Anda di halaman 1dari 27

Clinical Science Session

ULKUS AFTOSA

Oleh :

Aidil Putra 1010312116


Tety Mariani Doris 1110313027
Mitra Nofembri Yenti 1210312096
Dessy Hardiyanti 1210313076

Preseptor :
dr. Novialdi, Sp.THT-KL(K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK


KEPALA DAN LEHER
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Ulkus

Aftosa. Referat ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok

RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Novialdi, Sp.THT-KL(K)

sebagai preseptor. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan,

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang

membaca demi kesempurnaan referat ini. Penulis juga berharap referat ini dapat

memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang Ulkus

Aftosa terutama bagi diri penulis dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, Oktober 2017

Penulis

I
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Batasan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

1.4 Metode Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut 3

2.2 Ulkus Aftosa 6

2.2.1 Definisi 6

2.2.2 Epidemiologi 7

2.2.3 Etiologi dan Patogenesis 7

2.2.4 Klasifikasi 11

2.2.5 Manifestasi Klinis 12

2.2.6 Diagnosis 13

2.2.7 Diagnosis Banding 15

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang 16

2.2.9 Tatalaksana 16

2.2.10 Komplikasi 18

II
2.2.11 Prognosis 18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 19

3.2 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

III
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Cavum oral 3

Gambar 2.2 Cavum oral 4

Gambar 2.3 Anatomi palatum 4

Gambar 2.4 Penampang lidah 6

IV
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Etiologi 11

Tabel 2.2 Klasifikasi tipe stomatitis aftosa rekuren 11

V
BAB 1

PEBDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus Aftosa, yang juga dikenal dengan ulkus aftosa rekuren/Stomatitis

aphthous recurrent (SAR) atau canker sores merupakan lesi mukosa oral yang

paling sering terjadi.1 Ulkus aftosa adalah lesi yang sering terjadi pada mukosa

mulut, terjadi secara berulang, multipel, berukuran kecil atau ulkus yang lebih

besar, dan memiliki dasar kuning serta terdapat halo eritematos disekeliling ulkus,

biasanya pertama kali timbul pada saat anak-anak atau remaja.2

Prevalensi ulkus aftosa adalah 25% dari seluruh populasi di dunia. Insiden

dan prevalensi ulkus aftosa bervariasi di tiap negara. Di Amerika Serikat,

prevalensi Ulkus aftosa adalah 4%.3 Pada pasien dengan ulkus aftosa sebanyak

80% terjadi pada usia kurang dari 30 tahun.4 Etiologi ulkus aftosa hingga saat ini

masih tidak diketahui dengan pasti. Terdapat beberapa faktor yang dianggap

berperan dalam pemunculan ulkus aftosa yaitu penyakit autoimun, penyakit

hematologi, hipovitaminosis dan defisiensi nutrisi, alergi, gangguan psikologi dan

lain-lain.2

Ulkus aftosa merupakan penyakit yang relatif ringan karena tidak bersifat

membahayakan jiwa dan tidak menular, namun bagi sebagian orang ini sangat

mengganggu. Orang-orang yang mengalami ulkus aftosa akan merasa sangat

terganggu terutama dalam hal fungsi pengunyahan, penelanan dan berbicara.5

Pada umumnya pasien ulkus aftosa tidak memerlukan terapi karena sifat

penyakitnya yang ringan. Kita hanya perlu mengidentifikasi dan mengkoreksi

faktor-faktor predisposisi. Terapi ulkus aftosa memiliki tujuan menghilangkan

1
rasa sakit sehingga memungkinkan asupan makanan yang adekuat, mengurangi

infeksi sekunder, memicu penyembuhan ulkus sehingga mengurangi durasi dan

mencegah rekurensi.6

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), ulkus aftosa

merupakan standar kompetensi dengan level kemampuan 4, dimana lulusan dokter

mampu membuat diagnosis klinis dan melakukan penatalaksanaan penyakit secara

mandiri dan tuntas. Oleh karena itu, penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai

judul penulisan referat.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penulisan clinical science ini adalah definisi,

epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari ulkus aftosa.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan clinical science ini adalah untuk menambah

pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko,

klasifikasi, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi

dan prognosis dari ulkus aftosa.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan clinical science ini berdasarkan tinjauan kepustakaan dengan

merujuk ke beberapa literatur yang ada.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari: lidah

bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum

keras), dasar dari mulut, trigonum retromular, bibir, mukosa bukal, alveolar

ridge, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang

membatasi rongga mulut.7

Rongga oral adalah jalan masuk sistem pencernaan dan berisi organ

aksesoris yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Rongga oral utama

dibatasi oleh gigi dan gusi di anterior, palatum durum dan palatum mole di bagian

atas, lidah di bagian bawah, dan orofaring di bagian belakang.8

Gambar 2.1 Cavum Oral9

3
Gambar 2.2 Cavum oral9

Gambar 2.3 Anatomi Palatum9

Palatum dibentuk oleh tulang palatum durum yang terletak di bagian

anterior dari atap rongga mulut dan palatum mole di bagian posterior atap ronga

mulut. Palatum durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang

memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk

oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa.

Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi antara

4
bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang

sama halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa.7

Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas

dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar hidung pada

bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas

dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari

bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke

bagian mandibula pada bagian inferior.7

Secara histologi, tersusun dari epidermis, jaringan subkutan, serat otot

orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun dari bagian superfisial

sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang

tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada bagian ini

melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada

bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya

banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada

bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian

vermilion.7,8

Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan

dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Lidah memiliki papil papil

yang berguna untuk perasa. Ada 4 papila di lidah, yaitu papila filiformis, papila

fungiformis, papila foliata dan papila sirkumfalata. Setiap bagian lateral dari lidah

memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik

lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot genioglossus dan otot styloglossus

sedangkan otot instrinsik terdiri atas otot longitudinalis superior, otot

5
longitudinalis inferior, otot transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Otot

lidah dipersarafi oleh saraf lingualis dan saraf glosofaringeus pada 1/3 lidah

bagian belakang. Korda timpani mempersarafi cita rasa pada lidah di 2/3 bagian

depan, sedangkan saraf glosofaringeus mempersarafi cita rasa pada lidah di 1/3

belakang.7,8

Gambar 2.4 Penampang Lidah9

2.2. Ulkus Aftosa

2.2.1. Definisi

Ulkus aftosa, dikenal juga sebagai stomatitis merupakan radang yang

terjadi pada mukosa mulut yang biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan

permukaan yang agak cekung. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal maupun

kelompok. Stomatitis yang terjadi berulang pada rongga mulut disebut Reccurent

Apthous Stomatitis (RAS).3,7 Manifestasi klinis dari RAS adalah ulser tunggal

atau multipel, dangkal, bulat, lonjong dan sakit. Hipotesis dari terjadinya RAS

bermacam-macam tergantung pada faktor pemicunya, antara lain disebabkan

6
karena alergi, faktor genetik, kekurangan nutrisi, kelainan hematologi, hormonal,

infeksi, trauma dan stres.5

2.2.2. Epidemiologi

Prevalensi ulkus aftosa yang dilaporkan berkisar antara 5% sampai 21%

dengan prevalensi kejadian di dunia sekitar 20%.2 Negara dengan prevalensi ulkus

aftosa tertinggi yaitu Perancis Selatan dan Amerika Selatan dengan angka

kejadian terbanyak pada wanita dewasa muda. Di Amerika Serikat angka kejadian

ulkus aftosa 2500 kejadian setiap tahunnya. beberapa penelitian melaporkan

kejadian lebih rendah terjadi pada perokok dan pada orang dengan status sosial

ekonomi tinggi.10

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis

Sampai saat ini, etiologi ulkus aftosa masih belum diketahui dengan pasti.

Ulser bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya

berkembang menjadi ulkus. Ulkus aftosa biasanya pertama kali muncul di masa

kecil dan mereda pada dekade ketiga kehidupan. Ada beberapa faktor-faktor

penyebab yang dapat mengakibatkan ulkus aftosa, diantaranya adalah : 10

1. Genetik

Penelitian melaporkan bahwa 30% - 40% dari pasien dengan ulkus aftosa

memiliki riwayat keluarga dengan ulkus aftosa positif. Miller et al.

mempelajari 1.303 anak -anak dari 530 keluarga dan menunjukkan bahwa

anak-anak dari orang tua yang positif ulkus aftosa memiliki predisposisi

peningkatan untuk terkena penyakit ini. Menurut laporan penelitian, anak-

anak yang orang tuanya ulkus aftosa positif memiliki 90% kesempatan

untuk terkena ulkus aftosa, sementara anak-anak dari orang tua yang sehat

7
hanya memiliki 20% kemungkinan untuk terkena penyakit ini. Faktor

genetik ulkus aftosa diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah

human leucocyte antigen (HLA) spesifik, dimana HLA menyerang sel-sel

melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus

ke epitelium pada pasien SAR.

