Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan


oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi
antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang
disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS); ditularkan nyamuk Aedes
aegypti dan Ae.albopictus yang terinfeksi. (Supartha I, editor. 2008). Host alami
DBD adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3
dan Den-4.30

Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama
di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian
lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang
terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di
rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5
miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD
yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat.31

Epidemiologi Demam berdarah dengue di Indonesia pada tahun 2015 yang


dilaporkan sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang
(IR/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka kematian=
0,83%) Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 penderita. Pada tahun 2014 distribusi kelompok

1
umur untuk penderita Demam Berdarah Dengue, yaitu kelompok umur 5-14
tahun.32

Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit yang


perjalanan penyakitnya cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat sehingga penegakkan diagnosa klinis demam dengue dan demam berdarah
dengue didasarkan pada kriteria klinis dan laboratorium meliputi trombositopenia
dan peningkatan hematokrit, sedangkan diagnosa pasti dengan ditemukannya virus
dengue sebagai penyebab infeksi pada penderita. A. aegypti adalah salah satu
vektor nyamuk yang paling utama untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat
antropofilik, hidup dekat manusia, dan sering hidup di dalam rumah sekitar kamar
tidur, pakaian, dan air bersih sehingga sulit untuk mengontrolnya dari lingkungan
luar. 3

2
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI

a. Nama : An. MBF


b. Umur/ Tanggal Lahir : 3 tahun 3 bulan / 1 Mei 2014
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Berat badan : 13,8 Kg
e. Panjang badan : 97 cm
f. Agama : Islam
g. Bangsa : Indonesia

h. Alamat : Jl. Pangkalan No. 01 Sako Baru Kota


Palembang
i. Suku Bangsa : Sumatera
j. MRS : 30 Juli 2017
k. Medical record : 1017302

ANAMNESIS

Tanggal : 31 Juli 2017, pukul 17.00 WIB

Diberikan Oleh : Orang tua kandung (Alloanamnesis)

2.2.1 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan utama : Demam


Keluhan tambahan : Nyeri sendi dan kaki tangan teraba dingin.

3
2.2.2 RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Sejak 3 hari SMRS penderita mengalami demam tinggi, mendadak dan terus
menerus, suhu tidak diukur. Demam tidak disertai menggigil, kejang (-),
berkeringat (-), batuk (-), pilek (-), kemerahan diwajah (-), ruam (-), nyeri kepala
(+), nyeri belakang bola mata (+), nyeri otot dan sendi (+), mimisan (-), perdarahan
dibawah kulit (-), mual (-), muntah (-), minum seperti biasa, BAB dan BAK normal,
riwayat berkunjung keluar kota (-), pasien tidak berobat.

Sejak 4 jam SMRS, penderita masih mengalami demam tetapi tidak terlalu
tinggi, menggigil (-), kejang (-), berkeringat (+), kaki dan tangan teraba dingin,
batuk (-), pilek (-), kemerahan di wajah (-), ruam (-), nyeri kepala (+), nyeri
belakang bola mata (+), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (-), mual (-), muntah
(-) mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan berkurang (+), anak masih bisa
minum banyak, BAB tidak lancar dan BAK normal. Penderita tampak semakin
lemas. Penderita dibawa ke dokter Sp.A dan dirujuk ke RSMH.

RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

2.3.1 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat dengan keluhan penyakit yang sama sebelumnya disangkal.

2.3.2 RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

GPA : G0P2A 0
Masa kehamilan : Aterm
Partus : Sectio cesaria atas indikasi presentasi bokong
Penolong : Dokter kandungan
Tanggal : 1 Mei 2014
Berat badan lahir : 3000 g
Panjang badan : 49 cm
Keadaan saat lahir : Langsung menangis

4
2.3.3 RIWAYAT MAKANAN

ASI : 0-3 bulan , frekuensi sesuai keinginan anak,


menyusui sampai anak tertidur pulas
Susu Formula : 1 tahun sekarang, frekuensi 3x/hari.
Bubur susu : 6-9 bulan, frekuensi 3x/hari.
Bubur nasi : 9-11 bulan, frekuensi 3x/hari.

Nasi biasa : 11 bulan - sekarang, 3x/hari, 1/2 centong nasi


dengan lauk pauk bervariasi (tahu, tempe, telur, ikan,
sayur). Setiap makan habis.
Daging : + (jarang)
Tempe :+
Tahu :+
Sayuran :+
Buah : + (jarang)
Kesan : Cukup
Kualitas : Kurang

2.3.4 RIWAYAT IMUNISASI

IMUNISASI DASAR

Hepatitis B 0 (setelah anak lahir)

BCG

DPT 1

Hepatitis B 1

Hib 1

5
Polio 1

Campak

Kesan : Imunisasi dasar tidak dilakukan

2.3.5 RIWAYAT PERKEMBANGAN FISIK

Berbalik : 2 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Merangkak : 5 bulan

Duduk : 7 bulan

Berdiri : 11 bulan

Berjalan : 12 bulan

Berbicara : 13 bulan

Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

2.3.6 RIWAYAT KELUARGA

Ayah Ibu
Nama : Tn. F Ny. R
Umur : 28 Tahun 25 tahun
Agama : Islam Islam
Perkawinan : Pertama Pertama
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : Wiraswasta IRT

6
2.3.7 RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien adalah anak kedua dari pasangan Tn. S dan Ny. M yang berprofesi
sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga.

