Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009).
Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat
menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal
lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan
herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia
65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun
(Vaughan & Asbury, 2007).
Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat mengakibatkan
kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling
utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta
orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey
kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.
Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Akan tetapi, ada
banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah
paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, paparan dengan radikal bebas,
merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi,
trauma, infeksi, penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus, genetik dan myopia.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan gangguan
sistem penginderaan katarak

2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan katarak dari aspek bio, psikososial,
dan spiritual.
b. Dapat merumuskan diagnosis keperawatan dan menentukan prioritas masalah pada klein dengan
gangguan katarak.
c. Merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosis keperawatan serta dapat melaksanakan
tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan katarak.
d. Dapat mengevaluasi hasil akhir terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan pada klien
dengan gangguan katarak.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi institusi rumah sakit
Memberikan informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien gangguan katarak,
sehingga dapat membantu meningkatkan pelayanan rumah sakit.
2. Bagi institusi pendidikan
Dapat menambah masukan dan merupakan sumber informasi nyata tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan katarak dilahan pratek. Sehingga dapat mendorong
kearah peningkatan kualitas ahli madya keperawatan yang akan dihasilkan.
3. Bagi institusi keperawatan
Diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan katarak dan pendokumentasiannya, sehingga pada gilirannya
mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan lensa), denaturasi lensa atau dapat juga akibat dari kedua keduanya yang
biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer. 2000).
Menurut prof. Dr. Sidarta ilyas, DSM. Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata
yang biasanya jernih dan bersih menjadi keruh. Sedangkan menurut Daniel G. Vaughman, katarak
adalah kekeruhan lensa.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian katarak adalah kekeruhan lensa atau mengubah
gambaran yang diproyeksikan pada retina.

2. Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak dapat menderita katarak yang biasanya
merupakan penyakit yang diturunkan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak
kongenital. Penyebab katarak lainnya adalah:
a. Faktor keturunan
b. Cacat bawaan sejak lahir
c. Masalah kesehatan, khususnya steroid
d. Gangguan metabolisme seperti DM
e. Gangguan pertumbuhan
f. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam jangka waktu lama
g. Rokok dan alkohol
h. Trauma pada mata; dan faktor lain yang belum diketahui

3. Manifestasi klinis
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam penglihatan secara progresif (seperti rabun
jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakaan melihat asam dan pupil akan tampak benar
benar putih. Sehingga reflek cahaya pada mata menjadi negative (-).
Bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa glukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak, meliputi:
a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghilangi objek
b. Peka terhadap sinar dan cahaya
c. Dapat melihat double pada satu mata
d. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
e. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
f. Penglihatan buram atau berkabut, bahkan sampai tidak bisa melihat
g. Penglihatan semakin buram pada sore hari

4. Klasifikasi
Katarak dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah keekeruhan lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa. Kekeruhan
sudah terlihat pada waktu bayi lahir. Dan sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita rubella, DM, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, galaktosemia.
b. Katarak proses degeneratif
a. Katarak primer menurut umur ada 3 golongan :
1) Katarak juvenilis (umur < 20 tahun)
2) Katarak presenilis (umur 20 50 tahun)
3) Katarak senilis (umur > 50 tahun)

Katarak primer, dibagi menjadi 4 stadium yaitu:


1) Stadium insipien
Katarak stadium dini, visus belum terganggu, kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer
berupa bercak seperti jari jari roda.
2) Stadium immature
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa, terjadi hidrasi korteks yang menyebabkan lensa
konvek sehingga indeks refraksi berubah dan mata menjadi miopia (intumesensi). Konveksnya
lensa mendorong iris kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi sempit dan
menimbulkan komplikasi glukoma.
3) Stadium matur
Terjadi pengeluaran air sehingga lensa berukuran normal kembali, lensa telah keruh seluruhnya
sehingga semua sinar yang masuk pupil dipantulkan kembali, di pupil tampak lensa seperti mutiara.
4) Stadium dismatur
Korteks lensa yang seperti bubur mencair, sehingga nukleus lensa turun karena daya beratnya.
Memulai pupil nukleus kelihatan sebagai setengah lingkaran dibagian bawah dengan warna berbeda
dari yang diatasnya yaitu kecoklatan. Terjadi kerusakan kapsul lensa yang lebih permeable sehingga
isi korteks dapat keluar dan lensa menjadi kempis.
b. Katarak komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder/komplikasi dari penyakit lain seperti : gangguan okuler (retinitis
pigmentosa, glukoma, ablasio retina, uveitis, myopia maligna penny), sistemik (DM, hipoparatiroid,
sindrom down mongoloid, dermatitis atopik) trauma (trauma tumpul, pukulan, benda asing dalam
mata, sinar x, radioaktif, toksis kimia dan merokok, minuman keras meningkatkan risiko
berkembangnya katarak.

5. Patofisiologi
Lensa mata yang normal maka akan transparan dan mengandung banyak air, sehingga
cahaya dapat menembusnya dengan mudah. Tapi setelah mengalami gangguan maka lensa akan
mengalami kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomaligeometri. Pada orang yang mengalami lensa
katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan poliferasi dan kerusakan
kontinuitas normal serat serat lensa. Secara umum lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan
katarak.
Katarak immature (insipien) hanya sedikit opal. Katarak mature yang keruh total mengalami
sedikit edema. Apabila kandungan air maksimum dan kapsul lensa terekam katarak disebut
mengalami intumesensi (membengkak)
Katarak hipermature. Air telah keluar dari lensa dan meninggalkan lensa yang sangat keruh,
relative mengalami dehidrasi dengan kapsul berkeriput.
Secara kimiawi pembentukan karatak dapat disebabkan oleh penurunan penyerapan oksigen
dan mula mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan
kalsium meningkat, kandungan kalium, asam askorbat dan protein berkurang. Pada lensa yang
mengalami katarak juga tidak ditemukan glutation.
Peningkatan kandungan air akan mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar.
Protein yang berkurang dapat merusak dan menggumpal sehingga membentuk endapan yang
menghalangi masuknya cahaya ke retina mata.

