PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
Rr. ELING KEYKO YURIKA
26030113130056
Halaman
ii
3.2.2. Alat ...................................................................................... 23
3.3. Metode Penelitian .......................................................................... 24
3.3.1. Penelitian Pendahuluan ....................................................... 25
3.3.1.1. Persiapan Sampel .................................................. 25
3.3.1.2. Skrining Fitokimia Kuantitatif .............................. 25
3.3.1.3. Ekstraksi Diadema setosum .................................. 26
3.3.2. Penelitian Utama................................................................. 27
3.3.2.1. Uji Aktivitas Anti Bakteri ..................................... 27
3.4. Parameter Pengujian ..................................................................... 29
3.4.1. Uji Kontrol Negatif ............................................................. 29
3.5. Rancangan Percobaan ................................................................... 29
3.6. Analisis Data................................................................................. 30
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
v
BAB I
PENDAHULUAN
Bulu babi (sea urchin) merupakan avertebrata yang tergolong dalam kelas
Echinoidea. Bulu babi merupakan indikator kualitas perairan. Jumlah bulu babi di
perairan Indonesia juga cukup melimpah. Bulu babi biasanya banyak ditemukan di
statistik menunjukkan kuantitas ekspor bulu babi hidup ke Jepang kurang dari 0,5
mengandung senyawa bioaktif. Senyawa bioaktif yang terkandung dalam bulu babi
ini berasal dari golongan steroid, saponin, flavonoid dan lain-lain. Kandungan
senyawa bioaktif yang terdapat dalam bulu babi ini dapat berpotensi sebagai
senyawa anti bakteri. Tidak hanya senyawa bioaktif yang terkandung dalam bulu
babi yang dapat dijadikan sebagai anti bakteri, namun kandungan toksinnya pun
juga. Menurut Abubakar et al. (2012) dalam Akerina et al. (2015), menyatakan
bahwa toksin yang dihasilkan oleh organisme salah satunya bulu babi dapat
sebagai antibiotik tipe baru untuk dikembangkan dalam bidang farmasi karena
1
2
satunya adalah Escherichia coli dan Bacillus cereus, dimana kedua bakteri ini
menyebabkan penyakit.
Senyawa bioaktif pada bulu babi dapat diambil dengan cara ekstraksi
maserasi. Untuk menentukan pelarut yang tepat maka harus diketahui sifat bulu
babi tersebut, karena pelarut yang bersifat like dissolve like. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan ekstraksi bulu babi lebih banyak menarik senyawa bioaktif
ini digunakan pelarut semi-polar yaitu etil asetat karena mengandung toksisitas
Pemanfaatan bagian bulu babi sebagai senyawa anti bakteri belum banyak
dilakukan, sehingga perlunya dilakukan penelitian mengenai anti bakteri alami dari
ektrak bagian bulu babi yang diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang farmasi.
Pemanfaatan bulu babi (D. setosum) masih terbatas, sejauh ini hanya sebatas
bagian gonadnya. Bagian gonad bulu babi diketahui dapat dijadikan sebagai
senyawa anti bakteri. Untuk itu maka perlu diketahui senyawa bioaktif yang
Menurut penelitian Akerina et al. (2015), etil asetat mampu mengeluarkan senyawa
bioaktif lebih baik dibandingkan pelarut methanol dan n-heksan pada pengujian
flavonoid.
bakteri pathogen dari gram positif hingga negatif. Bakteri E. coli dan B. cereus
merupakan bakteri pathogen yang memiliki gram negatif dan positif. Menurut
Marimuthu et al. (2015), berdasarkan hasil yang diperoleh, secara jelas ekstrak
ovarium D. setosum memiliki kandungan anti bakteri yang baik melawan bakteri
pathogen dan non-pathogen. Bakteri yang digunakan antara lain : Bakteri gram
freundii and Klebsiella pneumoniae) and Bakteri gram positif (Bacillus subtilis,
yaitu pelarut semi-polar (etil asetat). Ekstraksi dilakukan dengan merendam sampel
cangkang duri dan gonad D. setosum selama 3x24 jam dengan beberapa
pengadukan pada suhu ruang dengan konsentrasi yang berbeda. Setelah itu, sampel
diuji fitokimia kuantitatif. Menurut Pramana dan Chairul (2015), maserasi adalah
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah
dilakukan, metode ini sangat tepat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan
Proses maserasi menyebabkan pelarut akan menembus dinding sel dan masuk
kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar
sel, maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa tersebut akan
di luar sel dan di dalam sel. Sampel dimaserasi dengan pelarut metanol pada suhu
bulu babi, kemudian dilanjutkan dengan uji kontrol negatif. Konsentrasi yang
pada pengujian anti bakteri dari ektrak cangkang bulu babi ungu (Salmacis
virgulata L.), memiliki zona hambat yang besar (mm) terhadap bakteri Salmonella
typhi, Proteus mirabilis, Vibrio cholerae dan Proteus vulgaris, secara berturut-turut
