Anda di halaman 1dari 32

Pengenalan Dasar

1 Ilmu Ekonomi
Bab ini memperkenalkan konsep-konsep dasar yang menjadi landasan
berpikir dalam analisis ekonomi, baik secara makro, dan terutama mikro

KEYWORDS
Unlimited needs :: Limited Resources :: Economic Problem :: Choices :: Opportunity Cost

Lionel Robbins (1932) mendefinisikan ilmu ekonomi (economics) sebagai a science that studies human behaviour
as a relationship between limited resources and unlimited wants which have alternatives. Dari definisi ini dapat
dikatakan bahwa ilmu ekonomi adalah sebuah cabang ilmu sosial yang mempelajari perihal perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup (material)-nya, yang pada umumnya banyak macamnya,
dalam kondisi keterbatasan sumberdaya. Karena keterbatasan sumberdaya inilah, maka manusia harus
membuat keputusan dari berbagai macam pilihan, sebab di waktu yang sama, tidak mungkin semua
kebutuhan (material) tadi dapat dipenuhi.

Selain definisi diatas, ilmu ekonomi juga dapat diartikan secara etimologi. Secara etimologi, kata ekonomi
berasal dari kata oikos dan nomos. Dalam bahasa Yunani, oikos artinya adalah rumahtangga, sedang nomos
artinya adalah hukum atau aturan. Dengan demikian, secara gamblang ilmu ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari hukum atau aturan perilaku manusia, baik secara perorangan (individu) ataupun masyarakat
keseluruhan, dalam memenuhi kebutuhan hidup materialnya, misalnya aturan mengenai penggunaan
penghasilan rumahtangga, aturan mengenai penggunaan hasil pungutan pajak oleh pemerintah, aturan
mengenai cara berinvestasi di surat-surat berharga di pasar uang dan modal, dan sebagainya. Aturan-
aturan ini terkait juga dengan pilihan-pilihan dan pembuatan keputusan dalam kondisi keterbatasan
sumberdaya.

Dengan demikian, berdasarkan pada kedua definisi diatas, ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai ilmu
yang mengajarkan cara-cara bagaimana manusia berusaha memenuhi kebutuhan yang tidak
terbatas (unlimited needs) dengan sumber daya yang terbatas (limited resources). Dalam hal ini,
pengajar di Fakultas Ekonomi percaya bahwa cara/perilaku setiap orang atau masyarakat dalam
mengunakan sumberdaya yang terbatas (dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak
terbatas) memiliki aturan atau pola-pola tertentu yang bisa dijelaskan dan diramalkan, dan pola perilaku
tersebut terutama didasarkan pada pertimbangan rasional. Dengan kata lain, mereka yang menggeluti ilmu
ekonomi mengandaikan bahwa manusia--sebagaimana orang Yunani mengistilahkan--adalah animal
rasionale (makhluk yang berpikir logis) dan membuat segala keputusan secara rasional.

Kelangkaan (Scarcity) dan Pilihan-Pilihan (Choices)


Ketidakseimbangan kedua kata kunci dalam ilmu ekonomi tadi, yaitu unlimited needs pada satu sisi dan
limited resources pada sisi lain memunculkan apa yang disebut dengan konsep kelangkaan (scarcity). Perlu
dipahami terlebih dahulu bahwa sumberdaya ekonomi kerap dikelompokkan ke dalam dua, yaitu yang
utama atau primer dan yang sekunder atau pelengkap. Sumberdaya primer meliputi tenaga kerja, modal,
tanah dan keahlian atau jiwa wirausaha sedangkan sumberdaya pelengkap adalah bahan-bahan baku dan
penolong (raw materials). Dalam hal ini, kelangkaan sumberdaya tidak dapat hanya dilihat dari sudut
pandang jumlahnya (kuantitas), namun juga kualitas, waktu dan tempat (lokasi). Sebagai contoh, kendati
suatu sumberdaya jumlahnya berlimpah, misalnya tenaga kerja, namun jika kualitasnya rendah (karena
pendidikan yang kurang) maka tenaga kerja tersebut menjadi kurang dapat diandalkan untuk
memperoduksi barang/jasa yang dibutuhkan bagi kehidupan.

Bagaimana kita dapat mengatasi masalah kelangkaan ini? Pada hakekatnya, kunci untuk mengatasi
masalah kelangkaan adalah melakukan alokasi sumber daya yang tepat. Dalam kondisi tidak adanya
kelangkaan atau keterbatasan, maka keputusan untuk menggunakan sumberdaya dapat dilakukan secara
sembarang, namun tidak demikian pada keadaan keterbatasan sumberdaya. Pada keadaan keterbatasan
sumberdaya, karena kebutuhan sifatnya tidak terbatas, maka tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Oleh
karena itu, pilihan (choices) menjadi konsekuensi logis dari upaya pemenuhan kebutuhan tersebut.
Dalam membuat keputusan atas pilihan, maka penggunaan sumberdaya harus diperhitungkan sedemikian
rupa sehingga hasil akhirnya adalah yang terbaik.

Biaya Peluang (Opportunity Cost)


Seperti dikatakan di atas tadi, bahwa adanya keterbatasan sumberdaya di satu pihak dan ketidakterbatasan
keinginan atau kebutuhan hidup menyebabkan pilihan atas kebutuhan hidup yang mana dahulu yang akan
diprioritaskan untuk dipenuhi dan kebutuhan hidup yang mana pula yang harus ditunda tidak bisa
dihindari. hidup adalah pilihan dan setiap pilihan mempunyai konsekuensi.

Konsekuensi berkeputusan terhadap suatu pilihan yang dianggap terbaik, dalam ilmu ekonomi, disebut
dengan biaya peluang (opportunity cost). Besarnya biaya peluang ini adalah maksimum hasil yang juga bisa
diperoleh dari pilihan kedua terbaik seandainya kepemilikan sumberdaya tidak terbatas. Sebagai contoh,
seorang sarjana satu (S1) bidang studinya tidak perlu disebutkan di sini, karena akan sama sajamemilih
untuk berwirausaha alih-alih bekerja di kementrian pemerintah atau perusahaan swasta. Katakanlah dari
berwirausaha itu ia memperoleh penghasilan bersih sebesar Rp 5,- juta per bulan. Bila ia bekerja di sebuah
kementrian pemerintah atau perusahaan swasta, misalnya, penghasilan bersihnya akan sebesar Rp 4,- juta
per bulan. Maka, dari contoh ini, dikatakan bahwa biaya peluang dari keputusan untuk berwirausaha bagi
orang tersebut adalah Rp 4,- juta per bulan.

Ilmu ekonomi mengatakan bahwa biaya peluang ini harus dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan. Mengapa demikian? Jawabnya adalah, agar keputusan yang diambil adalah benar-benar yang
terbaik. Dengan kata lain, agar sumberdaya tadi tidak digunakan secara asal dan sembarang.

Contoh lain dalam konteks yang lebih luas (makro), sebidang tanah di perbatasan kota yang semula oleh
pemiliknya digunakan sebagai lahan sawah, oleh pemerintah hendak dialihfungsikan menjadi jalan lingkar
kota. Kepada pemiliknya diberi ganti rugi, misalnya, sebesar Rp 50,- juta per hektar. Jika hasil produksi
sawah tadi adalah Rp 3,- juta per hektar per tahun, maka biaya peluang dari penggunaan tanah tersebut
untuk jalan lingkar adalah nilai sekarang (present value) dari produktivitas sawah itu selama umur jalan
lingkar yang bersangkutan. Jika umur jalan lingkar itu tidak terhingga maka biaya peluang dari penggunaan
tanah sawah tadi untuk jalan lingkar adalah bilai sekarang dari produktivitas tanah selama waktu tidak
terhingga.

Biaya peluang (opportunity cost) ini tidak pernah diperhitungkan akuntan. Akuntan hanya mencatat atau
menghitung biaya-biaya yang secara eksplisit dikeluarkan untuk melakukan kegiatan ekonomi dan biaya
lain seperti: penyusutan atas barang-barang yang tidak bergerak. Laporan keuangan yang didudun akuntan
tidak pernah menyertakan biaya peluang. Konsep biaya peluang adalah orisinal pikiran dari ekonom.
Ekonom menghendaki biaya ini ikut dipertimbangkan dalam penggunaan sumberdaya yang terbatas tadi,
agar keputusan yang diambil benar-benar merupakan keputusan yang terbaik. Beda ekonom dengan
akuntan, dengan demikian, adalah akuntan melihat pada apa yang telah terjadi dengan keputusan
(historical), sedang ekonom melihat ke arah depan, ketika keputusan hendak diambil. Seandainya pun
ekonom mengevaluasi terhadap keputusan yang telah diambil, evaluasinya akan tetap memperhitungkan
biaya peluang ini, agar perbandingan antara fakta dengan yang seharusnya akurat. Penjelasan lebih
mendetail mengenai biaya ekonomi dan biaya akuntansi akan diberikan lebih mendalam di Bab 4.

Kurva Kemungkinan Produksi (Production Possibility Curve or Frontier)


Ilustrasi sederhana yang sering disajikan untuk menggambarkan persoalan pilihan penggunaan
sumberdaya adalah melalui kurva kemungkinan produksi. Kurva ini, di setiap titiknya, menunjukan
kombinasi barang atau jasa yang dapat diproduksi dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Garis
terluar dari kurva menunjukan kombinasi-kombinasi produksi yang maksimal dapat dicapai jika seluruh
sumberdaya yang ada telah dimanfaatkan. Dengan perkataan lain, titik C dan D misalnya, di gambar di
bawah, adalah kombinasi-kombinasi jumlah barang modal dan barang konsumsi maksimal yang dapat
dihasilkan masyarakat suatu negara bila seluruh sumberdaya yang ada digunakan seluruhnya (full
employment). Di titik C, jumlah barang modal yang diproduksi adalah 2.500 unit dan jumlah barang
konsumsi 1.500 unit, sedang di titik D jumlah barang modal yang diproduksi adalah 1.700 unit dan jumlah
barang konsumsi 2.500 unit. Titik F, pada gambar ini, merupakan kombinasi jumlah barang modal dan
barang konsumsi yang tidak dapat diprooduksi oleh masyarakat karena keterbatasan sumberdaya. Jumlah
ini baru dapat dihasilkan jika jumlah dan/atau kualitas sumberdaya yang ada ditingkatkan. Peningkatan
jumlah dan/atau kualitas sumberdaya yang ada ini nantinya akan dilukiskan dengan kurva kemungkinan
produksi yang bergerak ke atas atau semakin menjauhi titik salib-sumbu 0.

Titik H, pada gambar ini, menunjukkan kombinasi jumlah barang modal dan konsumsi yang diproduksi
dengan tidak memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada. Bagi perekonomian masyarakat kondisi ini
tidak baik, karena hal ini berarti ada sebagian sumberdaya yang menganggur. Karena pengangguran
senantiasa menjadi masalah bagi perekonomian (dalam hal tenaga kerja, misalnya, bisa menimbulkan aksi
kriminalitas dan kemiskinan) maka kondisi H adalah kondisi yang tidak baik, dan perlu ada upaya untuk
mendorong penggunaan sumberdaya ke garis batas kurva kemungkinan produksi.