6. Pathway

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Retrometri : Tes yang dilakukan untuk mengetahui apakah penglihatan yang turun itu disebabkan
katarak atau tidak.
b. Keratometri
c. Pemeriksaan lampu slit
d. Oftalmoskopis : dengan melihat refleks merah di dalam manik mata atau pupil. Apabila tidak ada
katarak maka akan terlihat reflek merah pada pupil yang merupakan reflek retina yang terlihat
melalui pupil. Bila terdapat katarak atau kekeruhan padat pada pupil maka refleks merah ini tidak
akan terlihat.
e. A-scan ultrasound (Echography)
f. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi dan implantasi.

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Solusi untuk menyelamatkan penyakit katarak secara medis umumnya dengan jalan operasi.
Penilaian bedah didasarkan pada lokasi, ukuran dan kepadatan katarak. Katarak akan dibedah bila
sudah terlalu luas mengenai bagian dari lensa mata atau katarak total. Lapisan mata diangkat dan
diganti lensa buatan (lensa intraokuler). Pembedahan katarak bertujuan untuk mengeluarkan lensa
yang keruh. Lensa dapat dikeluarkkan dengan pinset atau batang kecil yang dibekukan. Kadang
kadang dilakukan dengan menghancurkan lensa dan menghisap keluar. Adapun teknik yang
digunakan pada operasi katarak adalah:
1) Fakoemulsifikasi
Merupakan teknologi terkini, hanya dengan melakukan sayatan (3mm) pada kornea. Getaran
ultrasonic pada alat fakoemulsifikasi digunakan untuk mengambil lensa yang mengalami katarak.
Lalu kemudian diganti dengan lensa tanam permanent yang dapat dilipat. Luka hasil sayatan pada
kornea kadang tidak memerlukan penjahitan, sehingga pemulihan segera dapat dirasakan. Teknik
fakoemulsifikasi memakan waktu 20-30 menit dan hanya memerlukan pembiusan topikal atau tetes
mata selama operasi.
2) Ekstra kapsuler
Dengan ini diperlukan sayatan kornea lebih panjang, agar dapat mengeluarkan inti lensa secara
utuh, kemudian sisa lensa dilakukan aspirasi. Lensa mata yang telah diambil digantikan dengan
lensa tanam permanent. Diakhiri dengan menutup luka dengan beberapa jahitan.
a) Ekstra capsular catarak ekstrakte (ECCE)
Korteks dan nukleus diangkat, kapsul posterior ditinggalkan untuk mencegah prolaps viterus,
melindungi retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk implantasi lensa
intraokuler.
b) Intra capsular catarak ekstraktie (ICCE)
Lensa diangkat seluruhnya, keuntungannya prosedur mudah dilakukan dan kerugiannya mata
berisiko mengalami retinal detachment (lepasnya retina)
b. Pelaksanaan terapi
Obat tetes mata dapat digunakan sebagai terapi pengobatan. Ini dapat diberikan pada pasien
dengan katarak yang belum begitu parah. Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang
bertanggung jawab terdapat penyembuhan penyakit katarak adalah saponin. Saponin ini memiliki
efek meningkatkan aktivitas proteasome yaitu protein yang mampu mendegenerasi berbagai jenis
protein menjadi polipeptida pendek dan asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein keluar
dari mata berupa cairan kental warna putih kekuningan. Dan saran untuk mencegah penyakit
katarak dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi buah buahan yang banyak mengandung vitamin
C, vitamin A, dan vitamin E.

9. Pengkajian
a. Anamnesa
Yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah:
1) Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung,
tempat tinggal sebagai gambaran kondisi sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga dan
keterangan lain mengenai identitas pasien.
2) Riwayat identitas pasien
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
a) Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejela utama katarak)
b) Mata tidak merasa sakit, gatal, dan merah
c) Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
d) Perubahan daya lihat warna
e) Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata
f) Sering meminta ganti resep kacamata
g) Lihat ganda; baik melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia)
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien : Diabetes Melitus, hipertensi,
pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya memicu resiko katarak. Kaji
gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endoksin dan diabetes,
serta riwayat terpajang radiasi, steroid/ toksisitas fenotiazin.

4) Riwayat kesehatan keluarga


Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan vaskuler, kaji riwayat stres.
b. Pemeriksaan fisik
1) Ketajaman penglihatan
Cara termudah mengkaji penglihatan jarak dekat dalah meminta klien membaca materi yang
dicetak dibawah pencahayaan yang adekuat. Jika klien memakai kacamata, kacamata dipakai saat
pemeriksaan. Pemeriksaan penglihatan jarak jauh dengan menggunakan shellen chart. Klien diminta
duduk atau berdiri 6,1m dari snellen chart untuk membaca semua huruf dimulai dari garis mana saja.
Pertama skor ketajaman penglihatan dicatat untuk setiap mata dan kedua mata. Mata normal dapat
membaca dengan penbandingan 20/20.
2) Gerakan ekstraokuler
Meminta klien untuk menatap ke kiri dan ke kanan, atau minta klien duduk dan perawat
mengangkat jari pada jarak (15 30cm) lalu pasien mengikuti gerakan jari hanya dengan mata
3) Lapang pandang
Pada saat seorang memandang lurus kedepan, semua benda dibagian tepi normalnya dapat
terlihat tanpa mata bergerak mengikuti benda (pandangan lurus)
4) Struktur mata ekstre
a) Posisi dan kesejajaran mata
Adakah benjolan (eksoftalamus) dan Tumor atau inflamasi
b) Alis
Simetris dan distribusi rambut
c) Kelopak mata
Posisi, warna, kondisi permukaan, kondisi dan arah bulu mata, kemampuan klien untuk membuka,
menutup dan berkedip.
d) Aparatus laktrimal
Inspeksi : adanya edema atau kemerahan dan palpasi : normalnya tidak teraba
e) Konjungtiva kemerahan dan sklera putih
f) Pupil : normal hitam, bulat, regular, sama ukurannya. Iris : jernih. Perrla (pupil sama bulat, reaktif
terhadap cahaya dan akomodasi)
5) Struktur interna mata
Bagian interna mata tidak dapat diobservasi tanpa bantuan alat untuk menerangi struktur -
strukturnya yaitu oftalmoskop, digunakan untuk menginspeksi fundus yang mencakup retina, koroid,
discus saraf optikus, macula, fovea sentralis dan pembuluh retina.

