersebut digunakan untuk membangun rumah sakit, maka
dengan asumsi untuk membangun rumah sakit yang terdiri dari empat lantai dengan
luas 12.895 m2 diperlukan dana kurang lebih sebesar Rp. 12 milyar (Sari 2012) dana
ini dapat digunakan untuk membangun 27 rumah sakit yang terdiri dari empat lantai di
Kota Bogor.
Dari uraian diatas, maka timbul berbagai masalah untuk dilakukan penelitian
mengenai penyerapan anggaran belanja APBD.

Perumusan Masalah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, urusan pemerintahan konkuren
yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan daerah provinsi
dan daerah kabupaten/kota, dan urusan pemerintahan umum yang menjadi kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan konkuren yang
diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah, terdiri atas urusan
pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan.
Urusan pemerintahan wajib yang menjadi kewenangan kabupaten/kota meliputi:
pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan
kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat;
sosial; tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; pangan;
pertanahan; lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
pemberdayaan masyarakat dan desa; pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
perhubungan; komunikasi dan informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah;
penanaman modal; kepemudaan dan olahraga; statistik; persandian; kebudayaan;
perpustakaan; dan kearsipan.
Urusan pemerintahan pilihan, meliputi: kelautan dan perikanan; pariwisata;
pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya mineral; perdagangan; perindustrian:
dan transmigrasi.
Tabel 2 menyajikan data penyerapan anggaran belanja APBD per SKPD di
lingkungan Pemerintah Kota Bogor dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sesuai dengan urusannya masing-masing. Berdasarkan data nampak bahwa
pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2014 adalah
Kecamatan Tanah Sareal (98.92%), dan terendah adalah Rumah Sakit Umum Daerah
(49.07%), disusul oleh Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah
(64.48%), Sekretariat DPRD (67.09%), BPKAD (68.15%), dan Dinas Bina Marga &
SDA (74.12%).
3

Pada tahun 2013, pencapaian target penyerapan belanja tertinggi juga ditempati
oleh Kecamatan Tanah Sareal (96.87%), dan terendah adalah Dinas Bina Marga &
SDA (56.94%), BPKAD (69.01%), Sekretariat DPRD (77.61%), Dinas lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (82.31%), dan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (83.42%).
Pada tahun 2012 pencapaian target penyerapan belanja tertinggi adalah
Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI (98.95%) dan terendah adalah Kantor Kesatuan
Bangsa dan Politik (72.70%), Sekretariat DPRD (74.12%), BPKAD (74.34%), Dinas
Bina Marga & SDA (77.11%), dan Dinas Pertanian (78.35%).
Pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2011 adalah
Kecamatan Bogor Selatan (99.21%) dan terendah adalah BPKAD (70.53%), Dinas
Bina Marga & SDA (71.64%), Sekretariat DPRD (72.51%), Dinas Pengawasan
Bangunan dan Permukiman (83.45%), dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan
(87.87%).
Pencapaian target penyerapan belanja tertinggi pada tahun 2010 adalah
Kecamatan Bogor Selatan (99.80%) dan terendah adalah Sekretariat DPRD (74.12%),
Dinas Bina Marga & SDA (78.56%), Dinas Pendapatan Daerah (80.48%), Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (84.38%), dan Dinas Pengawasan Bangunan dan
Permukiman (86.06%).
Jika ditarik rata-rata penyerapan anggaran dalam kurun waktu empat tahun
terakhir nyata bahwa Dinas Bina Marga dan sumber Daya Air dengan rata-rata
penyerapan sebesar 69.95% merupakan SKPD yang pencapaian target penyerapan
anggarannya terendah dibandingkan SKPD lainnya. Berdasarkan data yang tersaji,
untuk melakukan analisis lebih lanjut maka Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor dipilih menjadi lokasi penelitian untuk dikaji Mengapa penyerapan
anggaran Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air lebih rendah dibandingkan
SKPD lainnya?
Kinerja belanja yang baik, yang selama ini menggunakan tolok ukur tingkat
penyerapan belanja, merupakan kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam
pengelolaan APBD Kota Bogor. Untuk mendorong tercapainya tujuan tersebut
Pemerintah Kota Bogor terus menata diri dengan dukungan perencanaan anggaran
yang lebih baik, penetapan anggaran yang dalam dua tahun terakhir lebih tepat waktu
namun demikian sulit diingkari bahwa saat ini kondisi penyerapan anggaran belanja
SKPD Kota Bogor belum sepenuhnya sesuai harapan ditandai dengan pergerakan
realisasi penyerapan belanja SKPD yang belum berjalan optimal dan masih tingginya
dana idle yang tidak tergunakan. Guna mengetahui faktor-faktor yang mendukung
terhadap penyerapan belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, maka
pertanyaan kajian yang kedua adalah Faktor-faktor Apa Saja yang Mendukung
Rendahnya Penyerapan Anggaran Belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air? Pertanyaan kajian yang ketiga berbekal informasi dan hasil identifikasi
penyebab dan faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran
dimaksud adalah Bagaimana Strategi Mengoptimalkan Penyerapan Anggaran
Belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air?
4

Tabel 2. Penyerapan anggaran belanja APBD Kota Bogor per SKPD Tahun 2010
2014
Tahun Rata-
No. Satuan Kerja Perangkat Daerah
2010 2011 2012 2013 2014 rata
1 Dinas Pendidikan 95.81% 95.24% 97.45% 92.94% 89.88% 93.88%
2 Dinas Kesehatan 97.09% 98.23% 82.95% 92.82% 76.08% 87.52%
3 Rumah Sakit Umum Daerah - - - - 49.07%
4 Dinas Binamarga dan Sumber Daya Air 78.56% 71.64% 77.11% 56.94% 74.12% 69.95%
5 Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman 86.08% 83.45% 93.63% 89.48% 82.13% 87.17%
6 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 84.38% 93.46% 97.54% 92.62% 91.80% 93.86%
7 Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 95.51% 91.41% 93.02% 82.31% 86.93% 88.42%
8 Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup 98.12% 95.95% 93.78% 95.16% 91.84% 94.18%
9 Dinas Kebersihan dan Pertamanan - 88.73% 86.39% 87.63% 89.37% 88.03%
10 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 93.92% 95.78% 95.06% 87.90% 95.71% 93.61%
11 Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi 98.40% 97.76% 97.36% 95.95% 88.76% 94.96%
12 Kantor Koperasi dan UMKM - 89.14% 95.80% 95.54% 87.72% 92.05%
13 Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal 88.82% 96.82% 95.13% 91.77% 92.81% 94.13%
14 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 98.24% 97.34% 97.90% 94.87% 94.62% 96.18%
15 Kantor Pemuda dan Olah Raga - 90.93% 92.86% 91.69% 92.93% 92.10%
16 Satuan Polisi Pamong Praja 92.75% 97.57% 92.33% 88.79% 91.80% 92.62%
17 Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik 94.62% 96.70% 72.70% 83.42% 93.41% 86.56%
18 Sekretariat Daerah 97.52% 96.09% 94.55% 86.84% 85.75% 90.81%
19 Sekretariat DPRD 74.99% 72.51% 74.12% 77.61% 67.09% 72.83%
20 Inspektorat 99.00% 97.85% 94.31% 92.85% 94.14% 94.79%
21 Dinas Pendapatan Daerah 80.48% 93.21% 92.76% 92.96% 94.64% 93.39%
22 Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah - 70.53% 74.34% 69.01% 68.15% 70.51%
23 Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan 94.35% 92.71% 89.97% 83.89% 64.48% 82.76%
24 Sekretariat dewan Pengurus KORPRI - 97.97% 98.95% 93.00% 96.26% 96.54%
25 Kecamatan Bogor Utara 99.45% 98.67% 98.30% 96.72% 98.72% 98.10%
26 Kecamatan Bogor Selatan 99.80% 99.21% 98.44% 91.59% 87.44% 94.17%
27 Kecamatan Bogor Timur 99.39% 98.14% 98.65% 93.29% 82.53% 93.15%
28 Kecamatan Bogor Barat 98.09% 98.05% 98.42% 95.33% 94.53% 96.58%
29 Kecamatan Bogor Tengah 99.24% 98.37% 98.23% 96.31% 97.37% 97.57%
30 Kecamatan Tanah Sareal 99.23% 98.19% 98.44% 96.87% 98.92% 98.11%
31 Kantor Ketahanan Pangan 97.34% 96.03% 97.73% 96.71% 98.29% 97.19%
32 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana 98.76% 97.66% 89.05% 96.06% 95.84% 94.65%
33 Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah 97.82% 97.09% 96.56% 95.32% 83.92% 93.22%
34 Kantor Komunikasi dan Informatika - 96.08% 91.98% 96.11% 90.63% 93.70%
35 Dinas Pertanian 97.23% 93.53% 78.35% 94.57% 92.96% 89.85%
36 Dinas Perindustrian dan Perdagangan 92.67% 87.87% 97.73% 88.90% 93.99% 92.12%
Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor.

Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi penyebab rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran
belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
5

3. Merumuskan strategi optimalisasi penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina


Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangsih pemikiran berdasarkan kajian empiris dalam rangka
pengembangan ilmu pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah.
2. Kajian ini diharapkan dapat menjadi instrument informasi/masukan bagi
Pemerintah Kota Bogor dalam menentukan strategi dan program yang tepat untuk
mengoptimalkan penyerapan anggaran belanja pada SKPD di lingkungan
Pemerintah Kota Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian


Agar penelitian ini terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang akan
diteliti, maka perlu adanya batasan ruang lingkup masalah dalam melakukan
penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyebab dan faktor-faktor
lingkungan strategis yang mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor untuk kemudian dirumuskan
strategi pemecahan masalahnya.
6

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembangunan Daerah


Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia memiliki
konstitusi atau Undang Undang Dasar yang menjamin setiap warganya untuk hidup
sesuai dengan hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, serta
mengatur semua permasalahan yang menyangkut pemerintahan. Untuk mewujudkan
hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak mungkin terpusat pada pemerintah
pusat, tetapi harus didistribusikan pada pemerintah daerah yang menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pemerintahan daerah dibentuk dengan tujuan mencapai efektivitas dan efisiensi
dalam pelayanan kepada masyarakat. Chalid (2005) berpendapat bahwa dengan
adanya otonomi, daerah diharapkan akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh
kegiatannya dan mampu memainkan perannya dalam membuka peluang memajukan
daerah tanpa intervensi dari pihak lain, yang disertai dengan pertanggungjawaban
publik, serta pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat, sebagai konsekuensi dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah daerah dalam rangka menjalankan urusan-urusan pemerintahan di
daerah yang merupakan sasaran pembangunan daerah, menerima penyerahan
wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (asas desentralisasi).
Kewenangan daerah ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan yang dikecualikan dalam Undang Undang, yaitu kewenangan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal
nasional, dan agama.
Selain pemberlakuan asas desentralisasi, penyelenggaraan pemerintahan di
daerah pun berprinsip pada asas dekonsentrasi , yaitu urusan-urusan pemerintahan
yang diserahkannya ini tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dan tugas
pembantuan, yaitu tugas-tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah tingkat atasnya, dengan kewajiban mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskan. Urusan yang ditugaskan itu sepenuhnya masih menjadi
wewenang pemerintah pusat atau provinsi.
Pemerintah pusat memberi sumber-sumber keuangan, pengalokasian dana
perimbangan, dan pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah untuk
membiayai belanja rumah tangga pemerintah daerah dalam mengemban penyerahan
wewenang pemerintahan. Umumnya, sebagian besar sumber keuangan daerah berupa
bantuan pemerintah pusat. Hanya sebagian kecil merupakan pendapatan asli daerah.
Kebijakan keuangan daerah tercermin pada kebijakan fiskal atau anggaran
daerah, dan kebijakan ini termasuk bagian dari kebijakan pemerintah daerah dalam
pembangunan, sehingga kebijakan penganggaran daerah harus ditangani dengan
sebaik-baiknya. Pengumpulan dan penggunaan dana harus disesuaikan dengan
kebutuhan pembangunan daerah. Pendapatan pemerintah daerah harus selalu
7

meningkat, sedangkan pengeluaran harus dilakukan seefisien mungkin sehingga


sumber-sumber dana daerah dapat dimanfaatkan dengan baik.

Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dalam konteks pengelolaan
keuangan daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah berdasarkan rencana pendapatan dan rencana belanja
program dan kegiatan dinas/badan/lembaga sebagai satuan kerja perangkat daerah
(SKPD).
APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah
menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa
anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektitivitas perekonomian. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan
anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilisasi
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: pendapatan daerah; belanja
daerah; dan pembiayaan daerah. Struktur APBD sebagaimana dimaksud
diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung
jawab melaksanakan urusan pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pendapatan daerah dikelompokan atas: pendapatan asli daerah; dana
perimbangan; dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri
atas: pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang
terdiri atas: dana bagi hasil; dana alokasi umum; dan dana alokasi khusus.
Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: bagi
hasil pajak; dan bagi hasil bukan pajak.
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan
yang mencakup:
8

a. hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/


organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga
luar negeri yang tidak mengikat;
b. dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan
akibat bencana slam;
c. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota;
d. dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah;
dan
e. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang
dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok
masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari
urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah
daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-
undangan.
Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud diprioritaskan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya
memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan
dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta
mengembangkan sistem jaminan sosial.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 terdiri dari
belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.
Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: pelayanan umum;
ketertiban dan ketentraman; ekonomi; lingkungan hidup; perumahan dan fasilitas
umum; kesehatan; pariwisata dan budaya; pendidikan; dan perlindungan sosial.
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari: belanja tidak langsung; dan
belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Sedangkan kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud dibagi menurut jenis
belanja yang terdiri dari: belanja pegawai; bunga; subsidi; hibah; bantuan sosial;
belanja bagi basil; bantuan keuangan; dan belanja tidak terduga.
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan sebagaimana dimaksud dibagi
menurut jenis belanja yang terdiri dari: belanja pegawai; belanja barang dan jasa; dan
belanja modal.
Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun- tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud mencakup: sisa lebih
perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); pencairan dana cadangan;
9

hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; penerimaan pinjaman daerah;


penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah.
Pengeluaran pembiayaan mencakup: pembentukan dana cadangan; peneemaan
modal (investasi) pemerintah daerah; pembayaran pokok utang; dan pemberian
pinjaman daerah.

Peranan Pemerintah dalam Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat


Hasanah dan Sunyoto (2012) menyatakan bahwa ilmu ekonomi makro tidak
terlepas dari pengaruh dua mazhab besar yang mewarnai pembahasan pada bagaimana
cara mengelola ekonomi suatu negara, yaitu mazhab klasik dengan tokoh utamanya
Adam Smith, dan mazhab Keynes (Jhon Maynard Keynes) dengan pengikutnya disebut
keynesian, seperti Harrod dan Domar. Berbeda dengan Mazhab klasik yang terkenal
dengan tangan tidak kentara (invisible hand) dan penawaran menciptakan
permintaannya sendiri (supply creates its own demand) yang mengembangkan teori
mengelola ekonomi suatu negara dengan sistem liberal atau persaingan bebas tanpa
campur tangan pemerintah, Keynesian berpendapat bahwa pengeluaran pemerintah
(government expenditure) mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara/daerah.
Negara Indonesia sejak proklamasi kemerdekaannya, telah memiliki komitmen
terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam
alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Program-program
pembangunan yang dilaksanakan selama ini selalu memberikan perhatian besar
terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang
dilakukan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Suparmoko dalam Hasanah dan Sunyoto (2012) membedakan pengeluaran
pemerintah menjadi pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure) dan
pengeluaran yang sifatnya transfer atau subsidi. Pengeluaran pemerintah digunakan
untuk melakukan fungsi-fungsi penting dan operasional pemerintahan, serta agar
ekonomi tetap berjalan. Pemerintah akan membayar gaji pegawai, membeli alat dan
perlengkapan kantor, membeli kendaraan-kendaraan operasional, juga menyediakan
barang publik seperti pertahanan dan keamanan, jalan raya, membangun taman kota,
membangun ruang terbuka hijau, dan lain sebagainya.
Hasil analisis APBD Tahun 2012 dari Adenk (2013), menunjukkan pengeluaran
pemerintah daerah dalam bentuk anggaran belanja daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD),
mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan sekaligus
menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan baik.
Kinerja penyerapan anggaran pemerintah daerah yang optimal akan menjadi
stimulus terhadap perekonomian melalui peningkatan akses masyarakat terhadap
sumber-sumber daya ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pada
gilirannya, dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, diharapkan akan
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah secara luas.
10

Permasalahan Dalam Penyerapan Anggaran


Beberapa penelitian sebelumnya seperti Shalikhah (2014) yang menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja anggaran pada Pemerintah Kota Salatiga
disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja anggaran yaitu
1) komitmen organisasi yang merupakan point pertama yang menentukan akan
melakukan atau tidaknya untuk merealisasikan anggaran sesuai rencana anggaran yang
telah dibuat, dan 2) pemahaman sistem dan prosedur pengelolaan keuangan.
Berdasarkan analisis faktor yang dilakukan oleh Astadi G N, Sutarja I N, dan
Nadiasa M (2015) diperoleh faktor-faktor pada sistem pengadaan proyek konstruksi
yang paling mempengaruhi lambatnya penyerapan anggaran Pemerintah Kabupaten
Badung yaitu ketakutan dan kehati-hatian para pihak dalam melaksanakan kegiatan
pengadaan, adanya perubahan paket kegiatan, lambatnya penyusunan HPS, kurang
lengkapnya dokumen pengadaan, kesalahan penafsiran peraturan pengadaan dan
lambatnya proses pengadaan.
Terkait efektivitas anggaran belanja, Sumenge A S (2013) dalam hasil
analisisnya menyatakan bahwa pada tahun 2011 tingkat efektivitas anggaran belanja
BAPPEDA Minahasa Selatan masih kurang karena realisasi anggaran belanja memiliki
perbedaan yang jauh dengan target anggaran belanja yang harus dicapai. Perbedaan ini
terjadi karena ada beberapa kegiatan yang dianggarkan, tidak dilaksanakan.
Rozai dan Subagiyo (2015) menyatakan bahwa beberapa hal yang menjadi
penyebab rendahnya penyerapan anggaran dalam studi kasus pada Inspektorat
Kabupaten Boyolali, antara lain: 1) adanya revisi dalam DIPA karena tidak sesuai
dengan kebutuhan di lapangan, 2) adanya keterlambatan penerimaan petunjuk teknis
mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan, 3) adanya keterlambatan penetapan PPK
dan pelaksana kegiatan, 4) adanya perubahan peraturan yang menyebabkan perbedaan
persyaratan pencairan, 5) adanya pengunduran jadwal pengadaan barang dan jasa,
6) adanya rekanan yang tidak mengambil uang muka atau termin pembayaran, dan
7) adanya jadwal pengadaan yang dilaksanakan pada akhir tahun anggaran.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah


Sistem penganggaran yang lebih responsif dibutuhkan untuk dapat memfasilitasi
upaya memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam konteks dampak pembangunan,
kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya sesuai prioritas. Depkeu
(2009), menegaskan bahwa tujuan utama penganggaran adalah: stabilitas fiskal makro,
alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan
efisien. Kunci untuk mencapai tujuan tersebut adalah penerapan prinsip perencanaan
dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah, penganggaran terpadu, dan
pengganggaran berbasis kinerja. Kurrohman (2013) menyatakan bahwa penganggaran
berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan pengganti sistem
penganggaran lama yang menggunakan sistem tradisional yang penekanan utamanya
adalah input. Anggaran berbasis kinerja menghubungkan anggaran/pengeluaran negara
dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang
dibelanjakan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya.
11

Kebijakan fiskal yang baik dan penerapan sistem perencanaan dan penganggaran
dengan perspektif jangka menengah merupakan kunci bagi kepastian pendanaan
kegiatan pemerintah, dalam keadaan dimana dana yang tersedia sangat terbatas
sedangkan kebutuhan begitu besar. Alokasi sumber daya secara strategis perlu dibatasi
dengan pagu yang realistis agar tekanan pengeluaran/ belanja tidak merongrong
pencapaian tujuan-tujuan fiskal. Penyusunan dan penetapan APBN maupun APBD
harus menggunakan kerangka pengeluaran jangka menengah yang secara resmi disebut
sebagai Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM).
KPJM adalah merupakan pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan
kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran
dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Berdasarkan pendekatan KPJM,
dimensi waktu perencanaan anggaran yang semula berbasis tahunan diubah menjadi
multi tahun (tahun jamak), sedangkan orientasi penyusunannya juga berubah dari
orientasi berdimensi selesai satu tahun menjadi pengguliran ke beberapa tahun ke
depan selama kebijakan masih berjalan dengan memanfaatkan prakiraan maju sebagai
angka dasar bagi penyusunan anggaran tahun berikutnya yang besarannya dapat
disesuaikan dengan menggunakan parameter.
12

3 METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Penelitian yang menjadi sumber data dan informasi utama penyusunan kajian ini
dibangun dalam kerangka berpikir dengan model yang dipresentasikan Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka berpikir

Kajian ini dilandasi oleh adanya informasi dan data awal bahwa terjadi
kesenjangan dari sisi kesesuaian realisasi dengan target anggaran (perencanaan) dalam
kinerja belanja Pemerintah Daerah Kota Bogor yang tercermin dari belum efektifnya
penyerapan belanja APBD Kota Bogor. Melalui desentralisasi fiskal khususnya belanja
daerah, APBD diharapkan dapat menjadi stimulus bagi kelancaran pelaksanaan
program-program pembangunan, terutama untuk dialokasikan pada program atau
kegiatan yang menjadi prioritas seperti program dan kegiatan pada bidang pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur. Dampak APBD terhadap peningkatan kualitas pelayanan,
baik yang dibebankan kepada belanja langsung maupun belanja tidak langsung
diharapkan meningkat menjadi lebih baik.
13

Meningkatnya kualitas pelayanan publik berimplikasi terhadap meningkatnya


tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun demikian upaya Pemerintah Kota Bogor
untuk meningkatkan pelayanan publik dihadapkan pada permasalahan kecenderungan
perubahan (trend) semakin rendahnya tingkat penyerapan anggaran belanja Pemerintah
Kota Bogor yang merupakan akumulasi dari tidak tercapainya target realisasi anggaran
dari SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor. Oleh karena itu perlu dilakukan
kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung penyerapan anggaran pada
SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor.
Atas hasil identifikasi faktor-faktor yang mendukung penyerapan anggaran
tersebut, peneliti akan melakukan analisis sebagai bahan dalam merumuskan strategi
untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor.

Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data

Penelitian dilaksanakan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan landasan
pemikiran bahwa berdasarkan informasi dan data awal, persentase rata-rata penyerapan
anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dalam
kurun waktu empat tahun terakhir adalah yang terendah dibandingkan SKPD lainnya.
Waktu pengumpulan data bulan Juni sampai dengan September 2015.

Metode Penelitian
Permasalahan yang dikaji merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis.
Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain
deskriptif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah, menganalisis
dan menyajikan data hasil peneltian tersebut.
Dalam hal penelitian kualitatif, Creswell dalam Sugiyono (2014:228)
menyatakan bahwa:
...qualitative research is a means for exploring and understanding the meaning individuals or
groups ascribe to a social or human problem. The process of research involves emerging questions and
procedures; collecting data in the participants setting; analyzing the data inductively, building from
particulars to general themes; and making interpretations of the meaning of data. The final written report
ha a flexible writing structure.
Penelitian ini merupakan upaya untuk menangkap gejala-gejala berdasarkan
disiplin metodologi ilmiah dengan tujuan menemukan prinsip-prinsip baru sejalan
dengan. Sebagai upaya ilmiah, langkah-langkah penelitian perlu disusun dan dilakukan
secara sistematis. Dalam kerangka yang sistematis diperlukan suatu metode yang
menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi fokus
penelitian.

Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek sebagai sumber data yang digunakan dipilih secara
purposive dan bersifat snowball sampling. Subjek-subjek dimaksud adalah: Pemangku
jabatan struktural atau pemangku jabatan fungsional umum yang terlibat sebagai
14

pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan


anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, dan unit
samplingnya adalah terdiri dari pengguna anggaran (PA), pejabat pengelola keuangan
SKPD (PPK-SKPD), bendahara pengeluaran, pejabat pelaksana teknis kegiatan
(PPTK), staf PPK-SKPD, dan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Pengguna anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor
adalah kepala dinas, pejabat eseleon IIb, yang memegang kewenangan penggunaan
anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor. Kepala dinas selaku pejabat pengguna anggaran mempunyai
tugas: menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD; melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja; melaksanakan anggaran
SKPD yang dipimpinnya; melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran; mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya. Dalam
penelitian ini, pemangku jabatan Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor yang dijadikan responden adalah kepala dinas yang lama, yang menjabat
sampai dengan Januari 2015. Hal ini dilakukan mengingat pemangku jabatan yang saat
ini sedang memimpin, baru duduk dalam jabatannya dan tidak terlibat langsung dalam
tindakan manajerial yang menentukan kinerja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor sampai dengan tahun anggaran 2014 sebagaimana basis data penelitian ini.
PPK-SKPD adalah sekretaris dinas, pejabat eselon IIIa, yang melaksanakan
fungsi tata usaha keuangan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
PPK-SKPD mempunyai tugas: meneliti dan melakukan verifikasi kelengkapan surat
permintaan pembayaran (SPP), yaitu dokumen yang diterbitkan oleh bendahara
pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran; menyiapkan surat perintah
membayar (SPM), yaitu dokumen yang digunakan oleh pengguna anggaran untuk
menerbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D) sebagai dasar pencairan dana oleh
bendahara umum daerah (BUD); dan melaksanakan akuntansi SKPD.
Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
Pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) adalah kepala seksi, pejabat eselon
IVa, pada unit kerja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor yang
melaksanakan satu atau beberapa kegiatan (proyek) dari suatu program sesuai dengan
bidang tugasnya. PPTK mempunyai tugas mencakup: mengendalikan pelaksanaan
kegiatan (proyek); dan menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran
pelaksanaan kegiatan (proyek), mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun
dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Staf PPK-SKPD adalah staf yang membantu sekretaris dinas, selaku PPK-SKPD,
dalam melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor. Pejabat pembuat komitmen adalah kepala bidang, pejabat eselon
IIIb, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai bidang
tugasnya.
Dipilihnya para pemangku jabatan tersebut sebagai subjek penelitian, karena
disamping para pemangku jabatan tersebut merupakan unsur pemangku kepentingan
(stakeholder) dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan anggaran pada
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor, juga secara struktur mereka
15

adalah unsur manajemen yang secara langsung terlibat dalam proses manajemen
strategis.
Mengenai manajemen strategis, Hunger & Wheelen (2001:4) menyatakan
bahwa:
manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan
kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis meliputi pengamatan lingkungan,
perumusan strategi (perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi, dan
evaluasi serta pengendalian. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang
dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan .

Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder, data primer
didapat dari hasil wawancara langsung dengan responden dengan bantuan kuesioner,
dan data sekunder yang dibutuhkan diperoleh dari dokumen-dokumen dan laporan
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, antara lain dari BPKAD Kota Bogor,
dan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
Sehubungan dengan belum memadainya data yang bersumber dari dokumen-
dokumen dan laporan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, maka perlu
dilengkapi dengan wawancara untuk dapat memperoleh data yang valid tentang nilai-
nilai kearifan lokal terkait pokok permasalahan penelitian dari berbagai informan
secara langsung.
Dalam penelitian ini, dilakukan proses wawancara dengan pejabat Kepala Dinas
yang menjadi pengguna anggaran pada tahun 2014, sekretaris dinas sebagai PPK-
SKPD beserta staf PPK-SKPD, kepala bidang sebagai PPK, kasubag keuangan dinas
beserta bendahara pengeluaran, dan kepala seksi/ kepala sub bagian sebagai PPTK.
Wawancara dengan informan dilakukan baik dengan bantuan kuesioner maupun dalam
bentuk diskusi lepas guna mendapatkan informasi untuk menjawab pertanyaan
penelitian serta mencari berbagai alternatif strategi terkait dengan optimalisasi
penyerapan anggaran.
Secara umum terdapat tiga tahap dalam proses penelitian kualitatif ini. Pada
penelitian tahap pertama, dilakukan orientasi dan mendeskripsikan secara sepintas
terhadap informasi yang diperoleh berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dirasakan
dan ditanyakan. Pada tahap kedua, disebut tahap reduksi/fokus, yakni mereduksi segala
informasi yang diperoleh di tahap orientasi untuk memfokuskan pada masalah tertentu.
Reduksi dilakukan dengan memilih dan memilah mana data yang menarik, penting,
berguna, dan baru. Data yang dirasa tidak dipakai dipisahkan. Dari hasil reduksi data,
maka data-data tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi berbagai kategori yang
ditetapkan sebagai fokus penelitian. Pada tahap ketiga, disebut tahap seleksi, fokus
yang telah ditetapkan diuraikan menjadi lebih rinci dengan melakukan analisis yang
mendalam terhadap data dan informasi yang diperoleh, sehingga semuanya mudah
dimengerti.

Metode Analisis Data


Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Sugiyono (2012) menyatakan
bahwa analisis deskriptif adalah bagian dari statistik yang digunakan untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan data tanpa bermaksud menggeneralisir atau
membuat kesimpulan tapi hanya menjelaskan kelompok data itu saja.
16

Analisis data berlangsung sejak tahapan merumuskan dan menjelaskan pokok


permasalahan, sebelum penelitian ke lapangan, kemudian selama di lapangan dan terus
berlanjut sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data dimaksud dilakukan dengan
cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mengklasifikasikannya menjadi
kelompok data yang dapat dikelola, mensitetiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian, dan
memilih data yang dapat diceritakan dalam kajian ini.
Dari berbagai ragam alat analisis yang tersedia dan dapat digunakan dalam
melakukan kegiatan analisis data, digunakan analisis SWOT, akronim untuk Strenghts,
Weaknesses, Opportunities, dan Threats, untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih
akurat dan maksimal. Mengenai analisis SWOT, Hunger & Wheelen (2001:193)
berpendapat bahwa analisis SWOT sebagai cara yang sistematis untuk menganalisis
situasi yang sesuai dengan kondisi sekarang. Analisis SWOT mengharuskan peneliti
untuk menemukan kesesuaian strategis antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-
kekuatan internal, disamping memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan
kelemahan-kelemahan internal.
Pemilihan untuk menggunakan analisis SWOT dalam melakukan analisis data,
karena subjektivitas peneliti yang lebih familiar dengan analisis SWOT. Berdasarkan
LAN-RI (2008), tahapan kegiatan analisis SWOT secara komprehensif meliputi:

(1) (3)
Identifikasi faktor-Faktor (2)
Melakukan Menentukan faktor
internal dan eksternal strategis yang
yang mendukung komparasi dan
sinergitas antar mendukung
keberhasilan organisasi
faktor

(4)
Menetapkan alternatif
strategi untuk
mencapai tujuan
Gambar 2. Tahapan analisis SWOT

Pertama, identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mendukung


keberhasilan organisasi. Organisasi perlu melakukan identifikasi sebagai upaya
mengenali atau menelusuri keadaan lingkungan organisasi. Secara internal organisasi
mempunyai kekuatan dan kelemahan. Faktor internal hakekatnya berupa sumber daya
organisasi, yakni faktor-faktor yang ada di dalam organisasi. Sumber daya organisasi
berupa sumber daya manusia, sumber daya sarana dan prasarana, sumber daya struktur
organisasi, sumber daya sistem dan mekanisme kerja, sumber daya dana, yang dapat
menjadi kekuatan atau kelemahan. Selain aspek internal, organisasi tidak ada yang
lepas dari pengaruh lingkungan, selalu membutuhkan lingkungan yang kondusif.
Organisasi yang tidak mampu mencermati dan menganalisis perubahan keadaan dan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal secara akurat, akan menimbulkan
berbagai hambatan dalam mewujudkan masa depan sebagaimana dirumuskan dalam
17

visi dan misinya. Faktor eksternal pada dasarnya adalah merupakan faktor yang ada
di sekeliling organisasi, yang terdiri atas kondisi politik, ekonomi, sosial budaya,
ketenteraman dan ketertiban, lingkungan fisik, lingkungan hidup, masyarakat, iptek,
demografi, stakeholders dll. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan
eksternal dimaksud, dilakukan dengan cara mendaftar kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman dengan mengisi format sebagaimana contoh Tabel 3.

Tabel 3. Format identifikasi faktor internal dan eksternal


Faktor internal
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1 1
2 2
3 3
d.s.t. d.s.t.

Faktor eksternal
Peluang (O) Ancaman (T)
1 1
2 2
3 3
d.s.t. d.s.t.

Kedua, melakukan komparasi antar faktor. Untuk menentukan faktor yang


menjadi kebutuhan pencapaian tujuan perlu mengkondisikan faktor-faktor terhadap
setiap faktor yang teridentifikasi, suatu faktor disebut penting terhadap pencapaian
tujuan apabila memiliki nilai lebih dari faktor yang lain. Sejauh mana pentingnya
faktor yang teridentifikasi ditindaklanjuti dengan melakukan komparasi antar faktor
sebagaimana contoh format Tabel 4.

Tabel 4. Format komparasi urgensi faktor internal dan eksternal


No. Faktor internal a b c d e f NF BF%
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Jumlah
18

Tabel 4. Format komparasi urgensi faktor internal dan eksternal (lanjutan)


No. Faktor eksternal a b c d e f NF BF%
a. .
b. .
c. .
d. .
e. .
f. .
Jumlah

Komparasi antar faktor ini menunjukkan seberapa penting atau menjadi kebutuhan
untuk pencapaian tujuan. Faktor yang telah dilakukan komparasi antar faktor
mempunyai nilai tertinggi dikatakan bahwa faktor tersebut sangat besar dalam
mendukung pencapaian tujuan. Hasil NF dari setiap faktor akan menghasilkan bobot
faktor (BF%), dimana:

NF
BF% = x 100% (1)
NF

Michael Arsmtrong dan Helen Murlis dalam LAN RI (2008:40), menyatakan bahwa:
Bobot suatu faktor dalam organisasi adalah ukuran relatif pentingnya keberadaan
suatu faktor dalam mencapai tujuan dan sasaran... Setelah diperoleh nilai faktor dan
bobot faktor, selanjutnya melakukan evaluasi faktor internal dan eksternal
sebagaimana Tabel 5.

Tabel 5. Format evaluasi faktor internal dan eksternal


No. Faktor Internal dan BF% ND NBD Nilai Keterkaitan NRK NBK TNB FKK
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 dst
Kekuatan (S)
1 .
2 .

Kelemahan (W)
1 .
2 .

Peluang (O)
1 .
2 .

Ancaman (T)
1 .

