Laporan Tataniaga Sektor Pasok Gula Aren
Laporan Tataniaga Sektor Pasok Gula Aren
Di indonesia dikenal tiga jenis batang aren yaitu: aren, aren galora, dan aren sagu.
kekhasan gula aren dari gula lainya bahwa gula aren mengandung sukrosa yang lebih
tinggi(84%) dari gula tebu yang hanya (20%) dan gula bit (17%). Dari segi kandungan gizinya,
gula aren mengandung protein, lemak, kalium dan fosfor yang lebih tinggi dibanding dengan
tebu dan gula bit (Rumokoi, 1990).Demikian pula jika dibandingkan dengan nira dari pohon
kelapa, nira aren lebih manis dan aromanya lebih menyengat. Banyak keung- gulan gula aren
dibandingkan dengan gula kelapa, diantaranya adalah (Dyanti, 2002) kadar gula pereduksinya
lebih rendah (10,31% vs 11,72%) sehingga hasil gulanya menjadi lebih keras dan kering dan
kadar sukrosa gula aren juga lebih tinggi
Selanjutnya, urutan teknologi pembuat- an gula merah (aren) adalah sebagai berikut:
pertama, Penyaringan Nira dari Kotoran, sebelum dimasak, nira perlu disaring lebih dahulu
untuk menghilangkan kotoran. Penya- ringan dilakukan dua kali: (1) penyaringan terhadap
kotoran kasar, dan (2) penyaringan terhadap kotoran halus yang dilakukan saat masak, dimana
kotoran terkumpul dipermuka- an. Kedua, Pemasakan, biasanya pemasakan dilakukan dengan
penggorengan di atas tungku api dengan bahan bakar kayu. Untuk menguapkan air dalam nira
diperlukan waktu 3-4 jam untuk mengetahui kemasakan nira biasaya dengan cara meneteskan
air dingin kedalamnya.
Kedua, pencetakan,alat yang digunakan dalam pencetakan yaitu batok kelapa, sebelum
melakukan pencetakan biasanya pencetakan direndam terlebih dahulu kedalam air untuk
memudahkan pelepasan gula merah pada saat mengering,kemudian air nira yang sudah
mengental diaduk dan kemudian dituangkan kedalam cetakan, dalam pencetakan dilakukan
dengan cepat supaya tidak terjadi pengeringan di dalam wajan. Setelah pencetakan selesai
dilakukan gula aren langsung di jual kepada pedagang pengumpul setempat
Tabel 1. Karakteristik Responden menurut Usia di Desa Air Meles Kecamatan Curup
Keterangan:
Petani
PP=pedagang pengecer
Tabel 1 memperlihatkan bahwa petani responden pada umumnya berusia 30-40 tahun,
yaitu sebanyak 18 orang atau 72% dari keseluruhan petani responden, sedangkan tidak terdapat
petani reponden yang berusia di bawah 30 tahun. Umur petani diprediksikan akan
mempengaruhi perilaku petani tersebut dalam mengelola lahan pertaniannya. Umur petani
berpengaruh pada kinerja dan tenaga dalam mengelola lahan pertanian. Petani yang berada
pada umur produktif pada umumnya bersikap lebih terbuka terhadap informasi maupun
teknologi yang terkini yang berkaitan dengan usahatani Gula Aren sehingga diharapkan petani
mampu mengembangka usahataninya untuk meningkatkan penerimaan usahataninya. Semakin
tua umur petani diasumsikan akan memiliki tingkat kinerja dan tenaga petani yang lebih
rendah dibandingkan dengan petani yang lebih muda tingkat kinerja dan tenaga yang dimiliki
lebih tinggi dalam mengelola lahan pertaniannya (Aprilia, 2010).