2. Mengetahui aktivitas anti bakteri dari ekstraksi bagian bulu babi (D.
kuantitatif; dan
2. Memberikan informasi aktivitas anti bakteri dari ekstraksi bagian bulu babi
perairan Pulau Panjang, Jepara untuk sampling bulu babi. Proses ektraksi dan
Permasalahan
I
1. Perlunya diketahui senyawa bioaktif dari bulu babi D. setosum dan
N
kandungan gonadnya melalui studi pustaka
P
2. Kandungan senyawa bioaktif dari D. Setosum memiliki potensi
U
sebagai antibakteri
T
Penelitian Pendahuluan
1. Ekstraksi dengan pelarut etil asetat pada bagian cangkang, duri dan
gonad D. setosum
2. Uji skrining fitokimiawi kuantitatif
U
M P
P R
A O
N S
B Penelitian Utama E
A S
L 1. Uji Aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli dan B. cereus
I
K
Pengujian
Parameter Utama : Uji Aktivitas Anti Bakteri
Parameter Pendukung : 1. Uji Skrining Fitokimia Kuantitatif
2. Uji kontrol negatif
O
U
T
Data
P
U
T
Analisis Data
Kesimpulan
TINJAUAN PUSATAKA
Secara morfologi, bulu babi (Echinoidea) terbagi dalam dua kelompok yaitu
bulu babi beraturan (regular sea urchin) dan bulu babi tidak beraturan (irregular
sea urchin). Bentuk tubuh bulu babi regularia adalah simetri pentaradial hampir
bilateral yang bervariasi (Aziz 1987; Radjab 2001 dalam Suryanti dan Ruswahyuni,
2014).
Sea urchin atau lebih dikenal dengan landak laut adalah suatu binatang laut
yang 95% tubuhnya terdiri dari duri-duri. Duri-duri yang sedikit beracun ini sangat
rapuh. Binatang ini memiliki duriduri yang bisa digerakkan yang muncul dari
badannya. Duri-duri inilah yang digunakan untuk bergerak, mencapit makanan dan
melindungi diri. Pada beberapa jenis landak laut, duri-duri ini mengandung racun
7
8
mengungkapkan bahwa tubuh hewan ini berbentuk bulat dan cangkang yang
beraturan. Bentuk cangkang berupa buah delima atau dengan bentuk lebih tertekan
memipih memberikan kesan setengah bola. Ukuran cangkang yang telah dewasa
bisa mencapai 90 mm dengan cincin putih di sekitar sistem apikal dan juga cincin
merah bata di pangkal kerucut anus dan mempunyai duri-duri berwarna hitam yang
Umumnya, bulu babi D. setosum dapat ditemukan diseluruh perairan pantai, mulai
dari daerah pasang surut sampai perairan dalam. Bulu babi D. setosum lebih
menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif tenang. Keberadaan bulu babi D.
terhadap keseimbangan ekologi. D. setosum tidak saja hidup pada daerah terumbu
karang, tetapi juga pada daerah rocky shore atau daerah lamun (Thamrin et al.,
2011).
D. setosum adalah salah satu jenis landak laut mempunyai nilai ekonomis
untuk dikonsumsi (Azis 1993 dalam Ratna 2002), dan bagian tubuh yang
2.2.1. Gonad
Menurut Roslita (2000), gonad bulu babi di luar negeri menjadi makanan
populer dengan nilai perdagangan yang baik, dipasarkan dalam bentuk produk
segar, beku, asin, produk kering, maupun produk kalengan berupa pasta fermentasi.
9
vitamin A lebih besar dibandingkan dengan makarel, salmon, sardine, ikan kepala
ular dan telur. D. setosum cukup sebagai sumber untuk meningkatkan respon imun
aktivitas anti bakteri pada ekstrak ovarium D. setosum, telah disebutkan bahwa
kebanyakan studi spesies, seluruh bagian tubuh atau bagian body wall telah diuji
setosum memiliki sifat antimikroba yang baik melawan bakteri pathogen dan non-
pathogen.