Dalam proses evaluasi faktor internal dan eksternal, pertama-tama unsur manajemen
akan menilai seberapa besar dukungan terhadap pencapaian tujuan dari faktor yang ada
pada internal dan eksternal. Nilai dukungan (ND) diperoleh melalui pembobotan
dengan menggunakan skala Likert. Dimana nilai yang diberikan pada suatu faktor
secara kualitatif seperti sangat baik, baik, cukup, kurang, buruk atau jelek dikonversi
ke dalam angka yakni: 5=sangat besar/tinggi; 4=besar/tinggi; 3=sedang/cukup;
2=rendah/kecil; dan 1=sangat rendah/kecil. Setelah nilai dukungan (ND) didapat,
selanjutnya menentukan nilai bobot dukungan (NBD) yang ditentukan dengan rumus:
19

NBD = ND x BF........................................................( 2 )

Faktor-faktor internal dan eksternal suatu organisasi saling terkait dalam


mencapai misi organisasi, dengan adanya keterkaitan ini unsur manajemen akan
menentukan nilai relatif keterkaitan (NK) dengan memakai skala Likert. Nilai rata-rata
keterkaitan (NRK) tiap faktor dapat ditentukan dengan diperolehnya nilai relatif
keterkaitan (NK) tiap faktor dengan rumus:

TNRK
NRK =
N-1 .................... ( 3 )

Dimana: TNRK = Total nilai keterkaitan faktor


N = Jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai.
-1 = Satu faktor yang tidak dapat dikaitkan dengan faktor yang sama
(misalnya faktor S1 dan faktor S1 tidak dibuat keterkaitannya)
Jika NRK telah diperoleh, unsur manajemen akan diminta untuk menghitung nilai
bobot keterkaitan (NBK) tiap faktor dengan rumus:

NBK = NRK x BF ( 4 )

Total nilai bobot (TNB) tiap faktor dapat dihitung dengan memakai rumus:

TNB = NBD + NBK. ( 5 )

Ketiga. Menentukan faktor strategis yang mendukung. Berdasarkan besarnya


TNB tiap faktor, unsur manajemen dapat memilih faktor yang memiliki TNB paling
besar sebagai faktor kunci keberhasilan (FKK). FKK ini merupakan salah satu cara
untuk menyimpulkan faktor-faktor strategis internal dan eksternal pada Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dalam mencapai tujuan atau misi organisasi.
Dari tiap kategori strengths, weaknesses, opportunities, threats masing-masing dipilih 1
FKK berdasarkan urutan TNB terbesar sebagai faktor-faktor yang mendukung
rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor.
Merujuk kepada Puspitasari et al (2013) untuk penetapan prioritas strategi dari
hasil analisis SWOT digunakan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif/
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). QSPM menurut Nurhayati (2008)
merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi alternative yang
diprioritaskan. Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan intuisi yang baik dalam
penilaian. Secara konseptual, tujuan metode ini adalah untuk menetapkan kemenarikan
relative dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan
strategi mana yang paling baik untuk diimplementasikan. QSPM memberikan
gambaran kelebihan-kelebihan relatif dari masing-masing strategi dan selanjutnya
memberikan dasar objektif untuk dapat memilih satu strategi spesifik yang menjadi
pilihan organisasi.
QSPM merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan strategi
alternatif yang diprioritaskan. Sebagai suatu teknik, QSPM memerlukan intuisi yang
baik dalam penilaian. Secara konseptual, tujuan metode ini adalah untuk menetapkan
kemenarikan relatif dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk
20

menentukan strategi mana yang paling baik untuk diimplementasikan. QSPM


memberikan gambaran kelebihan-kelebihan relatif dari masing-masing strategi dan
selanjutnya memberikan dasar objektif untuk dapat memilih satu strategi spesifik yang
menjadi pilihan organisasi.
Bentuk dasar dari QSPM adalah sebagaimana ditunjukkan Tabel 6. Kolom
sebelah kiri dari QSPM terdiri dari faktor lingkungan strategis yang dihasilkan dari
ringkasan analisis faktor strategis internal (IFAS) dan ringkasan analisis faktor
strategis eksternal (EFAS). Kolom weight adalah bobot ketertarikan yang diterima oleh
masing-masing faktor dalam matriks IFAS dan EFAS. Adapun langkah-langkah
pengembangan suatu QSPM adalah sebagai berikut:
Pertama, membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi
yang diambil dari ringkasan analisis faktor strategis internal (IFAS) dan ringkasan
analisis faktor strategis eksternal (EFAS).
Kedua, memberi weight atau pembobotan pada masing-masing eksternal dan
internal faktor seperti yang ada di matriks EFAS dan IFAS.
Ketiga, menetapkan Attractiveness Score (AS) yaitu nilai ketertarikan relatif dari
masing-masing strategi yang dipilih, dengan cara meneliti masing-masing eksternal
dan internal faktor. Kemudian menentukan peran dari tiap faktor dalam proses
pemilihan strategi yang sedang dibuat.

Tabel 6. Matrik perencanaan strategis kuantitatif (QSPM)


Alternatif Strategi I Alternatif Strategi II..dst
Faktor Weight a b
AS TAS AS TAS
Peluang (O)
1..
2..
dst.

Ancaman (T)
1..
2..
dst.

Kekuatan (S)
1..
2..
dst.

Kelemahan (W)
1..
2..
dst.
TOTAL
a
AS: Attractiveness Score; bTAS: Total Attractiveness Score.
21

Keempat, menghitung Total Attractiveness Score (TAS) dengan mengalikan


Weight (langkah 2) dengan Attractiveness Score (langkah 4) pada masing-maing baris.
TAS ini menunjukkan ketertarikan relatif dari alternatif strategi.
Kelima, menghitung Total Attractiveness Score dengan menjumlahkan TAS dari
masing-masing kolom QSPM. Nilai TAS dari alternatif strategi yang terkecil
menunjukkan pilihan terakhir dari alternatif strategi.
22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air


Kota Bogor
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor merupakan unsur pelaksana
Otonomi Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Walikota Bogor melalui Sekretaris Daerah.
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air mempunyai tugas pokok melaksanakan
sebagian urusan di bidang pekerjaan umum. Untuk melaksanakan tugas pokok
sebagaimana dimaksud Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air mempunyai fungsi:
perumusan kebijakan teknis di bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air;
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Bina Marga dan
Sumber Daya Air; pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Bina Marga dan
Sumber Daya Air; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai
tugas dan fungsinya.
Struktur organisasi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air terdiri dari: Kepala
Dinas; Sekretariat membawahkan Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian
Keuangan, Sub Bagian Perlengkapan; Bidang Perencanaan dan Pengawasan
membawahkan: Seksi Perencanaan dan Pengawasan Kebinamargaan, Seksi
Perencanaan dan Pengawasan Sumber Daya Air, Seksi Pengendalian dan Pengujian
Laboratorium; Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan membawahkan: Seksi
Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah I, Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan
Wilayah II, Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah III; Bidang Preservasi
Jalan dan Jembatan membawahkan: Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah I,
Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan Wilayah II, Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan
Wilayah III; Bidang Sumber Daya Air membawahkan: Seksi Sumber Daya Air
Wilayah I, Seksi Sumber Daya Air Wilayah II.

Tabel 7. Keadaan pegawai negeri sipil menurut pendidikan dan pangkat golongan
pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor Tahun 2014
Golongan
No. Pendidikan Jumlah
IV III II I
1 SD / Sederajat 0 0 3 3 6
2 SMP / Sederajat 0 0 4 4 8
3 SMA / Sederajat 0 1 43 0 44
6 D.3 1 5 6 0 12
7 S.1 / D.4 4 22 0 0 26
8 S.2 1 10 0 0 11
JUMLAH 6 38 56 7 107
Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor
23

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor didukung oleh Sumber Daya Manusia dengan jumlah pegawai
seratus tujuh orang sebagaimana Tabel 7.
Keadaan pegawai negeri sipil pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor jika
diklasifikasikan menurut tingkat pendidikan, pendidikan terendahnya adalah
SD/sederajat dan merupakan bagian terkecil dengan besaran 6% dari keseluruhan SDM
yang tersedia, sedangkan pendidikan tertingginya adalah pasca sarjana (S2) dengan
besaran 10% dari keseluruhan SDM yang tersedia. Adapun tingkat pendidikan SDM
pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor yang terbanyak adalah pada jenjang
SMA/sederajat sebesar 41%.

10% 6% 8% SD / Sederajat

24% SMP / Sederajat


SMA / Sederajat
41% D.3
11%
S.1 / D.4
S.2

Gambar 3. Keadaan Pegawai Negeri Sipil Menurut Pendidikan


pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor
Tahun 2014

Keadaan pegawai negeri sipil pada Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor jika
diklasifikasikan menurut golongan kepangkatan, golongan terendahnya adalah
golongan I (Juru) sebesar 7% dari keseluruhan SDM yang tersedia, sedangkan
golongan tertingginya adalah golongan IV (Pembina) sebesar 6% dari keseluruhan
SDM yang tersedia. Adapun golongan kepangkatan PNS pada Dinas Bina Marga dan
SDA Kota Bogor yang terbanyak adalah golongan II (Pengatur) sebesar 52%.

7% 6%

35% IV
III
52% II
I

Gambar 4. Keadaan pegawai negeri sipil menurut golongan


kepangkatan pada Dinas Bina Marga dan SDA
Kota Bogor Tahun 2014
24

Guna menghadapi perkembangan kepemerintahan yang makin kompleks, Dinas


Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dituntut untuk dapat melaksanakan
reorientasi, restrukturisasi, dan revitalisasi manajemen kerja, agar lebih efektif, efesien,
dan professional. Pada gilirannya diharapkan dinamika kelembagaan Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor dapat mengimbangi berbagai tuntutan di
masa depan yang semakin berat dengan kondisi masyarakat yang semakin terbuka dan
lebih berorientasi kepada pengetahuan sehingga menempatkan manusia sebagai titik
sentral dalam proses pembangunan.
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor telah memiliki Rencana
Strategis (Disbima 2014), yang merupakan serangkaian program dan kegiatan
mendasar, sebagai penentu arah bagi seluruh aktifitas organisasi yang merupakan
penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Bogor 2015-2019 yang juga merupakan upaya untuk mewujudkan visi Kepala Daerah
untuk diimplementasikan oleh seluruh unsur Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dimuat dalam rencana
strategisnya.
Keberadaan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor sebagaimana
tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari solusi, dan bukan bagian dari masalah
atau beban bagi Pemerintah Kota Bogor ataupun masyarakat Kota Bogor.
Saat ini Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor dihadapkan pada isu-isu
nasional, regional maupun lokal yang semakin kompleks, khususnya isu-isu lokal Kota
Bogor, yaitu menyangkut kuantitas dan kualitas penyediaan infrastruktur jalan
jembatan, ancaman potensi bencana alam banjir dan pengelolaan sumber daya air
permukaan serta juga permasalahan regulasi dan penegakan hukum.
Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air sesuai dengan
sasaran strategis, indikator kinerja serta target dari evaluasi kinerja terhadap RPJMD
dan Renstra Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010-2014 sebagai
berikut:

Tabel 8. Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010 -
2014
Capaian s/d Capaian s/d Capaian s/d Capaian s/d
No. Indikator
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
1 2 3 4 5 6
Program Pembangunan Jalan, Jembatan, dan Drainase
1. Ketersediaan lahan 0.87 Km 1.31 Km 1.94 Km 2.74 Km
2. Panjang jalan 0 Km 0.10 Km 1.44 Km 1.44 Km
terbangun
3. Pembangunan 3.55 Km 2 Km 1.36 Km 2.25 Km
drainase jalan (per
tahun kumulatif)
25

Tabel 8. Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010 -
2014 (lanjutan)
Capaian s/d
Capaian s/d Capaian s/d Capaian s/d
No. Indikator Tahun
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
2010
1 2 3 4 5 6
4. Pembangunan 2 unit 0 unit 1 unit 1 unit
jembatan (per tahun)
5. Pembangunan trotoar 1514 m2 480 m2 5720 m2 3450 m2
(per tahun)
Program Peningkatan Jalan, Jembatan, dan Drainase
1. Ketersediaan lahan 0.49 Km 0.31 Km 0.44 Km 0.24 Km
(per tahun)
2. Peningkatan jalan 0 Km 0.10 Km 1.44 Km 1.44 Km
kumulatif
Program Pemeliharaan Jalan, Jembatan, dan Drainase
1. Panjang jalan 249.77 Km 260.40 Km 288.71 Km 321.10 Km
berkondisi baik
2. Panjang pedestrian/ 209.17 Km 218.40 Km 233.31 Km 249.40 Km
trotoar berkualitas
baik
3. Perbaikan/pemelihara 5 unit 21 unit 25 unit 26 unit
an jembatan (per
tahun)
Program Pembangunan Sistem Informasi/ Database Jalan, Jembatan, dan
Drainase
1. Leger Jalan 28.76% 44.4% 63.31% 63.31%
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana KeBina Margaan
1. Penyediaan sarana/ 40% 50% 60% 65%
instrument keBina
Margaan
Program Pengembangan, Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber
Daya Air lainnya
1. Ketersediaan lahan 6 situ = 6 situ = 6 situ = 6 situ =
16.40 Ha 16.40 Ha 16.40 Ha 16.40 Ha
2. Danau/Situ dan 4 situ 5 situ 6 situ 4 situ
kolam
3. Pembangunan 0 0 0 0
Danau/ situ dan
kolam retensi
Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan
Pengairan lainnya
1. Ketersediaan lahan 0 0 0 0
26

Tabel 8. Kinerja pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2010 -
2014 (lanjutan)
Capaian s/d
Capaian s/d Capaian s/d Capaian s/d
No. Indikator Tahun
Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
2010
1 2 3 4 5 6
2. Panjang saluran, 0 5.52 km 2.08 Km 5.90 Km
sungai dan jaringan
irigasi dengan
kapasitas memadai
(per tahun)
3. Panjang saluran dan 242.91 Km 271 Km 197.66 Km 174.54 Km
sungai berkondisi
baik
Program Pengendalian Banjir
1. Penurunan luas 52 Ha 42 Ha 38.5 Ha 32 Ha
kawasan rawan
genangan dan banjir
Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor

Berdasarkan data statistik yang tersedia, alokasi anggaran belanja langsung yang
diberikan kepada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air guna merealisasikan
Renstra Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air selama periode tahun 2010-2014
adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Alokasi anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor Tahun 2010-2014

Anggaran %
Tahun Realisasi
(Rp.) Realisasi
2010 134,662,139,364 104,958,626,344 77.94
2011 94,920,780,875 66,675,969,688 70.24
2012 159,887,281,000 122,182,181,779 76.42
2013 209,454,481,577 117,000,421,803 55.86
2014 235,869,541,910 173,384,572,431 73.51
Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa anggaran belanja langsung Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air mengalami kenaikan meskipun pada tahun 2011 sempat
turun signifikan sebesar 50.49% atau berkurang sejumlah Rp. 39,741,358,489,- dari
besaran anggaran pada tahun 2010 sejumlah Rp.134,662,139,364,- menjadi
Rp. 94,920,780,875,-. Penurunan anggaran pada tahun 2011 terkoreksi dengan
peningkatan anggaran sebesar 68.44% pada tahun 2012 atau bertambah sejumlah
Rp. 64,966,500,125,- dari anggaran sejumlah Rp. 94,920,780,875,- pada tahun 2011.
Trend kenaikan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
berlanjut pada tahun 2013 yang mengalami kenaikan sebesar 31.00% dari besaran
anggaran pada tahun 2012. Pada tahun 2014, kenaikan anggaran belanja langsungnya
27

sebesar 12.61% dari besaran anggaran pada tahun 2013. Kenaikan tertinggi terjadi di
tahun 2012 (68.44% dari tahun 2011).
Seiring dengan kenaikan belanja langsung, sebagaimana data yang disajikan
Tabel 10., alokasi anggaran belanja modal yang merupakan salah satu komponen
belanja langsung disamping belanja pegawai (kegiatan) dan belanja barang dan jasa
pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air juga mengalami kenaikan dan sempat
turun pada tahun 2011 sebesar 37.53% atau berkurang sejumlah Rp. 42,501,996,489,-
dari besaran anggaran pada tahun 2010 sejumlah Rp. 113,245,421,364,-. Pada tahun
2012 belanja modal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air kembali mendapat
alokasi anggaran dengan kenaikan sebesar 97.76% atau bertambah sejumlah Rp.
69,162,880,125,- dari anggaran tahun 2011 sejumlah Rp. 70,743,424,875,-. Pada tahun
2013, kenaikan belanja modal sebesar Rp. 45,286,593,537,- atau 32.37% dari alokasi
anggaran pada tahun 2012. Pada tahun 2014 kenaikan belanja modal sebesar
Rp. 22,667,130,313,- atau 12.24% dari alokasi anggaran pada tahun 2013.