10. Diagnosa Keperawatan


Pre Operasi
1. Kecemasan (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori.
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik
2. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan (ketidakmampuan dalam
memodifikasi pencahayaan)

11. Intervensi Keperawatan


Pre Operasi
No.
Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan NIC: Anxiety
tindakan keperawatan Reduction
selama ...x24 jam,
1. Gunakan 1. Mengetahui
diharapkan klien tidak pendekatan yang kecemasan yang
mengalami ansites. menenangkan dialami pasien
Kriteria hasil: 2. Jelaskan semua 2. Mengurangi
1. Melaporkan intensitas prosedur & apa rasa kecemasan
kecemasan yang dirasakan pasien
2. Melaporkan tidak selama prosedur 3. mengurangi rasa
adanya gangguan 3. Berikan obat untuk kecemasan
persepsi sensori mengurangi rasa pasien
3. Menggunakan strategi kecemasan 4. memberi
koping effektif 4. Temani pasien motivasi/mengur
untuk memberikan angi rasa
keamanan dan kecemasan yang
mengurangi takut dialami pasien
5. Dorong pasien 5. mengetahui
untuk seberapa pasien
mengungkapkan takut
perasaan,
ketidaktakutan,
persepsi
2. Setelah dilakukan
1. Tentukan
1. Mengetahui
tindakan keperawatan ketajaman proses
selama ..x24 jam, penglihatan penyemuhan
diharapkan operasi
penglihatan normal.
2. Perhatikan tentang
2. Mengetahui
Kriteria hasil: penglihatan kabur keberhasilan
1. Berpartisipasi dalam
3. Letakkan barang operasi
program pengobatan yang dibutuhkan
2. Mempertahankan 3. Memudahkan
ketajaman penglihatan pasien
mengambil
barang yang
diperlukan
3. Setelah dilakukan NIC: Teaching:
tindakan keperawatan Disease Process
selama ...x24 jam,
1. Berikan penilaian
1. Meningkatkan
diharapkan tentang tingkat pengetahuan
pengetahuan pengetahuan pasien pasien dan
meningkat. Kriteria tentang proses keluarga pasien
Hasil: penyakit 2. Meningkatkan
1. Mendeskripsikan
2. Gambaran proses pengetahuan
faktor penyebab penyakit dengan pasien dan
2. Mendeskripsikan cara yang tepat keluarga pasien
faktor risiko 3. Meningkatkan
3. Mendeskripsikan pengetahuan
proses penyakit 3. Gambaran tanda pasien dan
dan gejala yang keluarga pasien
biasa muncul
4. Memberi
penyakit, dengan kesempatan
cara yang tepat pasien atau
4. Diskusikan pilihan keluarga pasien
terapi atau untuk memilih
penanganan

Post Operasi
No.
Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Dx
1. Setelah dilakukan NIC: Paint
tindakan keperawatan Managemen
selama ...x24 jam,
1. Lakukan
1. Mengurangi
diharapkan nyeri pengkajian secara nyeri yang
dapat teratasi . komprehensif sedang dialami
Kriteria Hasil: pasien
1. Melaporkan adanya
2. Observasi reaksi
2. Mengetahui
nyeri nonverbal dari nyeri yang
2. Frekuensi nyeri ketidaknyamanan dialami pasien
3. Ekspresi nyeri pada
3. Tingkatkan
3. Mengurangi/
wajah istirahat mengalihkan
perhatian lewat
tidur
4. Ajarkan tentang
4. Agar pasien
teknik non mengetahui
farmakologis mengurangi
nyeri tanpa obat
5. Mengurangi
5. Berikan analgetik nyeri
2. Setelah dilakukan NIC: Infection
tindakan keperawatan Control
selama ...x24jam,
1. Membatasi
1. Mengurangi
diharapkan terbebas pengunjung adanya infeksi
dari risiko terhadap dari luar
cedera. Kriteria Hasil: 2. Mengurangi
1. pengetahuan tentang
2. Menyediakan resiko infeksi
risiko tempat tidur yang
2. menghindari paparan nyaman dan bersih
yang yang bisa
3. Menganjurkan
3. Agar pasien
mengancam kesehatan keluarga untuk terkontor
menemani pasien kebersihannya
4. Memberikan
4. Memberikan
penerangan yang kenyamanan
cukup pasien
5. Menghindari
5. Mengurangi
lingkungan yang risiko infeksi
berbahaya pada pasien

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
I. Identitas Klien
Pasien bernama Tn.K berumur 76 tahun, berjenis kelamin laki laki, bertempat tinggal di Piasa
Kulon, pasien sudah menikah, beragama islam. Pasien merupakan suku jawa, pendidikan terakhir
pasien SD, pasien tidak bekerja dan seharian hanya dirumah. Pasien masuk rumah sakit tanggal 24
Februari 2014. Pengkajian pada pasien di lakukan pada tanggal 24 Februari 2014, sumber informasi
di dapat dari pasien dan keluarga pasien secara langsung melalui wawancara.