Dengan menggunakan ilustrasi gambar ini besarnya biaya peluang dapat pula ditunjukan. Perubahan
kombinasi produksi dari titik D ke titik C, misalnya dalam kondisi seperti yang pemerintah begitu serius
upayakan, yaitu penambahan ruas jalan raya di berbagai daerah, berarti semakin banyak jumlah barang
modal yang ingin diproduksi. Penambahan ruas jalan raya ini mengalihfungsikan tanah-tanah pertanian
menjadi jalan raya. Akibatnya, jumlah produksi pangan (makanan) akan berkurang. Di gambar di bawah,
jumlah barang modal bertambah dengan 800 unit, dan jumlah barang konsumsi berkurang 1000 unit. Dari
sini dapat dikatakan bahwa untuk setiap tambahan 1 unit barang modal akan menyebabkan berkurangnya
produksi barang konsumsi sebanyak 1,25 unit. Dengan perkataan lain, biaya peluang untuk menambah 1
unit produksi barang modal adalah 1,25 unit barang konsumsi yang terpaksa tidak dapat dihasilkan.
Sistem Ekonomi (Economic System) dan Masalah Ekonomi (Economic Problem)
Setelah kita mempelajari bahwa keputusan dalam penggunaan sumberdaya haruslah sebaik mungkin,
pertanyaannya kemudian adalah: siapa yang berwenang untuk mengambil keputusan? Di dalam sejarah
perkembangan ekonomi bangsa-bangsa, sedikitnya dikenal dua paham ekstrim yang saling
bertolakbelakang yang mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Paham pertama disebut paham pasar
bebas atau liberal dan lawannya adalah paham etatisme atau pengawasan total oleh negara. Paham
pertama, meskipun tidak sampai titik ekstrimnya, dianut oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika
Serikat. Paham kedua dianut oleh negara-negara komunis, dahulu misalnya adalah: Uni Sovier dan
Republik rakyat China. Kini dengan runtuhnya Uni Soviet dan politik ekonomi yang lebih terbuka dari
negara-negara komunis lainnya termasuk China, maka paham yang kedua ini (pengawasan total oleh
negara) semakin ditinggalkan. Terlebih lagi, dengan datangnya era globalisasi ekonomi maka hampir dapat
dikatakan tiada lagi negara di dunia kini yang menganut paham kedua ini.

Pada paham pasar bebas atau sistem pasar bebas maka keputusan terhadap penggunaan sumberdaya
diserahkan sepenuhnya kepada inisiatif masing-masing individu pemilik sumberdaya tersebut. Ke arah
mana atau ke kegiatan produksi apa sumberdaya tersebut akan digunakan terserah pada kalkulasi atau
pertimbangan masing-masing individu pemilik sumberdaya. Kondisi pasar akan menjadi ukuran bagi
masing-masing individu dalam memutuskan arah penggunaan sumberdaya yang dimilikinya tersebut.
Misalnya, apakah sebidang tanah akan dijadikan sawah atau tempat kos mahasiswa terserah kepada
pemilik tanah tersebut. Umumnya, jika penghasilan dari usaha rumah kos lebih besar daripada penghasilan
dari bertani sawah maka tanah tersebut akan dijadikan rumah kos (konsep opportunity cost yang sebelumnya
telah dijelaskan). Besarnya penghasilan ini tergantung dari, pertama, perbandingan antara harga hasil tani
per kuintal vis a vis tarif sewa rumah kos; dan kedua, banyaknya hasil produksi dari tani sawah vis a vis
banyaknya mahasiswa yang berminat untuk menyewa rumah kos tersebut. Baik harga produk hasil tani
dan tarif sewa rumah kos maupun permintaan terhadap produk hasil pertanian dan sewa rumah kos
keduanya berlangsung di pasar, yaitu pasar produk pertanian dan pasar penyewaan rumah kos. Pada
paham etatisme atau sistem ekonomi dengan pengawasan total pemerintah (komando) semua penggunaan
sumberdaya ditentukan oleh pemerintah, sedikit pun individu tidak memiliki kewenangan untuk urusan
ini. Apa yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk menggunakan sumberdaya tersebut kepada hal
yang diingininya umumnya sarat dengan kalkulasi politik.

Persoalan pokok ekonomi atau penggunaan sumberdaya, yang berusaha dijawab secara berbeda oleh
masing-masing sistem ekonomi tadi, secara ringkas dapat dikelompokan ke dalam enam (6) hal saja, yaitu:

1. Ke arah mana atau ke produksi barang/jasa apa sumberdaya tersebut akan digunakan?; dan
berapa banyak barang/jasa tersebut yang akan diproduksi?
2. Bagaimana cara memproduksinya?; dengan kata lain teknologi macam apa yang akan digunakan
untuk menghasilkan barang/jasa tersebut?
3. Bagaimana cara membagikan atau mendistribusikan hasil produksi barang/jasa tersebut kepada
masyarakat?
4. Apakah semua sumberdaya yang ada telah digunakan secara semestinya?, ataukah masih ada yang
tidak digunakan (menganggur)?
5. Apakah keberadaan sumberdaya ini kian bertambah (kuantitas dan kualitasnya) dari waktu ke
waktu?
6. Apakah daya beli masyarakat tidak merosot seiring dengan bertambahnya produksi barang/jasa
dalam perekonomian?

Soal ke-1 sampai ke-3 menjadi bahan bahasan ilmu mikroekonomi, sedang soal ke-4 sampai ke-6
merupakan bahasan ilmu makroekonomi.
Ilmu Mikroekonomi versus Makroekonomi
Hakikinya ilmu ekonomi itu satu, tidak terpilah. Pembagian ilmu ekonomi menjadi mikroekonomi dan
makroekonomi bertujuan hanya untuk memudahkan siswa dalam pembelajaran. Kedua sub-bidang ilmu
ekonomi ini hakikinya berkaitan, satu tidak bisa dipisahkan dengan lainnya.

Orang pertama yang menganjurkan pembagian ilmu ekonomi ini ke dalam sub-bidang ilmu
mikroekonomi dan makroekonomi adalah ekonom Norwegia, pemenang hadiah nobel tahun 1969, yang
bernama Ragnar Frisch (1933). Frisch membayangkan mahasiswa yang sedang belajar ilmu ekonomi tidak
obahnya dengan mahasiswa kedokteran atau biologi. Mahasiswa di kedua disiplin yang disebut terakhir ini
belajar perihal sel, jaringan, organ tubuh dan tubuh masusia (atau makhluk hidup) secara keseluruhan.
Ketika mahasiswa kedokteran atau biologi ini belajar tentang sel dan jaringan, karena objeknya sukar
dilihat dengan mata telanjang, menggunakan microscope sebagai sarana yang berfungsi membantu
telahannya. Dan ketika mahasiswa ini belajar tentang organ dan tubuh secara keseluruhan maka microscope
itu tidak digunakan lagi, alat lain seperti stethoscope yang digunakan. Identik dengan itu, ketika mahasiswa
ilmu ekonomi belajar tentang prilaku individual konsumen dan produsen sub-bidang bahasannya disebut
dengan mikroekonomi; dan ketika belajar tentang keseluruhan konsumen dan produsen di dalam
masyarakat maka bidang bahasannya disebut makroekonomi. Istilah mikro dan makro dalam disiplin ilmu
kini, sesungguhnya, tidak asing. Istilah ini bukan saja digunakan di disiplin biologi dan ekonomi tetapi juga
di disiplin ilmu politik, sosiologi, psikologi dan sebagainya. Di disiplin ilmu politik kini dikenal ada istilah
micropolitics dan macropolitics. Di disiplin ilmu sosiologi ada microsociology dan macrosociology. Juga di disiplin
ilmu psikologi.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dari 6 permasalahan ekonomi ada 3 permasalahan yang terkait
secara langsung dengan mikroekonomi yaitu:

1. Ke arah mana atau ke produksi barang/jasa apa sumberdaya tersebut akan digunakan?; dan
berapa banyak barang/jasa tersebut yang akan diproduksi?
2. Bagaimana cara memproduksinya?; dengan kata lain teknologi macam apa yang akan digunakan
untuk menghasilkan barang/jasa tersebut?
3. Bagaimana cara membagikan atau mendistribusikan hasil produksi barang/jasa tersebut kepada
masyarakat?

Soal pertama kerapkali disebut juga dengan persoalan alokasi sumberdaya atau interaksi di pasar
barang. Dilihat dari pandangan ekonomi mikro, alokasi sumberdaya ditentukan dengan mempelajari
interaksi antara permintaan dan penawaran dalam suatu pasar. Pasar dalam pengertian ekonomi tidak
berwujud secara fisik, melainkan merupakan pertemuan antara penawaran (supply) dan permintaan
(demand), atau mempertemukan penjual dan pembeli barang. Melalui interaksi di antara penjual dan
pembeli, pasar akan menentukan tingkat harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan.
Contohnya adalah pasar beras, pasar pakaian, pasar komputer, pasar mobil. Teori ekonomi mikro tidak
menerangkan operasi keseluruhan pasar-pasar tersebut. Untuk menunjukkan bagaimana suatu pasar
berfungsi dan beroperasi, teori ekonomi mikro hanya menjelaskan tentang interaksi diantara penjual dan
pembeli di suatu pasar barang.

Soal kedua adalah soal pilihan teknologi produksi atau interaksi di pasar faktor produksi. Individu-
individu dalam perekonomian adalah pemilik faktor-faktor produksi. Mereka menawarkan faktor-faktor
produksi tersebut untuk memperoleh pendapatan. Pendapatan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk
membeli barang dan jasa yang mereka butuhkan. Sebaliknya, penjual membutuhkan faktor-faktor
produksi untuk memproduksi barang dan jasa. Oleh sebab itu mereka akan menjadi pembeli faktor-faktor
produksi. Interaksi antara penjual dan pembeli faktor-faktor produksi di pasar faktor produksi akan
menentukan harga suatu faktor produksi dan banyaknya jumlah faktor produksi atau teknologi yang akan
digunakan. Sedangkan, soal ketiga adalah soal distribusi barang/jasa atau hasil produksi yang
dipelajari melalui struktur pasar.

Sedangkan, permasalahan ekonomi keempat hingga keenam, yaitu:


4. Apakah semua sumberdaya yang ada telah digunakan secara semestinya?, ataukah masih ada yang
tidak digunakan (menganggur)?
5. Apakah keberadaan sumberdaya ini kian bertambah (kuantitas dan kualitasnya) dari waktu ke
waktu?
6. Apakah daya beli masyarakat tidak merosot seiring dengan bertambahnya produksi barang/jasa
dalam perekonomian?
Lebih terkait dengan makroekonomi, dan dibahas terkait dengan topik pengangguran, pendapatan
nasional, dan inflasi.

