Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan kekayaan sumber daya alam
yang tersedia,namun di lihat secara nyata,rakyat Indonesia banyak yang
menderita. Penderitaan ini seperti kemiskinan,kelaparan, dan kesengsaraan.
Penderitaan yang di jalani rakyat tidak lain dan tidak bukan adalah dampak dari
otonomi daerah yang kurang terstruktur. Hal ini di karenakan rendahnya moral
moral para pejabat yang memegang kekuasaan di Indonesia. Rendahnya moral
para pejabat yang ada di Indonesia menyebabkan Indonesia menempati rangking
ke-3 dalam Negara terkorup di dunia. Hal ini sangat mencoreng nama bangsa
Indonesia sebagai Negara yang memiliki kekayaan lebih.
1
BAB II
Pembahasan
2
S Hornby istilah korupsi diartikan sebagai suatu pemberian atau
penawaran dan penerimaan hadiah berupa suap (the offering and accepting
of bribes), serta kebusukan atau keburukan (decay).
David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam
berbagai bidang, antara lain menyangkut masalah penyuapan yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi dan menyangkut
bidang kepentingan umum.
Wertheim yang menggunakan pengertian yang lebih spesifik.
Menurutnya, seorang pejabat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi,
adalah apabila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
memengaruhinya agar mengambil keputusan yang menguntungan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang kadang pengertian ini juga
mencakup perbuata menawarkan hadiah, atau bentuk balas jasa yang lain.
Robert Klitgaard memahami bahwa korupsi ada manakala
seseorang secara tidak halal meletakkan kepentingan pribadi di atas
kepentingan rakyat, serta cita-cita yang menurut sumpah akan dilayaninya.
Korupsi muncul dalam banyak bentuk dan membentang dari soal sepele
sampai pada soal yang amat besar. Korupsi dapat menyangkut
penyalahgunaan instrument-instrument kebijakan seperti soal tarif, pajak,
kredit, sistem irigasi, kebijakan perumahan, penegakan hukum, peraturan
menyangkut keamanan umum, pelaksanaan kontrak, pengambilan
pinjaman dan sebagainya. Di samping itu, ditegaskan pula bahwa korupsi
itu dapat terjadi tidak saja di sektor pemerintahan, tapi juga di sektor
swasta, bahkan sering terjadi sekaligus di kedua sektor tersebut.
John A Gardiner dan David J Olson dalam bukunya Theft of the
City, korupsi menyangkut segi segi moral, sifat dan keadaan yang
busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik,
serta penempatan keluarga dan klik, golongan ke dalam kedinasan
dibawah kekuasaan jabatannya.
David H Baley mengatakan, korupsi sementara dikaitkan dengan
penyuapan adalah suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan
3
wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak
selalu berupa uang. Batasan yang luas dengan titik berat pada
penyalahgunaan wewenang memungkinkan dimasukkannya penyuapan,
pemerasan, penggelapan, pemanfaatan sumber dan fasilitas yang bukan
milik sendiri untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan nepotisme ke
dalam korupsi.
4
(8) Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk
menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.
1. FAKTOR POLITIK
5
Faktor hukum dapat dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari
aspek perundang-undangan dan sisi lain lemahnya penegakan
hukum.
Penyebab keadaan ini sangat beragam, namun yang dominan
adalah: Pertama, Tawar-menawar dan pertarungan kepentingan
antara kelompok dan golongan di parlemen, sehingga muncul
aturan yang bias dan diskriminatif. Kedua, praktik politik uang
dalam pembuatan hukum berupa suap menyuap, utamanya
menyangkut perundang-undangan dibidang ekonomi dan bisnis.
Akibatnya timbul peraturan yang elastis dan multi tafsir serta
tupang-tindih dengan aturan lain sehingga mudah dimanfaat untuk
menyelamatkan pihak-pihak pemesan.
Selaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah: 2004)
menyebut tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di
dalam peraturan perundang-undangan, yang mencakup: adanya
peraturan perundang-undangan yang bermuatan kepentingan
pihak-pihak tertentu, kualitas peracuran perundang-undangan
kurang memadai, peraturan kurang disosialisasikan, sanksi yang
terlalu ringan, peraturan sanksi yang tidak konsisten dan pandang
bulu, lemahnya lembaga evaluasi dan revisi peraturan perundang-
undangan.