Responden pedagang pengumpul pada umumnya berusia 40-50 tahun dengan
persentase 33,33%, pengusaha gula aren berusia 41 -50 tahun . Umur rata-rata responden
berada ketegori produktif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wirosuharjo dalam Sartika
(2013) bahwa usia yang termasuk produktif berada pada kisaran umur 15-64 tahun. Hal ini
tentunya sangat berpengaruh terhadap kinerja dan semangat mereka untuk bekerja dan
diharapkan produktivitas mereka jauh lebih baik. Usia produktif sangat menunjang
aktifitas pedagang dalam memasarkan kedelai karena sebagian besar pedagang terlibat
secara langsung dalam proses jual beli kedelai mulai dari petani hingga memasarkannya ke
luar kota.
4.3 Pendidikan
Faktor pendidikan adalah salah satu indikator keberhasilan dalam pemasaran oleh
petani dan pedagang, karena dari tingkat pendidikan ini,para petani dan pedagang dapat
mengetahui peluang dan mengakses pasar dalam mempercepat proses pemasaran.Selain itu,
dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki, para petani dan pedagang dapat menghitung
segala bentuk biaya produksi dalam pengadaan Gula Aren serta biaya yang dikeluarkan dalam
melakukan pemasaran, sehingga akan berdampak pada tingkat marjin pemasaran dan
keuntunganyang akan diterima oleh petani dan pedagang.
PP=pedagang pengecer
diharapkan dapat menjadi modal bagi pedagang untuk memperhatikan kedaan pasar dan
memperlancar usahanya.
Keberhasilan usahatani Gula Aren tidak terlepas dari pengalaman petani dalam
berusahatani Gula Aren. Semakin lama usahatani Gula Merah yang dilakukan oleh petani
mengindikasikan bahwa petani telah melalui berbagai macam keadaan dalam menjalankan
usahataninya. Pengalaman yang lalu merupakan referensi bagi petani dalam pengambilan
keputusan di masa yang akan datang, baik dalam usahatani kedelai maupun pemasarannya.
Pengalaman berusahatani petani dan pedagang responden dapat dilihat pada Tabel 9.
Pedagang
Produsen pengumpul Konsumen
Tengkulak
Gambar 1. Pola Saluran Pemasaran Gula Aren di Desa Air Meles, Kecamatan Curup,
Kabupaten Rejang Lebong.
Marjin pemasaran merupakan selisih harga yang dibayar antara lembaga pemasaran.
Komponen marjin pemasaran terdiri dari biaya -biaya yang diperlukan lembaga-lembaga
pemasaran untuk melakukan fungsifungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau
biaya fungsional dan keuntungan (profit) lembaga pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987).
Gambar 2. Saluran Pemasaran I Gula Aren dari Desa Air Meles, Kecamatan, Curup
Kabupaten Rejang Lebon, 2016
Marjin tataniaga yang terjadi pada saluran pemasaran pertama pada saluran
pemasaran gula aren di Desa Air Meles dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 11. Marjin Pemasaran Saluran Pemasaran I Komoditi Gula Aren dari Desa Air
Meles, Kecamatan, Curup Kabupaten Rejang Lebong, 2016
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa pada saluran pemasaran pertama dihasilkan marjin
pemasaran sebesar Rp 1.200,00 perkilogram dari ketiga responden, biaya sebesar Rp
533,00/kg dan keuntungan sebesar Rp 667,00/kg.. Marjin pemasaran ini dihasilkan oleh
pedagang pengumpul desa dimana pada saluran pertama pedagang pengumpul desa
langsung menjual Gula Aren kepada pengusaha Gula Aren yang berada di sekitar wilayah
Marjin pemasaran pada saluran pemasaran kedua merupakan perbedaan harga yang
diterima produsen dengan harga yang dibayarkan pengusaha Gula Merah. Dengan kata lain
selisih harga dari dua lembaga tataniaga yang ada dalam saluran tataniaga.