Dengan demikian Berdasarkan pada corak dan ruang lingkup analisisnya, perbedaan antara Teori
Ekonomi Mikro dan Teori Ekonomi Makro pada dasarnya terletak pada pelaku yang sedang mengalami
dan ingin memecahkan masalah ekonomi. Di dalam Teori Ekonomi Makro pelaku yang mengalami
masalah ekonomi adalah kumpulan dari unit-unit individual yang disebut dengan unit agregat sedangkan
dalam Teori Ekonomi Mikro lebih menganalisis mengenai permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh unit
individual, yaitu Rumah Tangga (Household) dan Perusahaan (Firm).
Metode Analisis Dalam Ilmu Ekonomi
Model Ekonomi. Untuk menganalisis prilaku manusia (individu atau masyarakat) dalam
memenuhi kebutuhannya tadi, dengan sumberdaya yang terbatas, ekonom seperti analis di disiplin ilmu
lainnyajuga menggunakan model. Model adalah representasi atas objek kajian sebagaimana adanya.
Penggunaan model dikarenakan ilmuwan, termasuk ekonom, tidak dapat, mengetahui objek kajiannya
sebagaimana adanya. Filsuf fisika, yang merupakan ilmu tertua dalam ranah ilmu, telah lama berkata
bahwa objek yang menjadi kajian ilmuwan tidak dapat diketahui sepenuhnya. Ilmuwan hanya dapat
menilai atau menganalisis fenomena yang dihasilkan objek kepadanya. Mereka yang belajar biologi,
misalnya, tidak pernah tahu DNA itu seperi apa. Yang mereka ketahui hanyalah fenomena yang
ditampakan DNA kepadanya. Begitu pula yang belajar fisika atom, mereka tidak akan pernah tahu atom
itu seperti apa. Yang diketahui hanyalah atom itu memiliki sifat begitu dan begini. Model yang baik adalah
model yang dapat menjelaskan perihal objek, dan meramalkan aktivitas objek. Oleh sebab itu, jika
ekonom membuat model tentang prilaku konsumen maka model itu dapat dikatakan baik jika prilaku
konsumen tersebut benar-benar dapat dijelaskan dan diramalkan konsekuensi-konsekuensinya.

Teori Ekonomi, Hipotesis, dan Asumsi. Model biasanya disusun berdasarkan teori. Teori
berasal dari sebuah dugaan (hipotesis). Jika dugaan tersebut berkali-kali diuji dan berhasil lulus uji maka
biasanya dinaikan statusnya menjadi teori. Pengujian atas dugaan (hipotesis) tentu saja harus berdasarkan
metode ilmiah yang baku, yaitu sistematik dan cermat. Hipotesis atau dugaan tadi tidak lain adalah
pernyataan atas sebab-akibat munculnya atau akan munculnya fenomena. Misalnya, fenomena seseorang
menjadi miskin karena ia malas bekerja. Fenomena turunnya hujan karena awan berwarna hitam pekat.
Karena hipotesis itu hanya sebuah dugaan, begitu juga teori, maka hipotesis ini tidak selalu benar.
Pengujian ilmiah malahan harus dapat membuktikan bahwa dugaan tersebut benar atau salah. Karl Poper,
filsuf Perancis, mengatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan justru terjadi karena hipotesis (teori)
yang telah lama diakui kebolehannya oleh banyak ilmuwan ternyata oleh seorang ilmuwan lain berhasil
dibuktikan kesalahannya, dan lalu ilmuwan ini mengajukan sebuah hipotesis (teori) baru yang lebih
mendekati benar.

Selain dari hipotesis, teori juga memuat asumsi-asumsi atau andaian-andaian. Hubungan sebab-akibat
tidak akan terjadi pada segala keadaan, melainkan hanya pada keadaan tertentu. Hujan yang dicontohkan
tadi, misalnya, amat mungkin tidak terjadi jika pada saat yang sama dengan awan hitam yang pekat juga
angin bertiup sangat kencang. Kencangnya tiupan angin bisa menggagalkan hujan di suatu tempat, beralih
ke tempat lain. Demikian juga, bisa jadi kemiskinan bukan karena kemalasan tetapi karena rendahnya gaji.
Eksploitasi terhadap pekerja, seperti yang terjadi di Eropa abad 16, menimbulkan kemiskinan dan
penderitaan buruh kendati mereka telah bekerja selama 20 jam dalam sehari.

Hubungan sebab-akibat dalam sebuah hipotesis secara ringkas, mengikuti bahasa matematika, kerap
diformulasikan menjadi sebuah hubungan fungsional. Misalnya

Y = f (A, B, C.........)

Ini artinya, kemunculan fenomena Y diduga dikarenakan oleh adanya faktor A, B, C, dan seterusnya. Y,
dari contoh di atas, dapat mewakili kemiskinan. A mewakili kemalasan kerja. B, pendidikan, dan
seterusnya. Y kerap disebut dengan variabel terikat (dependent variable), karena besarnya Y ini bisa bervariasi
sejalan dengan variasi besarnya faktor yang mempengaruhi, sedangkan A, B, C, ...........disebut variabel
bebas (independent variable). Dalam hubungan fungsional di atas besarnya A, B, C,.......... tidak ditentukan
oleh basarnya Y, malah menentukan besarnya Y, maka variebl-variabel ini disebut bebas.

Persamaan fungsional di atas jika dikonversikan ke dalam persamaan uji, misalnya, akan seperti berikut:

Y=+A+B+C+

, , , dan adalah koefisien; yang besarnya tetap (konstan), sedangkan adalah error term. Error ini
muncul dalam persamaan uji karena seperti di katakan di mukatidak ada seorang pun yang bisa
memahami objek secara sempurna atau sebagaimana adanya. Peneliti atau pengkaji objek hanya bisa
memperoleh pemahaman yang mendekati. Dengan kata lain, selalu ada kemungkinan kesalahan untuk
memahami objek sebagaimana adanya. Semakin kecil kesalahan, semakin baik pemahaman.

Law of Large Number dan Fallacy of Composition. Perlu diingat bahwa persamaan-
persamaan yang digunakan untuk mengoperasionalkan model adalah generalisasi. Artinya, persamaan ini
digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi fenomena umum. Tentu saja akan aada prilaku yang tidak
sama dengan fenomena umum ini, namun pengkaji percaya bahwa prilaku yang tidak sama dengan
fenomena umum ini sedikit jumlahnya, sehingga tidak perlu dihiraukan dalam kajian. Sebagai contoh, bila
udara makin panas maka banyak orang senang minum air es. Tetapi ada sedikit orang yang alergi dengan
es, sehingga ia tetap minum air teh panas atau hangan meski udara kian panas. Hal yang sama dalam ilmu
ekonomi, misalnya: semakin mahal harga teh botol maka semakin berkurang orang yang membeli teh
botol. Tetapi ada saja orang yang maniak terhadap teh botol, sehingga ia tidak terlalu hirau dengan
mahalnya harga teh botol, baginya yang penting adalah bisa minum teh botol.

Analisis ekonomi dengan menggunakan model tadi adalah dalam rangka melacak peristiwa yang umum
ini. Biasanya pelacakan untuk peristiwa ini ditempuh dengan melaukan survei. Semakin banyak orang yang
dijadikan responden akan semakin tergambar apakah model yang digunakan dalam kajian ini tepat atau
tidak. Hal inilah yang disebut dengan The Law of Large Number atau hukum bilangan yang besar.

Selanjutnya perlu juga diingat bahwa tidak selalu berarti bahwa aktivitas yang benar bagi individu, jika
individu lain tidak melakukan hal yang sama pada waktu yang sama, akan benar pula bagi masyarakat
keseluruhan (jika individu lain melakukan hal yang sama pada waktu yang sama). Sebagai contoh, dalam
acara menonton pertandingan sepakbola di stadion Menteng antara Persija-Jakarta dengan Persib-
bandung, yang begitu padat penontonnya, jika seseorang katakanlah si Antonberdiri dan yang lain
tetap duduk di tempatnya, maka bagi si Anton jalannya akan menjadi jelas kelihatan. Tetapi jika penonton
yang lain pun berdiri maka upaya si Anton untuk dapat menyaksikan pertandingan lebih jelas menjadi sia-
sia. Hal yang sama terjadi dalam ilmu ekonomi. Menabung pangkal kaya, begitu orang tua kerap
menasehati anaknya. Tetapi jika semua orang menabung, berarti lebih sedikit belanja masyarakat, dan
akhirnya hasil produksi barang/jasa oleh dunia usaha kurang laku terjual. Akibat lanjutnya adalah
perekonomian akan lambat berkembang. Kasus yang disebut ini dinamakan kesalahan komposisi (fallacy of
composition). Dengan memahami kedua hal ini, kita akan lebih mudah memahami permodelan dan grafik-
grafik yang kelak dipelajari dalam ekonomi.

Pernyataan Positif Versus Normatif. Pernyataan yang membentuk hipotesis disebut juga
dengan pernyataan positif. Pernyataan positif adalah pernyataan yang harus bisa diuji kebenarannya.
Lawan dari pernyataan positif adalah pernyataan normatif. Pernyataan normatif ini tidak dapat diuji
kebenarannya. Pernyataan ini umumnya berisi harapan agar fenomena yang muncul sejalan dengan
keinginan. Contoh dari pernyataan normatif: kaum perempuan seharusnya waspada terhadap bahan-
bahan dasar kimia yang digunakan untuk membuat kosmetik ketika mereka hendak membeli kosmetik.
Contoh lain, pemerintah seharusnya tidak mengundang investor China dalam membangun infrastruktur di
Indonesia. Secara ringkas, pernyataan positif berkait dengan: apa yang telah, sedang atau akan terjadi (was,
is, will be), sementara di pihak lain pernyataan normatif berkait dengan apa yang seharusnya terjadi (what
ought to be). Pernyataan normatif umumnya digunakan untuk mengajukan rekomendasi kebijakan.

Konsep Barang dan Jasa Ekonomi


Konsep terakhir yang harus dipahami sebelum melanjutkan ke materi-materi lain dalam mikroekonomi
adalah konsep mengenai barang dan jasa dalam ilmu ekonomi. Barang/jasa dalam ilmu ekonomi sering
juga disebut komoditas (commodity), atau sering juga disebut dengan goods and services. Mengapa disebut
goods?, karena ilmu ekonomi hanya membahas perihal barang/jasa yang memberi manfaat kepada
kehidupan manusia, bukan sebaliknya membawa mudharat. Barang/jasa yang membawa mudharat
disebut dengan istilah bads. Barang/jasa ini tidak masuk dalam bahasan ilmu ekonomi, kecuali upaya
untuk meniadakannya. Limbah padat atau cair, misalnya, buruk bagi kesehatan manusia, karena itu ilmu
ekonomi membicarakannya dalam rangka meniadakannya.

Selain daripada itu, barang/jasa yang dibicarakan ilmu ekonomi juga hanyalah barang/jasa yang
ketersediaannya langka, disamping dibutuhkan. Karena langka dan dibutuhkan maka barang/jasa ini
mempunyai nilai ekonomi. Barang seperti udara bebas tidak termasuk barang ekonomi, karena tersedia
melimpah. Air bersih di kota Jakarta sekarang menjadi barang ekonomi; di hulu sungai mungkin air bersih
ini bukan barang ekonomi karena tersedia melimpah dari mata air yang besar sementara yang
membutuhkannya tidak banyak.