2. Trauma

Ulkus dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat

trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa

sekelompok ulkus terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut.

Umumnya ulkus terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau

saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu

panas, dan sikat gigi.

3. Gangguan imunologi

Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari ulkus

aftosa, adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya ulkus

aftosa. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun

yang berlebihan pada pasien ulkus aftosa sehingga menyebabkan ulserasi

lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan

monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui. Menurut

Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-6 terhadap resiko terjadinya

ulkus aftosa. Menurut Martinez dkk, pada ulkus aftosa terdapat adanya

hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva.

Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T

tipe 1 dan tipe 2 pada penderita ulkus aftosa.

8
4. Alergi makanan

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa reaksi alergi terhadap

makanan seperti susu sapi mengambil peranan penting dalam penyebab

ulkus aftosa. Dalam uji kasus, terbukti efektivitas diet eliminasi pada pasien

dengan tersangka atau alergi makanan yang dicurigai, seperti alergi untuk

susu sapi, keju, biji-bijian dan telur. Telah terbukti bahwa 33,3% pasien

ulkus aftosa menunjukkan reaksi alergi positif terhadap vanillyn. Selain itu

juga terbukti bahwa Sodium lauril sulfat (SLS) yaitu deterjen yang ada di

dalam pasta gigi, juga disebutkan sebagai salah satu agen penyebab

kemungkinan ulkus aftosa. Namun, penelitian lain telah menunjukkan

bahwa penerapan pasta gigi tanpa SLS tidak signifikan mempengaruhi

perkembangan ulkus aftosa.

5. Psikologis

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan

emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara

tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.

6. Defisiensi nutrisi, vitamin dan mineral

Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya ulkus aftosa adalah

kekurangan zat besi serum, asam folat atau vitamin B12, dan seng

diperkirakan dengan frekuensi 5% -15%. Hasil menunjukkan bahwa dalam

75% pasien dengan ulkus aftosa, perbaikan klinis setelah diberikan terapi

mineral dan vitamin. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut

9
memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren

berkurang.

7. Ketidakseimbangan hormon

Pada wanita, sering terjadinya ulkus aftosa di masa pra menstruasi bahkan

banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan

dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah

estrogen dan progesteron.

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan

progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan

terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer

menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga

mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi

yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal

sehingga mudah terjadi ulkus aftosa. Progesteron dianggap berperan dalam

mengatur pergantian epitel mukosa mulut

8. Penyakit sistemik tertentu

Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran

ulkus aftosa. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus

dengan ulkus aftosa harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang

diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa

kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulkus di rongga mulut

adalah penyakit Behcets, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit

gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.

9. Obat obatan

10
Penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), beta blockers, agen

kemoterapi, dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan

seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya ulkus aftosa.

Tabel 2.1 Etiologi Ulkus Aftosa

2.2.4. Klasifikasi

Ulkus aftosa diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu tipe minor, tipe mayor,

tipe herpetiform.

Tabel 2.2 Klasifikasi ulkus aftosa

11
2.2.5. Gejala Klinis

Gejala klinis ulkus aftosa penting untuk diketahui karena tidak ada metode

diagnosa laboratoriam spesifik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa

ulkus aftosa. Ulkus aftosa diawali gejala prodormal yang digambarkan dengan

rasa sakit dan terbakar selama 24-48 jam sebelum terjadi ulser. Ulser ini

menyakitkan, berbatas jelas, dangkal, bulat atau oval, tertutup selaput

pseudomembran kuning keabu-abuan, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus

dan dapat bertahan untuk beberapa hari atau bulan.11

Tahap perkembangan ulkus aftosa dibagi kepada 4 tahap yaitu:

1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi ulkus

aftosa. Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar

pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel

mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.

2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi ulkus

aftosa. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi

eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi

ini.

3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada

tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh

lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang

berkurang.

4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut akan

ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak

12
meninggalkan jaringan parut dimana lesi pernah muncul. Semua lesi

menyembuh dan lesi baru berkembang.

2.2.6. Diagnosis

Diagnosis ulkus aftosa didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pada anamnesis biasanya pasien mengeluhkan rasa nyeri terbakar pada mulut 2-48

jam sebelum ulkus muncul. Perlu juga ditanyakan onset, durasi, frekuensi,

keluhan lain yang menyertai, riwayat mengalami hal yang sama sebelumnya.