Kesan : Sosioekonomi menengah ke bawah.

2.3.8 RIWAYAT HIGIENITAS DAN LINGKUNGAN

- Sumber air berasal dari PDAM, ditampung dalam sebuah bak, dikuras
1x/minggu, tidak ditutup, tidak diberi bubuk anti nyamuk.
- Tidak menggunakan lotion anti nyamuk saat keluar rumah.
- Riwayat tetangga yang menderita DBD tidak ada.
Kesan : Higienitas kurang.

PEMERIKSAAN FISIK

2.4.1 PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Kompos mentis
BB : 13,8 Kg
TB : 97 cm
Status Gizi
BB/U : 13,8/3 tahun 8 bulan ( 0 SD)
PB/U : 97 cm/3 tahun 8 bulan(-2 SD 0 SD)
BB/PB : 13.8/97 cm (-1SD 0 SD)
Kesan: Gizi baik perawakan normal
Suhu : 37,1oC
Respirasi : 24 kali/ menit, reguler
Tipe pernafasan : Thorakoabdominal
Tekanan Darah : 90/60 mmHg

7
Nadi : 143x/menit, isi kurang, tegangan lemah, reguler

2.4.2 PEMERIKSAAN KHUSUS

Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)
Mulut : Kelainan kongenital (-), mukosa bibir pucat (-),
cheilitis (-), stomatitis (-), faring hiperemis (+)
Hidung : Deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-), nafas cuping
hidung (-), epistaksis (-/-)
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
Gigi : Karies (-), gusi berdarah (-)
Lidah : Coated tongue (-), atropi papil (-), hiperemis (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring hiperemis (-), T1-T1
Telinga : Dismorfik (-), cairan (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada,
pernapasan torakoabdominal.
Palpasi : Stremfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal

8
Auskultasi : Bunyi Jantung I & II normal, reguler, murmur(-) gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, dismorfik (-), massa (-)

Palpasi : Lemas, Nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba membesar
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Akral dingin(+), deformitas (-), edema (-), sianosis (-), CRT
<3 detik
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran KGB (-), dalam batas normal.

Kulit
Rumple leed test tidak dapat dilakukan.

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :

Tungkai Lengan

Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah

Kekuatan 5 5 5 5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

9
Klonus - - - -

Refleks fisiologis +N +N +N +N

Refleks patologis - - - -

Fungsi sensorik : Dalam batas normal

Fungsi nervi kraniales : Dalam batas normal

Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (30 Juli 2017, pukul 22.00 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin (Hb) 15.9 g/dl* 11,3-14,1 g/Dl

RBC 6.19 x 103/mm3* 4,40-4,48 x 103/mm3

WBC 3,7 x 103/mm3 4,5-13,5x103/ mm3

Ht 46% 37-41%

Trombosit 29 x103/L * 217-497x103/L

Hitung Jenis Leukosit

Basofil 0* 0-1

Eosinofil 0* 1-6

Neutrofil 39 * 50-70

10
Limfosit 51 * 20-40

Monosit 10* 2-8

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (31 Juli 2017, pukul 03.02 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin (Hb) 14,1 g/dl 11,3-14,1 g/dL

Ht 40% 37-41%

Trombosit 34 x103/L * 217-497x103/L

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (31Juli 2017, pukul 03.00 WIB)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Dengue IgM Positif Negatif

Dengue IgG Positif Negatif

Dengue NS 1 Ag Negatif

RESUME
An.MBF, perempuan, usia 3 tahun, datang dengan keluhan demam tinggi.
4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam tinggi,
mendadak, dan terus menerus. Sakit kepala (+), nyeri belakang bola mata (+),
nyeri otot dan sendi (+), nafsu makan masih seperti biasa, minum seperti biasa,
BAB dan BAK seperti biasa, dan riwayat berkunjung ke luar kota (-). Pasien
tidak berobat. 4 jam SMRS, penderita masih mengalami demam tetapi tidak terlalu

11
tinggi, berkeringat (+), kaki dan tangan teraba dingin, nyeri kepala (+), nyeri belakang
bola mata (+), nyeri otot dan sendi (+) nafsu makan berkurang (+), anak masih bisa
minum banyak, BAB tidak lancar dan BAK normal. Penderita tampak semakin lemas.
Penderita dibawa ke dokter Sp.A dan dirujuk ke RSMH.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi takikardi isi dan tegangan lemah,
anak tampak sakit sedang, febris, akral dingin dan status pertumbuhan gizi
baik. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Juli 2017 didapatkan
trombosit 29.000, hematokrit 46% , IgG Dengue positif dan IgM Dengue
positif.