2.2.2. Duri
Menurut Aprilia et al. (2012), sea urchin atau lebih dikenal dengan landak
laut adalah suatu binatang laut yang 95% tubuhnya terdiri dari duri-duri. Duri-duri
yang sedikit beracun ini sangat rapuh. Binatang ini memiliki duri-duri yang bisa
digerakkan yang muncul dari badannya. Duri-duri inilah yang digunakan untuk
bergerak, mencapit makanan dan melindungi diri. Pada beberapa jenis landak laut,
Cangkang dan duri landak laut memiliki kandungan senyawa aktif yang
bersifat toksik. Kandungan dalam cangkang dan duri landak laut telah diketahui
sampai saai ini adalah polihidroksi dan apelasterosida A dan B (Angka dan
Suhartono, 2000). Diperkirakan racun yang ada dalam cangkang dan duri tersebut
2.2.3. Cangkang
Landak laut memiliki cangkang yang keras dan bagian dalamnya bersisi
lima simetris. Cangkang dari jenis bulu babi tertentu dilapisi oleh pigmen cairan
hitam yang stabil. Cairan ini dapat digunakan sebagai pewarnaan jala dan kulit.
Cangkang dari bulu babi juga diminati sebagai barang perhiasan sedangkan organ
dari sisa pengolahan bulu babi biasanya berupa cangkang dan organ dalam (jeroan)
toksik, diperkirakan racun yang ada dalam landak laut tersebut dapat juga
terkandung dalam tanaman yang diteliti. Metode skrining fitokimia yang dilakukan
dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna
(Simaremare, 2014).
penetapan kadar tanin atau saponin. Analisis juga dapat dilakukan dengan High
untuk senyawa bioaktif yang baru. Sepanjang tahun, program skrining secara luas
untuk mengisolasi metabolit baru dari mikroorganisme laut (Debbab et al., 2010).
12
2.4.1. Flavonoid
C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena
2009).
flavonoid mempunyai gugus gula yang menyebabkan mudah larut dalam polar
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang larut dalam etil asetat jika
terdapat dalam bentuk glikosida dengan satu molekul gula dan larut dalam eter jika
terdapat dalam bentuk aglikon (Markam, 1982 dalam Aminah dan Suwijo, 2013).
Flavonoid merupakan senyawa fenol yang agak asam sehingga dapat larut
dalam basa, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia,
2.4.2. Fenol-Hidrokuinon
mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus
hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol yang terbesar, selain itu juga
1987). Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida
atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dengan
1987). Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit
dalam air, tetapi umunya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terdeteksi
dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas
adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna,
kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat
dilakukan menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat terjadi hanya
2.4.3. Steroid
senyawa non polar akan tertarik oleh pelarut non polar (like dissolved like)
Steroid merupakan grup senyawa alami dan sintesis yang sangat besar
dengan aktivitas biologi yang luas. Nukleus steroid dasar terdiri dari tiga cincin
menghasilkan variasi dari rantai samping, R1, R2, dan R3 yang kedua adalah
adalah grup metil yang terkadang dapat teroksigenasi. R2 tidak terdapat dalam
hormone esterogen dan steroid lainnya memiliki cincin aromatik A/B. Rantai
14
samping R3 dapat meliputi 2, 4, 5, 8, 9, 10, atom karbon: apabila tidak ada posisi
(Brahmachari, 2013).
2.4.4. Triterpenoid
senyawa triterpenoid pada pelarut etil asetat lebih banyak dibandingkan pelarut
satuan isoprena. Senyawa ini berstruktur siklik yang relatif rumit, kebanyakan
berupa alkohol, aldehida, atau sam karboksilat. Uji yang banyak digunakan ialah
reaksi Lieberman-Burchad (anhidrida asetat H2SO4 pekat), di mana uji ini akan
memberikan warna hijau-biru untuk triterpena dan sterol (Yunita et al., 2009).
2.4.5. Saponin
(bahasa Latin sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang
kuat menimbulkan busa jika dikocok dalam air, dan pada konsentrasi yang rendah
Dalam larutan yang sangat encer, saponin sangat beracun untuk ikan, dan
tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama
beratus-ratus tahun. Beberapa saponin juga dapat bekerja sebagai antimikroba. Pada
beberapa tahun terakhir ini, saponin tertentu menjadi penting karena dapat
diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik, dan digunakan sebagai
15
bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan
2.5. Ekstraksi
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
a. Maserasi
Maserasi
b. Perkolasi
a. Refluks
b. Soxhlet
balik.
c. Digesti
(minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari
ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap
17
menidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi.
Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian
dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.
2.6. Pelarut
digunakan untuk mengekstraksi merupakan faktor yang penting. Pelarut ideal yang
sering digunakan adalah alkohol atau campurannya dengan air karena merupakan
pelarut pengekstraksi yang terbaik untuk hampir semua senyawa dengan berat
molekul rendah seperti saponin dan flavonoid (Wijesekera, 1991 dalam Arifianti et
al., 2014).
1. Selektivitas
Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan
sempurna.
18
Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah
diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan
Etil asetat merupakan jenis pelarut yang bersifat semi polar. Pelarut ini
memiliki titik didih yang relatif rendah yaitu 77oC sehingga memudahkan
pemisahan minyak dari pelarutnya dalam proses destilasi (Susanti et al., 2012).
Etil asetat merupakan pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi karena
dapat dengan mudah diuapkan, tidak higroskopis dan memiliki toksisitas rendah.
Etil asetat merupakan pelarut yang dapat menarik senyawa golongan alkaloid,
flavonoid, tanin, dan fenol pada daun ketapang (Hafid et al., 2015).
digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi. Aktivitas suatu zat yang bersifat
anti bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti konsentrasi bahan, pH,
komposisi medium, suhu, jenis bakteri penguji dan kemampuan anti bakteri untuk
Mekanisme kerja anti bakteri antara lain merusak dinding sel, mengganggu
manusia dan hewan berdarah panas dan telah umum dianggap sebagai indikator
pencemaran kotoran. Beberapa jenis E. coli umum ditemukan pada penderita diare
tahan asam, tidak membentuk spora. Sebagian besar bakteri E. coli bersifat motil,
dengan alat pergerakan flagella. Pada kondisi alami bakteri E. coli mampu bertahan
hidup selama berbulan-bulan dalam air dan feses.Bakteri E. coli tumbuh dengan
subur pada PH 7, tetapi dapat juga tumbuh pada kisaran PH yang lebih tinggi.
Pertumbuhan bakteri juga bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik. Pada umumnya
galur E. coli merupakan saprofit yang berbahaya atau potensial patogen, namun
berkolonisasi tidak hanya pada saluran pencernaan, tetapi juga pada berbagai organ
menjadi salah satu penyebab keracunan pada pangan yang termasuk sering
B. cereus ialah bakteri berbentuk batang yang berspora dan bersifat gram
positif, selnya berukuran besar dibandingkan dengan bakteri batang lainnya serta
lainnya digunakan ciri morfologi dan biokimia. B. cereus merupakan salah satu
jenis bakteri yang masuk ke dalam genus Bacillus. yang banyak ditemukan pada
dalam bakteri pathogen. Bakteri ini mampu menghasilkan spora yang tahan
3.1. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian adalah perbedaan bagian tubuh ekstrak bulu babi
(Diadema setosum) mempengaruhi zona hambat pada bakteri Escherichia coli dan
terhadap daya hambat bakteri E. coli dan B. cereus pada pengujian aktivitas
anti bakteri
daya hambat bakteri E. coli dan B. cereus pada pengujian aktivitas anti bakteri
1. Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0 dan tolak H1 atau p > 5%.
2. Jika Fhitung Ftabel maka tolak H0 dan terima H1 atau p < 5%.
21
22
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah bulu babi (D. setosum) yang diambil
berikut:
Tabel 4. Bahan yang digunakan pada Pengujian Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak D.
setosum
No Bahan Keperluan Fungsi
1. Nutrient Agar (NA) 2.76 gram Sebagai media tumbuh
bakteri
2. Nutrient Broth (NB) 0.16 gram Sebagai media tumbuh
bakteri
3. Kultur bakteri 1 ose Sebagai bakteri uji
(E. coli dan
B.cereus)
4. Alumunium foil Secukupnya Sebagai pembungkus saat
sterilisasi
5. Cling wrap Secukupnya Sebagai pembungkus cawan
petri
6. Alkohol 70% secukupnya Sebagai bahan sterilisasi
7. Aquadest 200 mL Sebagai pelarut media agar
3.2.2. Alat
berikut:
Tabel 7. Alat yang digunakan pada Pengujian Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak D.