Kemudian dari pemeriksaan fisik ditemukan lesi dengan karakteristik sesuai

kriteria dari ulkus aftosa dan apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan

penujang seperti pemeriksaaan seperti pemeriksaan histopatologis.11,12

Apabila pasien datang dengan keluhan adanya ulkus pada mulutnya, yang

perlu ditanyakan adalah3:

Sejak kapan ulkus tersebut muncul (onset)?

Apakah ulkus tunggal atau multiple (jumlah)?

Dimanakah lokasi ulkus tersebut? (Pada ulkus akibat trauma, umumnya pada

lateral lidah, mukosa bibir, atau pipi pada daerah oklusal)

Berapa lama durasi dari ulkus tersebut? (Pada ulkus dengan kausa lokal,

durasinya lebih singkat, sekitar 7-14 hari)

Apakah ulkus tersebut setelah diobati dapat muncul kembali (rekuren atau

tidak)? - Apakah terdapat rasa nyeri pada ulkus tersebut?

Apakah terdapat gejala-gejala lain seperti demam, malaise, nyeri kepala,

anorexia, penurunan berat badan, diare, dan sebagainya?

Kemudian, untuk mengetahui penyebab dari ulkus tersebut perlu

ditanyakan riwayat pasien sebelum dan selama timbulnya ulkus, sebagai berikut:3

13
Riwayat trauma:

Tergigit secara tidak sengaja Pada pasien yang mengalami trauma kronis,

ulkus yang terbentuk berbatas tegas dengan whitish keratotic halo

Paparan dengan benda panas (makanan atau cairan panas), bahan kimia

(menahan obat kumur di dalam mulut dalam waktu yang lama), dan radiasi

Penggunaan obat-obatan, baik topikal maupun sistemik

Kebiasaan membersihkan mulut secara benar atau tidak

Penggunaan aplikasi orthodontis, paling sering gigi palsu, terutama yang baru

Riwayat merokok

Sensitifitas terhadap suatu jenis makanan tertentu

Riwayat penyakit saluran pencernaan (Chrons disease, kolitis ulseratif,

anemia pernisiosa, atau penyakit celiac)

Riwayat penyakit sistemik (seperti diabetes mellitus dan hipertensi)

Riwayat penyakit immunocompromised atau penggunaan obat-obatan

imunosupresan

Riwayat keganasan:

o Gejala menetap lebih dari 3 minggu

o Terdapat rasa nyeri disertai bengkak kemerahan atau bercak putih

o Perdarahan dari mulut yang tidak diketahui asalnya secara pasti

Riwayat masalah psikologis

Apakah ditemukan pada bagian tubuh yang lain seperti kulit atau genital?

14
2.2.7. Diagnosis Banding

Diagnosis banding ulkus aftosa yaitu :2, 4

1. Kandidiasis oral

Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada rongga mulut yang

disebablan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur kandida terutama

kandida albikan. Kandidiasis menggambarkan sekelompok infeksi jamur

yang melibatkan kulit dan membran mukosa, termasuk mulut. Dalam

rongga mulut, kandida albikan dapat melekat pada mukosa labial, mukosa

bukal, dorsum lidah, dan daerah palatum.

2. Traumatic ulcer

Lesi pada ulkus apthosa baisanya berbentuk bulat atau oval dan biasanya

mengenai mukosa non keratin seperti bukal dan labial, sedangkan pada

tarumatic ulcer irreguler dan dapat mengenai palatum, gingiva, dan lidah.

3. Behcets Syndrome

Secara klasik digambarkan sebagai trias gejala yang meliputi ulcer oral

rekuren, ulser genital rekuren, dan lesi pada mata. Behcets syndrome

disebabkan oleh imunokompleks yang mengaarah pada vasculitis dari

pembuluh darah kecil dan sedang dan inflamasi dari epitel yang

disebabkan oleh limfosit T dan plasma sel yang imunokompeten. Lesi

tunggal paling umum terjadi di mukosa oral.

4. Recurrent HSV infection

Infeksi herpes rekuren dalam rongga mulut muncul pada pasien yang

pernah terinfeksi herpes simpleks dan memiliki serum antibodi untuk

melawan infeksi eksogen primer.