DAFTAR MASALAH

Demam tinggi mendadak terus menerus

Kaki dan tangan teraba dingin

Takikardi

Lemas

DIAGNOSIS BANDING

Demam berdarah dengue derajat III

Demam dengue

DIAGNOSIS KERJA

Demam berdarah dengue derajat III

PENATALAKSANAAN

Terapi Farmakologis

Bolus RL 20ml/kgBB ( 280 cc) selama 30 menit

IVFD RL 10 ml/kgBB/jam gtt 12x/m (makro)

Paracetamol 500 mg tiap 4-6 jam bila suhu 38,5oc

12
Monitoring

Tanda vital

Kurva suhu

Balance dan diuresis tiap 6 jam

Pantau hasil laboratorium (Hb, Ht, trombosit) 24 jam

Observasi tanda syok

Edukasi

Tirah baring

Beri minum 1 - 2 liter dalam 24 jam

Pengobatan utama adalah cairan

Upaya pencegahan dengan 3M

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal

31 Julis S : demam (-), anak mengantuk (+) wajah A : DBD grade III perbaikan
2017 sembab (+), nyeri perut (+), gelisah (-), KU
mual (+)
07.00 WIB P:
O:
- IVFD RL 70 cc/jam
Keadaan Umum: (5cc/kgBB/jam)

13
- sens : kompos mentis - Cek lab ulang Hb, Ht,
trombosit tiap 8 jam
- Tekanan darah: 100/60
- Nadi 131x/menit - Observasi tanda-tanda vital
dan diuresis / 6 jam
- RR 32x/menit

- T: 37,2C - Paracetamol syr 6 ml bila T

Hasil lab Hb 14,1 g/dL, Plt 34.000/L, Ht >38.5C


40%.

Keadaan Spesifik

- Kepala : konjungtiva anemis (-) sklera


ikterik (-) NCH (-) edema palpebral (+)

- Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I dan II N, bising (-)

Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki

(-/-), wheezing (-/-)

- Abdomen: cembung, lemas, nyeri tekan


(+) Hepar teraba 2 cm bac - 2 cm bpx, Lien
tidak teraba

- Ekstremitas: akral hangat, CRT <3,


pucat(-)

- Kulit: ptechie pada tangan dan kaki

- Genital: edema (-)

- Diuresis: 1,4 cc/jam

1 Agustus S : demam (-), wajah sembab (+), nyeri A : DBD grade III perbaikan
2017 perut (+), mual (+) KU

14
07.00 WIB O: P:

Keadaan Umum: - IVFD RL 42 cc/jam

- sens : kompos mentis (3cc/kgBB/jam)

- Tekanan darah: 90/60 - Observasi tanda-tanda vital

- Nadi 120x/menit dan diuresis / 6 jam

- RR 28x/menit - Paracetamol syr 6 ml bila T


- T: 36,7C >38.4C

Hasil lab: Hb 11,8 g/dL, Plt 17.000/L, Ht


33%.
- Kepala : konjungtiva anemis (-) sklera
ikterik (-) NCH (-) edema palpebral (+)

- Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I dan II N, bising (-)

Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki

(-/-), wheezing (-/-)

- Abdomen: cembung, lemas, nyeri tekan


(+) Hepar teraba 2 cm bac - 2 cm bpx, Lien
tidak teraba

- Ekstremitas: akral hangat, CRT <3,


pucat(-)

- Kulit: ptechie pada tangan dan kaki

- Genital: edema (-)

- Diuresis: 2,4 cc/jam

15
2 Agustus S : demam (-), wajah sembab berkurang, A : DBD grade III perbaikan
2017 nyeri perut berkurang, gelisah (-), mual (-), KU
muntah (-), BAB hitam (-)
07.00 WIB P:
O:
- D5 1/4 NS kecepatan 20
Keadaan Umum: cc/jam

- sens : kompos mentis - Paracetamol syr 6 ml bila T


- Tekanan darah: 90/60 >38.4C

- Nadi 96x/menit - Cek lab ulang Hb, Ht,


- RR 30x/menit trombosit tiap 24 jam
- T: 36,5C
Hasil lab: Hb 10,2 g/dL, Plt 21.000/L, Ht
29%.

Keadaan Spesifik

- Kepala : konjungtiva anemis (-) sklera


ikterik (-) NCH (-) edema palpebral (+)

- Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I dan II N, bising (-)

Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki

(-/-), wheezing (-/-)

- Abdomen: cembung, lemas, nyeri tekan


(+) Hepar dan Lien tidak teraba , BU (+)
N, shifting dullness (+)

- Ekstremitas: akral hangat, CRT <3,


pucat(-)

- Kulit: ptechie pada tangan dan kaki

16
- Genital: edema (-)

- Diuresis: 1,4 cc/jam

3 Agustus S : demam (-), sesak napas (-), wajah A : DBD grade III perbaikan
2017 sembab berkurang, nyeri perut berkurang, KU
mual (-), muntah (-), BAB hitam (-), nafsu
07.00 WIB P:
makan membaik.
- aff IVFD
O:
- observasi 24 jam
Keadaan Umum:

- sens : kompos mentis


- Tekanan darah: 90/60
- Nadi 94x/menit
- RR 26x/menit

- T: 36,5C
Hasil lab Hb 9,5 g/dL, Plt 63.000/L, Ht
27%.

Keadaan Spesifik

- Kepala : konjungtiva anemis (-) sklera


ikterik (-) NCH (-) edema palpebral (+)

- Thorax : simetris, retraksi (-)

Cor : BJ I dan II N, bising (-)

Pulmo: Vesikuler (+) N, rhonki

(-/-), wheezing (-/-)

- Abdomen: cembung, lemas, nyeri tekan


(+) Hepar dan Lien tidak teraba , BU (+)
N, shifting dullness (+)

17
- Ekstremitas: akral hangat, CRT <3,
pucat(-)

- Kulit: ptechie pada tangan dan kaki

- Genital: edema (-)

- Diuresis: 1,4 cc/jam

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Definisi DBD Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi


virus akut yang disebabkan oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak yang
bertendensi menimbulkan syok dan kematian.1,2 Menurut World Health
Organization (WHO), demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik.
Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.17,18

