PENDAHULUAN
1
1. Pemeriksaan Thorax menggunakan X-Ray tube overtable
a. Pasien Berdiri
Untuk pemeriksaan ini, pasien berdiri didepan Bucky atau Wall Stand
kemudian ditembakan Sinar-X yang berasal dari X-Ray tube overtable. Setelah
menembus jaringan tubuh manusia, sebagian Sinar-X diserap oleh tubuh dan
sebagian lainnya keluar menembus tubuh dan diterima oleh Film yang berada
dalam Bucky atau Wall Stand tersebut.
b. Pasien Tidur di Patient Table
2
2. Pemeriksaan Thorax menggunakan X-Ray tube undertable
3
bahan ini jaringan lunak pada pemeriksaan HSG / COLON / BNO IVP atau APENDIX
akan terlihat jelas pada film.
Bila kita analisa, bahwa pemeriksaan diatas memerlukan sebuah komponen
CCTV sebagai bagian dari X-Ray Apparatus. Dengan begitu sangat penting untuk
diketahui secara terperinci informasi dan penjelasan tentang CCTV agar dapat
menjamin pesawat rontgen selalu siap pakai.
Kita tidak perlu khawatir, karena beberapa hal yang kita perlukan untuk
menjamin kesiapan alat Radiologi terutama Pesawat Rontgen Konvensional
Multipurpose memerlukan CCTV, selanjutnya Pesawat Rontgen Condensator
Discharge, Pesawat Rontgen Frekuensi Tinggi dan Pesawat Rontgen Condensator
Discharge Frekuensi Tinggi akan dibahas secara lengkap.
4
BAB II
TEORI RADIOLOGI DASAR
A. Teori Dasar :
Pesawat radiology adalah alat/pesawat medik yang bekerja dengan
menggunakan dan atau menghasilkan radiasi pengion, baik itu radioaktif
maupun sinar X.
Pesawat rontgen adalah alat/pesawat medik yang bekerjanya dapat
menghasilkan radiasi sinar X, baik untuk keperluan diagnostik maupun
terapi.
5
Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,01 1 Amstrong
inilah yang kemudian disebut sinar X atau sinar Rontgen. Tabung X-ray jenis
pertama ini disebut Cold Chatoda Tube .
Namun pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1913, Collige
menyempurnakan penemuan Rontgen dengan memodifikasi tabung yang
digunakan. Tabung yang digunakan tersebut adalah tabung vakum yang
didalamnya terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Tabung jenis ini
kemudian disebut Hot ChatodaTube dan merupakan tabung yang dipergunakan
untuk pesawat Rontgen sampai saat ini.
1. Hot Chatoda Tube :
Gambar I.2
Gambar 2.2 Bagian-bagian Hot Chatode Tube
1
Gambar 2.3
Transformator step down
6
Anoda dan katoda kemudian di hubungkan dengan transformator
tegangan tinggi. Primer HTT diberi tegangan AC (bolak-balik) sehinggga akan
terjadi garis-garis gaya magnet (GGM) yang berubahubah bergantung dari
besarnya arus yang mengalir. Akibat dari perubahan garig-garis gaya magnet
ini akan menyebabkan timbulnya gaya gerak listrik (GGL) pada kumparan
sekunder, yang besarnya tergantung dari besarnya perubahan fluks pada
setiap perubahan waktu (E = - d / dt).
Dari proses ini didapatkan tegangan tinggi yang akan memberikan beda
potensial antara anoda dan katoda tabung rontgen.