setosum
No Alat Fungsi
1. Cawan petri Sebagai tempat media agar dan pembiakan
bakteri
2. Inkubator Sebagai alat untuk inkubasi
3. Laminar air flow Sebagai tempat inokulasi bakteri
4. Autoclave Sebagai alat sterilisasi
5. Erlenmeyer Sebagai tempat pembuatan media
6. Tabung reaksi Sebagai tempat larutan
7. Rak tabung reaksi Sebagai tempat tabung reaksi
8. Vortex Sebagai alat homogenisasi
9. Jarum ose Sebagai alat menggoreskan bakteri
10. Bunsen Sebagai alat untuk sterilisasi non gelas
11. Mikropipet Sebagai alat untuk mengambil larutan
12. Propipet Sebagai alat bantu pipet ukur
13. Boor pop Sebagai alat pembuatan lubang sumuran
14. Pinset Sebagai alat untuk meletakkan sumuran
pada agar
15. Jangka sorong Sebagai alat pengukur diameter zona
hambat
menggunakan pada satu atau lebih kelompok eksperimental, satu atau lebih kondisi
perlakuan dan perbandingan hasilnya dengan satu atau lebih kondisi perlakuan dan
perbandingan hasilnya dengan satu kontrol atau lebih kelompok kontrol yang tidak
senyawa bioaktif yang dihasilkan dari ekstrak cangkang, duri dan gonad D.
setosum.
Sampel yang telah diambil kemudian dimasukkan kedalam cool box yang
telah diisi air laut dan es. Tujuan pemberian es adalah untuk menjaga bulu babi agar
tetap dalam keadaan segar. Sampel kemudian dipisahkan bagian cangkang, duri dan
gonadnya.
1. Penentuan Flavonoid
metanol 80% pada suhu kamar. Seluruh larutan disaring dengan kertas saring
Whatman No. 42, kemudian filtrat dimasukkan ke dalam krus porselain dan
diuapkan dengan pengeringan di atas penangas air, lalu beratnya ditimbang hingga
(1994).
26
2. Penentuan Saponin
ditambahkan dengan 100 ml etanol 20%. Setelah itu campuran dipanaskan di atas
penangas air selama 4 jam pada suhu 55oC. Kemudian campuran disaring dan
residunya diekstrak kembali dengan 20 ml etanol 20%. Setelah itu ekstrak yang
volumenya tinggal 40 ml. Ekstrak yang telah pekat dimasukkan ke dalam corong
pisah 250 ml, kemudian ditambahkan dengan 20 ml dietil eter dan dikocok dengan
cepat. Lapisan yang mengandung air dipisahkan dan lapisan eternya dibuang.
Setelah itu proses pemurnian diulang kembali dengan ditambahkan larutan nbutanol
sebanyak 60 ml. Ekstrak nbutanol yang telah diperoleh dicuci sebanyak 2 kali
dengan 10 ml larutan NaCl 5%. Lalu larutan sisanya dipanaskan dalam penangas
air. Setelah terjadi penguapan, sampel dikeringkan dalam oven hingga beratnya
penelitian Akerina et al. (2015) karena pelarut etil asetat mampu mengambil
senyawa bioaktif lebih baik dibandingkan dengan methanol dan n-heksan. Pelarut
etil asetat bersifat semi polar yang berhubungan dengan senyawa bioaktif yang
rotary evaporator pada suhu 37-40C, selanjutnya ekstrak disimpan pada suhu
difusi sumur. Sumur dengan kedalaman 3 mm dibuat pada media yang telah
steril. Ekstrak bulu babi (D. setosum) dengan konsentrasi 1000 g ditetes ke dalam
Alat-alat yang terbuat dari kaca disterilkan dengan menggunakan oven pada
suhu 1800C selama 2 jam. Alat-alat logam disterilkan dengan cara dipijarkan
menggunakan lampu spiritus, sedangkan untuk alat-alat yang tidak tahan dan
medium pada pemanasan dengan suhu tinggi, disterilkan dalam autoklaf pada suhu
b) Pembuatan Media
Pembuatan media yang akan digunakan dalam pengujian aktivitas anti bakteri
antaralain : hard agar, soft agar dan nutrient broth (NB). Masing-masing media
mempunyai kegunaan sendiri, seperti hard agar digunakan sebagai lapisan dasar
pada cawan petri, soft agar digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri
28
pathogen, nutrient broth (NB) digunakan sebagai media cair pertumbuhan bakteri.