Barang/jasa ekonomi kerap dibedakan juga ke dalam dua, yaitu barang/jasa akhir (final goods/services or
products) dan barang/jasa antara (intermediate productss). Barang/jasa akhir adalah barang/jasa yang
dihasilkan oleh kegiatan ekonomi produksi dan tidak diproses lebih lanjut oleh kegiatan ekonomi lainnya
di periode waktu (tahun) yang dibicarakan. Barang/jasa antara adalah barang/jasa yang digunakan dalam
proses produksi untuk dijadikan barang/jasa ataui produk lain di periode waktu yang dibicarakan.
Contohnya, selembar papan adalah barang akhir jika papan itu dihasilkan dari penggergajian kayu dan
pada tahun yang bersangkutan tidak dijadikan benda lain seperti: funitur atau dinding rumah. Tetapi jika
di tahun yang bersangkutan papan ini dijadikan alas funitur atau dinding rumah maka papan tersebut
menjadi barang antara.
Bila pembedaan barang/jasa di atas adalah berdasarkan waktu penggunaannya dalam kegiatan produksi,
dalam kegiatan konsumsi khususnya untuk barang-- kerap juga dikelompokan ke dalam dua yaitu:
barang tahan lama (durable good) dan tidak tahan lama (non-durable good). Barang tahan lama adalah barang
yang penggunaannya umumnya lebih dari satu tahun, sedang barang tidak tahan lama adalah barang yang
cepat rusak.

Dalam aktivitas produksi dikenal juga istilah barang modal (capital good atau sering juga disebut man made
capital good). Barang ini adalah barang yang dibuat oleh manusia yang berfungsi untuk meningkatkan
kemampuan produksi. Contoh umum barang modal adalah mesin-mesin yang digunakan dalam kegiatan
produksi. Pemahaman mengenai jenis-jenis barang ini akan membantu pemahaman Anda dalam
pembahasan di bab-bab berikutnya, terutama Bab Fungsi Produksi dan Bab Fungsi Biaya.

Pertanyaan Diskusi

1. Jelaskan apa perbedaan antara sumber daya ekonomi dan sumber daya non ekonomi (kaitkan
dengan konsep kelangkaan)?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan opportunity cost
3. Mengapa persoalan apa yang harus diproduksi merupakan masalah dalam perekonomian?
Bagaimana perekonomian bebas memecahkan permasalahan ini? Bagaimana perekonomian yang
tersentralisasi menyelesaikan permasalahan ini?
4. Mengapa persoalan bagaimana cara memproduksi merupakan masalah dalam perekonomian?
Bagaimana perekonomian bebas memecahkan permasalahan ini? Bagaimana perekonomian yang
tersentralisasi menyelesaikan permasalahan ini?
5. Jelaskan perbedaan antara mikroekonomi dan makroekonomi!
6. Jelaskan apakah tujuan suatu teori (tidak hanya teori ekonomi tetapi juga teori pada umumnya)!
Bagaimanakah kita bisa sampai pada suatu teori?
7. Menurut Anda apakah ada keterkaitan antara ekonomi positif dan ekonomi normatif? Jelaskan!
3
Elastisitas
Konsep dasar dan aplikasi mengenai elastisitas adalah salah satu kunci utama
dalam analisis ekonomi. Bab ini akan menguraikan secara singkat namun
komprehensif mengenai elastisitas.

KEYWORDS
Elastisitas harga permintaan :: Elastisitas Silang :: Elastisitas Pendapatan :: Elastisitas titik ::
Elastisitas Busur :: Elastisitas Penawaran

Secara konseptual, pengertian elastisitas adalah derajat responsiveness suatu variabel jika variabel lain
mengalami perubahan. Dalam teori ekonomi mikro, pembahasan mengenai elastisitas terfokus pada
elastisitas di kurva permintaan dan kurva penawaran. Pada kurva permintaan, analisa ditekankan
pada derajat responsiveness jumlah barang yang diminta (Qd). Elastisitas permintaan mengukur
perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang dibeli sebagai akibat perubahan salah satu faktor yang
mempengaruhinya (ceteris paribus) Elastisitas yang dikaitkan dengan harga barang itu sendiri disebut
elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand). Sedangkan elastisitas yang dikaitkan dengan harga
barang lain disebut elastisitas silang (cross elasticity), dan bila dikaitkan dengan pendapatan disebut
elastisitas pendapatan (income elasticity). Sedangkan pada kurva penawaran, yang dilihat adalah
derajat responsiveness jumlah barang yang ditawarkan.

Sebelum melangkah ke elastisitas silang, elastisitas pendapatan, dan elastisitas penawaran, terlebih dahulu
akan dipelajari mengenai elastisitas harga permintaan

Elastisitas (Harga) Permintaan


Elastisitas harga permintaan suatu barang ( ) -- atau umumnya sering disebut hanya dengan Elastisitas
Permintaan saja -- mengukur berapa persen jumlah yang diminta terhadap suatu barang berubah bila
harganya berubah sebesar satu persen.



Angka elastisitas harga bernilai negatif, dikarenakan bentuk kurva permintaan yang downward sloping.
Sehingga misalkan Ep= -2 mempunyai arti bila harga naik 1%, maka permintaan terhadap barang itu
turun 2%.

PENTING
Kita harus berhati-hati dalam membaca arah tanda dari elastisitas permintaan. Karena secara umum
sudah diketahui bahwa elastisitas harga permintaan pasti bernilai negatif (karena bentuk kurva
permintaan yang downward sloping), terkadang elastisitas ini ditulis dan dibahas tanpa tanda negatif.
Meskipun begitu, kita harus tetap memahami bahwa sesungguhnya elastisitasnya adalah negatif.

Berdasarkan rumus tersebut, kuefisien elastisitas berkisar antara nol hingga tak terhingga. Berdasarkan
nilai koefisen tersebut, elastisitas permintaan dikelompokkan menjadi 5 yaitu:

a. Inelastis (Ep < 1)


Perubahan permintaan (%) lebih kecil daripada perubahan harga. Kalau harga naik 10%
menyebabkan permintaan turun sebesar misalnya 6%. Permintaan barang kebutuhan pokok
umumnya inelastis. Misalnya perubahan harga beras di Indonesia, tidak berpengaruh besar
terhadap perubahan permintaan terhadap beras.

b. Elastis (Ep > 1 )


Permintaan terhadap suatu barang dikatakan elastis bila perubahan harga suatu barang
menyebabkan perubahan permintaan yang besar. Misalnya, bila harga turun 10% menyebabkan
permintaan naik 20%. Karena itu nilai Ep lebih besar daripada satu. Barang mewah seperti mobil
umumnya permintaannya elastis.

c. Elastis Uniter atau Elastis Unitary (Ep = 1 )


Permintaan terhadap suatu barang dikatakan Elastis Uniter bila perubahan harga suatu barang
sebesar 10% menyebabkan perubahan permintaan sebesar 10% juga.

d. Elastis sempurna (Ep = )


Perubahan harga sedikit saja menyebabkan perubahan permintaan tak terbilang besarnya atau
bahkan barang tersebut jadi tidak dibeli sama sekali

e. Inelastis sempurna (Ep = 0 )


Berapapun harga suatu barang, orang akan tetap membeli jumlah yang dibutuhkan. Jumlah
barang yang diminta tidak dipengaruhi oleh perubahan harga. Contohnya adalah permintaan
insulin untuk orang yang memiliki penyakit diabetes

Dengan memahami sifat suatu barang, apakah elastis atau inelastis, akan membantu kita nantinya untuk
melihat dampak dari suatu kebijakan pemerintah, yang akan dipelajari di kelas Mikroekonomi Untuk
Kebijakan Publik I.

Metode Perhitungan Elastisitas: Elastisitas Titik dan Elastisitas Busur


Rumus perhitungan elastisitas yang sudah ditulis sebelumnya disebut dengan Elastisitas Titik (Point
Elasticity). Meskipun begitu, dalam perhitungan elastisitas, kita mengenal satu metode perhitungan
elastisitas lagi yaitu Elastisitas Busur. Untuk memahaminya, perhatikan ilustrasi di bawah ini:
9
A
8
B
7
C
6
D
5
Harga

F
4
G
3
H
2
L
1
M
0
N
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Kuantitas

Titik A B C D F G H L M
Harga 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Kuantitas 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Dengan skedul pemintaan pasar dalam tabel dan gambar diatas, kita dapat memperoleh elastisitas untuk
pergeseran dari titik B ke titik D dan juga untuk pergeseran dari titik D ke titik B sebagai berikut:

Dari B ke D:

( )( )

Sedangkan dari D ke B:

( )( )

Dengan demikian kita memperoleh nilai elastisitas yang berbeda bila kita bergerak dari B ke D daripada
bila kita bergerak dari D ke B. Hasil yang berbeda ini disebabkan karena kita menggunakan dasar yang
berbeda dalammenghitung perubahan persentase pada setiap kasus.

Kita dapat menghindarkan hasil yang berbeda dengan menggunakan rata-rata kedua harga dan rata=rata
kedua kuantitas dalam rumus untuk memperoleh elastisitas. Dengan demikian:

( )
( )

Dengan menerapkan rumus ini untuk memperoleh elastisitas baik untuk pergerakan dari B ke D ataupun
dari D ke B kita peroleh:
( )( )

Inilah nilai elastisitas yang sama pada titik tengah antara B dan D (yaitu pada titik C).

Koefisien elastisitas harga permintaan antara dua titik pada suatu kurva permintaan seperti rumus diatas,
disebut elastisitas busur. Elastisitas busur digunakan apabila perubahan harga dianggap cukup besar dan
digunakan untuk menghitung elastistas antara dua titik. Dari ilustrasi diatas kita juga mengetahui bahwa
koefisien elastisitas harga permintaan berbeda pada tiap titik di sepanjang kurva permintaan (nanti akan
dipelajari lebih lanjut bahwa untuk kurva permintaan yang berbentuk garis lurus, kurva elastis di atas titik
tengahnya, elastis uniter pada titik tengahnya, dan inelastis di bawah titik tengahnya), dengan demikian
elastisitas busur adalah suatu perkiraan. Perkiraan ini makin tepat apabila jarak antar kedua titik makin
kecil dan mendekati suatu titik dalam limit. Apabila perubahan harga kecil atau diketahui fungsi
permintaannya, dapat digunakan rumus elastisitas titik.

Elastisitas Titik dari permintaan secara geometris dapat diperoleh sebagai berikut:

Kita dapat memperoleh elastisitas dari kurva permintaan pada contoh sebelumnya, sebagai contoh akan
dihitung elastisitas untuk titik C. Karena kita ingin mengukur elastisitas pada titik C, kita hanya
mempunyai satu harga dan satu jumlah. Dengan menyatakan masing-masing nilai dalam rumus elastisitas
menurut pengertian jarak, kita peroleh:

Perhatikan bahwa nilai ini sama seperti nilai yang diberikan oleh elastisitas busur di titik C pada
perhitungan sebelumnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Elastisitas Harga Permintaan

Mengapa satu barang bersifat elastis sedangkan barang lainnya bersifat inelastis? Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi besar kecilnya elastisitas harga permintaan adalah sebagai berikut:

1. Tingkat subsitusi
Makin sulit mencari subsitusi suatu barang, permintaan makin inelastis. Beras bagi masyarakat
Indonesia sulit dicari subsitusinya, karena itu permintaan beras inelastis. Garam hampir tidak
mempunyai substitusi, oleh karena itu permintaannya mendekati inelastis sempurna. Walaupun
harganya turun banyak, orang tidak lantas akan memborong garam

2. Jumlah pemakai
Makin banyak jumlah pemakai, permintaan akan suatu barang makin in elastic. Hampir semua
suku di Indonesia mengonsumsi beras sebagai makanan pokok.

3. Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen


Bila proporsi tersebut besar, maka permintaan cenderung lebih elastis. Contohnya adalah garam
dan TV. Meskipun harga garam naik 50%, kenaikan tersebut mungkin hanya Rp 200,00 yang
merupakan bagian sangat kecil dari pendapatan sebagian besar keluarga. Sebaliknya kenaikan
harga TV sebesar 5%, dalam jumlah nominal uang bisa Rp 100.000,00 dan cukup menyebabkan
sejumlah keluarga menunda pembeliannya sampai tahun depan.
4. Tingkat kebutuhan relatif suatu barang
Melihat preferensi konsumsi suatu barang relatif terhadap konsumsi barang lain dalam suatu
bundel konsumsi. Apakah barang tersebut lebih penting atau tidak, relatif terhadap barang lain.

5. Jangka waktu
Jangka waktu permintaan atas suatu barang juga mempunyai pengaruh terhadap elastisitas harga.
Namun hal ini tergantung pada apakah barangnya durable (tahan lama) atau non-durabel. Untuk
barang yang habis dipakai dalam waktu kurun dari setahun yaitu non-durable goods, elastisitas harga
permintaan lebih besar dalam jangka panjang dibanding dalam jangka pendek (dalam jangka
pendek lebih inelastis), penyebabnya karena konsumen membutuhkan waktu untuk mengubah
kebiasaan mereka. Bila harga kopi naik, konsumen yang biasa minum kopi banyak, sulit
mengubah kebiasaan itu dalam jangka pendek. Akibatnya permintaan kopi dalam jangka pendek
mengalami penurunan yang relatif sedikit dibanding dalam jangka panjang. Selain itu, permintaan
terhadap suatu barang berkaitan dengan barang lain, yang perubahannya baru terlihat dalam
jangka panjang. Misalnya, bila harga BBM naik, maka konsumen segera melakukan penyesuaian
dengan mengurangi pemakaian kendaraan, sehingga dalam jangka pendek elastisitas harga lebih
besar. Sedangkan, barang yang tahan lama atau durable goods, permintaannya lebih elastis dalam
jangka pendek dibanding jangka panjang. Dalam jangka pendek, orang mungkin bisa menunda
pembelian durable goods. Tapi semakin lama, penundaan tidak bisa dilakan lagi sehingga barang
menjadi semakin inelastis.

Hubungan Antara Elastisitas Harga dan Penerimaan Penjualan


Konsep elastisitas sangat terkait dengan konsep-konsep lainnya dalam ekonomi. Salah satu hal yang
menarik untuk dipelajari terkait dengan hal ini adalah bagaimana kaitan dari perubahan harga terhadap
perubahan dari pendapatan total (Total Revenue = TR).Jawaban dari pertanyaan ini tidak lepas dari
elastisitas dari kurva permintaan.

Total Revenue didefinisikan sebagai jumlah total yang dibayarkan konsumen atau jumlah total yang diterima
produsen atas penjualan produknya, dan dinyatakan dengan:

Jika tingkat harga berubah, maka terdapat tiga kemungkinan perubahan dalam total revenue yang mungkin
terjadi naik, turun, atau tidak berubah yang sepenuhnya tergantung pada elastisitas harga permintaan.

a. Bila barang elastis (Ep > 1), maka jika penjual menurunkan harga, penjual akan mendapatkan TR
yang lebih besar. Hal ini terjadi karena saat penjual menurunkan harga sedikit saja, malah
permintaannya akan naik melebihi persentase penurunan harganya. Dengan demikian, jika harga
turun, pendapatan naik. Sedangkan jika penjual menaikkan harga, penjual akan mendapatkan TR
yang lebih kecil.
b. Bila barang inelastis (Ep < 1), maka jika penjual menurunkan harga, TR yang diterima akan
menjadi lebih kecil. Hal ini terjadi karena saat penjual menurunkan harga, permintaannya akan
naik namun tidak besar dan tidak melebihi persentase penurunan harganya. Dengan demikian,
jika harga turun, pendapatan turun. Sedangkan jika penjual menaikkan harga, TR yang diterima
akan menjadi lebih besar.
c. Dengan demikian, bila barang Elastis Uniter (Ep = 1), maka jika penjual menurunkan atau pun
menaikkan harga, TR yang diterima perusahaan tidak akan berubah karena efek penambahan
pendapatan
Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran (Es) dapat didefinisikan dengan analogi yang sama dengan elastisitas permintaan.
Elastisitas penawaran adalah angka yang menunjukkan beberapa persen jumlah barang yang ditawarkan
berubah, bila harga barang berubah satu persen.

Sehingga secara spesifik rumus elastisitas titik untuk penawaran adalah:

Sedangkan tuk rumus elastisitas busur-nya adalah sebagai berikut:

Elastisitas penawaran, sama seperti elastisitas harga permintaan juga digolongkan menjadi 5, yaitu (1)
Elastis sempurna, (2) inelastis sempurna, (3) elastisitas tunggal (unitary elasticity), (4) elastis, dan (5) inelastis.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Elastisitas Penawaran

Ada beberapa faktor yang menentukan tingkat elastisitas penawaran yaitu:

1. Jenis Produk.
Kurva penawaran produk pertanian umumnya inelastis, sebab produsen tidak mampu
memberikan respons yang cepat terhadap perubahan harga. Jika harga beras naik 10%, petani
harus menanam dahulu dan baru 3-4 bulan kemudian dapat memanen hasil. Sementara kurva
penawaran produk industri umummya elastis, sebab mampu merespons cepat terhadap
perubahan harga.

2. Sifat perubahan biaya produksi


Selain tergantung pada jenis produk, elastisitas penawaran dipengaruhi juga oleh sifat perubahan
biaya produksi. Penawaran akan bersifat inelastis bila kenaikan penawaran hanya dapa dilakukan
dengan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Bila penawaran dapat ditambah dengan
pengeluaran biaya tambahan yang tidak terlalu besar, penawaran akan bersifat elastis. Besar
kecilnya biaya produksi tergantung pada faktor sebagai berikut
a. Tingkat penggunaan kapasitas perusahaan. Apabila kapasitasnya telah mencapai tingkat
tinggi, investasi baru harus dilakukan untuk menambah produksi. Dalam keadaan ini kurva
akan menjadi inelastis
b. Kemudahan memperoleh faktor-faktor produksi. Penawaran akan menjadi inelastis
apabila faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk menaikan produksi sulit diperoleh.

3. Jangka Waktu
Jangka waktu dapat mempengaruhi besarnya elastisitas penawaran. Inilah yang kemudian
menghasilkan sesuatu yang berlainan pada jangka pendek dan panjang. Semua barang memiliki
penawaran yang lebih elastis dalam jangka panjang dibanding dalam jangka pendek. Dalam jangka
panjang peruhaan mampu mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam jangka pendek.

Elastisitas Pendapatan dan Elastisitas Silang


Selain elastisitas harga permintaan dan elastisitas (harga) penawaran, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, terdapat dua konsep elastisitas lagi yang akan sering dibahas dan harus menjadi pengetahuan
umum setiap mahasiswa ekonomi, yaitu elastisitas pendapatan dan elastisitas silang. Kedua elastisitas ini
terkait dengan elastisitas permintaan.

Elastisitas Silang (Elastisitas Harga Silang) mengukur persentase perubahan jumlah barang yang
diminta (barang X) yang disebabkan oleh perubahan harga barang lain (barang Y) sebesar satu persen,
yang secara umum ditulis sebagai:

Jika X dan Y adalah barang substitusi, bernilai positif. Sedangkan, jika X dan Y adalah barang
komplemen, bernilai negatif. Bila komoditi-komoditi tersebut tidak berhubungan (yaitu, bila
komoditi-komoditi itu independen satu sama lain) maka .

Terakhir, Elastisitas Pendapatan mengukur persentase perubahan jumlah barang yang diminta akibat
adanya perubahan dalam pendapatan konsumen sebesar satu persen. Secara umum, ditulis sebagai:

Apabila maka barang disebut barang netral. Jika negatif, barang tersebut adalah barang
bermutu rendah (inferior). Bila positif, barang tersebut adalah barang normal. Barang normal biasanya
menjadi barang mewah bila , sedangkan jika barang dikategorikan sebagai kebutuhan
pokok. Oleh karena itu, elastisitas pendapatan untuk suatu barang sangat bervariasi bergantung pada
tingkat pendapatan konsumen yang diobservasi. Barang tertentu bisa menjadi barang mewah pada tingkat
pendapatan yang rendah, barang kebutuhan pokok pada tingkat pendapatan menengah, dan barang
bermutu rendah pada tingkat pendapatan yang tinggi.
Pertanyaan Diskusi

1. Hitunglah elastisitasnya:
a. Pada waktu harga beras Rp. 4000,- per kg, jumlah beras yang diminta konsumen sebanyak
10.000 kg dapada waktu harga beras Rp. 3000,- per kg, jumlah beras yang diminta sebanyak
15.000 kg. Hitunglah koefisien elastisitas harga permintaan beras tersebut! Apakah beras
elastis atau inelastis?
b. Jka dipunyai fungsi permintaan: Q = P-1/2, berapakah elastisitas harga permintaannya?
Apakah permintaan elastis atau inelastis?
c. Misal pada saat harga kopi Rp. 10.000,- per kg, jumlah teh yang diminta adalah 100 bungkus.
Ketika harga kopi naik menjadi Rp. 15.000,- per kg, jumlah teh yang dimnta naik menjadi
125 bungkus. Berapa koefisien elassitas silangnya? Bagaimanakah hubungan antara teh dan
kopi?
d. Misalnya pada sat pendapatan sebuah rumah tangga sebesar 1 juta per bulan, permintaannya
terhadap telur adalah sebanyak 10 kg. Ketika pendapatan naik menjad 1,5 juta per bulan,
permintaannya terhadap telur naik menjadi 15 kg. Berapa elastisitas pendapatannya?
Berdasarkan perhitungan ini, telur termasuk jenis barang apa?

2. Jika suatu barang memiliki ranking yang tinggi dalam keranjang konsumsi (basket case) seorang
konsumen, bagaimana menurut Anda nilai elastisitas harga permintaannya?

3. Jika barang yang Anda jual memiliki elastisitas permintaan harga yang sangat elastis, strategi apa
yang lebih tepat: menaikkan harga atau memberi diskon untuk meningkatkan penerimaan
(revenue)

4. Mengapa dalam penjualan suatu barang, seringkali terdapat harga mahasiswa dan harga
umum?
4
Fungsi Produksi
Bab ini mengpas salah satu sis utama dari perilaku produsen. Konsep dasar
mengenai permasalahan produsen dalam memproduksi outputmenjadi fokus
utama

KEYWORDS
Total Product (TP) :: Average Product (AP) :: Marginal Product (MP) :: Law of diminishing return

Fungsi produksi menunjukkan kaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan.
Faktor-faktor produksi dikenal juga dengan istilah input, dan jumlah produksi juga selalu disebut output.
Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, yaitu yang seperti berikut:

Q = f(K, L, R, W)

Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga kerja, R adalah kekayaan alam, dan W
adalah kewirausahaan. Sedangkan Q adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-
faktor produksi tersebut; yang secara bersama digunakan untuk memproduksikan barang yang sedang
dianalisa sifat produksinya.