Tabel 10. Alokasi anggaran belanja modal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor Tahun 2010-2014
Anggaran Realisasi %
Tahun
(Rp.) (Rp.) Realisasi
2010 113,245,421,364 85,014,088,939 75.07
2011 70,743,424,875 48,494,440,962 68.55
2012 139,906,305,000 103,201,197,718 73.76
2013 185,192,898,537 93,633,101,428 50.56
2014 207,860,028,850 147,899,754,863 71.15
Sumber: Diolah dari BPKAD Kota Bogor

Sayangnya trend peningkatan anggaran belanja tersebut tidak diiringi dengan


penyerapan anggarannya, dimana persentase realisasi anggaran yang tertinggi terjadi
pada tahun 2010 dan pada tahun-tahun berikutnya unsur Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air tidak pernah mampu mencapai persentase realisasi anggaran yang
lebih tinggi dari tahun 2010, bahkan dalam kurun periode 2010-2014, pada tahun 2013
persentase realisasi anggaran belanja langsung mencapai titik terendah dengan besaran
55.86%. Hal yang sama terjadi pada realisasi belanja modal pada tahun 2013 yang
hanya dapat terealisasi sebesar 50.56%. Secara keseluruhan pada periode ini
persentase realisasi anggaran belanja langsung di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air dinilai kurang optimal.
Terdapat berbagai hambatan dan kendala serta permasalahan yang membuat
upaya pencapaian visi dan misi turut terkendala hambatan, kendala dan permasalahan
tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1. Program pembangunan dan peningkatan jalan dan jembatan, saat ini belum
sepenuhnya terintegrasi dengan Rencana Penataan Peningkatan dan Pengembangan
Sistem Transportasi Kota Bogor;
2. Dinamika perkembangan transportasi yang sangat pesat dan tidak dapat segera
terantisipasi serta faktor iklim menyebabkan tingkat kualitas infrastruktur jalan dan
jembatan mengalami penurunan yang lebih cepat;
3. Adanya kesemerawutan dalam pemanfaatan ruang milik jalan yang bersifat lintas
sektor;
28

4. Adanya mekanisme keperdataan dalam proses pengadaan lahan dan juga untuk
meminimalisir dampak pengadaan lahan pada masyarakat sehingga membutuhkan
waktu, dimana hal tersebut turut menyebabkan lambannya kinerja pembangunan
jalan dan jembatan;
5. Masih terdapat ketidaksinergian antara rencana pemeliharaan, peningkatan dan
pembangunan sebagai akibat dinamika perkembangan baik dalam perencanaan
maupun dalam pelaksanaan;
6. Keterbatasan sumber daya dan sumber pendanaan;
Keterbatasan sumber daya ini meliputi kurang tersedianya SDM yang memiliki
kualifikasi ahli pengadaan barang dan jasa. Dari jumlah 107 PNS yang ada pada
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, yang pernah mengikuti diklat dan
memahami pengelolaan keuangan daerah hanya sejumlah 7 orang atau tidak
sampai 7% dari seluruh jumlah PNS yang ada. Hal ini berpengaruh pada
manajemen kas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan yang terkait belanja
pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal di lingkungan Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air. Alokasi waktu untuk melaksanakan kegiatan dalam
jumlah yang begitu besar yang harus dilaksanakan dalam satu tahun anggaran
menjadi salah satu kelemahan disamping ketersediaan SDM. Hal ini terjadi karena
dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air masih menggabungkan seluruh kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan konstruksi dalam satu tahun anggaran sehingga jika
terjadi keterlambatan pada satu tahap akan mengganggu keseluruhan kegiatan
khususnya pada kegiatan-kegiatan yang tingkat ketergantungan pada
masyarakatnya sangat tinggi. Kegiatan yang tingkat ketergantungan pada
masyarakatnya sangat tinggi yang selama ini dihadapi adalah kegiatan-kegiatan
yang memerlukan pengadaan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada
yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda
yang berkaitan dengan tanah seperti yang terjadi dalam pembangunan jalan R3
yang terbentang dari Bogor Utara sampai dengan Bogor Timur yang sampai saat
ini belum tuntas pembayarannya, atau pembebasan lahan untuk peningkatan
simpang di beberapa titik Kota Bogor yang penuh dinamika dalam pembebasannya.
7. Masih dibutuhkan pengembangan organisasi yang dapat meningkatkan efisiensi
dan efektifitas
8. Masih terdapat sejumlah persoalan terkait potensi banjir yang belum terselesaikan
sebagai akibat belum terealisasinya pembangunan beberapa kolam retensi;
9. Penurunan kualitas saluran/badan air penerima (saluran, sungai dan situ) sebagai
akibat belum semua saluran, sungai dan situ dapat terkelola dengan anggaran yang
tersedia.
10. Kurangnya kesadaran masyarakat dan penyerobotan sempadan badan air oleh
masyarakat.

Menyikapi situasi dan kondisi tersebut, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor di masa mendatang terus mendorong hal-hal berikut:
1. Meningkatkan rasio kecukupan Sumber Daya termasuk sarana dan prasarana kerja
terhadap beban pelayanan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air yang semakin
meningkat dan semakin kompleks.
2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia di lingkungan
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor.
3. Penguatan policy dan regulasi serta penegakan hukum.
29

4. Mendorong penerapan SPM dan SOP perencanaan yang terintegrasi terhadap


kebijakan lintas sektor.
5. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan privat dalam pembangunan maupun
pembiayaan.
6. Meningkatkan konsistensi program terhadap perencanaan serta penajaman tolok
ukur kinerja.

Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor
Dalam upaya membangun sinergitas dengan visi dan misi Kota Bogor, maka
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air menetapkan visinya, yaitu: Terwujudnya
Infrastruktur Jalan, Jembatan dan Sumber Daya Air Yang Handal, Ramah Lingkungan
dan Bernilai Tambah. Untuk mewujudkan Visi tersebut maka dikembangkan misi
sebagai berikut:
1. Mewujudkan infrastruktur jalan jembatan yang mantap dan mendukung penataan
dan pengembangan sistem transportasi dan rencana tata ruang wilayah Kota
Bogor 2011-2031
2. Mewujudkan kota bebas banjir serta menjamin ketersediaan air permukaan
melalui konservasi air permukaan dengan sistem tata air yang optimal.
Visi dan misi tersebut dioperasionalkan melalui strategi dan program,
sebagaimana disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11. Strategi dan program Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor
Tahun 2014 2019

No. Strategi Program


1. Penyelenggaraan urusan ke- 1. Penguatan Kebijakan dan regulasi
bina margaan yang efektif, kebina margaan
efisien, konsisten dan
berkesinambungan
2. Pengembangan prasarana jalan 1. Pembangunan ruas jalan utama
dan jembatan
2. Pembangunan ruas jalan
pendukung
3. Peningkatan simpang
4. Pembangunan simpang tidak
sebidang
5. Peningkatan kapasitas ruas jalan
6. Peningkatan struktur jalan
7. Preservasi jalan jembatan
8. Peningkatan prasarana pedestrian
9. Pembangunan prasarana
pedestrian
10. Penataan drainase jalan
30

Tabel 11. Strategi dan program Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor
Tahun 2014 2019 (lanjutan)

No. Strategi Program


11. Pembangunan drainase jalan
3. Pengembangan sistem tata air 1. Penguatan kebijakan dan regulasi
terpadu SDA
2. Pembangunan prasarana
pengendali banjir
3. Konservasi danau/situ, rawa dan
sungai
4. Konservasi irigasi
4. Peremajaan dan peningkatan 1. Peremajaan dan peningkatan
sarana prasarana keBina sarana prasarana kebinamargaan
Margaan
Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor

Pada tahun 2014, untuk melaksanakan program tersebut, Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air melaksanakan 46 kegiatan (belanja langsung) dengan total pagu
anggaran belanja sejumlah Rp. 235,869,541,910 dan realisasi penyerapan anggarannya
sejumlah Rp. 173,384,572,431 atau sebesar 73.51%, dengan rincian sebagaimana
dimuat dalam Tabel 12.

Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
1. Pengelolaan rumah 1,170,445,000 1,150,414,265 98.29
tangga SKPD
2. Pengadaan inventaris 294,000,000 287,065,700 97.64
kantor
3. Pemeliharaan 294,000,000 287,363,560 97.74
rutin/berkala inventaris
kantor
4. Penyusunan 49,000,000 27,228,200 55.57
perencanaan dan
pelaporan SKPD
5. Perencanaan teknis 1,596,000,000 1,518,913,500 95.17
keBina Margaan
6. Pembangunan jalan 17,513,907,550 0 0.00
inner ring road
31

Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014 (lanjutan)
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
7. DED Jalan K.S. Tubun 98,000,000 78,974,700 80.59
8. DED Pembangunan 98,000,000 95,580,550 96.51
jalan tembus Menteng
Asri Tentara Pelajar
9. DED Pembangunan 98,000,000 95,251,100 97.20
jalan tembus stoplate
Sukaresmi Jalan
Raya Pemda
10. Pembangunan Jalan R3 24,758,314,100 24,204,245,910 97.76
Section II
11. Pembangunan 10,000,000,000 0 0.00
Jembatan Sempur
12. Pembangunan 10,000,000,000 0 0.00
Jembatan Satu Duit
13. Perencanaan 741,051,200 448,005,990 60.46
pengadaan tanah
pembangunan jalan
14. Persiapan pengadaan 128,698,800 0 0.00
Tanah pembangunan
jalan
15. Pelaksanaan pengadaan 42,805,250,000 40,567,926,989 94.77
tanah pembangunan
jalan
16. Penyerahan hasil 300,000,000 200,148,800 66.72
pengadaan tanah
pembangunan jalan
17. Pembangunan tembok 1,770,387,500 1,713,473,350 96.79
penahan tanah (TPT) di
Kecamatan Tanah
Sareal
18. Pembangunan jalan, 21,931,500,000 12,343,673,573 56.28
trotoar, jembatan dan
drainase wilayah I
19. Pembangunan jalan, 2,487,620,000 2,442,880,575 98.20
trotoar, jembatan dan
drainase wilayah II
20. Pembangunan jalan, 2,970,146,250 2,853,896,828 96.09
trotoar, jembatan dan
drainase wilayah III
32

Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014 (lanjutan)
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
21. Peningkatan jalan, 2,025,000,000 1,920,593,289 94.84
trotoar, jembatan dan
drainase wilayah I
22. Peningkatan jalan, 4,916,000,000 4,712,165,084 95.85
trotoar, jembatan dan
drainase wilayah II
23. Peningkatan jalan, 1,741,000,000 1,660,476,548 95.37
trotoar, jembatan dan
drainase wilayah III
24. Peningkatan Jalan 2,684,200,000 2,516,660,155 93.76
Raya Pemda-Batas
Kota
25. Preservasi rutin jalan, 5,749,700,000 5,426,427,920 94.38
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah I
26. Preservasi rutin jalan, 5,762,900,000 5,576,110,160 96.76
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah II
27. Preservasi rutin jalan, 8,223,100,000 7,451,242,090 90.61
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah III
28. Preservasi jalan, 5,940,000,000 5,827,092,255 98.10
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah I
29. Preservasi jalan, 3,539,500,000 3,493,757,391 98.71
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah II
30. Preservasi jalan, 9,428,500,000 9,096,164,342 96.48
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah III
31. Pemeliharaan alat berat 1,470,000,000 1,420,429,140 96,63
dan operasional alat
berat
32. Penyelenggaraan 73,618,060 33,920,538 46.08
pengujian tanah dan
bahan
33

Tabel 12. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan Tahun 2014 (lanjutan)
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
33. Normalisasi dan 1,134,000,000 1,109,841,850 97.87
pengendalian banjir
wilayah I
34. Pembangunan/ 4,106,200,000 4,018,344,950 97.86
peningkatan saluran,
sungai, situ wilayah I
35. Pembangunan/ 7,428,400,000 7,249,317,160 97.59
peningkatan saluran,
sungai, situ wilayah II
36. Pemeliharaan rutin 961,850,000 833,000,910 86.60
saluran, sungai dan situ
wilayah I
37. Pemeliharaan rutin 965,150,000 869,281,745 90.07
saluran, sungai dan situ
wilayah II
38. Penanganan pasca 6,418,878,450 6,221,811,164 96.93
bencana
39. Pembangunan/peningkata 2,998,500,000 2,927,246,085 97.62
n sarana dan prasarana
sumber daya air
40. Pengadaan peralatan 6,000,000,000 5,895,562,315 98.26
penunjang revitalisasi
sarana sumber daya air
41. Pembangunan TPT untuk 637,000,000 615,693,900 96.66
pengendalian banjir
42. Pembangunan TPT 2,061,725,000 2,027,568,650 98.34
penunjang kolam retensi
ciluar
43. Perencanaan pengadaan 427,001,200 173,673,200 40.67
tanah-pengendalian banjir
44. Persiapan pengadaan 102,998,800 0 0.00
tanah pengendalian
banjir
45. Pelaksanaan pengadaan 11,870,000,000 3,994,148,000 33.65
tanah pengendalian
banjir
46. Penyerahan hasil 100,000,000 0 0.00
pengadaan tanah
pengendalian banjir
Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor
34

Penyebab Rendahnya Penyerapan Anggaran


Jika kita cermati realisasi belanja langsung sebagaimana tergambar dalam Tabel
12. nampak bahwa meskipun pada tahun 2014 Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air telah mendapat alokasi anggaran untuk membiayai empat puluh enam kegiatan
yang telah direncanakan, namun sampai dengan akhir tahun anggaran 2014 masih
terdapat enam kegiatan yang realisasinya nol persen atau tidak dilaksanakan, yaitu
pembangunan jalan inner ringroad; pembangunan jembatan Sempur; pembangunan
jembatan Satu Duit; persiapan pengadaan tanah pembangunan jalan; persiapan
pengadaan tanah pengendalian banjir; dan penyerahan hasil pengadaan tanah
pengendalian banjir, dengan nilai anggaran belanja sejumlah Rp. 37,845,605,150 atau
sebesar 16.04 % dari total anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air pada tahun 2014. Terkait hal ini, BD, pejabat Kepala Dinas Tahun 2014,
berkata:
kunci penyerapan anggaran pada Dinas Binamarga adalah pembebasan lahan, kenapa
penyerapan anggaran Dinas Bina Marga lebih rendah dibandingkan dengan SKPD lainnya, karena
beberapa kegiatan di Dinas Bina Marga berkaitan dengan ketersediaan lahan yang mana tidak jarang
pengadaan lahannya sendiri belum clear yang menyebabkan beberapa kegiatan terkait tidak dapat
dilaksanakan dan membutuhkan waktu yang lebih panjang. Jika tersedia waktu yang lebih leluasa maka
Insya Allah dapat mengoptimalkan penyerapan anggaran sesuai target .
Pernyataan senada, yang dikutip dari wawancara dengan DS, Sekretaris Dinas
selaku PPK-SKPD, menyatakan bahwa:
kita di Dinas Bina Marga untuk kegiatan lainnya yang bersifat rutin tidak ada kendala atau
permasalahan dalam penyerapan anggaran. Penyerapan anggaran kita tidak optimal disebabkan oleh
adanya kegiatan yang batal dilaksanakan padahal sudah dianggarkan pada tahun berkenaan atau
kalaupun dilaksanakan tidak cukup waktu antara lain karena kegiatan konstruksi yang berkaitan
dengan pembebasan lahan, yang mana tidak jarang pengadaan lahannya sendiri belum clear akibat
dari warga masyarakat keberatan atau menolak kalo tanahnya dibebaskan untuk kepentingan
pembangunan tadi...
Berdasarkan Tabel 12. disamping enam kegiatan yang tidak jadi dilaksanakan
pada tahun 2014 sebagaimana dimaksud, rendahnya realisasi belanja langsung pada
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air pada tahun 2014 juga akibat adanya sembilan
kegiatan yang realisasi belanjanya dibawah 90%, yaitu: penyusunan perencanaan dan
pelaporan SKPD (55.57%); DED jalan K.S. Tubun (80.59%); perencanaan pengadaan
tanah pembangunan jalan (60.46%); penyerahan hasil pengadaan tanah
pembangunan jalan (66.72%); pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase
wilayah I (56.28%); penyelenggaraan pengujian tanah dan bahan (46.08%);
pemeliharaan rutin saluran, sungai dan situ wilayah I (86.60%); perencanaan
pengadaan tanah pengendalian banjir (40.67%); dan pelaksanaan pengadaan tanah
pengendalian banjir (33.65%).
Persentase realisasi belanja tertinggi pada tahun 2014 terjadi pada kegiatan
Pembangunan TPT penunjang kolam retensi Ciluar, yaitu dari anggaran belanja
sejumlah Rp. 2,061,725,000,- dapat direalisasikan sejumlah Rp. 2,027,568,650,- atau
sebesar 98.34%.
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang
pedoman pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air dirinci berdasarkan pengelompokkan jenis belanja adalah
sebagaimana tercantum dalam Tabel 13, sebagai berikut:
35

Tabel 13. Rincian anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja Tahun 2014
%
Anggaran
Jenis Belanja Jenis Belanja
No. (Rp.)
1. Belanja Pegawai 4,983,224,200 2.11
2. Belanja Barang/Jasa 23,026,288,860 9.77
3. Belanja Modal 207,860,028,850 88.12
J u ml a h 235,869,541,910 100.00
Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor

Dari data tersebut terlihat bahwa 88.12% atau Rp. 207,860,028,850,- dari
Rp. 235,869,541,910,- anggaran belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
dialokasikan untuk belanja modal yang penggunaannya berupa pengadaan tanah,
pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase, dan pemeliharaan barang publik
lainnya. Sedangkan porsi untuk belanja pegawainya berupa honor PNS dan non PNS
yang terlibat dalam kegiatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air adalah
sebesar 2.11% atau Rp. 4,983,224,200,- dari Rp. 235,869,541,910,- .
Sedangkan dari sisi realisasi belanja terhadap anggaran masing-masing jenis
belanja tersebut diperoleh data sebagaimana Tabel 14.