II. Riwayat Penyakit


Pada saat masuk rumah sakit pasien mengatakan keluhan utama yang paling dirasakan adalah
nyeri setelah dioperasi. Pasien mengatakan awalnya periksa di puskesmas dengan keluhan
pandangan mata menjadi kabur dan ada bercak putih di matanya. pasien disarankan untuk periksa di
poli mata RSUD Banyumas tanggal 4 Februari 2014. Dilakukan pemeriksaan cek darah lengkap dan
gula darah sewaktu. Dengan hasil GDS 129 mg/dl. Pasien dioperasi dan rawat inap pada tanggal 24
februari 2014.

III. Pengkajian Saat Ini


Persepsi dan pemeliharaan pasien terhadap kesehatan Pasien mengatakan kesehatan itu penting,
bila pasien sakit maka pasien meminum obat yang dibelinya di warung atau apotik.
Pola nutrisi metabolic makan/nutrisi dan cairan. Pasien mengatakan sebelum sakit pasien
berselera makan, makan 3x sehari, sebanyak 1 porsi dan jenis makanan nasi dan lauk pauk. Selama
sakit nafsu makan pasien berselera makan, sehari makan 3x sehari, habis 1 porsi dan jenis makanan
nasi dan lauk pauk.
Intake cairan, Pasien mengatakan sebelum sakit minum 8 gelas sehari berupa air putih, teh, dan
kopi. Selama sakit minum 8 gelas sehari berupa air putih.
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB lancar 1x sehari, BAB lancar dan konsistensinya lembek.
Selama sakit BAB lancar 1x sehari, BAB lancar dan konsistensinya lembek.
Pasien mengatakan sebelum sakit BAK lancar 5 6x sehari, jumlah normal seperti biasanya,
warna kuning, bau khas amoniak dan tidak sakit saat buang air kecil. Selama sakit BAK 5 6x
sehari, warna kuning biasa, jumlah normal seperti biasa, bau khas amoniak dan tidak sakit saat
buang air kecil.
Pasien mengatakan Pola aktivitas dan latihan seperti makan, minum, mandi, toileting, berpindah
dan berpakaian dilakukan secara mandiri.
Pola tidur dan istirahat sebelum sakit pasien mengatakan tidurnya nyenyak, tidak ada gangguan
tidur, tidur selama 6-8 jam sehari tidur siang jarang. Selama sakit sakit pasien mengatakan tidurnya
tidak nyenyak, sebentar bentar bangun.
Pola persepsual (penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi) Sebelum sakit pasien
mengatakan semua indra pendengaran, pengecap, dan sensasi berfungsi dengan baik. namun indra
penglihatan tidak berfungs dengan baik karena ada bintik putih seperti kaca susu.
Pola persepsi diri (pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri) Sebelum sakit
pasien mengatakan tidak mencemaskan keadaannya, semua penyakit pasti ada obatnya, dan percaya
bahwa tuhan memberikan yang terbaik kepada hambanya. Selama sakit pasien mengatakan tidak
mencemaskan penyakitnya dia pasrah pada Allah SWT, dan pasien yakin bahwa ia akan sembuh
dari sakitnya.
Pola seksualitas dan reproduksi pasien mengatakan berjenis kelamin laki laki.
Pola peran hubungan, pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya dan tetangganya baik.
Pola management koping dan stress pasien, pasien mengatakan bila ada masalah selalu
dikomunikasikan dengan keponakannya
System nilai dan keyakinan pasien, pasien mengatakan beragama islam.

IV. Pemeriksaan Fisik


Kesadaran pasien Compos Mentis , Tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 x/m, Respirasi 20
x/m, Suhu 360 C, Bentuk kepala pasien mesochepal, rambutnya berwarna beruban dan lurus
kondisi kepala kotor. Kondisi sebelum dioperasi ada bintik putih seperti kaca susu, bentuk mata
kanan dan kiri simetris. Pemeriksaan mata secara sederhana mata kanan pasien tidak dapat melihat
jelas/kabur. setelah di operasi dilakukan pemeriksaan mata, pasien hanya dapat menghitung jari
dengan jarak 30cm. mata kanan terdapat oedem palpebral, mata tampak merah terdapat jahitan
halus pada kornea jahitan sebanyak 5 simpul dan mata kanan tertutup kasa steril.
Hidung kondisinya bersih, bentuknya simetris, tidak menggunakan cuping hidung ketika
bernafas dan tidak ada polip. Bentuk telinga simetris antara telinga kanan dan kiri, tidak ada
serumen. Tidak terdapat pembesaran tiroid pada leher.
Pemeriksaan Thorax meliputi payudara, jantung dan paru. Hasil pemeriksaan fisik payudara
tidak di temukannya benjolan yang abnormal dan bentuknya simetris antara payudara kanan dan
kiri. Untuk pemeriksaan fisik dada terdapat pemeriksaan paru dan jantung, yang meliputi empat
cara yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan fisik paru dengan cara inspeksi menujukan bentuk dada simetri. Palpasi diafragma
sama antara kanan dan kiri, vocal fermitus sama antara kanan dan kiri. Auskultasi vesikuler. Dan
perkusi terdengar sonor.
Pemeriksaan fisik jantung dengan cara inspeksi menunjukan hasil denyut jantung tidak terlihat,
tidak ada jejas. palpasi denyut jantung teraba/tidak ada pembesaran jantung. perkusi terdapat bunyi
pekak, auskultasi tidak terdpat bunyi murmur dan gallop.
Pemeriksaan fisik abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Inspeksi
menunjukan tidak ada jejas atau pembesaran abdomen. Auskultasi menunjukan terdengar bunyi
bising usus 8 x/m. Perkusi terdengar bunyi suara tympani, dan palpasi terdapat nyeri tekan dan
nyeri lepas.
Pemeriksaan fisik Genetalia bersih, berjenis kelamin laki laki , tidak terpasang kateter.
Ekstermitas atas terpasang infuse RL 20 tpm di tangan kiri, ekstremmitas bawah tidak terdapat
udema.