2 Keterangan gambar :
1. input HTT
2 2. output HTT
1 3 5 3. mA meter
4. grounding
4
5. X-ray tube
Gambar 2.4
High Tention Transformator ( HTT )
Pada gambar 2.4 terlihat bahwa pada bagian sekunder, saat anoda
mendapatkan polaritas Positif ( + ) dan katoda mendapat polaritas Negatif ( - )
elektron-elektron bebas yang ada disekitar katoda akan ditarik menuju
anoda, akibatnya terjadilah suatu loop (rangkaian tertutup) maka akan terjadi
arus elektron yang berlawanan dengan arus listrik yang kemudian disebut
arus tabung. Pada saat yang bersamaan, elektron-elektron yang ditarik ke
anoda menabrak anoda dan ditahan. Jika tabrakan elektron tersebut tepat
diinti atom terjadi peristiwa Breamstrahlung dan apabila menabraknya di
elektron kulit K, terjadi K Karakteristik. Akibat tabrakan ini maka terjadi hole-
hole karena elektron-elektron yang ditabrak tersebut terpental. Hole-hole ini
akan diisi oleh elektron-elektron dari lintasan lain. Perpindahan elektron yang
mengisi hole-hole tersebut akan menghasilkan suatu gelombang
elektromagnetik yang panjang gelombangnya berbeda-beda. Gelombang
elektromagnetik yang panjang gelombangnya antara 0,01 1 Amstrong inilah
yang kemudian disebut sinar X atau sinar Rontgen.
7
Tabel 2.1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik
8
2. Sinar Rontgen Memiliki Sifat-Sifat :
Sinar X dapat digunakan untuk terapi maupun diagnostik karena sinar
X mempunyai sifat sifat sebagai berikut :
a. Penetrating Effect
Bila sinar X mengenai bahan maka sinar tersebut akan diserap oleh
bahan yang dikenainya. Banyaknya sinar yang terserap tergantung dari
tebal tipisnya bahan dan kerapatannya, semakin tebal bahan semakin
banyak jumlah sinar-x yang terserap sehingga yang lolos sedikit.
Demikian pula jika kerapatan bahan semakin besar maka daya serap
semakin tinggi dan sinar-x yang lolos semakin sedikit.
b. Biological effect
Apabila sinar X mengenai tubuh maka akan merusak / mematikan sel-
sel lain yang hidup. Akibat radiasi sinar-x tersebut tersebut maka akan
menyebabkan kemandulan / metabolisme tidak lancar.
Contoh : - Alat reproduksi, akan menyebabkan kemandulan.
- Mata, berakibat kebutaan, sekecil apapun radiasi sinar X
jangan diabaikan.
c. Ionisation effect
Apabila sinar X dikenakan pada bahan, maka pada bahan tersebut
akan terjadi ionisasi yaitu peristiwa dimana ion-ion negatif akan
terlepas dari ikatan atomnya.
d. Flourecent effect
Bila sinar X mangenai layar yang dilapisi dengan bahan flourecent
misalnya : NaI maka pada layar tersebut akan terjadi kilatan cahaya
/cahaya tampak dan akan berpendar.
e. Fotography effect
Bila sinar X mengenai fllm, maka pada film akan terjadi bayangan
laten. Apabila kemudian film tersebut telah diproses di kamar gelap
untuk dicuci dengan bahan kimia yaitu developer, fixer dan washer
lalu dikeringkan maka akan terjadi bayangan laten yang bisa dilihat
secara nyata.
9
a. Adanya sumber elektron yang diperoleh dari transformator
filament sehingga terjadi termionic emission. Kemudian terjadi
elektron-elektron bebas dan menyebabkan terjadinya awan
elektron di katoda.
b. Adanya tegangan tinggi (kV) yang diperoleh dari HTT, sehingga
diperoleh beda potensial antara anoda dan katoda.
c. Adanya alat yang berfungsi menghentikan jalannya electron dari
anoda ke katoda yang berupa target .
d. Adanya tabung fakum yang berfungsi memberikan keleluasaan
electron dari anoda ke katoda sehingga tidak ada hambatan.
e. Adanya focusing cup yang berfungsi untuk memfokuskan electron
agar tertuju ke anoda.
2. Katoda/Filamen
Terdiri dari bahan Tungsten mempunyai titik lebur yang tinggi yaitu
3600 oC dengan nomor atom 74.
Filamen merupakan sumber elektron dan berfungsi sebagai katoda.