Tabel 14. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja Tahun 2014
Anggaran Realisasi %
No. Jenis Belanja
(Rp.) (Rp.) Realisasi
1. Belanja Pegawai 4,983,224,200 4,162,301,490 83.53
2. Belanja Barang/Jasa 23,026,288,860 21,322,516,078 92.60
3. Belanja Modal 207,860,028,850 147,899,754,863 71.15
J u ml a h 235,869,541,910 173,384,572,431
Sumber: Dinas Bina Marga dan SDA Kota Bogor

Pada tahun 2014 realisasi belanja pegawai dari anggaran sejumlah


Rp. 4,983,224,200,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 4,162,301,490 atau
83.53%. Realisasi belanja barang/ jasa dari anggaran sejumlah Rp. 23,026,288,860,-
yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 21,322,516,078,- atau sebesar 92.60%.
Realisasi anggaran yang presentasenya terkecil adalah belanja modal dari anggaran
sejumlah Rp. 207,860,028,850,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah
Rp. 147,899,754,863 atau sebesar 71.15%.
Pada tahun 2015 Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air melaksanakan 53
kegiatan (belanja langsung), atau bertambah 7 kegiatan dari sebelumnya sejumlah 46
kegiatan pada tahun 2014 dengan dengan total pagu anggaran belanja sejumlah
Rp. 238,036,346,290, atau meningkat sejumlah Rp. 2,166,804,380 (0,92%) dari
anggaran tahun 2014, dan realisasi penyerapan anggarannya sampai dengan semester
pertama (Januari sampai dengan Juni) Tahun 2015 masih sangat rendah yaitu baru
mencapai Rp. 9,989,818,583 atau sebesar 4.20%, dengan rincian sebagaimana
disajikan dalam Tabel 15.
36

Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
1. Pengelolaan rumah tangga 832,059,480 547,066,520 65.75
SKPD
2. Pengadaan inventaris 250,820,000 180,683,400 72.04
kantor
3. Pemeliharaan rutin/berkala 320,000,000 81,323,950 25.41
inventaris kantor
4. Penyusunan perencanaan 25,000,000 17,253,700 69.01
dan pelaporan SKPD
5. Kajian teknis kondisi 150,000,000 8,328,900 5.55
jembatan
6. Penyusunan leger jalan 100,000,000 7,838,400 7.84
7. Rehabilitasi/Pemeliharaan 1,200,000,000 787,029,000 65.59
alat-alat berat
8. Penyelenggaraan 75,000,000 21,029,000 28.04
pengujian tanah dan bahan
9. Perencanaan teknis sumber 200,000,000 76,308,700 38.15
daya air
10. Pemeliharaan rutin 801,280,000 208,881,400 26,07
saluran,sungai, dan situ
wilayah 1
11. Pemeliharaan rutin 1,025,000,000 363,717,550 35.48
saluran,sungai, dan situ
wilayah 2
12. Pembangunan/Peningkatan 2,400,000,000 43,518,000 1.81
saluran, sungai dan situ
wilayah 1
13. Pembangunan/Peningkatan 3,560,000,000 28,790,500 0.81
saluran, sungai dan situ
wilayah 2
14. Pembangunan/Perbaikan 480,000,000 9,791,800 2.04
turap kali cipakancilan
15. Pembangunan perbaikan 680,000,000 6,994,000 1.03
sodetan/TPT kali kandang
sapi Kec. Tanah Sareal
16 Pembangunan/peningkatan 22,467,500 0 0.00
saluran sungai, dan situ
wilayah 1
37

Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015 (lanjutan)
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
17. DAK tambahan bidang 55,000,000,000 0 0.00
irigasi
18. Dokumen lingkungan 123,000,000 3,366,300 2.74
pembangunan kolam
retensi S.Ciluar/
S.Ciheuleut
19. Pembangunan kolam 6,000,000,000 0 0.00
retensi Kel. Tanah Baru
20. Pembangunan dinding 2,500,000,000 0 0.00
penahan tanah Kel. Ciluar
21. Pembangunan sumur 1,600,000,000 0 0.00
resapan
22. Normalisasi dan 4,686,440,000 18,029,500 0.38
pengendalian banjir
wilayah 1
23. Normalisasi dan 4,440,480,000 21,593,700 0.49
pengendalian banjir
wilayah 2
24. DED, Dokumen 300,000,000 20,920,800 6.97
lingkungan dan dokumen
kajian lalu lintas simpang
tidak sebidang Jl. RE.
Martadinata dan rel kereta
api
25. DED, dokumen 550,000,000 17,651,000 2.21
lingkungan dan Andal
Lalin pembangunan
Jembatan Satu Duit
26. Pembangunan jalan BIRR 10,000,000,000 5,742,464 0.06
27. Pembangunan jalan R3 25,000,000,000 0 0.00
Kota Bogor
28. Pembangunan jalan, 4,876,000,000 28,615,022 0.59
trotoar, dan drainase
wilayah I
29. Pembangunan jalan, 2,899,580,550 15,341,225 0.53
trotoar, dan drainase
wilayah II
30. Pembangunan jalan, 10,186,000,000 29,101,875 0.29
trotoar, dan drainase
wilayah III
38

Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015 (lanjutan)
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
31. Pembangunan jalan, 30,679,000 30,679,000 100.00
trotoar, jembatan dan
drainase wilayah I
32. Peningkatan jalan, trotoar 2,910,000,000 26,649,353 0.92
dan drainase wilayah I
33. Peningkatan jalan, trotoar 5,517,000,000 34,524,415 0.63
dan drainase wilayah II
34. Peningkatan jalan, trotoar 3,405,000,000 33,680,475 0.99
dan drainase wilayah III
35. Pembangunan Jalan 480,000,000 15,050,144 3.14
Munjul Kel. Kayumanis
36. Perbaikan Jalan Kukupu 400,000,000 6,294,700 1.57
Kel. Cibadak
37. Perbaikan jalan Gg.Jarum 720,000,000 6,882,250 0.96
Kel. Cibadak
38. DED review jalan tembus 268,000,000 8,198,400 3.06
Air Mancur-Ahmad
Sobana-Tanah Baru
39. FS jembatan laying dari 100,000,000 3,414,000 3.41
Batutulis ke Pamoyanan
40. FS pengembangan 200,000,000 8,119,000 4.06
jaringan jalan
41. Perencanaan pengadaan 448,840,960 25,973,227 5.79
tanah
42. Persiapan pengadaan tanah 128,698,800 0 0.00
43. Pelaksanaan pengadaan 46,000,000,000 3,366,317,900 7.32
tanah
44. Penyerahan hasil 240,000,000 0 0.00
pengadaan tanah
45. Perencanaan teknis Bina 508,000,000 232,813,500 45.83
Marga
46. Pemeliharaan 400,000,000 0 0.00
trotoar/pedestrian
47. Preservasi rutin jalan, 4,655,000,000 1,183,173,771 25.42
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah I
48. Preservasi rutin jalan, 4,442,000,000 1,151,504,988 25.92
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah II
39

Tabel 15. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor per kegiatan periode Januari s.d. Juni 2015 (lanjutan)
Anggaran Realisasi
%
No. Kegiatan Belanja Belanja
Realisasi
(Rp.) (Rp.)
1 2 3 4 5
49. Preservasi rutin jalan, 5,915,000,000 1,207,202,254 20.41
trotoar, drainase dan
jembatan wilayah III
50. Preservasi jalan, trotoar, 12,245,000,000 73,756,000 0.60
drainase, dan jembatan
wilayah I
51. Preservasi jalan, trotoar, 4,250,000,000 8,342,500 0.20
drainase, dan jembatan
wilayah II
52. Preservasi jalan, trotoar, 4,250,000,000 8,042,500 0.19
drainase, dan jembatan
wilayah III
53. DED jalan dan drainase 240,000,000 10,283,500 4.28
kawasan simpang Johar,
Abdulah Bin Nuh, Sholeh
Iskandar
Sumber: Data diolah

Rendahnya penyerapan anggaran belanja sebagaimana dimaksud, disamping


disebabkan oleh hampir seluruh kegiatan belum berjalan optimal, juga disebabkan
terdapat sembilan kegiatan yang realisasinya nol persen atau belum dilaksanakan, yaitu
pembangunan/peningkatan saluran, sungai, dan situ wilayah I; DAK tambahan bidang
irigasi; pembangunan kolam retensi kelurahan Tanah Baru; pembangunan dinding
penahan tanah Kelurahan Ciluar; pembangunan sumur resapan; pembangunan jalan R3
Kota Bogor; persiapan pengadaan tanah; penyerahan hasil pengadaan tanah; dan
pemeliharaan trotoar/pedestrian. Pagu anggaran belanja untuk kesembilan kegiatan
tersebut sejumlah Rp. 90,891,166,300 atau sebesar 38.18 % dari total anggaran belanja
langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air pada tahun 2015.
Persentase realisasi belanja tertinggi pada semester pertama tahun 2015 terjadi
pada kegiatan pembangunan jalan, trotoar, jembatan dan drainase wilayah I dengan
anggaran sejumlah Rp. 30,679,000,- yang dapat direalisasikan sejumlah
Rp. 30,679,000,- atau sebesar 100%. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang telah
diselesaikan pembangunannya di tahun anggaran 2014, namun baru terbayar 100%
di tahun 2015 (utang TA.2014).
Anggaran belanja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Tahun 2015
sebagaimana dimaksud dirinci berdasarkan pengelompokkan jenis belanja adalah
sebagaimana disajikan dalam Tabel 16.
40

Tabel 16. Rincian anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja Tahun 2015
%
Anggaran
No. Jenis Belanja Jenis Belanja
(Rp.)
1. Belanja Pegawai 4,781,500,360 2.01
2. Belanja Barang/Jasa 18,422,900,880 7.74
3. Belanja Modal 214,831,945,050 90.25
J u ml a h 238,036,346,290 100.00
Sumber: Data diolah

Dari data tersebut terlihat bahwa peningkatan anggaran pada tahun 2015
merubah komposisi anggaran per jenis belanja dimana terjadi peningkatan persentase
alokasi belanja modal sebesar 2.13% dari semula 88.12% pada tahun 2014 menjadi
90.25% atau Rp. 214,831,945,050,- dari total jumlah anggaran Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air pada tahun 2015 sebesar Rp. 238,036,346,290,-. Sedangkan porsi
untuk belanja pegawainya berupa honor PNS dan non PNS yang terlibat dalam
kegiatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air adalah sebesar Rp.
4,781,500,360,- dari Rp. 238,036,346,290,- atau 2.01% lebih rendah 0.10% dari
anggaran tahun 2014 sebesar 2.11%. Begitupun dengan porsi belanja barang/ jasa pada
tahun 2015 sebesar Rp. 18,422,900,880,- dari Rp. 238,036,346,290,- atau 7.74% lebih
rendah 2.03% dari anggaran tahun 2014 sebesar 9.77%.
Sedangkan dari sisi realisasi belanja pada semester I tahun 2015 terhadap
anggaran masing-masing jenis belanja tersebut diperoleh data sebagaimana disajikan
dalam Tabel 17.

Tabel 17. Penyerapan anggaran belanja langsung Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor berdasarkan jenis belanja periode Januari s.d. Juni
2015
Anggaran Realisasi %
No. Jenis Belanja
(Rp.) (Rp.) Realisasi
1. Belanja Pegawai 4,781,500,360 1,440,526,827 30.13
2. Belanja Barang/Jasa 18,422,900,880 4,465,941,633 24.24
3. Belanja Modal 214,831,945,050 4,083,350,123 1.90
J u ml a h 235,869,541,910 9,989,818,583
Sumber: Data diolah

Sampai dengan semester I tahun 2015 realisasi belanja pegawai dari anggaran
sejumlah Rp. 4,781,500,360,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah
Rp. 1,440,526,827,- atau 30.13%. Realisasi belanja barang/ jasa dari anggaran
sejumlah Rp. 18,422,900,880,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah
Rp. 4,465,941,633,- atau sebesar 24.24%. Belanja modal dari anggaran sejumlah
Rp. 214,831,945,050,- yang dapat direalisasikan adalah sejumlah Rp. 4,083,350,123,-
atau sebesar 1.90%.
41

5 ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS


DAN RANCANGAN STRATEGI

Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT)


Sesuai dengan pendapat Hunger & Wheelen (2001:192), untuk dapat membuat
rancangan strategi alternatif yang layak, pembuat strategi harus menganalisis faktor-
faktor strategis perusahaan atau organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman kunci) pada situasi sekarang. Berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan tujuan
penelitian, pada kajian ini dilakukan analisis faktor-faktor strategis yang mendukung
pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, pertama dengan melakukan identifikasi
faktor internal dan eksternal dan selanjutnya membandingkan antara faktor eksternal:
peluang dan ancaman dengan faktor internal: kekuatan dan kelemahan dengan
menggunakan analisis SWOT.
Analisis SWOT merupakan awal proses perumusan strategi. Selain itu, analisis
SWOT juga mengharuskan pembuat strategi untuk menemukan kesesuaian strategis
antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan internal, disamping
memperhatikan ancaman-ancamann eksternal dan kelemahan-kelemahan internal.
Melalui metode pengumpulan data yang digunakan yakni wawancara dengan
bantuan kuesioner kepada responden yang merupakan pemangku kepentingan
manajerial pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, dapat teridentifikasi faktor-
faktor kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor peluang dan ancaman pada Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan
eksternal dinas sesuai dengan jawaban responden atas kuesioner analisis SWOT dalam
penentuan strategi optimalisasi penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua puluh tiga faktor-faktor
strategis yang mendukung terhadap kinerja penyerapan anggaran belanja pada Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor Internal
a. Kekuatan ( Strengths)
1) Tersedianya sarana pra sarana yang memadai
Sarana prasarana yang memadai memberikan gambaran tidak saja kepada
masyarakat tetapi juga stakeholder lainnya tentang kesiapan dalam
melaksanakan tugas. Sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor kekuatan
yang dibutuhkan untuk mendukung kerja kita agar dapat terlaksana secara
efisien dan efektif.
2) Adanya pengawasan melekat dari pimpinan
Pengawasan melekat sebagai salah satu kegiatan pengawasan, merupakan
tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan untuk menyelenggarakan
manajemen atau administrasi yang efektif dan efisien di lingkungan
organisasi atau unit kerja masing-masing, baik di bidang pemerintahan
maupun swasta. Pengawasan melekat di lingkungan Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air bertolak dari motivasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, dengan cara sedini
mungkin mencegah terjadinya kekurangan dan kesalahan dalam
merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas di lingkungan Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air. Pelaksanaan pengawasan melekat yang
42

demikian tersebut dapat mengurangi dan mencegah secara dini terjadinya


berbagai kelemahan dan kekurangan aparatur pemerintah dalam
melaksanakan tugas pokok masing-masing.
3) Hubungan kerja yang kondusif
Satu faktor yang akan sangat berperan terhadap terciptanya iklim kerja yang
kondusif adalah terbangunnya hubungan kerja yang kondusif meliputi
terciptanya hubungan yang baik antara sesama pegawai dan hubungan yang
baik antara atasan dan bawahan.
4) Adanya rencana kerja yang jelas
Perencanaan merupakan awal dari suatu aktifitas. Disinilah titik tolak setiap
program maupun kegiatan yang akan menentukan masa depan. Namun kata
kunci untuk persolaan ini bukan hanya terletak pada merencanakan, lebih
dari itu adalah merencanakan dengan baik. Artinya, menyusun perencanaan
saja belum cukup, tetapi harus membuatnya dengan baik sehingga dapat
membawa kesuksesan dalam implementasinya.
5) Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 3 Tahun 2010 tentang
Organisasi Perangkat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kota Bogor nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Bogor nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat
Daerah, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air diberi kewenangan sesuai
fungsinya untuk melaksanakan perumusan kebijakan teknis di bidang Bina
Marga dan SDA; menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan
umum di bidang Bina Marga dan SDA; melakukan pembinaan dan
pelaksanaan tugas di bidang Bina Marga dan SDA; dan melaksanakan tugas
lain yang diberikan oleh Walikota sesuai tugas dan fungsinya.

b. Kelemahan ( Weaknesses)
1) Alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai
Mengingat paket kegiatan pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
yang begitu banyak dengan alokasi waktu yang kurang memadai jika
pelaksanaannya dibatasi dalam satu tahun anggaran maka capaian target
kinerja kegiatannya terutama pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
secara bertahap akan mengalami gangguan dan memungkinkan target
penyerapann anggarannya tidak tercapai.
2) Rendahnya kualitas SDM
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci
keberhasilan organisasi. SDM berkontribusi pada proses pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi organisasi. Harus diakui kontribusi SDM Dinas
Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak menunjukkan signifikansi selama
ini dalam penyerapan anggaran. Sangat disayangkan, jumlah kegiatan dan
alokasi anggaran yang besar yang dipercayakan kepada Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air tidak dibarengi banyaknya SDM berkualitas. Masih
rendahnya SDM inilah menyebabkan tidak optimalnya penyerapan
anggaran.
3) Kurangnya reward & punishment
Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi
seseorang untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan prestasinya. Kedua
43

metode ini sudah cukup lama dikenal dalam dunia kerja. Reward artinya
ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen,
reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai.
Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang
dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka
melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain
motivasi, reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya
untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat
dicapainya. Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi.
Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif, maka
punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif, tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari
metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya
mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi, hukuman yang dilakukan
mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah
yang lebih baik. Pada dasarnya keduanya sama-sama dibutuhkan dalam
memotivasi seseorang, termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam
meningkatkan kinerjanya. Keduanya merupakan reaksi dari seorang
pimpinan terhadap kinerja dan produktivitas yang telah ditunjukkan oleh
bawahannya; hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan
baik. Melihat dari fungsinya itu, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada
hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik,
termasuk dalam memotivasi para pegawai dalam bekerja.
4) Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur keuangan
Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah di lingkungan
Pemerintah Kota Bogor merupakan pedoman bagi para pejabat dan
pelaksana pengelola keuangan daerah agar keuangan daerah dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
5) Keterlambatan pelaksanaan lelang
Percepatan pelaksanaan pembangunan yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah daerah kerap kali dihadapkan pada kondisi yang kurang
mendukung bagi percepatan pelaksanaan belanja daerah, hal ini antara lain
disebabkan oleh adanya keterlambatan pelaksanaan lelang. Berdasarkan hal
tersebut Pemerintah beberapa kali melakukan penyempurnaan terhadap
peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa, yang ditekankan
kepada upaya untuk memperlancar pelaksanaan APBN dan APBD, dan
menghilangkan multitafsir yang menimbulkan ketidakjelasan bagi para
pelaku dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah.
6) Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan
Secara umum data dasar kebutuhan pembangunan bidang Bina Marga dan
SDA memiliki kualitas data yang rendah, seperti tidak lengkap, tidak
akurat, tidak konsisten, tidak up to dan lain-lain. Kondisi ini ternyata
memiliki dampak serta resiko yang signifikan terhadap kinerja dinas. Hal
ini dapat teridentifikasi dengan adanya kegiatan (proyek) yang tidak dapat
direalisasikan karena tidak terantisipasi sebelumnya dalam dokumen
rencana kerja SKPD.
44

Tabel 18. Identifikasi faktor strategis internal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor

Faktor internal
No. Strenghts (Kekuatan) No. Weaknesses (Kelemahan)
S1 Saranan prasarana yang memadai W1 Alokasi waktu Kegiatan yang kurang
memadai
S2 Adanya pengawasan melekat dari W2 Rendahnya kualitas SDM
pimpinan
S3 Hubungan kerja yang kondusif W3 Kurangnya reward & punishment
S4 Adanya rencana kerja yang jelas W4 Kurangnya pemahaman terhadap
sistem dan prosedur keuangan
S5 Adanya kewenangan bidang W5 Keterlambatan pelaksanaan lelang
kebinamargaan dan SDA
W6 Rendahnya kualitas data dasar
kebutuhan pembangunan