V. Program Terapi
1. Cefadroxil : 2 x 500mg tablet
2. Dexamethasone :220
3. Natrium Diclofenac : 2x1 tablet

VI. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium darah/hematologi menunjukan beberapa komponen darah tidak
normal diantaranya kadar neutrofil 7.67%, monosit .866%, hematokrit 36.4%, MCV 80.9fL, MCHC
36.1 g/d, RDW 11.3%, PLT 403 10e3/UL, MPV 5.01fL.

A. Analisa Data
No Symtomp Etiology Problem
1DS : Pasien mengatakan nyeri di Agen Injury Fisik Nyeri Akut
mata kanan
DO :
- Tampak menahan nyeri
- P: disebabkan oleh operasi,
Q: tertusuk tusuk, R: mata
kanan, S: 4, dan T: hilang
timbul

2DS: Pasien mengatakan nyeri Insisi Pembedahan Risiko


pada area mata kanan Infeksi
DO : mata pasien tampak merah
saat balutan di lepas, mata
tampak merah terdapat
jahitan halus pada kornea
jahitan sebanyak 5 simpul
dan Hasil Darah Lengkap
leukosit 9,92

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik ditandai dengan
DS : Pasien mengatakan nyeri di area luka operasi
DO : Tampak menahan nyeri, P: disebabkan oleh operasi, Q: tertusuk tusuk, R: mata kanan,
S: 4, dan T: hilang timbul
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan ditandai dengan
DS: Pasien mengatakan nyeri pada area mata kanan
DO : mata pasien tampak merah saat balutan di lepas

C. Focus Intervensi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri teratasi. Kriteria hasil:
Indikator IR ER
Melaporkan adanya nyeri 4 5
Frekuensi nyeri 4 5
Ekspresi nyeri pada wajah 4 5

Intervesi :
a. Lakukan pengkajian secara komprehensif
Rasional : Mengurangi nyeri yang sedang dialami pasien
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional : Mengetahui nyeri yang dialami pasien
c. Tingkatkan istirahat
Rasional : Mengurangi/mengalihkan perhatian lewat tidur
d. Ajarkan tentang teknik non farmakologis
Rasional : Agar pasien mengetahui mengurangi nyeri tanpa obat
e. Berikan analgetik
Rasional : Mengurangi nyeri
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan infeksi tidak terjadi. Kriteria
Hasil :
Indikator IR ER
Pengetahuan tentang risiko 4 5
Memonitor faktor risiko dari perilaku personal 4 5
Memonitor faktor risiko dari lingkungan 4 5

Intervensi
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Rasional : Mencegah terjadinya risiko infeksi
b. Batasi pengunjung bila perlu
Rasional : Mencegah terjadinya risiko infeksi
c. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional : Mencegah terjadinya risiko infeksi
d. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Rasional : Mencegah terjadinya risiko infeksi
e. Cuci tngan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Rasional : Mencegah terjadinya risiko infeksi

D. Implementasi
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Senin, 24 Februari 2014
Pukul 16:00WIB : Mengkaji nyeri secara komprehensif
Respon Ds : Pasien mengatakan nyeri diarea luka operasi
Do : P : disebabkan oleh operasi,
Q: nyeri seperti tertusuk tusuk,
R: mata kanan,
S: 3, dan
T : hilang timbul
Pukul 17:00WIB : Mengobservasi nyeri dari ketidaknyamanan
Respon Ds : Pasien mengatakan sudah tidak begitu nyeri
Do : Tampak rileks

Selasa, 25 Februari 2014


Pukul 14:00WIB : Mengobservasi nyeri dari ketidaknyamanan
Respon Ds :-
Do : Tampak rileks
Pukul 14:20 WIB : Melakukan / mengkaji nyeri secara komprehensif
Respon Ds :-
Do : P : disebabkan oleh operasi,
Q: nyeri seperti tertusuk tusuk,
R: mata kanan,
S: 1, dan
T : hilang timbul

b. Risiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan


Senin, 24 Februari 2014
Pukul 18:00 WIB : Membatasi pengunjung
Respon Ds :-
Do : Pasien tampak rileks

E. Evaluasi
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Senin, 24/2/2014
S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
O : P : disebabkan oleh operasi
Q : nyeri seperti tertusuk tusuk
R : mata kanan
S:2
T : hilang timbul
A : Masalah nyeri belum teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan adanya nyeri 4 5
Frekuensi nyeri 4 5
Ekspresi nyeri pada wajah 4 5
P : Lanjutkan intervensi no. 1 dan 2
Selasa, 25/2/2014
S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
O : P : disebabkan oleh operasi
Q : nyeri seperti tertusuk tusuk
R : mata kanan
S:1
T : hilang timbul
A : Masalah nyeri teratasi
Indikator IR ER
Melaporkan adanya nyeri 5 5
Frekuensi nyeri 5 5
Ekspresi nyeri pada wajah 5 5
P : Hentikan intervensi. Pasien boleh pulang atas ijin dokter.
b. Risiko Infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
Senin, 24 Februari 2014
S : Pasien mengatakan merasa rileks
O : Terdapat balutan luka
A : masalah resiko infeksi teratasi
Indikator IR ER
Pengetahuan tentang risiko 5 5
Memonitor faktor risiko dari perilaku personal 5 5
Memonitor faktor risiko dari lingkungan 5 5
P : Hentikan intervensi. Pasien boleh pulang atas ijin dokter.