Terdiri dari dua jenis katoda yaitu :
a) Single focus
ANODA
KATODA
10
b) Double focus
Small focus
ANODA
Large Focus
Keterangan gambar
1. glass envelope (tabung glass)
2. anode
3. katode
4. filament
5. ke trafo filamen
Gambar 2.8
Pemanasan tidak langsung
11
3) Anoda sebagai target terdiri dari :
a. Stationary Anode X Ray Tube seperti pada gambar 2.9
Gambar 2.9
Stationary Anode X-ray Tube
Keterangan :
1. Katoda 6. Glass envelope
2. Filamen 7. Anoda
3. Focal Spot 8. Primary diaphragm
4. Thungsten Disc 9. Usefull beam
5. Vacum Space
12
b. Rotating anoda
Keterangan :
1. Thungsten anode beam
2. Rotor
3. Ball-bearing motor
4. Cathode with filament
5. Focusing cup
6. Glass envelope
Gambar 2.11
Effective vocal spot size
13
Anoda dibuat miring dengan kemiringan 15-45o supaya
mendapat fokus x-ray yang dapat memantul ke window. Terbuat
dari tembaga (Cu) dan dilapisi Tungsten yang mempunyai titik lebur
tinggi yaitu 3600o. Tegangan saat awal putaran harus lebih besar
dibanding saat putaran normal. Berputarnya anode digerakkan oleh
motor, kemiringan anoda disebut gotze line focus (kemiringan
sudut anoda), fungsinya untuk mendapat effective vocal spot
size/ukuran fokus yang sekecil-kecilnya.
Selain itu disekitar katode juga dilengkapi alat focusing cup
yaitu peralatan pada x-ray tube yang berfungsi untuk memfokuskan
jalannya elektron dari filamen menuju target/anoda. Alat ini
bentuknya seperti mangkuk, perhatikan gambar focusing cup pada
gambar 2.12
Gambar 2.12
Focusing Cup
14
4. X-ray tube rating
Batas kemampuan kerja pada x-ray tube. X-ray tube rating
tergantung dari besarnya nilai Heat Storage Capacity, apabila
Heat Storage Capacity lebih besar maka x-ray tube rating lebih
besar pula dan sebaliknya. Besarannya juga ditentukan oleh
besaran Heat Unit yaitu kV x mA x Sec atau kV x mAs
5. Gassy
Saat anoda mendapatkan benturan elektron akan terjadi panas
yang luar biasa (99,9 %), panas tersebut akan menyebabkan
terjadinya penguapan atau gassy didalam tabung Rontgen. Saat
tabung kembali dingin akan terjadi uap air didalam tabung
sehingga tabung tidak vakum lagi.
15
BAB III
PESAWAT RONTGEN KONVENSIONAL
1 4
2
Gambar 3.1
Blok Diagram Pesawat Rontgen Konvensional
Keterangan gambar :
1. Blok rangkaian Power Supply berfungsi untuk mendistribusikan tegangan
listrik keseluruh rangkaian pada pesawat rontgen.
2. Blok rangkaian Pemanas Filamen, berfungsi untuk memberikan
pemanasan filamen sehingga pada filamen, terjadi Thermionic emission.
3. Blok rangkaian Tabung Rontgen/X-Ray Tube. Pada blok ini terdapat tabung
vakum yang didalamnya terdapat anoda, katoda dan focusing cup. Anoda
merupakan tempat terbenturnya electron pada target. Katoda sebagai
sumber electron dan berpolaritas negative. Katoda yang juga selaku
filamen, bisa single focus maupun double focus, seperti terlihat pada
gambar 2.7 dan 2.8.
4. Blok rangkaian Transformator Tegangan Tinggi (HTT). Rangkaian ini terdiri
dari transformator tegangan tinggi, penyearah, mA meter yang dipasang
pada center tap dan dihubung ke grounding.
16
5. Blok rangkaian Timer. Rangkaian timer berfungsi sebagai pengontrol
waktu, terhubungnya antara rangkaian power supply dengan rangkaian
HTT.