15
5. Erytema Multiforme

Erytema multiforme merupakan penyakit inflamasi akut pada kulit dan

membran mukosa yang menyebabkan berbagai macam lesi kulit. Lesi pada

mulut pada umumnya adalah inflamasi yang bersamaan dengan vesikel

dan bulla yang ruptur dengan cepat.

6. Reaksi alergi terhadap material restorasi dental

7. Lesi yang ditemukan dapat berhubungan dengan penyakit lain (sifilis,

tuberkulosis, dermatosis)

2.2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan khusus mungkin diperlukan jika terdapat kecurigaan adanya

keterlibatan faktor sistemik ataupun malignansi.

- Tes darah diindikasikan untuk mengesampingkan defisiensi atau kondisi

sistemik lainnya.

- Pemeriksaan mikrobiologi dan serologis diindikasikan bila etiologi

mikroba dicurigai.

- Biopsi diindikasikan bila ulkus tunggal bertahan lebih dari 3 minggu,

terjadi indurasi, terdapat lesi di kulit lainnya ataupun terkait dengan lesi

sistemik.11

2.2.9. Tatalaksana

Tatalaksana yang baku untuk pengobatan ulkus aftosa belum ada karena

etiologi pasti belum diketahui. Tujuan dari terapi atau tatalaksana pasien ulkus

aftosa adalah untuk mengurangi nyeri dan ukuran ulkus, mempercepat

penyembuhan luka, dan menurunkan angka kekambuhan. Terapi farmakologis

dapat diberikan secara topikal maupun sistemik disesuaikan dengan tipe ulkus

16
aftosa. Untuk memudahkan penatalaksaan, dapat dibagi ulkus aftosa menjadi tiga

tipe.11,12

Pada tipe pertama, ulkus aftosa/ episode ulkus aftosa yang terjadi hanya

beberapa hari (<3hari) dan terjadi hanya beberapa kali dalam setahun. Pada tipe

ini, gejala nyeri tidak menonjol. Terapi farmakologis tidak dibutuhkan dan hanya

menghindari faktor predisposisi terjadinya ulkus aftosa.11

Pada tipe kedua, ulkus aftosa terjadi selama 3-10 hari dan terjadi hampir

setiap bulan. Pada tipe ini, selain menghindari faktor predisposisi dapat diberikan

juga cuci mulut Chlorhexidine atau Dexamethasone 0,05 mg/mL. Pilihan lain

seperti Clobetasol ointment 0,05% dan Floucinonide ointment, dapat digunakan

tiga kali sehari.16

Pada tipe ketiga, ulkus terjadi hampir terus-menerus dan disertai nyeri.

Pada tipe ini diberikan pengobatan oral kortikosteroid jika pengobatan topikal

tidak menunjukkan perbaikan.11

Terapi bisa diberikan untuk mengurangi faktor resiko yang terjadi pada,

seperti pemberian preparat besi untuk yang memiliki gejala anemia defisiensi besi,

vitamin B-12, dan asam folat yang mana bisa diberikan di pelayanan primer.

Saran dari klinisi pelayanan primer untuk menjaga kebersihan mulut, mengurangi

atau menghentikan kebiasaan merokok, memakan makanan yang bersifat iritan

bagi mukosa daerah sekitar mulut, konsumsi alkohol penting dilakukan.11,12

17
2.2.10. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul pada ulkus aftosa yaitu stomatitis aftosa

rekuren keganasan (malignancy), infeksi bakteri sekunder, pasien dengan ulkus

aftosa mayor (cancer sores) dapat menyebabkan timbulnya scar oral. Lesi yang

nyeri dapat menyebabkan kesulitan untuk makan dan minum sehingga

menimbulkan dehidrasi dan mungkin terjadi defisiensi nutrisi. Pasien dengan

AIDS yang resisten terhadap terapi steroid topikal, sehingga diberikan steroid

sistemik yang memiliki efek samping lebih tinggi, seperti terjadinya infeksi

opportunistik.15

2.2.11. Prognosis

Prognosis untuk kesembuhan ulkus aftosa tergantung pada penyebab

masalah. Banyak faktor lokal dapat dimodifikasi, dirawat, atau dihindari.

Penyebab infeksius ulkus afatosa biasanya dapat diatasi dengan obat-obatan, atau

jika masalahnya disebabkan oleh obat-obatan tertentu, dengan mengganti agen

penyebab tersebut.

Pada sebagian besar pasien, meminimalisasi faktor mekanik dan traumatik,

membiasakan menjaga kebersihan mulut (oral hygine), menambahkan terapi

penunjang biasanya mampu mengurangi lesi inflamasi untuk mengobati pasien.