Menurut Ngajow et al., (2013), Hard agar dibuat dengan cara melarutkan 0,8 g
nutrient broth (NB) dan 2 g agar dalam 100 ml aquadest, Sedangkan soft agar
dibuat dengan cara melarutkan 0,8 g NB dan 0,76 g agar dalam 100 ml aquadest,
Bakteri uji diambil dengan menggunakan kawat ose yang telah disterilkan
sebanyak 1 ose lalu disuspensikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan
nutrient broth (NB) dan divortex agar homogen kemudian di inkubasi pada suhu
sebanyak 10 ml terlebih dahulu pada cawan petri, setelah dibiarkan memadat, maka
jaraknya tidak terlalu dekat. Selanjutnya soft agar dan bakteri dituang perlahan ke
cawan petri yang telah berisi lapisan dasar dan juga sumuran diatasnya. Kemudian
cawan petri dimasukkan ke dalam kulkas dan telah dibungkus dengan plastic wrap
menyerupai sumur.
29
hambat) bakteri uji yaitu E. coli dan B. cereus. Langkah yang pertama yaitu
meneteskan ekstrak bulu babi (D. setosum) dengan berbagai konsentrasi yaitu 1000
inkubasi 37C selama 2x24 jam dan dilakukan pengamatan serta pengukuran zona
pada suhu 37C selama 24 jam, pengamatan terhadap aktivitas anti bakteri
dilakukan tiap dua jam untuk menentukkan sifat ekstrak terhadap bakteri uji.
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
Uji yang dilakukan yaitu uji fitokimia kuantitatif dan uji aktivitas anti bakteri.
Keterangan :
analisa ANOVA, agar dapat diketahui sifat data sehingga dapat dilakukan sidik
ragam atau tidak. Metode analisa yang digunakan adalah sidik ragam ANOVA
dengan uji lanjut untuk menentukan nilai yang berpengaruh maupun yang tidak
Afifudin, I. K., S. H. Suseno, dan A.M. Jacoeb. 2014. Profil Asam Lemak dan Asam
Amino Gonad Bulu Babi. JPHPI. 17 (1) : 60-70.
Amanati, L. 2014. Uji Bakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus pada
Produk Mi Instan yang Beredar di Pasaran. Berita Litbang Industri. 3 (2) :
73-80.
Aminah S., dan S. Pramono. 2013. Isolasi Flavonoid Daun Murbei (Morus alba L.)
Serta Uji Aktivitasnya Sebagai Penurun Tekanan Darah Arteri pada Anjing
Teranestesi. Majalah Farmasuetik. 9 (1) : 235-242.
Hafid, S., M. Zakir, dan S. Dali. 2015. Pemanfaatan Fraksi Etil Asetat Daun
Ketapang (Terminalia catappa) Sebagai Bioreduktor dalam Sintesis
Nanopartikel Emas dan Analisis Sifat Anti bakterinya.
31
32
Permatasari, E. P. P., I. Trisharyanti D.K. 2015. Uji Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak
Etanol dan Infusa Daun Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas Lamk.) Terhadap
Bakteri Streptococcus pyogenes.
Pinsino, A., dan V. Matranga. 2015. Sea Urchin Immune Cells as Sentinels of
Environmental Stress. Developmental and Comparative Immunology. 49 :
198-205.
Pramana M. R. A., dan C. Saleh. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Steroid
pada Fraksi N-Heksana dari Daun Kukang (Lepisanthes amoena (HASSK.)
LEENH.). Jurnal Kimia Mulawarman. 10 (2) : 85-89.
Sumaryati, E., dan Sudiyono. 2015. Kajian Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak Angkak
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Bacillus cereus dan Bacillus
stearothermophillus. Jurnal Teknologi Pangan. 6 (1) : 1-11.
Susanti, A. D., D.Ardiana, G. Gumelar P., dan Y. Bening G. 2012. Polaritas Pelarut
Sebagai Pertimbangan Dalam Pemilihan Pelarut untuk Ekstraksi Minyak
Bekatul dari Bekatul Varietas Ketan (Oriza Sativa Glatinosa). Simposium
Nasional Rapi XI FT UMS. ISSN : 1412-9612.
Yulianti, D., B. Susilo, dan R. Yulianingsih. 2014. Pengaruh Lama Ekstraksi dan
Konsentrasi Pelarut Etanol Terhadap Sifat Fisika-Kimia Ekstrak Daun
Stevia (Stevia rebaudiana bertoni M.) dengan Metode Microwave Assisted
Extraction (MAE). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2 (1) : 35-41.