ETIOLOGI

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4
jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi dari salah satu
serotipe menimbulkan antibodi terhadap virus yang bersangkutan, sedangkan
antibodi yang terbentuk untuk serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan terhadap serotipe lain. Seorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3/4 serotipe yang berbeda selama hidupnya.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. 1,17-20

Beberapa pasien demam berdarah terus berkembang menjadi demam


berdarah dengue (DBD) yang berat. Biasanya demam mulai mereda pada 3-7 hari
setelah onset gejala. Pada pasien juga bisa didapatkan tanda peringatan (warning

19
sign) yaitu sakit perut, muntah terus-menerus, perubahan suhu (demam hipotermia),
perdarahan, atau perubahan status mental (mudah marah,bingung).1 Menurut WHO
kriteria demam berdarah dengue ialah demam yang berlangsung 2-7 hari, terdapat
manifestasi perdarahan, trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3), dan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah. 17

EPIDEMIOLOGI

Sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat dan endemis di Indonesia. Penyakit ini dapat
mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah endemis yang
terjadi hampir setiap tahunnya pada musim penghujan.21 Sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan manifestasi klinis berat yaitu demam berdarah dengue
(DBD) yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian menyebar ke Thailand,
Vietnam, Malaysia bahkan Indonesia. Tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan
pertama kali di Surabaya dan Jakarta sebanyak 58 kasus, dengan kematian yang
sangat tinggi, 24 orang (case fatality rate 41,3%). Pada tahun 1993 DBD telah
menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia.22

Demam berdarah dengue sering terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun.
Sekitar 50% penderita DBD berusia 10-15 tahun yang merupakan golongan usia
yang tersering menderita DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa.
Nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak
aktivitas yaitu pada pukul 08.00 12.00 dan 15.00 17.00. 17, 22

Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus
dengan jumlah kematian akibat DBD sebanyak 1.358 orang, IR 65,7 per 100.000
penduduk dan CFR sebesar 0,87%. Terjadi penurunan IR DBD jika dibandingkan
dengan tahun 2009 yaitu sebesar 68,22 per 100.000 penduduk. Demikian juga
dengan CFR yang mengalami sedikit penurunan, pada tahun 2009 CFR DBD
sebesar 0,89%.23

20
World Health Organization (WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, Negara Indonesia merupakan Negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia
Tenggara.21 Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai
faktor antara lain imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus
dengue, keganasan (virulensi) virus dengue dan kondisi geografis setempat.17

PATOFISIOLOGI

DBD terjadi pada sebagian kecil dari penderita DB. Meskipun DBD dapat
terjadi pada pasien yang baru terserang DB untuk pertama kalinya, sebagian besar
kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan antara kejadian
DBD/DSS dengan infeksi DB sekunder melibatkan sistem imun pada
patogenesisnya. Baik imunitas alamiah seperti sistem komplemen dan sel NK,
maupun imunitas adaptif termasuk humoral dan imunitas dimediasi sel terlibat
dalam proses ini. Kenaikan aktivasi imun, khususnya pada infeksi sekunder,
menyebabkan respon sitokin yang berlebihan sehingga merubah permeabilitas
pembuluh darah. Selain itu, produk dari virus seperti NS1 juga berperan dalam
mengatur aktivasi komplemen dan permeabilitas pembuluh darah.12

Tanda penting dari DBD adalah meningkatnya permeabilitas vaskular


sehingga terjadi kebocoran plasma, volume intravaskular berkurang, dan syok di
kasus yang parah. Kebocoran plasma bersifat unik karena plasma yang bocor
selektif, yaitu di pleura dan rongga abdomen serta periodenya pendek (24-48 jam).
Pemulihan cepat dari syok tanpa sequele dan tidak adanya inflamasi pada pleura
dan peritoneum mengindikasikan mekanisme yang terjadi adalah perubahan fungsi
integritas vaskular, bukan kerusakan struktural dari endotel.12,20

Berbagai sitokin yang memiliki efek meningkatkan permeabilitas terlibat


dalam patogenesis DBD. Akan tetapi, hubungan penting antara sitokin dengan
DBD masih belum diketahui. Studi menunjukkan bahwa pola respon sitokin
mungkin berhubungan dengan pola pengenalan sel T spesifik dengue. Reaksi silang
sel T secara fungsional tampak aktivitas sitolitiknya berkurang tetapi

21
mengekspresikan peningkatan produksi sitokin seperti TNF-, IFN-, dan kemokin.
TNF- telah terlibat pada beberapa manifestasi berat termasuk perdarahan di
percobaan hewan. Peningkatan permeabilitas vaskular juga dapat dimediasi oleh
aktivasi sistem komplemen. Kenaikan level fragmen komplemen terlihat pada
DBD. Beberapa fragmen komplemen seperti C3a dan C5a diketahui memiliki efek
untuk meningkatkan permeabilitas. Studi terbaru menyatakan bahwa antigen NS1
dari virus dengue dapat mengatur aktivasi komplemen sehingga diduga berperan
pada patogenesis DBD.12,22

Lebih banyaknya jumlah virus pada pasien DBD dibanding pasien DB telah
terbukti di berbagai penelitian. Level protein virus, NS1, juga lebih tinggi pada
pasien DBD. Derajat banyaknya virus berkorelasi dengan ukuran keparahan
penyakit seperti jumlah efusi pleura dan trombositopenia, mengindikasikan bahwa
jumlah virus merupakan kunci penentu keparahan penyakit.12