Biasanya kejadian ulkus aftosa muncul kembali (recurrent) akibat terpapar

kembali dengan faktor resiko terjadinya stomatitis aftosa rekuren.16

18
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ulkus Aftosa, yang juga dikenal dengan ulkus aftosa rekuren/Stomatitis

aphthous recurrent (SAR) atau canker sores merupakan lesi mukosa oral yang

paling sering terjadi.1 Ulkus aftosa adalah lesi yang sering terjadi pada mukosa

mulut, terjadi secara berulang, multipel, berukuran kecil atau ulkus yang lebih

besar, dan memiliki dasar kuning serta terdapat halo eritematos disekeliling ulkus,

biasanya pertama kali timbul pada saat anak-anak atau remaja.

Diagnosis ulkus aftosa dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan ulkus aftosa umumnya

diberikan terapi steroid, disertai terapi untuk mengurangi gejala, terapi penunjang,

dan edukasi kepada pasien untuk menghindari faktor resiko. Komplikasi yang

sering terjadi adalah ulkus aftosa rekuren dan keganasan (malignancy), timbulnya

scar pada ulkus aftosa mayor, dehidrasi, defisiensi nutrisi, dan infeksi

opportunistik.

Prognosis untuk kesembuhan ulkus aftosa tergantung pada penyebab

masalah. Biasanya kejadian ulkus aftosa muncul kembali (recurrent) akibat

terpapar kembali dengan faktor resiko terjadinya stomatitis aftosa rekuren.

19
3.2 Saran

Sebagai seorang dokter, terutama dokter layanan primer hendaknya

mengetahui dan bisa menatalaksana ulkus aftosa yang paling sering terjadi

dirongga mulut. Dalam penatalaksanaan / pengobatan pada penyakit ulkus aftosa

harus memperhatikan faktor predisposisi untuk keberhasilan pengobatan yang

diberikan.

20
Daftar Pustaka
1. Mirowski GW. Aphthous stomatitis. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1075570-overview diakses tanggal
14 Oktober 2017
2. Tarakji B, Giath G, Sadeq A.A.M. Et.al (2015). Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Recurrent Aphthous Stomatitis for Dental
Practitioners. Journal of International Oral Health. 7(5):74-80.
3. Paleri, Vinidh., dkk (2010). Evaluation Of Oral Ulceration In Primary
Care. UK: British Medical Journal 5 Juni 2010 Volume 340.
4. Crispian S, Meir G, Francina L.N (2005). The Diagnosis and Management
of recurrent aphthous stomatitis. American Dental Associaton. JADA,
vol.134. February
5. Gandolfo S, Scully C, Carrozzo M (2005). Oral Medicine. Edinburg. New
York. Oxford. St Louis. Sydney Toronto: Churchill livingstone.
6. Wulandari E.A.T, Titiek S (2008). Tatalaksana sar minor untuk
mengurangi rekurensi dan keparahan (laporan kasus). Indonesian Journal
of Dentistry; 15 (2): 147-154.
7. Scully, C dan Felix, D.H (2015). Aphthous And Other Common Ulcers.
UK: British Dental Journal. Volume 199 No. 5.
8. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi (2004). Edisi I. EGC Jakarta
9. Paulsen F, Waushcke J (2011).Sobotta Atlas of Human Anatomy Latin
Nomenclatur. Vol 3. Ed 15th. Elsevier Urban & Fisher: Munich
10. Gandolfo S, Scully C, Carrozzo M (2005). Oral Medicine. Edinburg. New
York. Oxford. St Louis. Sydney Toronto: Churchill livingstone.
11. Scully, C., Gorsky, dan Lozada-Nur, F (2003). The Diagnosis And
Management Of Recurrent Aphthous Stomatitis: A Consensus Approach.
US: JADA.
12. Article R (2015) Guideline for the Diagnosis and Treatment of Recurrent
Aphthous Stomatitis for Dental Practitioners ;7(November 2014):74-80.
13. Gandolfo, Sergio dkk. Oral Medicine (2006) Ed ke-2. Churchill
Livingstone: Elsevier;1, 26-29.
14. Langlais RP MC (2012). Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut Yang
Lazim. Jakarta: Hipokrates
15. Plewa C (2015). Aphthous ulcers follow up. USA: Medscape
16. Burkhard, Nancy (2009). Aphthous Ulcers. ProQuest: RDH Magazine.

21

Anda mungkin juga menyukai