2. Faktor Eksternal
a. Peluang ( Opportunities)
1) Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum
UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundang-
undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. PNS maupun SKPD
dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Adanya diklat dan bimtek PNS
Pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bimbingan teknis (bimtek),
merupakan kegiatan pelatihan dan pengembangan pengetahuan serta
kemampuan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi oleh setiap PNS maupun SKPD tertentu. Sehingga dengan
mengikuti Diklat maupun Bimtek diharapkan setiap PNS maupun SKPD
dapat mengambil sebuah manfaat dengan berorientasi pada kinerja.
Menghadapi kenyataan bahwa semakin tingginya tingkat kompetensi yang
dibutuhkan, maka tentunya Diklat dan Bimtek PNS telah menjadi sebuah
kebutuhan untuk individu ataupun lembaga pemerintahan.
3) Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas
Selama ini, proses penyelenggaraan rekrutmen dan seleksi pengadaan PNS
sarat akan nuansa KKN, tertutup, kurang terbuka, kurang transparan, dan
akuntabel. Proses pengadaan PNS di sebagian besar lingkungan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dinilai oleh berbagai kalangan masih kental
dengan hubungan kekerabatan, ikatan emosional, jaringan kewilayahan, dan
nuansa kekeluargaan. Pelaksanaan rekrutmen PNS yang terjadi selama ini
dipersepsikan masyarakat sangat tidak profesional. Hanya orang-orang
45

yang memiliki hubungan dan koneksi dengan orang dalam atau panitia
saja yang akan lulus menjadi PNS dengan imbalan materi berupa uang
tertentu sebagai kompensasi. Rekrutmen PNS melalui tes CPNS harus
memiliki tujuan sebagai proses penjaringan para calon penyelenggara
negara yang memiliki integritas dan kualitas yang unggul, melalui proses
rekruitmen transparan dan akuntabel. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
masyarakat harus dilibatkan sebagai pengawas eksternal mulai dari proses
pengumuman lowongan, hingga pada tahap akhir tes.
4) Adanya pengawasan eksternal
Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari
luar organisasi sendiri. Seperti pengawasan dibidang keuangan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), inspektorat daerah, dan DPRD yang memiliki
kewenangan terhadap pengawasan pelaksanaan APBD sebagai pengawasan
keuangan eksternal tingkat kabupaten/kota. Dalam pengawasan keuangan
DPRD kabupaten/kota dalam melakukannya lewat dengar pendapat,
kunjungan kerja, panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang
dibentuk dengan peraturan tata tertib DPRD.Pengawasan Internal
Pemerintahan Daerah.
5) Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan sarana &
prasarana transportasi
Itikad baik pemerintah menyediakan sarana dan prasarana transportasi
untuk kenyamanan masyarakat (publik), ternyata tidak serta merta
mendapatkan respon positif dari masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa
pembangunan sarana dan prasarana transportasi terlebih yang memerlukan
pengadaan tanah sangat bergantung pada respon dan partisipasi masyarakat
khususnya yang terdampak langsung. Dalam hal respon masyarakat positif,
tentunya pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat
dilaksanakan dengan baik.
6) Adanya mekanisme perubahan anggaran
Perubahan anggaran (APBD) dapat diartikan sebagai upaya pemerintah
daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan
situasi dan kondisi yang terjadi. Perkembangan situasi dan kondisi tersebut
dapat berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun
pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi
pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD.

b. Ancaman ( Threats)
1) Kegagalan pembebasan lahan
Tanah merupakan modal dasar pembangunan. Hampir tidak ada kegiatan
pembangunan bidang Bina Marga dan SDA yang tidak memerlukan tanah.
Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan
menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Secara hakiki, makna
dan posisi strategis tanah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tidak saja
mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik,
pertahanan keamanan dan aspek hukum. Tanah bagi masyarakat memiliki
makna multidimensional. Secara normatif, pengadaan tanah itu
berhubungan dengan kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan
46

tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.


Sehubungan dengan itu, pengadaan tanah menyangkut dua sisi dimensi
harus ditempatkan secara seimbang, yaitu kepentingan masyarakat dan
kepentingan pemerintah. Terkait dengan pengadaan tanah ini, beberapa kali
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air tidak jadi atau menunda
melaksanakan pembangunan khususnya pembangunan jalan baru karena
masih adanya warga masyarakat pemilik persil tanah dengan beragam
alasan yang enggan melepas haknya kepada pemerintah daerah untuk
kepentingan pembangunan prasarana dan sarana umum.
2) Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten
Kompetensi penyedia barang/jasa antara lain diukur dari sejauh mana
penyedia barang/jasa memiliki kemampuan SDM, teknis, modal dan
peralatan yang cukup. Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten memiliki
kecenderungan bermasalah dalam proses menyediakan barang/jasa yang
pada akhirnya mengganggu kinerja penyerapan anggaran karena tidak
tercapainya target fisik sesuai ketentuan untuk menerima pembayaran
(termin).
3) Regulasi yang berubah-ubah
Regulasi perundang-undangan yang sering berubah-ubah kerapkali menjadi
problem bagi pemerintah daerah tidak terkecuali bagi Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air, apalagi menyangkut kebijakan yang harus
dilaksanakan, terkadang harus berhenti karena adanya perubahan
perundang-undangan.
4) Peningkatan kemacetan lalu lintas
Peningkatan kemacetan di Kota Bogor tidak terhindarkan lagi, karena ruas
jalan yang tersedia tidak mampu menampung jumlah kendaraan yang
beroperasi, dimana rata-rata pertumbuhan jumlah kendaraan di Kota Bogor
untuk kendaraan roda dua sebanyak 500 hingga 600 unit per tahun,
sedangkan roda empat antara 300-500 per tahun.
5) Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan dinas
Karena tugas pokok dan fungsinya, SKPD tidak terkecuali Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air tidak jarang mendapat alokasi dana yang
bersumber dari bantuan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat yang
bersifat spesifik grand untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang tidak
sesuai dengan usulan dinasnya. Untuk kegiatan yang bersifat top down
sepanjang terencana dengan baik dan telah diantisipasi kegiatan
pendukungnya akan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan. Dalam hal
kegiatan-kegiatan yang harus didahului dengan kegiatan lainnya yang harus
dilakukan oleh SKPD pelaksana namun tidak terantisipasi dalam
perencanaan dan anggaran SKPD tersebut maka biasanya kegiatan yang
bersumber dari bantuan pemerintah provinsi atau pemerintah pusat yang
bersifat spesifik grand tersebut akan ditunda pelaksanaannya untuk
direncanakan kembali di tahun berikutnya atau bahkan sama sekali
dibatalkan jika tidak dapat dialokasikan kembali pada kegiatan yang sama.
47

6) Adanya Upaya Kriminalisasi


Praktek penyelenggaraan pemerintahan menuntut adanya keputusan
dan/atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, di sisi lain sampai
dengan saat ini Negara dirasakan masih kurang memberikan perlindungan
hukum bagi para pejabat dimaksud dari upaya kriminalisasi keputusan
dan/atau tindakan pejabat oleh penegak hukum. Kekhawatiran akan adanya
upaya kriminalisasi oleh penegak hukum tersebut merupakan salah satu
penyebab yang menjadikan pejabat ragu-ragu bahkan enggan untuk
mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dampaknya pada penyerapan
anggaran APBD tidak optimal.

Tabel 19. Identifikasi faktor strategis eksternal Dinas Bina Marga dan Sumber Daya
Air Kota Bogor

Faktor eksternal
No. Opportunities (Peluang) No. Threats (Ancaman)
O1 Adanya peraturan perundang- T1 Kegagalan pembebasan lahan
undangan sebagai payung hukum
O2 Adanya diklat dan bimtek PNS T2 Penyedia barang/jasa yang tidak
kompeten
O3 Mekanisme rekrutmen PNS yang T3 Regulasi yang berubah-ubah
berkualitas
O4 Adanya Pengawasan Eksternal T4 Peningkatan kemacetan lalu lintas
O5 Respon positif dari masyarakat T5 Adanya program/kegiatan yang
mengenai pengembangan sarana & tidak sesuai dengan usulan dinas
prasarana transportasi
O6 Adanya mekanisme perubahan T6 Adanya Upaya Kriminalisasi
anggaran

Dari hasil identifikasi telah diperoleh lima faktor kekuatan dan enam faktor
kelemahan. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan atau kelemahan organisasi ini,
kemudian dicoba untuk dianalisis antara satu faktor dengan faktor lainya, dengan
melakukan komparasi antar faktor. Misalnya faktor kekuatan a dibandingkan dengan
faktor kekuatan b, faktor mana yang lebih urgen. Demikian pula faktor kekuatan a
dengan faktor kekuatan c, faktor kekuatan a dengan faktor kelemahan d dan
seterusnya. Suatu faktor disebut penting terhadap pencapaian tujuan apabila memiliki
nilai lebih dari faktor yang lain. Sejauh mana pentingnya faktor yang teridentifikasi
ditindaklanjuti dengan melakukan komparasi antar faktor sebagaimana Tabel 20.
48

Tabel 20. Komparasi urgensi faktor internal

No Faktor internal a b c d e f g h i j k NF BF %

a Saranan prasarana yang memadai a a a e f g h i j k 3 5.45


b Adanya pengawasan melekat dari
pimpinan a b b e f g h i j k 2 3.64
c Hubungan kerja yang kondusif a b c e f g h i j k 1 1.82
d Adanya rencana kerja yang jelas a b c e f g h i j k 0 0.00
e Adanya kewenangan bidang
kebinamargaan dan SDA e e e e e e e e e e 10 18.18
f Alokasi waktu Kegiatan yang
kurang memadai f f f f e f f f f f 9 16.36
g Rendahnya kualitas SDM g g g g e f g g g g 8 14.55
h Kurangnya reward & punishment h h h h e f g h h h 7 12.73
i Kurangnya pemahaman terhadap
sistem dan prosedur keuangan i i i i e f g h i i 6 10.91

j Keterlambatan pelaksanaan lelang j j j j e f g h i j 5 9.09


k Rendahnya kualitas data dasar
k k k k e f g h i j 4 7.27
kebutuhan pembangunan

JUMLAH 3 2 1 0 10 9 8 7 6 5 4 55 100.00

Dari hasil pembandingan masing-masing faktor yang dilakukan oleh unsur


pemangku kepentingan manajerial pada Dinas Bina Marga dan SDA, yang dilakukan
dalam forum diskusi (FGD), diperoleh nilai urgensi tiap faktor (NF) dimana faktor
internal: Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang
memiliki nilai urgensi paling tinggi, dengan nilai urgensi faktor sebesar 10, dan nilai
urgensi kedua terbesar adalah alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, dengan
nilai urgensi faktor sebesar 9. Sedangkan faktor dengan nilai urgensi terendah/terkecil
adalah adanya rencana kerja yang jelas, dengan nilai urgensi faktor sebesar 0. Dari
sebelas faktor internal yang teridentifikasi, faktor adanya kewenangan bidang
kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang paling penting atau menjadi
kebutuhan untuk pencapaian tujuan pada Dinas Bina Marga dan SDA. Faktor adanya
rencana kerja yang jelas, bukanlah faktor yang menjadi kebutuhan atau setidaknya
faktor tersebut sangat kecil/rendah dalam mencapai tujuan jika dibandingkan dengan
faktor internal lainnya.
Hasil NF dari setiap faktor akan menghasilkan bobot faktor (BF). Untuk
mendapatkan bobot faktor, nilai urgensi tiap faktor dijumlahkan terlebih dahulu. Bobot
masing-masing faktor dihitung dengan rumus :

Nilai Faktor
BF = x 100 %
Total Nilai Faktor

Sebagai contoh, hasil NF dari faktor Adanya kewenangan bidang


kebinamargaan dan SDA, dengan nilai urgensi faktor sebesar 10 akan menghasilkan
bobot faktor:
49

10
BF = x 100 %
55

BF = 18.18 %

Jadi faktor Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA, dengan nilai
urgensi faktor sebesar 10 akan memiliki bobot faktor sebesar 18.18%.
Dari tabel 20, terlihat bahwa bobot faktor (BF) faktor internal: Adanya
kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang memiliki bobot
faktor paling tinggi, dengan bobot faktor sebesar 18.18%, dan bobot faktor kedua
terbesar adalah alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai, dengan bobot faktor
sebesar 16.36%. Faktor dengan bobot faktor terendah/terkecil adalah adanya rencana
kerja yang jelas, dengan bobot faktor sebesar 0.00%. Faktor yang memiliki nilai
urgensi faktor paling tinggi atau paling rendah, faktor tersebut juga akan memiliki
bobot faktor paling tinggi atau paling rendah dibandingkan dengan faktor internal
lainnya.
Selesai dengan komparasi urgensi faktor internal, tahap selanjutnya adalah
mengulangi langkah-langkah dan melakukan proses seperti yang dilakukan diatas
terhadap faktor eksternal. Dari hasil identifikasi faktor strategis eksternal diperoleh
enam faktor kesempatan dan enam faktor ancaman. Faktor-faktor yang menjadi
kesempatan atau ancaman organisasi ini, kemudian dianalisis dengan proses yang sama
yang telah dilakukan terhadap faktor strategis internal di atas, dengan hasil
sebagaimana terlihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Komparasi urgensi faktor eksternal

No Faktor eksternal a b c d e f g h i j k l NF BF

a Adanya peraturan perundang-


undangan sebagai payung a a a a a g a a a a a 10 15.15
hukum
b Adanya diklat dan bimtek PNS a b d e b g h i j k l 2 3.03
c Mekanisme rekrutmen PNS
yang berkualitas a b d e c g h i j k l 1 1.52

d Adanya Pengawasan Eksternal a d d e d g d d d k l 6 9.09


e Respon positif dari masyarakat
mengenai pengembangan a e e e e g e i e e l 7 10.61
sarana & prasarana transportasi
f Adanya mekanisme perubahan
anggaran a b c d e g h i j k l 0 0.00

g Kegagalan pembebasan lahan g g g g g g g g g g g 11 16.67


h Penyedia barang/jasa yang
tidak kompeten a h h d e h g h h h l 6 9.09
50

Tabel 21. Komparasi urgensi faktor eksternal (lanjutan)

No Faktor eksternal a b c d e f g h i j k l NF BF

i Regulasi yang berubah-ubah a i i d i i g h i i l 6 9.09


j Peningkatan kemacetan lalu
lintas a j j d e j g h i j l 4 6.06
k Adanya program/kegiatan yang
tidak sesuai dengan usulan a k k k e k g h i j l 4 6.06
dinas
l Adanya Upaya Kriminalisasi a l l l l l g l l l l 9 13.64

JUMLAH 10 2 1 6 7 0 11 6 6 4 4 9 66 100.00

Dari hasil komparasi antar faktor eksternal, diperoleh nilai urgensi tiap faktor
(NF) dimana faktor eksternal: Kegagalan pembebasan lahan merupakan faktor yang
memiliki nilai urgensi paling tinggi, dengan nilai urgensi faktor sebesar 11, dan nilai
urgensi kedua terbesar adalah adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung
hukum, dengan nilai urgensi faktor sebesar 10. Sedangkan faktor dengan nilai urgensi
terendah/terkecil adalah Adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan nilai urgensi
faktor sebesar 0. Dari dua belas faktor eksternal yang teridentifikasi, faktor kegagalan
pembebasan lahan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap
pencapaian tujuan pada Dinas Bina Marga dan SDA. Faktor adanya mekanisme
perubahan anggaran, bukanlah faktor yang menjadi kebutuhan atau setidaknya faktor
tersebut sangat kecil/rendah pengaruhnya dalam mencapai tujuan jika dibandingkan
dengan faktor eksternal lainnya.
Kegagalan pembebasan lahan merupakan faktor yang memiliki bobot faktor
paling tinggi dengan bobot faktor sebesar 16.67%, sedangkan faktor dengan bobot
faktor terendah/terkecil adalah adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan bobot
faktor sebesar 0.00%.
Keberadaan suatu faktor dalam pencapaian suatu tujuan tidak cukup hanya
ditentukan dengan nilai urgensi faktor dan bobot faktor dari tiap-tiap faktor internal
dan eksternal tersebut, untuk itu perlu dilakukan penilaian lanjutan dengan
menggunakan format penilaian atau evaluasi faktor internal dan eksternal sebagaimana
Tabel Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (Lampiran 1.).
Dalam Lampiran 1 dukungan terhadap pencapaian tujuan dari faktor yang ada
pada internal dan eksternal tercermin dari nilai dukungan (ND) yang diperoleh melalui
pembobotan dengan menggunakan skala Likert. Responden penelitian yang merupakan
para pemangku kepentingan manajerial di lingkungan Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air menetapkan nilai tertinggi yang diberikan pada faktor internal dan eksternal
adalah 5 untuk faktor-faktor: Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA;
Alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai; Kegagalan pembebasan lahan;
Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten; dan Adanya upaya kriminalisasi. Kelima
faktor eksternal dan internal ini merupakan faktor pendukung utama baik dukungan
yang bersifat konstruktif maupun dukungan bagi perlambatan terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
51