Infeksi virus dengue mengakibatkan munculnya respon imun baik humoral


maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen.
Antibodi IgG dan IgM akan mulai terbentuk pada infeksi primer dan akan
meningkat (booster effect) pada infeksi sekunder. Antibodi tersebut dapat
ditemukan dalam darah pada demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama-
ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi IgG
meningkat pada hari ke-2. Hal ini berhubungan dengan cara diagnosis melalui
antibodi yang dimiliki oleh host. Infeksi sekunder apabila terdapat dengue blot
dengan hasil Ig G+ dan Ig M- dan Ig G+ dan Ig M+.11

22
Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :

Gambar 1.
Patofisiologi Infeksi
Dengue

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko individu yang menentukan beratnya penyakit adalah infeksi


sekunder, usia, etnisitas dan penyakit kronis (asma bronkial, anemia sel sabit dan
diabetes mellitus).24 Pada anak-anak muda mungkin kurang mampu untuk
mengkompensasi kebocoran kapiler daripada orang dewasa dan akibatnya berisiko
lebih besar mengalami syok dengue.25

Pada wanita lebih berisiko mendapatkan manifestasi berat setelah terinfeksi


virus dengue (DBD/SSD) karena secara teori diyakini wanita lebih cenderung dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler dibanding dengan laki-laki.26 Selain itu, orang
kulit putih infeksi virus dengue lebih berat dibanding dengan orang kulit hitam
(negro) karena virus lebih banyak berkembang-biak pada sel mononuklear orang
kulit putih.26,27 Infeksi virus dengue lebih sering terjadi pada orang yang memiliki
status gizi yang baik dibanding dengan orang malnutrisi.26 Pada orang yang

23
memiliki indeks massa tubuh tinggi, kapiler mereka secara intrinsik lebih mungkin
bocor sehingga bisa menjadi lebih buruk dalam infeksi dengue.28,29

Respon dari imun dapat mempengaruhi jumlah trombosit dan kadar


hematokrit di dalam tubuh misalnya dapat menyebabkan fungsi agregasi trombosit
menurun.30 Selain itu imunitas yang ada dalam masyarakat memegang peranan
penting di daerah epidemis karena lebih banyak kasus terdiri dari anak-anak, remaja
dan orang dewasa dibanding anak-anak usia rendah yang kemungkinan diakibatkan
oleh system imun yang baik yang dimiliki.27

MANIFESTASI KLINIK

Gambar 1. Manifestasi infeksi virus dengue

Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi


mulai dari asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), dengue fever, dengue haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom.
Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak, tetapi pada awal
penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.

24
Gambar 2. Manifestasi infeksi virus dengue

Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul
oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi
secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus
akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini manusia yang
terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh
manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana
perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis
dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap
keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :

Bentuk reaksi pertama

Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk


netralisasi virus pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).

Bentuk reaksi kedua

Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan


jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan
manifestasi perdarahan.

25
Bentuk reaksi ketiga

Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya


komponen plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga
perut berupa gejala asites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura.
Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi bentuk 1 dan 2 saja maka orang
tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi
terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

Martina B E E et al.
Clin. Microbiol. Rev.
2009;22:564-581

Dengue Fever

Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa


demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada
infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 C) dan
dapat disertai dengan menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik
sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat
sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya sudah

26
mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat anak mulai panas
ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima
hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak
(lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.
Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung
selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik
lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai
punggung unta).

Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul
dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang
dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata
yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di
kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita
gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal
panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan
dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah
kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya
timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti
kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau
setelah hari ke-5.

Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai
dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat
secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda
perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan
spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan
kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis),
perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif yang dapat berakhir pada kematian.

27
Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui
oleh orangtua mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai
dengan perdarahan hidung (epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai
habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan yang bersifat sementara dari gangguan
berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada keadaan lain ada penderita
anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-obat panas
tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan
kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya
dihindari.

Dengue Haemoragic Fever

Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai
manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan
virus dengue juga didapatkan pada DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue
fever adalah adanya manifestasi gejala klinis sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3
pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa keluarnya plasma (cairan)
darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan
rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam
praktik kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan
transfusi darah dalam jumlah yang tidak terbayangkan.

Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau


mendeteksi kapan seorang penderita DHF mulai mengalami keluarnya plasma
darah dari dalam pembuluh darah. Keluarnya plasma darah ini apabila ada biasanya
terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari ke-6. Biasanya didahului oleh
penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara mendadak (lysis)
dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan
didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat. Banyak
ditemui kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita dirasakan
normal mengira kalau putranya sembuh dari sakit. Kondisi tersebut mengakibatkan
orangtua tidak segera membawa putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada

28
keadaan ini penderita sudah dalam keadaan terlambat sehingga kurang optimal
untuk diselamatkan dari penyakitnya.

Sindrom Syok Dengue (SSD/DSS)

Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi


kegagalan sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi 20
mmHg, hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah.
Dengan kata lain demam berdarah dengue yang telah memasuki keadaan syok
(sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO)(Dorland Medical Dictionary, 2005)

Pemeriksaan Penunjang

1. Lab darah rutin

Lekosit: dapat normal tapi biasanya lekopeni dengan dominasi sel neutrofil,
pada akhir fase demam, terjadi lekopeni dan neutropeni serta limfositosis relatif
(peningkatan sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat dijumpai
pada hari ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi)

Trombosit

Trombositopeni <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan


pandangan besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya terjadi
sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.