F. DISCHARGE PLANNING
1. Menjelaskan apa saja yang harus diperhatikan setelah operasi
a. Tidak diperbolehkan memakai baju kaos sampai pemeriksaan ke dua post operative (selama satu
minggu).
b. Jauhkan mata Anda dari asap pembakaran sampah.
c. Jangan menggosok mata/mencuci muka/menyentuh mata selama satu minggu.
d. Tidak diperbolehkan mengangkat beban yang bobotnya lebih dari 5 kg dan melakukan gerakan
yang berupa hentakan.
e. Tidak diperbolehkan menaiki kendaraan terbuka / angin kencang (sepeda motor, becak atau angkot
yang terbuka) selama satu minggu.
f. Jika keluar rumah gunakan kacamata yang telah diberikan
g. Tidak diperbolehkan menaiki kendaraan terbuka / angin kencang (sepeda motor, becak atau angkot
yang terbuka) selama satu minggu.
h. Tetap memakai kacamata di malam hari dan dop penutup mata sewaktu tidur selama 1 minggu
i. Kalau mata terasa sakit boleh diberikan obat mata (satu tetes saja)
j. Tidak diperkenankan menggunakan make up
k. Tidak ada larangan untuk membaca, menonton televisi atau membungkuk.
l. Tidak ada larangan atau pantangan makan yang berhubungan dengan post operative katarak,
Kecuali larangan dari Dokter Spesialis lain.
m. Pasien diperbolehkan mandi dari leher kebawah.
2. Melakukan ganti balut dilakukan di klinik sekitar rumah. Balutan di ganti 2 hari sekali.
3. Gunakan obat yang sudah diresepkan dokter
a. Obat tambahan Tobroson 6 x sehari (setiap 3 jam )
b. Cefadroxil 2 x sehari, dexamethasone 2 2 0, dan Natrium diclofenac 2 x sehari.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Setelah penulis melakukan pengkajian terhadap pasien dan pemeriksaan fisik head to toe
terhadap pasien hampir semua hasil pengkajian yang penulis lakukan terhadap pasien dengan
gangguan penglihatan seperti katarak mendukung teori yang di kemukakan. Penulis melakukan
asuhan keperawatan selama 2 hari. Penulis akan membahas masalah keperawatan yang muncul
selama pemberian asuhan keperawatan. Pengumpulan data pada saat pengkajian Pasien baik
subyektif atau obyektif pada gangguan sistem penginderaan katarak.
Dalam penulisan teori dan kasus saling mendukung. Namun ada juga yang tidak sesuai
dengan teori, yaitu diagnosa kecemasan. Pasien yang akan dioperasi terlihat rilek, tidak terlihat
cemas. Mungkin kecemasan orang berbeda - beda ini yang membuat diagnosa kecemasan ada yang
dimunculkan dan ada yang tidak dimunculkan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnose keperawatan yang ditemukan pada kasus yang sesuai dengan teori
Adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
2. Diagnose keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus nyata tetapi ada di konsep teori adalah
kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi.

BAB V
PENUTUP

A. Kekuatan dan kelemahan saat pengelolaan kasus


Kekuatan selama penulis melakukan pengelolaan kasus adalah observasi secara obyektif atau
tanda-tanda yang dapat di observasi dengan cara melihat dan melakukan pemeriksaan pada pasien
lebih mudah di kenali dan lebih mudah di observasi. Diantara tanda-tanda yang mudah di observasi
tanda-tanda vital pasien dan pemeriksaan mata

Kelemahan selama penulis melakukan pengelolaan kasus adalah mendapatkan data-data


subyektif secara langsung melalui wawancara terhadap pasien. Hal ini terkendala karena pasien
kesulitan berkomunikasi dengan bahasa indonesia, sehingga menyulitkan penulis untuk
mendapatkan data yang lengkap. Terutama data mengenai apa yang pasien rasakan dan alami
selama sakit. Meskipun data juga di dapatkan dari keluarga pasien namun data yang berhubungan
langsung dengan pasien tidak bisa di dapatkan dari orang lain.

B. Saran
Saran penulis tunjukan kepada pihak rumah sakit, perawat, teman sejawat dan profesi untuk
bersikap ramah dan tersenyum kepada pasien dan keluarga pasien. Sikap ramah dan tersenyum yang
di tujukan para tenaga medis di rumah sakit terhadap pasien dan keluarga ketika memberikan
pelayanan dapat memberikan motivasi dan perasaan tenang pada pasien dalam menghadapi
penyakitnya. Bentuk pelayanan ini memotivasi pasien untuk cepat sembuh dari sakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Doengeos.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Ilyas, Sidarta, dkk.2002. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Agung Seto
Ilyas, Sidarta. 1997. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Potter & Perry.2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Vaughan, Daniel G,dkk. 2000. Oftalmogis Umum. Jakarta : Widya Medika
Nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35543-kepsensoridanpersepsi
askepkatarak.html dikutip 25 Februari 2014 pukul 12:17 WIB

Diposkan oleh Rahayu Wijayanti di 02.35


Kiri

Askep Pre dan Post Op Katarak


in Keperawatan Medical Bedah - on 11:16 - No comments
A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Katarak adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan seperti Kristal, jernih.

Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari penuaan namun dapat saja terjadi saat lahir. Katarak juga

dapat berkaitan dengan trauma tumpul atau penetrasi, penggunaan kortikostiroid jangka panjang,

penyakit sistemik seperti diabetes militus, hipoparatiroidisme, pemajanan terhadap radiasi,

pemajanan terhadap cahaya yang terang atau cahaya matahari yang lama (cahaya ultraviolet), atau

kelainan mata lainnya. ( Baughman, 2000, hal 319)

Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh atau berwarna

putih abu abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak terjadi apa bila protein pada lensa

yang secara normal transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, 2009. Hal 38)

Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih, biasanya terjadi akibat proses

penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran yang disebut katarak kongenital dapat juga

berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikostiroid jangka panjang

dan penyakit sistemis (Smeltzer, 2002. Hal 1996).

Dari beberapa pengertian diatas yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa dan atau opasifikasi

pada lensa yang pada normalnya lensa tersebut jernih.

2. Klasifikasi katarak

a. Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa.

Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis, hipoparatiroidisme,

dan galaktosemia.

b. Katarak Senile.

Katarak senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia

diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis

katarak yang sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi penglihatan yang

semakin kabur pada stadium insipiens pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur.

Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kaca

mata (second sight).

c. Katarak Juvenile.

Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga

biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai terbentuknya

pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan

kelanjutan katarak kongenital.

d. Katarak Komplikata.

Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakit lain. Penyebab

katarak jenis ini adalah gangguan okuler, penyakit sistemik dan trauma (Sidarta, 2008, hal 107).

3. Etiologi

Menurut Gruendemann, (2005, hal 44) ada beberapa penyebab terajadinya katarak yaitu : Infeksi,

Kelainan perkembangan, Herediter, Cedera mata traumatic, Ketidak seimbagan kimiawi misalnya

galaktosemia dan diabetes, Terpajan sinar ultraviolet berkepanjangan, Beberapa obat (misalnya

obat-obatan yang digunakan untuk glaukoma), Bagian dari proses penuaan normal.

4. Patofisiologi

Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada

korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan

bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar

opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul

posterior. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan

dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar
lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan

pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan

terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut

lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim

mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan

bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Smeltzer, 2001.

Hal 1996).

5. Tanda dan gejala

Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien tajam penglihatan yang diukur diruangan

gelap mungkin tampak memuaskan, semetara bila tes tersebut dilakukan dalam keadaan terang

maka tajam penglihatan akan menurun sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras.

Katarak terlihat hitam terhadap reflek fundus ketika mata diperiksa mungkinkan pemeriksaan

katarak secara rinci dan indentifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasnya

terletak didaerah neukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak

disubkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab ocular katarak dapat ditemukan.

Sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris

menandakan trauma mata sebelumnya.

Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan tapa adanya rasa nyeri,

menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi. Pada bayi katarak dapat mengakibatkan

ambliopia (kekgagalan perkembangan penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada

retina buruk. Bayi dengan dugaan katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital harus

dianggap sebagai masalah yang penting oleh spesialis mata. (James, 2006, hal 77).

6. Penatalaksanaan

Tersedia dua teknik terapi pada katarak melalui pembedahan yaitu ekstraksi katarak intra

kapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Indikasi dari pembedahan adalah

kehilangan penglihatan yang menggangu aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan

glaukoma. Katarak diangkat dibahwah anestesi local dengan rawat jalan. Kehilangan penglihatan

berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan pembedahan (Baughman, 2000, hal 320).
7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penujang pada klien katarak yang dikemukakan oleh Doengoes (2000. Hal 412)

antara lain ialah sebagai berikut:

a. Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan; mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,

lensa, lensa akueus atau vitreus humor, kesalahan refrkasasi, atau penyakit saraf atau penyakit

sistem sararaf atau penglihatan keretina atau jalan optik.

b. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis/otak,

karotis atau patologis arteri serebral atau glaucoma.

c. Pengukuran tonografi : mengkaji intraokuler ( TIO ) (normal 12 25 mmHg)

d. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.

e. Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/ tipe gllukoma bila TIO normal atau hanya

meningkat ringan.

f. Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,

perdarahan retina dan mikroaneurisme.

g. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose katarak.

h. Darah lengkap,laju sendimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

i. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis, PAK.

j. Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.

8. Komplikasi

Komplikasi tersering adalah dislokasi lensa selama pembedahan katarak, yang sering

menyebabkan uveitis berat, glaucoma, dan kondensasi vitreosa. Apa bila dibiarkan, penglihatan

dapat hilang selamanya. Terapi untuk dislokasi lensa dan fragmen lensa telah semakin baik akibat

kemajuan dalam teknik vitrektomi. Lensa yang lunak sampai agak keras dapat dengan aman diterapi

dengan pemeriksaan vitrektomi. Pemeriksaan mikrofragmentasi, dan fosep mikrovitrektomi.

Bagaimanapun, pengeluaran lensa yang keras tetap merupakan tindakan yang berbahaya.( Barbara,

2005. hal, 46).

B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada klien dengan post op katarak dilaksanakan melalui pendekatan

proses perawatan terdiri dari : pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

(Doengoes, 2000, hal 412)

1. Dasar data pengkajian pasien

a. Aktivitas/istirahat :

Gejala : perubahan aktivitas biasanya hoby sehubungan dengan gangguan penglihatan.

b. Makanan/cairan

Gejala : mual/muntah (glaukoma akut)

c. Neurosensori

Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan

bertahap penglihatan perifer, kesulitan menfokuskan kerja dengan dekat/merasa diruang gelap

(katarak).Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan

penglihatan perifer.

Tanda: tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan merah/mata

keras dengan kornea berawan. Peningkatan air mata.

d. Nyeri/kenyamanan

Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata berair.Nyeri/tiba tiba berat menetap atau tekanan pada dan

sekitar mata, sakit kepala.

e. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi,

gangguan vasomotor (contoh peningkatan tekanan vena), ketidak seimbangan endokrin, diabetes

(glaukoma).

Pertimbangan rencana pemulanngan : menunjukkan rerata lama dirawat 4,2 hari (biasanya

dilakukan sebagai prosedur rawat jalan ).

Memerlukan bantuan dengan transportasi, penydiayaan makanan, perawatan diri,

perawatan/pemeliharaan rumah.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Kartu mata snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan);

mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, lensa akueus atau vitreus humor, kesalahan

refrkasasi, atau penyakit saraf atau penyakit sistem sararaf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis/otak,

karotis atau patologis arteri serebral atau glaucoma.

Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.

Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/ tipe gllukoma bila TIO normal atau hanya

meningkat ringan.

Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,

perdarahan retina dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan

diagnose katarak.

EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis, PAK.

Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.

2. Diagnosa keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien pre dan post op katarak

adalah sebagai berikut :

a. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intra okuler, kehilangan vitreous.

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan katarak.

c. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan

sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan menurunnya

ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan

dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat,

keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat

mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

3. Perencanaan keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous.

Tujuan : cedera dapat dicegah. Kriteria hasil : mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk

meningkatkan keamanan.

Intervensi/Rasional
1) Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,

penampilan,balutan mata. Rasional : membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja

sama dalam pembatasan yang diperlukan.

2) Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring keposisi yang tak sakit sesuai keinginan.