Disamping faktor pendukung utama sebagaimana dimaksud, dari Lampiran 1


juga dapat terlihat bahwa faktor Adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan nilai
dukungan 2 merupakan faktor yang paling kecil dukungannya terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
Berdasarkan nilai dukungan (ND) tiap faktor tersebut, selanjutnya didapat nilai
bobot dukungan (NBD) tiap faktor yang dihitung dengan rumus: NBD = ND x BF.
Pada tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1), untuk nomor urut 1
faktor internal (kekuatan): Sarana prasarana yang memadai, nilai dukungan (ND)
faktornya diketahui sebesar 4, dan bobot faktor (BF) sebesar 5.45%, maka nilai bobot
dukungan (NBD) faktornya adalah: 4 x 5.45% = 0.22. Cara yang sama digunakan
untuk nomor urut 12 faktor eksternal (peluang): Adanya peraturan perundang-
undangan sebagai payung hukum dengan nilai dukungan (ND) sebesar 4, dan bobot
faktor (BF) sebesar 15.15%, maka NBD faktornya adalah: 4 x 15.15% = 0.61. NBD
faktor lainnya dapat dilihat pada kolom NBD tabel evaluasi faktor internal dan
eksternal (Lampiran 1).
Adanya sifat saling keterkaitan dari faktor-faktor internal dan eksternal pada
suatu organisasi dalam mencapai misi organisasi, maka dalam melakukan evaluasi
faktor internal dan eksternal dilakukan penentuan nilai relatif keterkaitan (NK) dengan
memakai skala Likert. Setelah nilai relatif keterkaitan (NK) tiap faktor diperoleh, maka
dapat ditentukan nilai rata-rata keterkaitan (NRK) tiap faktor dengan rumus:

TNK
NRK =
N-1

Dimana: TNK = Total nilai keterkaitan faktor


N = Jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai.
-1 = Satu faktor yang tidak dapat dikaitkan dengan faktor yang sama

Sebagai contoh, dari tabel pada lampiran 1 dapat dilihat bahwa untuk nomor urut
1 faktor internal (kekuatan): Sarana prasarana yang memadai, total nilai relatif
keterkaitan (TNK)-nya adalah sebesar 46, diperoleh dengan cara menjumlahkan
seluruh nilai relatif keterkaitan dengan faktor lain dalam tabel evaluasi faktor internal
dan eksternal. Jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai pada tabel evaluasi
faktor internal dan eksternal adalah 23, hal ini berarti N = 23 atau N 1 = 22.
NRK faktor-faktor sarana prasarana yang memadai dengan rumus tersebut dapat
dihitung sebagai berikut

46
NRK =
22

NRK = 2.09

Setelah NRK tiap faktor diketahui, nilai bobot keterkaitan (NBK) tiap faktor dihitung
dengan rumus: NBK = NRK x BF. NRK faktor Sarana prasarana yang memadai
diketahui sebesar 2.09, dan bobot faktor (BF) nya sebesar 5.45%, maka nilai bobot
keterkaitan (NBK) nya adalah: 2.09 x 5.45% =0.11. Contoh lain, dari tabel pada
lampiran 1 dapat dilihat bahwa untuk nomor urut 12 faktor eksternal (peluang):
Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum dengan NRK sebesar
52

2.32, dan bobot faktor (BF) sebesar 15.15%, maka nilai bobot keterkaitan (NBK) nya
adalah: 2.32 x 15.15% = 0.35. NBK faktor yang lain dihitung dengan rumus yang
sama dan hasilnya sebagaimana tercatat pada kolom NBK tabel evaluasi faktor
internal dan eksternal (Lampiran 1).
Dari evaluasi ini terlihat bahwa dari 23 faktor yang dinilai keterkaitannya, faktor
adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA merupakan faktor yang memiliki
nilai bobot keterkaitan paling besar, yakni 0.63. Dari evaluasi ini juga terlihat dua
faktor yang memiliki nilai bobot keterkaitan paling kecil, yakni adanya rencana kerja
yang jelas, dan adanya mekanisme perubahan anggaran, dengan nilai bobot keterkaitan
masing-masing sebesar 0.00. Nilai bobot keterkaitan 0.00 dapat diartikan bahwa tidak
ada kaitan antara faktor Adanya rencana kerja yang jelas dengan faktor lainnya,
begitupun antara faktor Adanya mekanisme perubahan anggaran tidak ada kaitan
dengan faktor lainnya dalam tabel evaluasi faktor internal dan eksternal.
Kolom TNB pada tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1)
mencatat total nilai bobot (TNB) tiap faktor yang dihitung dengan memakai rumus:
TNB=NBD+NBK.
Dari tabel evaluasi faktor internal dan eksternal dapat dilihat bahwa untuk nomor
urut 1 faktor internal (kekuatan): Sarana prasarana yang memadai, NBD faktornya
diketahui sebesar 0.22 dan NBK nya sebesar 0.11, maka TNB faktor sarana prasarana
yang memadai adalah: 0.22 + 0.11 = 0.33. Demikian halnya TNB faktor lain yang
dihitung dengan rumus yang sama, hasilnya dapat dilihat pada kolom TNB tabel
evaluasi faktor internal dan eksternal.
Ringkasan hasil penilaian faktor internal berdasarkan tabel evaluasi faktor
internal dan eksternal (Lampiran 1) dapat dilihat dalam matriks ringkasan analisis
faktor strategis internal (IFAS) sebagaimana Tabel 22.

Tabel 22. Ringkasan analisis faktor strategis internal (IFAS)

Faktor-faktor strategis Skor Yang


No. Bobot Rating Ket.
internal Dibobotkan

Strengths ( Kekuatan)
1. Saranan prasarana yang memadai 0.05 4 0.22
2. Adanya pengawasan melekat dari pimpinan 0.04 4 0.15
3. Hubungan kerja yang kondusif 0.02 4 0.07
4. Adanya rencana kerja yang jelas 0.00 4 0.00
5. Adanya kewenangan bidang
0.18 5 0.91
kebinamargaan dan SDA
Weaknesses (Kelemahan)
1. Alokasi waktu Kegiatan yang kurang
0.16 5 0.82
memadai
2. Rendahnya kualitas SDM 0.15 4 0.58
3. Kurangnya reward & punishment 0.13 4 0.51
53

Tabel 22. Ringkasan analisis faktor strategis internal (lanjutan)

Faktor-faktor strategis Skor Yang


No. Bobot Rating KET.
internal Dibobotkan

4. Kurangnya pemahaman terhadap sistem


0.11 4 0.44
dan prosedur keuangan
5. Keterlambatan pelaksanaan lelang 0.09 3 0.27
6. Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan
0.07 4 0.29
pembangunan

TOTAL 1.00 4.25

Hal yang sama, ringkasan hasil penilaian faktor eksternal berdasarkan tabel
evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1) dapat dilihat dalam matriks
ringkasan analisis faktor strategis eksternal (EFAS) sebagaimana Tabel 23.

Tabel 23. Ringkasan analisis faktor strategis eksternal (EFAS)

Faktor-faktor strategis Skor Yang


No. Bobot Rating Ket.
eksternal Dibobotkan

Opportunities (Peluang)
1. Adanya peraturan perundang-undangan
sebagai payung hukum 0.15 4 0.61

2. Adanya diklat dan bimtek PNS 0.03 3 0.09


3. Mekanisme rekrutmen PNS yang
0.02 4 0.06
berkualitas
4. Adanya Pengawasan Eksternal 0.09 4 0.36
5. Respon positif dari masyarakat mengenai
pengembangan sarana & prasarana 0.11 4 0.42
transportasi
6. Adanya mekanisme perubahan anggaran 0.00 2 0.00
Threats (Ancaman)
1. Kegagalan pembebasan lahan 0.17 5 0.83
2. Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten 0.09 5 0.45
3. Regulasi yang berubah-ubah 0.09 4 0.36
4. Peningkatan kemacetan lalu lintas 0.06 3 0.18
5. Adanya program/kegiatan yang tidak
sesuai dengan usulan dinas 0.06 3 0.18

6. Adanya Upaya Kriminalisasi 0.14 5 0.68


TOTAL 1.00 4.24
54

Faktor-faktor Yang Mendukung

Hasil analisis faktor internal dan eksternal yang teridentifikasi mendukung


rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
seperti dalam tabel evaluasi faktor internal dan eksternal (Lampiran 1) selanjutnya
dijadikan acuan atau dasar pengambilan kesimpulan faktor-faktor yang mendukung
rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
Kota Bogor. Dari tiap kategori strength, weaknesses, opportunities, dan threats,
masing-masing dipilih 1 FKK yang merupakan faktor strategis. Suatu faktor disebut
strategis apabila memiliki nilai lebih dari faktor yang lain. Berdasarkan besarnya TNB
tiap faktor, maka dipilih faktor yang memiliki TNB paling besar sebagai faktor kunci
keberhasilan (FKK). TNB paling besar dari kategori strength adalah: adanya
kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA dengan nilai sebesar 1.54. yang diberi
notasi I sebagai urutan paling besar, pada kolom FKK tabel evaluasi faktor internal
dan eksternal (Lampiran 1). FKK dari kategori lainnya ditentukan dengan cara yang
sama yang hasilnya dicatat dalam kolom FKK tabel evaluasi faktor internal dan
eksternal (Lampiran 1). Untuk lebih jelasnya, faktor-faktor strategis terpilih dari tiap
kategori strengths, weaknesses, opportunities, dan threats dapat disimak dalam Tabel
24.

Tabel 24. Faktor-faktor strategis yang mendukung


Faktor Internal

Strenghts (Kekuatan) Weaknesses (Kelemahan)


Adanya kewenangan bidang kebinamargaan Alokasi waktu kegiatan yang kurang
dan SDA memadai
Faktor Eksternal

Opportunities (Peluang) Threats (Ancaman)


Adanya peraturan perundang-undangan
Kegagalan pembebasan lahan
sebagai payung hukum

Berdasarkan Tabel 24, maka disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang
mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor, yaitu:
1. Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA
2. Alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai
3. Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum
4. Kegagalan pembebasan lahan
55

Strategi

Setelah menganalisis faktor strategis internal dan eksternal Dinas Bina Marga
dan Sumber Daya Air Kota Bogor, yang menghasilkan kesimpulan faktor yang
mendukung rendahnya penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor, dengan pendekatan formulasi strategi matriks SWOT
dapat dibuat berbagai kemungkinan alternatif strategi.
Beberapa ahli menganggap, Matrik SWOT adalah alat untuk pencocokan yang
sangat penting bagi para manajer/pimpinan mengembangkan empat jenis strategi,
yakni:
1. Strategi SO (Kekuatan-Peluang):
Dalam strategi SO dapat diinteraksikan, dipadukan kekuatan kunci dan peluang
kunci sebagai suatu strategi ekspansi atau pengembangan, pertumbuhan, perluasan
dalam bidang tertentu, dalam mencapai tujuan atau peluang-peluang yang
menjanjikan.
2. Strategi WO (Kelemahan-Peluang):
Dalam strategi WO dapat diinteraksikan kekuatan kunci dan ancaman kunci
sebagai suatu strategi untuk melakukan mobilisasi kekuatan kunci, dalam
menciptakan diversifikasi, inovasi, pembaharuan, modifikasi di bidang tertentu
dalam upaya mengatasi ancaman kunci.
3. Strategi ST (Kekuatan-Ancaman):
Dalam strategi ST dapat diinteraksikan kelemahan kunci dan peluang kunci sebagai
suatu strategi untuk menciptakan stabilitas atau rasionalisasi dalam bidang tertentu
dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Strategi WT (Kelemahan-Ancaman):
Dalam strategi WT dapat diinteraksikan kelemahan kunci dan ancaman kunci
sebagai suatu strategi yang dapat menciptakan suatu keadaan yang defensif atau
survival, efisiensi yang menyeluruh atau rasionalisasi kegiatan operasional agar
dapat bertahan atau keadaan tidak semakin terpuruk akibat desakan yang kuat dari
ancaman kunci.
Alternatif strategi dengan pendekatan formulasi strategi matriks SWOT
dirancang dengan teknik menginteraksikan faktor-faktor strategis internal dan eksternal
yang telah diidentifikasi sebagaimana disajikan Tabel 25.
Berdasarkan matriks SWOT pada Tabel 25 tersedia delapan formulasi strategi,
yaitu:
1. Tingkatkan capaian kinerja maupun layanan dinas dengan mengoptimalkan
sumberdaya
2. Optimalkan sumberdaya untuk mengatasi kegagalan pencapaian target kinerja
3. Optimalkan kewenangan untuk mengatasi ketidakpastian
4. Hindari penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun
5. Atasi lemahnya metode penyusunan data dasar kebutuhan pembangunan
6. Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan
lahan
7. Atasi keterbatasan SDM untuk menghindari kegagalan pencapaian target kinerja
8. Atasi rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan untuk menghindari
program/kegiatan yang tidak sesuai
56

Tabel 25. Formulasi strategi SWOT


FAKTOR STRENGHTS (KEKUATAN) WEAKNESSES (KELEMAHAN)
INTERNAL (S) (W)
1 Saranan prasarana yang memadai 1 Alokasi waktu Kegiatan yang
2 Adanya pengawasan melekat dari kurang memadai
pimpinan 2 Rendahnya kualitas SDM
3 Hubungan kerja yang kondusif 3 Kurangnya reward & punishment
4 Adanya rencana kerja yang jelas 4 Kurangnya pemahaman terhadap
5 Adanya kewenangan bidang sistem dan prosedur keuangan
kebinamargaan dan SDA 5 Keterlambatan pelaksanaan lelang
FAKTOR 6 Rendahnya kualitas data dasar
EKSTERNAL kebutuhan pembangunan
OPPORTUNITIES Strategi SO Strategi WO
(PELUANG)
(O)
1 Adanya peraturan 1 Tingkatkan capaian kinerja maupun 1 Hindari penyerapan anggaran yang
perundang-undangan layanan dinas dengan mengoptimalkan menumpuk di akhir tahun
sebagai payung sumberdaya (S1;S2;S3;S4;S5; (W1;W2;W3;W4;W5; O1;O5;O6)
hukum O1;O2;O3;O4;O5;O6)

2 Adanya diklat dan 2 Atasi lemahnya metode penyusunan


bimtek PNS data dasar kebutuhan pembangunan
(W6;O2;O3;O4)
3 Mekanisme
rekrutmen PNS yang
berkualitas

4 Adanya pengawasan
eksternal

5 Respon positif dari


masyarakat
mengenai
pengembangan
sarana & prasarana
transportasi
6 Adanya mekanisme
perubahan anggaran

THREATS Strategi ST Strategi WT


(T)
1 Kegagalan 1 Optimalkan sumberdaya untuk 1 Hindari alokasi waktu kegiatan
pembebasan lahan mengatasi kegagalan pencapaian target yang kurang memadai dan
kinerja (S1;S2;S3;S4;S5; kegagalan pembebasan lahan
2 Penyedia T1;T2;T4;T5) (W1;W4;W5;T1)
barang/jasa yang
tidak kompeten 2 Optimalkan kewenangan untuk 2 Atasi keterbatasan SDM untuk
mengatasi ketidakpastian (S5;T3;T6) menghindari kegagalan pencapaian
3 Regulasi yang target kinerja
berubah-ubah (W2;W3;T2;T3;T4;T6)

4 Peningkatan 3 Atasi rendahnya kualitas data dasar


kemacetan lalu lintas kebutuhan pembangunan untuk
menghindari program/kegiatan yang
5 Adanya tidak sesuai dengan usulan dinas
program/kegiatan (W6; T5)
yang tidak sesuai
dengan usulan dinas

6 Adanya upaya
kriminalisasi
57

Sebagai langkah terakhir dalam kerangka analitis perumusan strategi, digunakan


Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif/ Quantitative Strategic Planning Matrix
(QSPM). Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi
berdasarkan seberapa jauh faktor strategis internal dan eksternal dimanfaatkan atau
diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dihitung dengan menentukan
pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor strategis internal dan eksternal. Tidak
semua strategi yang dihasilkan oleh formulasi SWOT harus dievaluasi dalam QSPM
sebagaimana Tabel 26. Untuk memilih strategi yang dimasukkan dalam QSPM harus
menggunakan penilaian intuitif yang baik dari penyusun strategi.