Hemokonsentrasi dengan tanda:

Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur,


jenis kelamin

Penurunan hematokrit 20% setelah mendapat pengobatan cairan

Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau


proteinemia

Pemeriksaan laboratoris lain:

Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara

Eritrosit pada tinja hamper selalu ditemukan

29
Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan
fibrinolitik, yaitu fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan
antitrombin III

Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin


K-dependent, protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen
mungkin subnormal

Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang)

Penurunan -antiplasmin (-antiplasmin inhibitor) jarang


ditemukan

Serum komplemen menurun, hipoproteinemia, kadang-kadang


hipokloremia

Hiponatremia

Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat

Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada


syok berkepanjangan

2. Radiologis

Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan,
tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya
dilakukan lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan
USG

3. Diagnosis serologi

Hemaglutination Inhibition Test (HI test)

Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji
seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer
serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (presumtif +)

30
Complement Fixation test

Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya


ruwet dan membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.

Neutralization Test

Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi
dari plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat
dari antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet

IgM dan IgG Elisa Mac Elisa (IgM captured Elisa)

Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari
4-5 yang kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum
pasien, dapat ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan <6 minggu)
bila masih negatif, harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6 masih tetap (-),
maksimal dilaporkan sebagai (-). IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-3 bulan
setelah infeksi sehingga tidak boleh dijadikan satu-satunya uji diagnostik
pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di bawah uji HI, spesifitas sama dengan
uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut saja. Saat ini sudah beredar uji Elisa
yang sebanding dengan uji HI hanya lebih spesifik (IgM/IgG dengue blot, dengue
rapid, dll). Pada infeksi sekunder, IgG lebih banyak didapatkan.

Isolasi virus

Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari

Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A


albopictus. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik/intraserebral pada
larva

31
Identifikasi virus

Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak


langsung. Untuk identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi monoclonal

NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan untuk DHF
yang pertama kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad Laboratories, dapat
mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibody dapat terdeteksi 5 hari
kemudian.

DIAGNOSIS

Dasar diagnosis DHF (WHO, 1997):

Klinis

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan


bentuk lain (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis atau melena.

3. Pembesaran hati.

4. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah, Hipotensi (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien jadi gelisah.

Laboratorium

1. Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit


lebih 20% dari normal).

32
2. Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk
menegakkan diagnosis kerja DHF

3. Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia

Indikator Fase Syok :

Hari sakit ke 4-5

Suhu turun

Jarak tekanan darah sistol diastol memendek < 20 mmHg

Nadi cepat tanpa demam

Tekanan nadi turun/ hipotensi

Leukopenia < 5.000/ul

Derajat (WHO,1997) :

1. Demam dengan uji bendung positif.

2. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.

3. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan


nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab, dan pasien jadi gelisah.

4. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

33
DIAGNOSIS BANDING

Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau
protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam cikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi membedakan DHF dari penyakit lain. Diagnosis banding lain
adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic Purpura (ITP),
leukemia, dan anemia aplastik.

Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya seluruh keluarga


terkena dengan gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih
tingi, hampir selalu diikuti dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan
lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bendung positif, petekie, epistaksis
hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal
dan syok.

34
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang
cepat menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase
penyembuhan jumlah trombosit pada DHF lebih cepat kembali.

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada
leukemia, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis.
Pada anemia aplastik anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi
sekunder.

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma


sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DF dapat berobat jalan sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan
biasa, tetapi pada kasus DHF dengan komplikasi diperlukan perawatn intensif. Fase
kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6
jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri cairan rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam
berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling
dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam
dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.

Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila
pasien terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau
didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (> 40 vol%). Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis,
1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan yang berisi
0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0.9% + glukosa
ditambah 1/4 natrium bikarbonat).

35
36
37
Prinsip terapi DHF/DSS

Pengobatan bersifat suportif, mengatasi peningkatan permeabilitas


kapiler dan perdarahan. Keberhasilan tatalaksana DHF terletak keberhasilan
mendeteksi dini fase kritis yaitu pada fase defervescence (biasanya pada hari sakit
3-5 di mana terjadi perembesan plasma). Pada DD saat ini merupakan tanda
penyembuhan sementara pada DHF merupakan saat kritis karena dapat merupakan
awal fase syok. Penggantian volume plasma dengan cairan kristaloid isotonik.

38
Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan
urutan:

1. Penimbangan berat badan

Perkiraan Berat badan normal dapat dihitung dengan rumus. Untuk anak
umur 3-12 bulan: BB (kg)= 2x umur (tahun) +4
2. Tunjangan hidup dasar (pemberian oksigen) dan akses vena

Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2l/menit (disarankan


masker dengan saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena
untuk darah
3. Kateter urin

Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3
ml/kgBB/jam). Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah
dan nadi
4. Pemasangan pipa oro/nasogastrik

Untuk dekompresi, memantau pendarahan saluran cerna dan bilasan


lambung.
5. Resusitasi cairan
Jenis cairan (rekomendasi WHO)

Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak


mahal, tidak alergik, namun hanya bolus yang tetap di intravascular )

Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL)

Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat


(D5/RA)

Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan


garam faali (D5/GF)

Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu


mempertahankan tekanan onkotik, mahal dapat menyebabkan hipersensitivitas,

39
lebih cepat meningkatkan kadar hematokrit daripada kristaloid (ringer laktat) dan
komplikasi lain

Dekstran 40

Albumin 5%

Gelatin

Plasma

Hetastarch

Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk


mempertahankan Hb, menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor
pembekuan atau mengoreksi koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan sebelum
diberikan. Risiko penggunaan darah dalam jumlah besar adalah infeksi blood-
borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang mengandung glukosa jarang
diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik.

Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang utama) (2)
nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak terus
menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan
minum per oral, ditakutkan terjadi dehidrasi sehingga mempercepat syok. Jumlah
cairan tergantung derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang berisi 0,167 mol/liter biknat. Bila
hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus
sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang diperlukan sama dengan
cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan rumatan ditambah
defisit 6% (5%-8%).

Tabel 1. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit 5%-8%)

40
Berat waktu masuk(kg) Jumlah cairan (ml/kg BB per hari)

<7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10-20 1000+50x kg BB(di atas 10 kg)

>20 1500+20xkg BB(diatas 20 kg)

PENCEGAHAN

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara


yang paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :

a. Menggunakan insektisida.

Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah


adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan
temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).

b. Tanpa insektisida

Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal


sekali seminggu.

o Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

41
o Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda
lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

o Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.

PROGNOSIS

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya
lebih ringan daripada anak-anak.

Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti


bersama-sama muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan
anemia.

42
BAB III

ANALISIS KASUS
An. MBF, perempuan usia 3 tahun, datang dengan keluhan 4 hari SMRS
penderita mengalami demam tinggi, mendadak dan terus menerus, suhu tidak
diukur. Demam tidak disertai menggigil, kejang (-), berkeringat (-), batuk (-), pilek
(-), kemerahan diwajah (-), ruam (-), nyeri kepala (+), nyeri belakang bola mata (+),
nyeri otot dan sendi (+), mimisan (-), perdarahan dibawah kulit (-), mual (-), muntah
(-), minum seperti biasa, BAB dan BAK normal, riwayat berkunjung keluar kota (-
), pasien tidak berobat. 4 jam SMRS, penderita masih mengalami demam tetapi
tidak terlalu tinggi, menggigil (-), kejang (-), berkeringat (+), kaki dan tangan teraba
dingin, batuk (-), pilek (-), kemerahan di wajah (-), ruam (-), nyeri kepala (+), nyeri
belakang bola mata (+), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (-), mual (-), muntah
(-) mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan berkurang (+), anak masih bisa
minum banyak, BAB tidak lancar dan BAK normal. Penderita tampak semakin
lemas. Penderita dibawa ke dokter Sp.A dan dirujuk ke RSMH. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan takikardi isi dan tegangan lemah, anak tampak sakit sedang,
takikardi, febris, dan status pertumbuhan gizi baik. Pada pemeriksaan laboratorium
tanggal 30 Juli 2017 didapatkan tromosit 29.000, hematokrit 46% IgG Dengue
positif dan IgM Dengue positif.
Dari anamnesis didapatkan bahwa demam tinggi terus-menerus terjadi secara
tiba-tiba sejak 4 hari SMRS yang berarti demam terjadi secara akut. Hal tersebut
dapat menyingkirkan diagnosis banding demam akibat malaria dan akibat penyakit
kronik.Tampak tanda-tanda shock pada penderita yaitu takikardi, lemas dan akral
dingin.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil takikardi, febris, akral dingin,
uji rumple leed tidak dapat dilakukan karena syarat uji rumple leed yaitu ukuran
lengan atas lebih dari 5 cm sedangkan ukuran lengan atas penderita < 3 cm.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil trombosit 29.000/L, Ht
46%. Hasil laboratorium ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan trombosit dan
peningkatan hematokrit. Peningkatan ini dapat menyebabkan peningkatkan

43
permeabilitas vaskuler sehingga keluarnya komponen plasma (cairan) darah dari
dalam pembuluh darah menuju ke rongga abdomen. Hal ini ditandai dengan
pemeriksaan shifting dullnes (+) pada pemeriksaan follow up hari ke tiga. Akibat
dari peningkatan permeabilitas vaskular ini bisa menyebabkan penderita
mengalami shock. Pada pemeriksan serologi virus didapatkan hasil IgG Dengue
positif dan IgM Dengue positif menunjukkan kemungkinan adanya infeksi pada 2-
3 bulan sebelumnya.

Keluhan utama, keluhan tambahan, dan hasil pemeriksaan (fisik dan


laborartorium) menunjukkan pasien mengarah kriteria untuk Demam Berdarah
Dengue derajat III menurut klasifikasi WHO, yaitu sebagai berikut;
- GEJALA KLINIS
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
2. Kegagalan sirkulasi ( Nadi lemah)
3. Nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri belakang bola mata akral
dingin.
- Hasil laboratorium menunjukkan Trombositopenia (<100.000/ul) dan
peningkatan HT 20%.