Persamaan di atas merupakan gambaran yang sederhana dan bersifat umum mengenai perkaitan diantara
faktor-faktor produksi dan jumlah produksi. Tiap-tiap faktor produksi di atas dapat dipecah-pecah
menjadi faktor-faktor produksi yang lebih spesifik, misalnya untuk menghasilkan barang pertanian kita
memerlukan tanah pertanian, cangkul, bajak, traktor, alat penuai hasil, pupuk, racun hama, pekerja
pertanian, mandor, tenaga teknik, dan manajer usaha. Ini semua adalah faktor-faktor produksi yang dapat
digolongkan ke dalam golongan faktor produksi yang utama di atas. Faktor-faktor produksi yang lebih
diperinci tersebut sering disebut sebagai input, dan produksi yang dihasilkannya sebagai: output.

Apakah arti dari persamaan yang dinyatakan di atas? Persamaan tersebut merupakan suatu pertanyaan
matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi sesuatu barang tergantung kepada jumlah
modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi
yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah
yang berbeda-beda juga. Tetapi di samping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu, juga dapat digunakan
gabungan faktor produksi yang berbeda. Sebagai contoh, untuk memproduksi sejumlah hasil pertanian
tertentu perlu digunakan tanah yang lebih luas apabila bibit unggul dan pupuk tidak digunakan; tetapi luas
tanah dapat dikurangi apabila pupuk dan bibit unggul dan teknik bercocok tanam modern digunakan.
Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang
tertentu dapatlah ditentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksikan
sejumlah barang tersebut.

Dalam ekonomi, untuk penyederhanaan, sering diasumsikan bahwa perusahaan menggunakan dua input
saja yaitu tenaga kerja dan modal, dimana modal disini dianggap sebagai komposit baik dari modal fisik
berupa mesin dan bangunan, maupun kekayaan alam seperti tanah, sedangkan teknologi, seperti yang
dijelaskan sebelumnya tidak dipandang sebagai faktor produksi tetapi lebih kepada suatu black box yang
dapat mengubah input menjadi output, sehingga fungsi produksi sering dikenal sebagai:

Q = f(K, L)

Konsep Jangka Pendek dan Jangka Panjang Dalam Ekonomi

Untuk menghasilkan jumlah output tertentu, seperti yang sebelumnya telah disampaikan, perusahaan
menentukan kombinasi pemakaian input modal dan tenaga kerja yang sesuai. Dalam hal ini, jangka waktu
analisis terhadap kegiatan produksi merupakan suatu konsep penting yang harus dipahami. Jangka waktu
produksi dalam ekonomi ini tidak ada kaitannya dengan periode waktu yang biasa kita kenal (tahun, bulan,
hari) namun berkaitan dengan perusahaan dan faktor produksi atau sumber daya yang digunakan. Dalam
ekonomi, konsep jangka waktu produksi dapat dibedakan menjadi jangka pendek dan jangka panjang.
Konsep jangka pendek mengacu pada kondisi dimana minimal terdapat satu input yang bersifat tetap
jumlahnya, sedangkan jangka panjang adalah periode waktu dimana seluruh input bersifat variabel (bisa
berubah-ubah).

Analisis terhadap kegiatan produksi perusahaan dikatakan berada dalam jangka pendek apabila sebagian
dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya, karena dalam jangka pendek perusahaan dianggap belum
bisa mengubah jumlah pemakaian sebagian faktor produksi. Biasanya, faktor produksi yang dianggap
tetap dalam jangka pendek adalah modal, karena biasanya dalam jangka pendek perusahaan belum
bisa mengubah jumlah penggunaan mesin, peralatan, tanah, bangunan perusahaan, dan lain-lain. Kondisi
ini berbeda dengan jangka panjang, karena biasanya dalam jangka panjang perusahaan sudah bisa
menyesuaikan jumlah penggunaan mesin, peralatan, dan bahkan banguna (misalnya menambah jumlah
pabrik). Berbeda dengan modal, tenaga kerja dianggap faktor produksi yang relatif bisa berubah-
ubah (variabel) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dari sini dapat kita simpulkan
bahwa dalam jangka panjang sumua faktor produksi dapat mengalami perubahan bisa ditambahkan atau
dikurangi jumlahnya sesuai dengan kebutuhan dan perusahaan dapat melakukan penyesuaian atas seluruh
faktor produksinya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Sedangkan dalam jangka pendek,
meskipun pada kenyataannya dalam dunia nyata kita mengetahui bahwa ada juga modal yang merupakan
faktor produksi variabel (misalnya perusahaan menambah pembelian komputer seiring dengan
bertambahnya karyawan dalam perusahaan) dan tenaga kerja juga bisa merupakan faktor produksi yang
jumlahnya tetap (misalnya karena ada kontrak kerja yang berlaku sekalipun dalam jangka pendek), namun
asumsi bahwa modal bersifat tetap dan tenaga kerja bersifat variabel dalam jangka pendek, akan
sangat bermanfaat untuk membantu memahami konsep produksi perusahaan dalam jangka pendek.

Analisis Produksi Jangka Pendek: Teori Produksi Dengan Satu Faktor Berubah

Dengan mengasumsikan bahwa modal dianggap konstan dalam jangka pendek dan hanya satu faktor
produksi yaitu tenaga kerja yang dapat berubah, maka fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Q = f(L)

Persamaan produksi ini menjadi sangat sederhana karena hanya melibatkan tenaga kerja untuk
mendapatkan tingkat produksi suatu barang tertentu, atau dengan kata lain faktor produksi yang dapat
berubah dan mempengaruhi tingkat produksi hanyalah jumlah tenaga kerja. Ilustrasinya dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Tanah Tenaga Kerja Produksi Total Produksi Rata-Rata Produksi Marjinal Tahapan Produksi
1 1 100 100 -
1 2 300 150 200 Tahap Pertama
1 3 600 200 300
1 4 880 220 280
1 5 1050 210 170
Tahap Kedua
1 6 1140 190 90
1 7 1190 170 50
1 8 1190 150 0
1 9 1100 120 -90 Tahap Ketiga
1 10 700 70 -400

Dalam tabel diatas dikemukakan suatu gambaran mengenai pola produksi suatu barang pertanian di atas
sebidang tanah yang tetap jumlahnya, tetapi jumlah tenaga kerjanya berubah-ubah. Untuk dapat
memahaminya, kita perlu memahami terbih dahulu mengenai apa yang dalam ekonomi dikenal sebagai
Hukum hasil lebih yang semakin berkurang atau The Law of Diminishing Return.

Produksi Total, Rata-Rata, dan Marjinal, dan The Law of Diminishing Return

The Law of Diminishing Return merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori
produksi. Hukum ini menjelaskan sifat pokok dari perkaitan di antara tingkat produksi dan tenaga kerja
yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang
menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus
ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi
sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya
mencapai nilai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia
mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun. Dengan demikian pada hakekatnya hukum
hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa perkaitan di antara tingkat produksi dan jumlah
tenaga kerja yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap, yaitu:

1. Tahap pertama: produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat


2. Tahap kedua: produksi total pertambahannya semakin lama semakin kecil, dan
3. Tahap ketiga: produksi total semakin lama semakin berkurang.

Dalam gambaran itu ditunjukan bahwa Produksi Total (Total Product = TP) yang ditunjukkan dalam
kolom 3 mengalami pertambahan yang bertambah cepat apabila tenaga kerja ditambah dari 1 menjadi
2, dan 2 menjadi 3. Maka dalam keadaan ini produksi mencapai tahap pertama. Kalau tenaga kerja ditambah
dari 3 menjadi 4, kemudian 4 menjadi 5, kemudian 5 menjadi 6, dan selanjutnya 6 menjadi 7, produksi
total tetap bertambah; tetapi jumlah pertambahannya semakin lama semakin kecil. Maka dalam keadaan ini
produksi mencapai tahap kedua. Sesudah tahap kedua ini pertambahan tenaga kerja tidak akan menambah
produksi total atau produksi total berkurang. Pada waktu tenaga kerja bertambah dari 7 menjadi 8
produksi total tidak bertambah atau berkurang. Produksi total mulai berkurang apabila tenaga kerja
bertambah dari 8 menjadi 9, dan berkurang lebih lanjut apabila tenaga kerja menjadi 10. Dalam keadaan ini
produksi mencapai tahap ketiga. Hal ini akan semakin terlihat jika kita melihat kolom 5 yaitu Produksi
Marjinal.
Produksi Marjinal (Marginal Product = MP) merupakan tambahan produksi total ( ) yang
dihasilkan akibat penambahan penggunaan 1 orang tenaga kerja ( ). Dengan demikian, Produksi
Marjinal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Sebagai contoh perhitungan, perhatikan keadaan yang terwujud apabila tenaga kerja bertambah dari 4
menjadi 5. Tabel diatas menunjukkan bahwa produksi bertambah dari 880 menjadi 1050 (lihat kolom 3),
yaitu pertambahan sebanyak 170 (ditunjukkan dalam kolom 5). Perhatikan bahwa saat negara kerja
meningkat dari 1 menjadi 2 orang, produksi marjinal adalah sebanyak 200. Selanjutnya, produksi marjinal
naik menjadi 300 pada waktu tenaga kerja bertambah dari 2 menjadi 3, dan kemudian turun kembali
menjadi sebanyak 280 ketika tenaga kerja bertambah dari 3 menjadi 4. Seiring dengan pertambahan
jumlah tenaga kerja, awalnya produksi marjinal naik (tahap pertama) lalu kemudian turun (tahap kedua),
sehingga akhirnya pada saat tenaga kerja bertambah dari 7 menjadi 8, produksi marjinal sama dengan 0,
dan ketika tenaga kerja bertambah dari 8 menjadi 9 dan 10, produksi marjinal negatif (tahap ketiga).
Dengan demikian, perhitungan Produksi Marjinal dapat memperlihatkan bahwa The Law of Diminishing
Return mulai berlaku pada permulaan tahap kedua yaitu saat produksi marjinal mulai turun.

Satu konsep lagi, yaitu Produksi Rata-Rata (Average Product = AP) menunjukkan besarnya produksi
rata-rata yang dihasilkan oleh setiap pekerja, dan ditunjukkan dalam kolom 4. Apabila produksi total
adalah TP, jumlah tenaga kerja adalah L, maka produksi rata-rata (AP) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:

Ketika tenaga kerja yang digunakan adalah 4, produksi total adalah 880. Dengan demikian produksi rata-
rata adalah: 880/4 = 220. Angka-angka dalam kolom 4 menunjukkan bahwa dalam tahap pertama jumlah
produksi rata-rata semakin bertambah besar. Produksi rata-rata mencapai jumlah yang paling tinggi pada
waktu jumlah tenaga kerja adalah 4, yaitu pada permulaan tahap kedua (atau pada batas tahap pertama dan
tahap kedua). Sesudah itu produksi rata-rata semakin lama semakin kecil jumlahnya.