Kenyataan bahwa berbagai produk hukum di masa Orde
Baru sangat ditentukan oleh konstelasi politik untuk
melanggengkan kekuasaan di era Reformasi pun ternyata masih
sajaterjadi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan
legitimasi bagi berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk
tujuan mempertahankan dan mengakumulasi kekuasaan.
Dari beberapa hal yang disampaikan, yang paling penting
adalah budaya sadar akan aturan hukum. Dengan sadar hukum,
maka masyarakat akan mengerti konsekuensi dari apa yang ia
lakukan. Kemampuan lobi kelompok kepentingan dan pengusaha
terhadap pejabat publik dengan menggunakan uang sogokan.,
6
hadiah, hibah dan berbagai bentuk pemberian yang mempunyai
motif koruptif, masyakat hanya menikmati sisa-sisa hasil
pembangunan.
Fakta ini memperlihatkan bahwa terjadinya korupsi sangat
mungkin karena aspek peraturan perundang-undangan yang lemah
atau hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Disamping tidak
bagusnya produk hukum yang dapat menjadi penyebab terjadinya
korupsi, praktik penegakan hukum juga masih dilihat berbagai
permasalahan yang menjauhkan hukum dari tujuannya. Secara
kasat mata, publik dapat melihat banyak kasus yang menunjukkan
adanya diskriminasi dalam proses penegakan hukum termasuk
putusan-putusan pengadilan.
3. FAKTOR EKONOMI
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab
terjadinya korupsi. Hal ini dapat dijelaskan dari pendapatan atau
gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Selain rendahnya gaji atau
pendapatan, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab
terjadinya korupsi, di antaranya adalah kekuasaan pemerintah yang
disatukan dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah
untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninya.
Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak
pendapat menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah
korupsi. Pernyataan tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi
yang dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak
tergolong orang miskin. Dengan demikian korupsi bukan
disebabkan oleh kemiskinan, tapi justru sebaliknya, kemiskinan
disebakan oleh korupsi (Pope: 2003)
4.FAKTOR ORGANISASI
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi yang luas,
termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat.
Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi
7
terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka
peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi.
Aspek-aspek terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi
meliputi: kurang adanya teladan dari pemimpin, tidak adanya
kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas dalam instansi
kurang memadai, manajemen cenderung menutupi didalam
organisasinya.
Di banyak negara berkembang muncul pandangan bahwa
korupsi adalah akibat dari perilaku-perilaku yang membudaya.
Anggapan ini lama-lama akan berubah jika uang pelicin yang
diminta semakin besar, atau konsumen tahu bahwa kelangkaan
yang melandasi uang semir sengaja diciptakan atau justru prosedur
dan proses yang lebih baik bisa diciptakan.
8
Aspek Sosial
9
Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu
proses yang dulakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar
bertingkah laku unuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah
laku sesuai harapan masyarakat. Dengan demikian instabilitas
politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.
Aspek Organisasi
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kurang memadainya sistem akuntabilitas
Kelemahan sistem pengendalian manajemen
lemahnya pengawasan
10
(c). Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang
seharusnya; suatu tugas yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai
contoh seorang perawat yang mengecilkan aliran air infus pasien di
malam hari, tidak siap tanggap menjaga pasien rawat inap yang
dalam penjagaan dan tanggungjawabnya di malam hari hanya
karena tidak mau terganggu istirahatnya.
2.4 Pencegahan korupsi dalam bidang kesehatan
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan
orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena
merugikan negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap
telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan atau
kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan
wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.
Dan salah satu penyebab dari korupsi ini adalah sifat
manusia yang kurang puas atau rakus, mempunyai sifat yang
konsumtif dan adanya kesempatan untuk melakukan korupsi
tersebut.
3.2 Saran
Korupsi ini bersifat jahat karena merugikan orang
banyakdan negara. Orang yang melakukan korupsi ini akan diberi
hukuman penjara dan denda. Seharusnya kita dapat menahan diri
untuk tidak melakukan hal ini, seperti dengan menguatkan iman
atau mendekatkan diri pada Allah SWT agar negara kita ini dapat
terhindar dari semua permasalahan korupsi agar terciptanya negara
yang aman dan makmur.
12