Tabel 26. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)


Tingkatkan capaian Optimalkan
kinerja maupun sumberdaya untuk
QSPM Matrix layanan dinas dengan mengatasi kegagalan
mengoptimalkan pencapaian target
sumberdaya kinerja

NO. KEY FACTOR WEIGHT AS TAS AS TAS


OPPORTUNITIES (PELUANG)
1. Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung
0.15 2 0.30 3 0.45
hukum
2. Adanya diklat dan bimtek PNS 0.03 3 0.09 3 0.09
3. Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas 0.02 3 0.06 3 0.06
4. Adanya Pengawasan Eksternal 0.09 2 0.18 1 0.09
5. Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan
0.11 2 0.22 2 0.22
sarana & prasarana transportasi
6. Adanya mekanisme perubahan anggaran 0.00 2 0.00 1 0.00
THREATS (ANCAMAN)
1. Kegagalan pembebasan lahan 0.17 4 0.68 4 0.68
2. Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten 0.09 2 0.18 2 0.18
3. Regulasi yang berubah-ubah 0.09 2 0.18 1 0.09
4. Peningkatan kemacetan lalu lintas 0.06 1 0.06 1 0.06
5. Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan
0.06 1 0.06 1 0.06
dinas
6. Adanya Upaya Kriminalisasi 0.14 2 0.28 1 0.14
STRENGHTS (KEKUATAN)
1. Saranan prasarana yang memadai 0.05 3 0.15 3 0.15
2. Adanya pengawasan melekat dari pimpinan 0.04 3 0.12 3 0.12
3. Hubungan kerja yang kondusif 0.02 3 0.06 3 0.06
4. Adanya rencana kerja yang jelas 0.00 2 0.00 2 0.00
5.
Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA 0.18 3 0.54 2 0.36

WEAKNESSES (KELEMAHAN)
1. Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai 0.16 3 0.48 3 0.48
2. Rendahnya kualitas SDM 0.15 3 0.45 3 0.45
3. Kurangnya reward & punishment 0.13 2 0.26 2 0.26
4. Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur
0.11 2 0.22 2 0.22
keuangan
5. Keterlambatan pelaksanaan lelang 0.09 2 0.18 2 0.18
6.
Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan 0.07 1 0.07 2 0.14
TOTAL 4.82 4.54
58

Tabel 26. Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (lanjutan)


Hindari penyerapan Hindari alokasi waktu
anggaran yang menumpuk kegiatan yang kurang
QSPM Matrix di akhir tahun memadai dan
kegagalan pembebasan
lahan

NO. KEY FACTOR WEIGHT AS TAS AS TAS


OPPORTUNITIES (PELUANG)
1. Adanya peraturan perundang-undangan sebagai payung
0.15 3 0.45 3 0.45
hukum
2. Adanya diklat dan bimtek PNS 0.03 1 0.03 1 0.03
3. Mekanisme rekrutmen PNS yang berkualitas 0.02 1 0.02 1 0.02
4. Adanya Pengawasan Eksternal 0.09 1 0.09 1 0.09
5. Respon positif dari masyarakat mengenai pengembangan
0.11 2 0.22 1 0.11
sarana & prasarana transportasi
6. Adanya mekanisme perubahan anggaran 0.00 1 0.00 1 0.00
THREATS (ANCAMAN)
1. Kegagalan pembebasan lahan 0.17 1 0.17 4 0.68
2. Penyedia barang/jasa yang tidak kompeten 0.09 2 0.18 3 0.27
3. Regulasi yang berubah-ubah 0.09 1 0.09 3 0.27
4. Peningkatan kemacetan lalu lintas 0.06 1 0.06 2 0.12
5. Adanya program/kegiatan yang tidak sesuai dengan usulan
0.06 1 0.06 1 0.06
dinas
6. Adanya Upaya Kriminalisasi 0.14 2 0.28 1 0.14
STRENGHTS (KEKUATAN)
1. Saranan prasarana yang memadai 0.05 2 0.10 1 0.05
2. Adanya pengawasan melekat dari pimpinan 0.04 4 0.16 3 0.12
3. Hubungan kerja yang kondusif 0.02 2 0.04 1 0.02
4. Adanya rencana kerja yang jelas 0.00 4 0.00 2 0.00
5.
Adanya kewenangan bidang kebinamargaan dan SDA 0.18 2 0.36 3 0.54

WEAKNESSES (KELEMAHAN)
1. Alokasi waktu Kegiatan yang kurang memadai 0.16 3 0.48 4 0.64
2. Rendahnya kualitas SDM 0.15 3 0.45 3 0.45
3. Kurangnya reward & punishment 0.13 3 0.39 3 0.39
4. Kurangnya pemahaman terhadap sistem dan prosedur
0.11 4 0.44 1 0.11
keuangan
5. Keterlambatan pelaksanaan lelang 0.09 3 0.27 2 0.18
6.
Rendahnya kualitas data dasar kebutuhan pembangunan 0.07 1 0.07 2 0.14
TOTAL 4.41 4.88

Hasil analisis terhadap skor kemenarikan dari semua faktor strategis yang
dijelaskan dalam Tabel 26 menunjukkan bahwa total skor kemenarikan (TAS) pada
strategi Hindari alokasi waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan
pembebasan lahan adalah sebesar 4.88 lebih besar dari TAS strategi-strategi lainya
yaitu strategi Tingkatkan capaian kinerja maupun layanan dinas dengan
mengoptimalkan sumberdaya sebesar 4.82, strategi Optimalkan sumberdaya untuk
mengatasi kegagalan pencapaian target kinerja sebesar 4.54 dan strategi Hindari
penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun sebesar 4.41.
Berdasarkan hasil analisis data dari matriks perencanaan strategis kuantitatif
tersebut, maka dipilih satu strategi yang mendapatkan nilai tertinggi saja yang akan
dijalankan di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air yaitu strategi Hindari alokasi
waktu kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan.
59

Perancangan Program
Sebagai pedoman atau acuan guna menterjemahkan rumusan strategi ke dalam
tindakan strategik perlu disusun kebijakan operasional untuk menjamin strategi
terlaksanan dengan baik. Kebijakan operasional merupakan acuan, pedoman yang
memberikan arah program, kegiatan yang akan dilakukan dan sumber daya yang
diberdayakan dalam mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan. Uraian tersebut
disajikan lebih rinci dalam Tabel 27.

Tabel 27. Strategi, kebijakan, program dan kegiatan


Penanggung
Strategi Kebijakan Program Kegiatan
Jawab
Hindari alokasi Rasionalisasi 1. Rasionalisasi 1. Evaluasi kebijakan berjalan Kepala Dinas
waktu kegiatan rencana target kinerja
yang kurang program dan input dan output 2. Penyusunan prioritas Sekretaris Dinas
memadai dan kegiatan dinas, dengan
kegagalan dan menerapkan 3. Proses anggaran Kepala Bidang &
pembebasan keterbukaan KPJM Kepala Seksi
lahan informasi
publik 4. Penetapan baseline anggaran Kepala Bidang

5. Penetapan prakiraan maju Kepala Seksi


tahun jamak

2. Penguatan Penguatan infrastruktur dan Sekretaris Dinas


komunikasi dan mekanisme pelayanan
layanan informasi informasi publik

Rasionalisasi target kinerja input dan output dengan menerapkan KPJM


merupakan salah satu titik kritis (critical point) yang perlu dilakukan oleh Kepala
Dinas sebagai Pengguna Anggaran karena pada dasarnya program dan kegiatan
merupakan perwujudan dari tugas pokok dan fungsi Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air sebagai penyelenggara urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum yang
menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Rasionalisasi target kinerja input dan output
dilakukan melalui kegiatan, sebagai berikut:
1. Evaluasi kebijakan berjalan
Evaluasi kebijakan merupakan prasyarat mutlak bagi implementasi restrukturisasi
program dan kegiatan. Hal ini terkait erat dengan apakah kebijakan Kepala Dinas
yang telah didesain mendukung dan sejalan dengan strategi yang ditetapkan dalam
rangka optimalisasi penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air.
2. Penyusunan prioritas
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air dibawah koordinasi Sekretaris Dinas
selaku PPK-SKPD harus melakukan penyusunan prioritas program dan kegiatan
berdasarkan hasil evaluasi pada tahap sebelumnya. Penyusunan prioritas kembali
ini perlu dilakukan untuk memastikan kebijakan Kepala Dinas yang telah
ditetapkan akan dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya, dan dapat
melakukan alokasi pendanaan anggaran sesuai dengan tingkat urgensinya.
60

3. Proses penganggaran
Kepala Bidang dan Kepala Seksi melakukan proses penghitungan alokasi
pendanaan masing-masing program dan kegiatan berdasarkan daftar prioritas yang
ada sesuai dengan sumber daya anggaran yang tersedia dengan mempertimbangkan
asumsi pendanaan tahun sebelumnya ditambah penyesuaian, atau bagi program
dan kegiatan yang baru memperhatikan identifikasi pendanaannya yang
menggunakan metodologi penilaian kebutuhan dan penilaian ekonomi.
4. Penetapan baseline anggaran
Baseline dalam konteks ini adalah seluruh biaya yang ditimbulkan untuk
melaksanakan kebijakan kepala dinas pada saat tahun anggaran ini dan tahun-tahun
berikutnya dalam kerangka perencanaan jangka menengah.
5. Penetapan prakiraan maju tahun jamak
Prakiraan maju tahun jamak yang disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan suatu program dan kegiatan, sangat dibutuhkan sebagai
indikasi pendanaan jangka menengah. Tingkat akurasi yang baik dalam proyeksi
ketersediaan sumber daya akan memudahkan para perencana untuk mendisain
program dan kegiatan yang relatif lebih komprehensif, karena dimensi waktu
pencapaian sasaran secara konsisten akan dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan, dan tidak hanya berorientasi hanya kepada satu tahun anggaran
semata.
Di samping itu, untuk membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan
dan meminimalkan kegagalan pembebasan lahan sebagai akibat penolakan atau adanya
keberatan dari warga, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air perlu melakukan
program penguatan komunikasi dan layanan informasi melalui kegiatan penguatan
infrastruktur dan mekanisme pelayanan informasi publik sebagai garda terdepan
komunikasi, dan penyampaian informasi serta pembangunan opini publik.
Komunikasi yang efektif, dan penyebarluasan informasi serta pembangunan
opini publik, khususnya terkait informasi rencana pembangunan daerah merupakan
salah satu upaya yang harus dikelola secara profesional oleh Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air guna menggerakkan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan di bidang pekerjaan umum yang menjadi tanggung jawab Dinas Bina
Marga dan Sumber Daya Air. Sejauh mana masyarakat dapat turut serta atau
berpartisipasi dalam proses pembangunan, tentunya mempengaruhi kelancaran proses
pembangunan sebagaimana tercermin dari identifikasi faktor eksternal.
61

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1. Penyerapan anggaran belanja APBD Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor lebih rendah dibandingkan dengan SKPD lain karena adanya kegiatan yang
tidak berjalan sesuai ketetapan dalam APBD khususnya belanja modal program
pembangunan jalan, jembatan, dan drainase sebagai akibat adanya hambatan dalam
pembebasan lahan terkait pembangunan infrastruktur jalan baru di Kota Bogor
untuk menangani masalah transportasi yang merupakan pelaksanaan program
prioritas Walikota Bogor periode 2009-2014. Disamping hal itu alokasi waktu yang
dijadwalkan dalam satu tahun anggaran tidak memadai jika dibandingkan dengan
panjangnya tahapan implementasi kegiatan yang membutuhkan waktu yang tidak
cukup sedikit, seringkali menyebabkan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air
tidak mampu merealisasikan kegiatan terutama belanja modal program
pembangunan jalan, jembatan, dan drainase.
2. Terdapat empat faktor strategis internal dan eksternal yang mendukung rendahnya
penyerapan anggaran belanja pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota
Bogor. Keempat faktor tersebut yaitu: 1) faktor kekuatan (S): adanya kewenangan
bidang kebinamargaan dan SDA, 2) faktor kelemahan (W): alokasi waktu kegiatan
yang kurang memadai, 3) faktor peluang (O): adanya peraturan perundang-
undangan sebagai payung hukum, 4) faktor ancaman (T): kegagalan pembebasan
lahan
3. Untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor, perlu dilakukan strategi Hindari alokasi waktu kegiatan
yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan yang diimplementasikan
melalui program; Pertama, Rasionalisasi target kinerja input dan output dengan
menerapkan KPJM, yang dilakukan melalui kegiatan evaluasi kebijakan berjalan;
penyusunan prioritas; proses anggaran; penetapan baseline anggaran; dan
penetapan prakiraan maju tahun jamak. Kedua, penguatan komunikasi dan layanan
informasi, yang dilakukan melalui penguatan infrastruktur dan mekanisme
pelayanan informasi publik

Saran
Kinerja penyerapan anggaran belanja merupakan salah satu indikator yang
digunakan oleh stake holder dalam mengukur kinerja instansi pemerintah, tidak
terkecuali Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, maka unsur Dinas Bina Marga dan
Sumber Daya Air Kota Bogor harus mengupayakan tercapainya kesesuaian rencana
anggaran yang telah ditetapkan dalam DPA-SKPD dengan realisasi penyerapan
anggaran yang optimal. Hal ini bisa ditempuh dengan menghindari alokasi waktu
kegiatan yang kurang memadai dan kegagalan pembebasan lahan, yang
diimplementasikan melalui program rasionalisasi target kinerja input dan output
dengan menerapkan KPJM; dan penguatan komunikasi dan layanan informasi.
62

Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai


dengan prosedur ilmiah, namun demikian masih memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1. Dalam melakukan wawancara langsung dengan responden dengan bantuan
kuesioner dan diskusi (FGD) terkadang terganggu dengan kondisi kesibukan
responden, dan terkadang persepsi responden tidak menunjukkan keadaan
sesungguhnya.
2. Dalam melakukan analisis faktor strategis internal dan faktor strategis eksternal,
ada faktor yang berdasarkan persepsi responden sesuai hasil komparasi nilai
urgensi faktor diberi bobot 0.00 (nol), yaitu adanya rencana kerja yang jelas; dan
adanya mekanisme perubahan anggaran.
Hal ini sudah dikonfirmasi melalui diskusi (FGD) hasil penelitian dengan
responden, namun responden dapat menerima dan tidak memberikan koreksi terkait
substansi yang menjadi keterbatasan penelitian tersebut.
Berdasarkan keterbatasan seperti tersebut, maka hasil penelitian ini hanya untuk
kondisi dan data yang diperoleh berdasarkan wawancara langsung dengan responden
dengan bantuan kuesioner dan diskusi (FGD) pada Dinas Bina Marga dan Sumber
Daya Air Kota Bogor.
63

DAFTAR PUSTAKA

Adenk S. 2013. Analisis APBD Tahun 2012. Jurnal STIE Semarang Vol.5, No.1
Hal. 1-14 (ISSN:2252-7826). [internet]. [diacu 2015 Sept 01]; Tersedia dari:
https://www.jurnal.stiesemarang.ac.id/index.php/JSS/article/download/33/30 .
Astadi G N, Sutarja I N, dan Nadiasa M. 2015. Analisis Sistem Pengadaan Proyek
Konstruksi Terhadap Penyerapan Anggaran Pemerintah Kabupaten Badung. Jurnal
Spektran Vol.3, No.1 Hal. 82-89. [internet]. [diacu 2016 Februari 2]. Tersedia dari:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jsn/article/view/11982/8286
[BPKAD] Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor. 2015. Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bogor. Bogor (ID): BPKAD.
Chalid P. 2005. Keuangan Daerah, Investasi dan Desentralisasi. Jakarta (ID):
Kemitraan.
[Depkeu] Departemen Keuangan Republik Indonesia & Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS. 2009. Pedoman Penerapan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Jakarta (ID): Depkeu
[Disbima] Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor. 2014. Rencana
Strategis Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Bogor 2015-2019. Bogor
(ID): Disbima
Hasanah E.U. , Sunyoto D. 2012. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta (ID):
CAPS.
Hunger JD, Wheelen TL. 2001. Manajemen Strategis. Yogyakarta (ID): ANDI.
[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri RI. 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Jakarta (ID): Kemendagri
Kurrohman T. 2013. Evaluasi Pengganggaran Berbasis Kinerja Melalui Kinerja
Keuangan yang Berbasis Value For Money di Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 5, No.1 Hal. 1-11. [internet]. [diacu 2016 Februari
2]. Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jda.
[LAN] Lembaga Administrasi Negara RI. 2008. Teknik-Teknik Analisis Manajemen.
Jakarta (ID): LAN.
Nurhayati S. 2008. Pendekatan QSPM Sebagai Dasar Perumusan Strategi Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol 9, No.1 Hal. 72-82 . [internet]. [diacu 2015 April 27]. Tersedia
dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=354825&val=8140&
title=PENDEKATAN%20QSPM%20SEBAGAI%20DASAR%20PERUMUSAN%
20STRATEGI%20PENINGKATAN%20PENDAPATAN%20ASLI%20DAERAH
%20KABUPATEN%20BATANG,%20JAWA%20TENGAH
Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
64

Puspitasari NB, Rumita R, Pratama GY. 2013. Pemilihan Strategi Bisnis Dengan
Menggunakan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) dan Model MAUT
(Multi Attribute Utility Theory) (Studi Kasus pada Sentra Industri Gerabah
Kasongan, Bantul, Yogyakarta). Jurnal Teknik Industri Vol VIII, No.3
Hal. 171-180 [internet]. [diacu 2015 April 27]. Tersedia dari:
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/view/5385
Rozai A M, Subagiyo L. 2015. Optimalisasi Penyerapan Anggaran Dalam Rangka
Pencapaian Kinerja Organisasi (Studi Kasus Pada Inspektorat Kabupaten Boyolali).
Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia Vol. 9 No. 1 Hal. 72-89. [internet].
[diacu 2016 Februari 2]. Tersedia dari: http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/
Manajemen/article/view/1005/857
Sari D.P. 2012. Perhitungan Anggaran Biaya dan Perencanaan Instrumen Pengendalian
waktu, Biaya, dan Mutu Pada Pembangunan Rumah sakit Royal Surabaya Dengan
Menggunakan Steel Deck. Tugas Akhir. [internet]. [diacu 2015 Januari 21].
Tersedia dari: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-NonDegree-27509-3109030017-
3109030045-abstract-idpdf.pdf
Shalikhah L. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Anggaran Pada
Pemerintah Kota Salatiga. Disertasi. [internet]. [diacu 2015 Maret 02]. Tersedia
dari: http://repository.uksw.edu/jspui/bitstream/123456789/5070/
3/T1_232010199_Full%20text.pdf
Sugiyono. 2014. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung (ID):
Alfabeta.
Sumenge A S. 2013. Analisis Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Minahasa Selatan. Jurnal
EMBA Vol.1 No.3 Hal. 74-81. [internet]. [diacu 2016 Februari 2]. Tersedia dari:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/1941/1538
Susanto J. 2011. Perencanaan Struktur Gedung Sekolah 2 Lantai dan Rencana
Anggaran Biaya (RAB). Tugas Akhir. [internet]. [diacu 2015 Januari 21]. Tersedia
dari: http://eprints.uns.ac.id/9328/1/214571011201101111.pdf
65

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat pada tanggal


13 Desember 1973, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan
P.S. Hutapea dan R.R. Hutagalung. Pendidikan sarjana ditempuh penulis di
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor dan lulus pada
tahun 1997. Sejak tahun 1997 penulis bekerja di pemerintahan daerah, dengan
penugasan pertama di Kabupaten Ainaro, Propinsi Timor Timur. Seiring dengan
dinamika politik yang terjadi di Indonesia khususnya Propinsi Timor Timur yang
memilih opsi untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, sejak
tahun 2000 penulis dialihtugaskan ke Pemerintah Kota Bogor hingga saat ini.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada Program Studi Manajemen
Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB) pada
tahun 2014 diperoleh penulis dengan Ijin Belajar dari Pemerintah Kota Bogor
melalui Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kota (BKPP) Bogor.

Anda mungkin juga menyukai