Kurva Produksi Jangka Pendek


Tabel sebelumnya dapat terpola di dalam suatu kurva (lihat kurva di bawah). Hubungan antar kurva
produksi yang digambarkan, yang juga terkait dengan the law of diminishing return dan tahapan produksi,
mempunyai lima sifat yang harus diperhatikan yaitu:

1. Kurva Total Product (TP) pada awalnya meningkat dengan pertambahan yang semakin besar dari
titik O hingga B, dimana disaat yang bersamaan Marginal Product (MP) naik, dan Average Product
(AP) juga naik namun berada dibawah MP.
2. Setelah titik B (dan juga B) terjadi the law of diminishing return, dimana MP menurun dan TP masih
naik namun dengan pertambahan yang semakin menurun. Pada titik B kurva MP mencapai titik
maksimumnya sedangkan kurva AP masih terus naik
3. Pada titik C kurva AP mencapai titik maksimumnya dan kemudian turun. Kurva MP memotong
kurva AP di titik maksimum kurva AP. Hal ini dikarenakan hubungan antara pertambahan
(marginal) dan rata-rata. Jika pertambahan diatas rata-rata, maka rata-rata akan naik, sedangkan jika
pertambahan dibawah rata-rata maka rata-rata akan turun, sehingga kurva MP memotong AP di
titik maksimum AP.
4. Pada titik M tercapai tingkat produksi maksimum. Disini MP sama dengan nol sedangkan AP
menurun tetapi tetap positif
5. Sesudah titik M, produksi turun, mengalami kenaikan hasil atau MP yang negatif, sedangkan AP
tetap positif

Dari sifat-sifat diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan produksi seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya dalam kurva dibawah adalah: Tahapan pertama, terjadi dari titik O hingga B, Tahapan
kedua, atau the law of diminishing return terjadi dari titik B hingga M, dan Tahapan Ketiga, terjadi
setelah titik M.

1400

1200
M
TP

1000

800
Produksi (Q)

600 B

400

B
C
200
AP

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
MP9

-200
Jumlah Tenaga Kerja (L)

Pemahaman mengenai fungsi produksi dan juga kurvanya akan membantu pemahaman dalam Bab
berikutnya yaitu Fungsi Biaya.

Pertanyaan Diskusi

1. Perhatikan tabel di bawah ini:

Tanah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Tenaga
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerja
TP 0 2 5 9 12 14 15 15 14 12
Dari tabel diatas
(a) Carilah AP dan MP dari tenaga kerja
(b) Gambarkan kurva TP, AP, dan MP
(c) Jelaskan bentuk kurva AP dan MP sehubungan dengan bentuk kurva TP

2. Terkait dengan soal 1 diatas, berkenaan dengan tenaga kerja dan tanah, apa yang dinyatakan
oleh hukum hasil yang semakin berkurang (the law of diminishing return)? Tentukan dimana hukum
hasil yang semakin berkurang ini mulai berlaku dalam gambar pada soal 1
5
Fungsi Biaya
Selain fungsi produksi, fungsi biaya juga merupakan konsep dasar yang melandasi
pemikiran dalam teori produsen. Produksi dan biaya produksi bagaikan keping mata
uang logam bersisi dua. Jika produksi berbicara tentang nilai fisik penggunaan faktor
produksi, biaya mengukurnya dengan uang. Perlu dipahami bahwa sesuatu yang efisien
secara teknis belum tentu secara finansial dan ekonomi menguntungkan

KEYWORDS
Explicit dan Implicit Cost :: Accounting dan Economic Cost dan Profit :: Fixed dan Variable Cost
:: Average dan Marginal Cost

Konsep Biaya Dalam Ekonomi


Seperti yang telah dijelaskan sekilas pada Bab 1, pengertian biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya
kesempatan (opportunity cost). Berkaitan dengan konsep tersebut, dikenal biaya eksplisit (explicit cost) dan
biaya implisit (implicit cost).

Biaya Eskplisit biaya-biaya yang terlihat, terutama melalui laporan keuangan. Biaya eksplisit merupakan
pengeluaran aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses produksi. Contohnya, biaya listrik,
telepon, air, begitu juga pembayaran upah buruh dan gaji karyawan semuanya merupakan biaya eksplisit.

Biaya Implisit merupakan opportunity cost itu sendiri. Biaya ini tidak secara aktual dikeluarkan oleh
perusahaan. Contohnya, input yang digunakan oleh perusahaan baik berupa bahan baku ataupun tenaga
kerja dan mesin sesungguhnya memiliki nilai lain selain untuk kegiatan produksi. Nilai input yang
digunakan ini harus diperkirakan menurut apa yang dapat diperoleh oleh input tersebut jika digunakan
untuk alternatif lain (yang merupakan pilihan kedua terbaik).

Dalam akuntansi, biaya yang diperhitungkan hanyalah explicit cost, sedangkan dalam ekonomi, biaya
adalah penjumlahan dari explicit cost dan implicit cost. Ilustrasinya adalah sebagai berikut:

Bagi seorang akuntan, biaya adalah total uang yang dikeluarkan untuk memperoleh atau menghasilkan
sesuatu. Misalnya, seseorang melakukan jual beli mobil bekas. Di awal tahun, ia membeli sebuah mobil
bekas dengan harga Rp. 70 juta. Mobil itu diperbaiki dengan biaya Rp. 10 juta, maka total biaya yang
keluar secara eksplisit dan diperhitungkan secara akuntansi adalah Rp. 80 juta. Jika di akhir tahun mobil
tersebut dijual dengan harga Rp. 92 juta, maka secara akuntansi, keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 12
juta.

Ekonom selain mempertimbangkan explicit cost, juga mempertimbangkan implicit cost. Ekonom akan
mempertimbangkan alternatif lain dari penggunaan 80 juta tadi. Uang 80 juta untuk membeli mobil sudah
dikeluarkan, padahal sesungguhnya 80 juta tadi punya alternatif lain misalnya didepositokan. Dengan suku
bunga deposito 6 persen per tahun, di akhir tahun uangnya akan menjadi Rp. 84,8 juta (jika didepositokan
ada peluang mendapatkan tambahan uang sebesar 4,8 juta yang merupakan opportunity cost). Sehingga
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Konsep Perhitungan Accounting Economic
Biaya Eksplisit (Aktual Rp. 70 juta (pembelian mobil) Rp. 70 juta (pembelian mobil)
dikeluarkan) Rp. 10 juta (perbaikan mobil) Rp. 10 juta (perbaikan mobil)
Rp. 4,8 juta (peluang
Biaya Implisit (Opportunity Cost) -
pendapatan jika didepositokan)
Total Biaya Rp. 80 juta Rp. 84,8 juta
Total pendapatan aktual di akhir
Rp. 92 juta (penjualan mobil) Rp. 92 juta (penjualan mobil)
tahun
Profit/Keuntungan Rp. 12 juta Rp. 7,2 juta

Dari sini terlihat bahwa accounting profit lebih tinggi dibandingkan economic profit. Konsep
economic profit diperlukan karena berguna dalam pengambilan keputusan. Misalnya, dalam contoh diatas
economic profit masih positif. Economic profit yang positif menunjukkan bahwa pilihan menjalankan jual beli
mobil memang merupakan opsi yang terbaik dibandingkan dengan mendepositokan uang di bank.
Bandingkan dengan jika suku bunga deposito, misalnya, mencapai 20 persen (hanya ilustrasi). Jika suku
bunga deposito adalah 20 persen per tahun, di akhir tahun uangnya akan menjadi Rp. 96 juta (ada peluang
mendapatkan uang sebesar Rp. 16 juta yang merupakan opportunity cost). Sehingga perhitungannya adalah
sebagai berikut:

Konsep Perhitungan Accounting Economic


Biaya Eksplisit (Aktual Rp. 70 juta (pembelian mobil) Rp. 70 juta (pembelian mobil)
dikeluarkan) Rp. 10 juta (perbaikan mobil) Rp. 10 juta (perbaikan mobil)
Rp. 16 juta (peluang
Biaya Implisit (Opportunity Cost) -
pendapatan jika didepositokan)
Total Biaya Rp. 80 juta Rp. 96 juta
Total pendapatan aktual di akhir
Rp. 92 juta (penjualan mobil) Rp. 92 juta (penjualan mobil)
tahun
Profit/Keuntungan Rp. 12 juta Minus/Rugi Rp. 4 juta

Ilustrasi diatas menunjukkan bahwa, jika seandainya suku bunga deposito naik menjadi 20 persen, maka
economic profit menjadi negatif. Hal ini menunjukkan bahwa jual beli mobil, meskupun memberikan
keuntungan secara akuntansi sebesar Rp. 12 juta, namun sebenarnya bukan merupakan alternatif terbaik
karena keuntungannya akan lebih besar jika kita tidak menggunakan uang tersebut untuk jual beli mobil,
melainkan digunakan untuk didepositokan.

Dalam pembahasan mengenai biaya dalam ekonomi, perlu dipahami bahwa setiap dibicarakan mengenai
biaya, maka biaya yang dimaksud disini adalah merupakan economic cost yang meliputi explicit cost dan implicit
cost (opportunity cost).

Biaya Tetap, Biaya Variabel, dan Biaya Total


Dalam jangka pendek, biaya produksi dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu: (1) biaya tetap (fixed
cost atau FC) dan (2) biaya variabel (variable cost atau VC). Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang
besarnya tidak tergantung pada jumlah produksi, sedangkan biaya variabel (variable cost) adalah biaya
yang besarnya tergantung pada tingkat produksi.

Untuk melihat perbedaan antara fixed cost dan variable cost perhatikan ilustrasi berikut.

Ilustrasi 1. Apabila anda mengoperasikan sebuah pabrik, semakin banyak barang yang akan
diproduksi, maka harus semakin banyak pula bahan baku yang digunakan, begitu juga dengan
tenaga kerja mungkin harus ditambah. Dengan demikian, biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
merupakan biaya variabel dalam mengoperasikan pabrik. Sedangkan, biaya pembelian/
pembangunan/sewa dan maintenance gedung atau pabrik dalam jangka pendek tidak berubah,
berapapun jumlah barang yang diproduksi (banyak ataupun sedikit). Bahkan meskipun tidak ada
ada kegiatan produksi (misal: pabrik libur) biaya sewa dan maintenance tetap harus dikeluarkan
untuk menjaga agar gedung atau pabrik tidak mengalami gangguan/kerusakan dan siap untuk
kegiatan produksi kembali. Anda harus tetap memanaskan gedung tersebut untuk menjaga agar
pipa-pipa tidak membeku pada musim dingin, harus tetap menjaga atap agar jangan bocor,
membayar penjaga untuk melindungi gedung itu dari gangguan pengacau, dan melakukan
pembayaran-pembayaran sewa guna (leasing).