Pada pasien didapatkan memenuhi seluruh kriteria gejala klinis sehingga


cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD. Penderita didiagnosis demam
berdarah dengue derajat III. Pada pasien dilakukan tatalaksana penanganan DBD
derajat III. Pada pasien diberikan terapi cairan dengan pemantauan yang ketat dan
pasien diindikasikan untuk rawat inap.
Prognosa pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap terapi
yang diberikan. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan orang tua adalah (1)
penderita harus istirahat, cukup minum, selain air putih dapat diberikan susu, jus
buah, dapat diberikan sedikit demi sedikit namun sering (2) menghindari dari
gigitan nyamuk (menggunakan lotion anti nyamuk atau memakai baju dan celana
panjang), (3) melakukan 3M plus (menguras, menutup, mengubur tempat
penampungan air, menaburkan bubuk abate, memelihara ikan pemankan jentik

44
nyamuk, membersihkan lingkungan, fogging, mencegah gigitan nyamuk dan
memantau).

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Linkungan. Tata


laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: 2006.p 1-6.

2. Tedy B.S, TH. Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia Tengah Medan Tahun
2005. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia. Vol. 1, No. 2, Edisi Desember 2005.

3. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang 2009.


Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang (Internet). 2010. (Cited: September
24, 2014). Available from:
http://www.dinkeskotasemarang.go.id/download/profil_kesehatan_2009.pdf

4. Sutaryo. Dengue. Yogyakarta: Medika FK UGM; 2004.

5. Ester, Monica. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue


Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan Pengendalian. Edisi 2.Jakarta:
EGC.1999.

6. Hadinegoro, Sri R, Soegijanto, Soegeng. Departemen Kesehatan dan


Kesejahteraan Sosial RI. Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia.
Jakarta: Depkes RI; 2001

7. Hayunurdia. Hubungan antara factor lingkungan dan praktik PSN pada keluarga
dengan kejadian DBD di Wilayah kerja Puskesmas Srondol, Kecamatan
Banyumanik, Kota Semarang: skripsi. Semarang, unimus, 2009. Diakses pada
tanggal 3 Agustus 2017 pada jam 11.00 WIB dari URL
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdlhayunurdia-
5629babi.pdf

8. Tanjung,MO. Jurnal Kesehatan Masyarakat,Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012,


Halaman 1061-1067. Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.

46
9. Dinkes Kabupaten Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun
2010.

10. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2011.

11. Sudaryono. Perbedaan Manifestasi Klinis dan Laboratorium Berdasarkan Jenis


Imunoglobulin pada Penderita Demam Berdarah Dengue. Perpustakaan:
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

12. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and expanded edition. 2011.

13. Silitonga, ML. Chapter I [Online]. 2011. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2017
pada jam 11.00 WIB dari URL
http://repository.usu.ac.id/123456789/5/Chapter%20I.pdf

14. Shah GS et, al. Clinical and Laboratory Profile of Dengue Infection In Children.
Kathmandu University Medical Journal (2006), Vol. 4, No. 1, Issue 13, 40-43.

15. Prathyusha, CV et,.al. Clinico-Haematological Profile and Outcome of Dengue


Fever in Children. 2013.

16. Hammond SN et al. Differences In Dengue Severity In Infants, Children, And


Adults In A 3-Year Hospital-Based Study In Nicaragua. Am. J. Trop. Med.
Hyg., 73(6), 2005, pp. 10631070 Copyright 2005 by The American Society
of Tropical Medicine and Hygiene.

17. CDC. 2009. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. U.S. Department of
Health and Human Service Centers for Disease Control and Prevention. Diakses
pada tanggal 3 Agustus 2017 pada jam 11.00 WIB dari URL
http://www.cdc.gov/Dengue/resources/Dengue&DHF%20Information%20for
%20Health%20Care%20Practitioners_2009.pdf

18. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. In:
SudoyoAru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku

47
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
p. 2773-79.

19. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata Laksana Demam


Berdarah Dengue.

20. Who. Dengue and severe dengue.Diakses tanggal 3 Agustus 2017 pada jam
11.00 WIB dari URL http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

21. Susanti, Y. Management Function Enquiry Dengue Fever Dengue


Epidemiology In Health City Semarang. Medical Faculty of the University of
Dian Nuswantoro. Semarang; 2014.

22. Rezeki, Sri H et al. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat jendral Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Edisi ke-3. Jakarta: Departemen
Kesehatan.

23. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010


[internet]. 2011. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2017 pada jam 11.00 WIB dari
URL
http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONESIA_
2010.pdf

24. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control New
edition. 2009. WHO Library Cataloguing in Publication Data

25. Vaughn DW, Green S, Kalayanarooj S, Innis BL, Nimmannitya S, Suntayakhon


S, et al. Dengue viremia titer, antibody response pattern, and virus serotype
correlate with disease severety. JID. 2005;181:2-9

26. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, et al. Harrisons Principle of Internal
Medicine 17th edition Vol. I. New York : McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2009. p. 1239.

48
27. Sutaryo. Dengue. Yogyakarta :Penerbit Medika Fakultas Kedokteran UGM;
2004.

28. Lyn, Tan Ee. Treating Dengue More Difficult With Growing Obesity [internet].
2010. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2017 pada jam 11.00 WIB dari URL
http://cid.oxfordjournals.org/content/52/5/i.full.pdf+html.

29. Irwanto, Elia H, Hadisoepadmo A, Priyani R, Wismanto YB, Fernandes C.


Psikologi umum: buku panduan mahasiswa. Jakarta: Prenhallindo; 2002.

30. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on


Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology & Infectious
Disease. 2007; Vol 30:329-40.

31. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue


Fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defense
Council Issue Paper; 2009.

32. Profil Kesehatan Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia 2015. Profil


Kesehatan Indonesia 2015.

49

Anda mungkin juga menyukai