Rasional : istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau

menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit,

meminimalkan resiko perdahan atau stres pada jahitan terbuka.

3) Batasi aktivitas seperti menggerkkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok. Rasional :

menurunkan stres pada area operasi.

4) Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari anastesi. Rasional :

memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot.

5) Dorong napas dalam, batuk untuk bersihan paru. Rasional : batuk meningkatkan tio.

6) Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, napas

dalam dan latihan relaksasi. Rasional : meningkatkan relaksasi dan koping.

7) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi. Rasional : digunakan untuk melindugi dari cedera

kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.

8) Minta pasien untuk membedakan antara ketidak nyamanan dan nyeri mata tajam tiba-tiba. Selidiki

kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema (perdarahan pada mata) pada mata

dengan senter sesuai indikasi. Rasional : ketidaknyamanan mungkin karena prosedur pembedahan;

nyeri akut menunjukkan perdarahan, terjadi karena regangan atau tak diketahui penyebabnya

(jaringan sembuh banyak vaskularisasi, dan kapiler sangan rentan).

9) Observasi pembekakan luka, bilik anterior kemps, pupil bebentuk buah pir. Rasional :

menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.

10) Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi. Amoxilin, Asam Mefenamat, Methylprednison,

cloramfenikol salam. Rasional : mual/muntah dapat meningkatkan resiko cedera okuler,

memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infansi bedah pengangkatan katarak.

Tujuan : infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas

drainase purulen, eritema dan demam dan Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah /

menurunkan resiko infeksi


Intervensi/Rasional

1) Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh / mengobati mata Rasional :

Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.

2) Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari dalam keluar dengan tisu basah/bola kapas

untuk tiap usapan, ganti balutan, dan masukan lensa kontak bila menggunakan. Rasional : tehnik

aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.

3) Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi. Rasional : mancegah

kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

4) Observasi tanda terjadinya infeksi. Rasional : Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan

memerlukan upaya intervensi.

5) Berikan obat sesuai indikasi. Rasional : Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana

terapi lebih diperlukan bila terjadi infeksi.

6) Kolaborasi ; Berikan obat sesuai indikasi, anti biotik (topical, paranteral, atau subkonjungtival).

Rasional : ssediaan topical digunakan secaraprofilaksis.

c. Gangguan persepstual sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan

sensori/status organ indera lingkungan secara teurapeutik dibatasi. Ditandai dengan menurunnya

ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang. Tujuan : tidak

terjadi perubahan visual Kriteria hasil : meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi

individu.

Intervensi/Rasional

1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah salah satu atau kedua mata terlibat Rasional :

Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan terjadi lambat dan progresif.

2) Oreintasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya Rasional : Memberikan

peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi.

3) Observasikan tanda-tanda dan gejala-gejala disorientasi; pertahankan pagar tempat tidur sampai

benar-benar sampai benar-benar sembuh dari anastesia. Rasional : terbangun dalam lingkungan

yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orang

tua.
4) Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi. Bicara dan menyentuh sering; dorong orang orang terdekat

tinggal dengan pasien. Rasional : memberikan rangsang sensoritepat terhadap isolasi dan

menurunkan bingung.

5) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kaburdan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila

menggunakan tetes mata. Rasional : gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah

tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.

6) Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak dengan tujuannya memperbesar kurang lebih 25%,

penglihatan perifer dan buta titik mungkin ada. Rasional : perubahan ketajaman dan kedalaman

persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/menigkatkan resiko cedera sampai pasien belajar

untuk mengkompensasi.

7) Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil pada sisi yang tak dioperasi. Rasional :

memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk petolongan

bila diperlukan.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan

dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat,

keterbatasan kognitif. Ditandai dengan pertanyan atau peryataan salah konsepsi, takakurat

mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah Tujuan : pasien mengerti tentang

kondisi, prognosis dan pengobatan. Kriteria hasil : menyatakan pemahaman kondisi/proses

penyakit dan pengobatan, melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.

Intervensi/Rasional

1) Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur/ lensa. Rasional : meningkatkan

pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.

2) Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beri tahu untuk melaporkan penglihatan berawan.

Rasional : pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius.

3) Informasikan pasien untuk menghindari obat tetes mata yang dijual bebas. Rasional : dapat

bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.

4) Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh

peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk

meminimalkan efek sistemik. Rasional : penggunaan obat mata topical, contoh agen

simpatomimetik. Penyekat beta, dan agen antikolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada
pasien hipertensi; pencetus dispnea pada pasien PPOM; hipo glikemik pada diabetes tergantung

pada insulin.

5) Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan dan defekasi.

Membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok

(sendiri/orang lain). Rasional: Aktivitas yang menyebabkan mata lelah/regang, manuver Valsalva

atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan :

iritasi pernapasna yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.

6) Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang dan menonton televisi.

Rasional : memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas. Melalui waktu lebih

mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh.

7) Anjurkan pasien memeriksa kedokter tetang aktivitas seksual. Rasional: dapat meningkatkan TIO,

menyebakan cedera kecelakaan pada mata.

8) Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup pada

mala. Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO

sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.

9) Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunkan kacamata gelap bila

keluar/dalam ruangan terang. Rasional :mencegah cedera kecelakaan pada mata.

10) Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh; pindahkan perabot

dari lulu lalang jalan. Rasional :menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi

dapat menyebabkan pasien jalan kedalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.

11) Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat/kasar; gunakan pelunak feses yang dijual bebas

bila di indikasikan. Rasional :mempertahkan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.

12) Identifikasi tanda/gejala memelukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan

penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.

Rasional :intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan

penglihatan.

http://keperawatansite.blogspot.co.id/2012/08/askep-pre-dan-post-op-katarak.html

rahayuwijayanti87.blogspot.com/.../asuhan-keperawatan-tnk-dengan-pos

rdhusaini.blogspot.com/.../asuhan-keperawatan-pasien-dengan-post.html

Anda mungkin juga menyukai