Ilustrasi 2. Sebuah perusahaan konsultan kecil yang memperkerjakan beberapa ahli ekonomi,
pembantu riset, dan sekretaris. Perusahaan itu menyewa ruang di sebuah gedung perkantoran dan
menyewa selama lima tahun. Sewa atas ruang kantor dapat dianggap sebagai biaya tetap dalam
jangka pendek. Tagihan listrik dan pemanasan bulanan pada pokoknya juga tetap dalam jangka
pendek. Tagihan listrik dan pemanasan bulanan pada pokoknya juga tetap (meskipun jumlahnya
barangkali berubah-ubah sedikit dari satu bulan ke bulan yang lain). Demikian pula gaji staf
administrasi ringan. Pembayaran atas sejumlah peralatan modal mesin fotocopy besar dan
sistem pengolahan kata utama, misalnya dapat juga dianggap tetap. Perusahaan yang sama
memiliki pula biaya yang berubah-ubah mengikuti perubahan keluaran. Apabila ada banyak
pekerjaan, perusahaan itu akan memperkerjakan lebih banyak karyawan baik tingkat profesional
maupun tingkat pembantu riset. Modal yang digunakan oleh perusahaan konsultan itu dapat pula
berubah-ubah, bahkan dalam jangka pendek. Perusahaan dapat membeli bebrapa komputer
pribadi lagi atau tambahan terminal jaringan kerja bila perlu.

Dari ilustrasi diatas, terlihat bahwa dalam jangka pendek, semua perusahaan memiliki biaya yang harus
dikeluarkan terlepas dari apakah mereka berproduksi atau tidak. Kenyataannya, biaya tertentu harus
dibayar meskipun perusahaan itu berhenti berproduksi (artinya bahkan jika output sama dengan nol). Jenis
biaya itu disebut biaya tetap, dan perusahaan tidak dapat melakukan apapun dalam jangka pendek untuk
menghindari biaya tersebut atau mengubahnya (note: perlu diketahui bahwa pada mikroekonomi yang lebih
lanjut, akan dipelajari bahwa dalam jangka panjang, perusahaan tidak mempunyai biaya tetap, sebab perusahaan dapat
memperluas diri, menciutkan usaha, atau keluar dari industri tersebut). Selain biaya tetap, perusahaan juga benar-
benar mempunyai sejumlah biaya dalam jangka pendek yang tergantung pada tingkat keluaran yang telah
mereka pilih. Jenis biaya itu disebut biaya variabel. Biaya tetap dan biaya variabel secara bersama-sama
membentuk biaya total, dimana biaya total jangka pendek (total cost) sama dengan biaya tetap ditambah
biaya variabel.

Dengan demikian, konsep biaya diatas dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost = TFC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan kegiatan produksi, yang jumlahnya tidak berubah berapapun jumlah barang
yang diproduksi, bahkan apabila perusahaan tidak berproduksi (Q = 0). Contoh: biaya pembelian
mesin, membangun pabrik, dan sejenisnya
2. Biaya Variabel Total (Total Variable Cost = TVC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh faktor produksi yang sifatnya variabel. Contoh: upah tenaga kerja, biaya
pembelian bahan baku, dan sejenisnya
3. Sehingga, Biaya Total (Total Cost = TC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi suatu barang/jasa. Biaya total terdiri atas biaya tetap total (Total fixed cost = TFC)
dan (2) biaya variabel total (total variable cost = TVC).

TC = TFC + TVC
PENTING!

Dalam ekonomi, sering diasumsikan bahwa perusahaan menggunakan dua input saja yaitu tenaga kerja dan
modal (lihat pembahasan Bab 4). Kadang-kadang, dalam pembahasan di perkuliahan, sering juga
diasumsikan bahwa modal merupakan input tetap dan dengan demikian biaya modal menjadi biaya tetap
dalam jangka pendek sedangkan biaya tenaga kerja diasumsikan merupakan biaya variabel dalam jangka
pendek. Meskipun begitu, asumsi ini hanyalah penyederhanaan saja karena pada kenyataannya dalam
dunia nyata kita mengetahui (juga dari ilustrasi diatas) bahwa ada biaya modal yang merupakan variabel cost
(misalnya perusahaan menambah pembelian komputer seiring dengan bertambahnya karyawan dalam
perusahaan) dan juga ada biaya tenaga kerja yang merupakan fixed cost (jumlah dan biaya tenaga kerja tidak
dapat berubah secepat ilustrasi karena ada kontrak kerja yang berlaku sekalipun dalam jangka pendek)

Biaya Rata-Rata dan Biaya Marjinal


Dalam analisis biaya produksi, beberpa konsep lain yang perlu diperhatikan adalah: (1) biaya produksi
rata-rata (average cost atau AC) yang meliputi: (i) biaya total rata-rata (average total cost atau ATC atau
sering ditulis AC saja), (ii) biaya produksi tetap rata-rata (average fixed cost atau AFC), dan (iii) biaya
produksi variabel rata-rata (average variable cost atau AVC); serta (2) biaya produksi marjinal (marginal
cost atau MC), yaitu tambahan biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menambah satu unit
produksi. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Biaya Tetap Rata-Rata (Average Fixed Cost = AFC) merupakan biaya tetap total (TFC)
dibagi dengan jumlah produksi (Q)

2. Biaya Variabel Rata-Rata (Average Variable Cost = AVC) merupakan biaya variabel total
(TVC) dibagi dengan jumlah produksi (Q)

3. Biaya Total Rata-Rata (Average Total Cost = AC) adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk
memproduksi satu unit output. Besarnya biaya rata-rata adalah biaya total (TC) dibagi dengan
jumlah produksi (Q). Karena dalam jangka pendek TC = TFC + TVC maka biaya total rata-rata
(ATC) sama dengan biaya tetap rata-rata (AFC) ditambah dengan biaya variabel rata-rata (AVC).

4. Biaya Marjinal (Marginal Cost = MC) adalah tambahan total biaya produksi yang diperlukan
untuk menambah 1 unit produksi lagi. Sebagai contoh diumpamakan sebuah perusahaan
menghasilkan 1.000 unit keluaran per periode dan memutuskan untuk menaikkan tingkat
keluarannya menjadi 1.001. Menghasilkan satu unit ekstra akan meningkatkan biaya dan kenaikan
tersebut (artinya, biaya memproduksi unit yang ke 1001 itu) merupakan biaya marjinal.

Kurva Biaya Produksi


Konsep-konsep biaya yang sudah dibahas sebelumnya dapat digambarkan dalam suatu kurva biaya
produksi. Kurva biaya produksi adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara biaya produksi yang
digunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan. Pada umumnya biaya produksi ditunjukkan oleh
sumbu vertikal dan jumlah produk pada sumbu horizontal.

Sebagai contoh, untuk skedul TFC, TVC, TC< AFC, AVC, AC, dan MC hipotetis sebagai berikut:

Q TFC TVC TC AFC AVC AC MC


0 60 0 60 - - - -
1 60 30 90 60 30 90 30
2 60 40 100 30 20 50 10
3 60 45 105 20 15 35 5
4 60 55 115 15 13,75 28,75 10
5 60 75 135 12 15 27 20
6 60 120 180 10 20 30 45

Dapat terpola dalam kurva sebagai berikut:

200
TC
180

160

140
TVC
Biaya (COst)

120

100

80
TFC
60

40

20

0
0 1 2 3 4 5 6
Kuantitas Produksi (Q)
100

90

80

70
Biaya (Cost)

60

50
MC
40
AC
30
AVC
20
AFC
10

0
1 2 3 4 5 6
Kuantitas Produksi (Q)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa karakteristik dari masing-masing kurva adalah sebagai berikut:

a. Kurva TFC konstan tanpa menghiraukan tingkat output, sehingga kurva TFC sejajar dengan
sumbu horizontal
b. Kurva TVC bernilai nol bila output nol dan naik bila output naik. Sebelum the law of diminishing
return berlaku, TVC meningkat dengan tingkat yang menurun. Setelah the law of diminishing
return mulai berlaku, TVC meningkat dengan tingkat yang menaik. Hal ini membuat kurva TVS
cekung ke bawah sampai titik belok dan cekung keatas setelah itu
c. Karena kurva TC sama dengan TFC ditambah dengan TVC, kurva TC memiliki bentuk yang
persis sama dengan kurva TVC tetapi terletak diatasnya, sesuai dengan besaran TFC
d. Kurva AFC terus menurun, menunjukkan AFC makin menurun bila produksi ditambah. Namun
kurva AFC tidak pernah menyentuh sumbu horizontal (asimtotik) dan artinya nilai AFC tidak
pernah negatif
e. Kurva AVC dan AC berbentuk U (mula-mula menurun lalu naik). Pola ini berkaitan dengan
pergerakan kurva average product (AP). Jika diasumsikan bahwa tenaga kerja merupakan satu-
satunya input variabel dalam jangka pendek, maka TVC akan sama dengan upah tenaga kerja (PL)
dikalikan dengan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan (L). Dengan demikian maka:

( )( )

Dengan asumsi upah tenaga kerja konstan dan sesuai dengan pemahaman pada bab sebelumnya
bahwa AP biasanya naik, mencapai maksimum dan kemudian turun, maka kurva AVC (dan AC)
awalnya menurun, mencapai minimum dan kemudian naik. Kurva AVC merupakan kebalikan dari
kurva AP.

Selain itu, Karena AC sama dengan AVC ditambah AFC, hal ini mengakibatkan jarak vertikal
antara kurva AC dan AVC menurun (AVC terus mendekati kurva AC seiring dengan peningkatan
jumlah produksi karena semakin mengecilnya AFC).
f. Bentuk kurva MC menurun kemudian naik, terkait dengan the law of diminishing return. Perhatikan
identitas berikut (ingat asumsi bahwa upah tenaga kerja PL konstan):

[( )( )]
( ) ( )

Karena kita telah mengetahui dari bab sebelumnya bahwa kurva MP mula-mula naik, mencapai
maksimum, dan kemudian turun karena the law of diminishing returns maka kurva MC mula-mula
turun, mencapai minimum, dan kemudian naik. Jadi kurva MC merupakan kebalikan dari kurva MP.
g. Kurva MC memotong kurva AC dan AVC di titik terendah kurva AC dan AVC. Hal ini
dikarenakan hubungan antara pertambahan (marginal) dan rata-rata. Jika pertambahan dibawah
rata-rata, maka rata-rata akan menurun, sedangkan jika pertambahan diatas rata-rata maka rata-
rata akan naik, sehingga kurva MC memotong AC dan AVC di titik terendah AC dan AVC.

Pertanyaan Diskusi

1. Berikan contoh apa sajakah komponen biaya implisit yang ditanggung pengusaha dalam
mengoperasikan perusahaannya! Bagaimana biaya implisit ini diperkirakan? Mengapa biaya ini
harus dimasukkan sebagai bagian dari biaya produksi?
2. Menurut Anda, apakah economic profit akan selalu lebih besar dibandingkan accounting profit?
3. Perhatikan tabel di bawah ini:

Q TFC TVC TC
0 120 0 120
1 120 60 180
2 120 80 200
3 120 90 210
4 120 105 225
5 120 140 260
6 120 210 330

(d) Carilah skedul AFC, AVC, AC, dan MC dari tabel diatas
(e) Gambarlah skedul TFC, TVC dan TC pada seperangkat sumbu yang sama, serta skedul AFC,
AVC, AC, dan MC pada seperangkat sumbu
(f) Jelaskan alasan bagi bentuk-bentuk kurva tersebut

Anda mungkin juga menyukai