Gambar 3. Saluran Pemasaran II Gula Aren dari Desa Air Meles, Kecamatan,
Curup Kabupaten Rejang Lebon, 2016
Tabel 12 Biaya Pemasaran Saluran Pemasaran II Gula Aren (dalam Rp/kg) dari
Desa Air Meles, Kecamatan, Curup Kabupaten Rejang Lebong, 2016
Pedagang Pedagang
Jenis Biaya Pengecer
Pengumpul Desa
Pengemasan 50 -
Pengangkutan 30 50
Upah Tenaga Kerja 0 50
Penyusutan 1615 150
Biaya Lain-lain 10 0
10
Total Biaya 1705 152
Berdasarkan Tabel 12 dilihat biaya lembaga pemasaran yang dikeluarkan tingkat pedagang
pengumpul desa dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul Desa mengeluarkan biaya
sebesar Rp 1705,00/kg dengan biaya pengemasan Rp 50,00/kg, biaya
pengangkutan Rp 30,00/kg, upah tenaga kerja 0dikarnakan pedagang pengumpul tidak
menggunakan tenaga kerja, penyusutan Rp 16,15,00/kg dan lain-lain Rp 10,00/kg.Sedangkan
pedagang pengecer mengeluarkan biaya sebesar Rp 152,00/kg dengan biaya pengangkutan
Rp 50,00/kg, upah tenga kerja Rp 50,00/kg, penyusutan Rp 42,00/kg dan lain-lain Rp
10,00/kg. Biaya yang membedakan antara pedagang pengumpul desa dan pengecer adalah
besarnya biaya pengankutan dan biaya penyusutan. Pedagang pengumpul kecamatan
mengeluarkan biaya pengangkutan yang lebih besar karena menempuhjarak pengangkutan
yang lebih panjang untuk menyalurkan kedelai kepada pengusaha tahu tempe di luar
daerah Kecamatan Sabbangparu dan Sengkang.
Tabel 13. Marjin Pemasaran Saluran Pemasaran II Komoditi Gula Aren dari Desa Air
Meles, Kecamatan, Curup Kabupaten Rejang Lebong, 2016
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa pada saluran pemasaran kedua dihasilkan marjin
pemasaran sebesar Rp 10.000,00 perkilogram, total biaya yang dikeluarkan Rp 1533,00
perkilogram atau 15,33% dari total marjin dan total keuntungan yang diperoleh sebesar
Rp 850,00 perkilogram atau 75,66% dari total marjin.Marjin pemasaran terbesar dihasilkan
oleh pedagang pengecer yakni sebesar Rp 7000,00 perkilogram dan keuntungan sebesar
Rp 6848,00 perkilogram. Sedangkan keuntungan terkecil diperoleh oleh pedagang
pengumpul yaitu Rp 4467,00 perkilogram.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil Praktikum dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Saluran pemasaran yang terjadi dalam proses pemasaran kedelai dari Air Meles kecamatan
Curup Kabupaten Rejang Lebong terdiri dari dua saluran pemasaran, yaitu:
Produsen Pedagang Pengumpul pengusaha Gula Aren - Konsumen
Produsen Tengkulak- Pedagang Pengumpul Pengusaha Tahu Gula Aren -
Konsumen.
2. Total margin untuk setiap lembaga pemasaran yaitu pada saluran pemasaran I margin
pemasaran sebesar Rp 3000,00/kg. Pada saluran pemasaran II taotal marjin pemasaran
sebesar Rp 7000,00/kg.
3. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran I yakni sebesar
15,33%. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan pada saluran pemasaran I
lebih kecil dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya dan lembaga pemasaran
yang terlibat didalamnya tidak terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, Dyah. 2010. Perilaku Petani Dalam Mengelola Lahan Sawah di Desa Kalitirto
Kecamatan Berbah Sleman. Skripsi. Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Dyanti, Riana. 2002. Studi Komparatif Gula MerahKelapa dan Gula Merah Aren. Skripsi
padaJurusan Teknologi Pangan dan Gizi.Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Limbong dan Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rumokoi. 1990. Manfaat Tanaman Aren. Buletin Balitka, Badan Litbang Pertanian.