Keterangan gambar :
1. Fuse
2. Saklar utama
3. Voltage compensator
4. Voltage indicator
5. Voltage regulator
6. kVp selector mayor
7. kVp selrctor minor
8. Voltgae selector
Gambar 3. 2
Rangkaian Power Supply
Gambar II.3
Simbol MCB
b. Saklar
Berfungsi untuk menghubungkan supply listik PLN dengan pesawat
roentgen.
17
c. Voltage Compensator
Alat yang berfungsi untuk mengkompensasi nilai tegangan yang diperlukan
pesawat jika terjadi penurunan atau kenaikan tegangan pada supply PLN.
Terdapat 2 jenis voltage compensator yaitu :
Gambar 3.4
Manual Voltage Compensator
Saat main switch on, kita harus melihat voltage indikator yaitu
harus menunjuk tanda hitam/merah, jika jarum indicator menyimpang
berarti terjadi perubahan tegangan PLN, misalnya tegangan PLN naik kita
harus menambah jumlah lilitan primer dengan memutar selector pada
voltage compensator dan jika tegangan PLN turun kita harus mengurangi
jumlah lilitan primer dengan memutar selector voltage compensator pada
arah yang berlawanan, sehingga diperoleh perbandingan transformasi
antara nilai tegangan dan jumlah lilitan primer dengan nilai tegangan dan
jumlah lilitan sekunder menjadi tetap, yang mengakibatkan nilai tegangan
pada setiap lilitan tetap dan jelas nilai nominalnya.
Perbandingan transformasi dapat dirumuskan :
E1 : N1 = E2 : N2
18
Dimana E1 = Tegangan di primer
N1 = Jumlah lilitan di primer
E2 = Tegangan di sekunder
N2 = Jumlah lilitan di sekunder
Contoh : E1 : N1 = E2 : N2
220 : 220 = 1 : 1
Jika tegangan dari PLN tetap yaitu tidak naik dan tidak turun atau sebesar
220 V maka pada lilitan primer yang jumlah lilitannya dimisalkan 220 lilitan
maka perbandingan tegangan dan jumlah lilitan antara primer dan sekunder
= 1 : 1 maksudnya, pada setiap 1 lilitan mengandung 1 volt tegangan.
Jika tegangan dari PLN naik menjadi 230 V sedangkan jumlah lilitan
primer selalu tetap220, maka perbandingan transformasi tidak sama yaitu 1
: 1. Hal ini disebabkan karena 230 v : 220 tidak sama dengan 1 : 1 atau dapat
dituliskan bahwa:
230 v : 230 1 : 1
Agar diperoleh nilai tegangan pada setiap lilitan (pada output / sekunder)
tetap 1 : 1 maka kita harus menambah jumlah lilitan primer sebanyak 10
lilitan, sehingga jumlah lilitan skunder juga berjumlah 230. Dengan demikian
akan diperoleh:
E1 : N1 = E2 : N2
230 v : 230 = 1 : 1
Maka perbandingan transformasi tetap.
Jika tegangan dari PLN turun menjadi 210 V dan jumlah lilitan primer
tetap 220 maka perbandingan transformasi tidak sama dengan 1 : 1 atau 210
V : 220 tidak sama dengan 1 : 1 atau bisa dituliskan 210 V : 220 1 : 1.
Agar tetap diperoleh perbandingan transformasi 1 : 1 / tetap, maka kita harus
mengurangi jumlah lilitan primer sebanyak 10 lilitan, sehingga menjadi 220
lilitan atau bisa dituliskan 210 V : 210 = 1 : 1
Dengan demikian akan diperoleh perbandingan transformasi pada
autotransformator yang tetap.
19
Automatic Voltage Compensator
Automatic Voltage Compensator adalah alat yang berfungsi untuk
mengkompensasi nilai tegangan jala-jala yang fluktuasi yang bekerja
secara otomatis.
Gambar 3.5
Automatic Voltage Compensator
Alat ini terdiri dari :
1. Autotransformator (TV)
2. Transformator (TC)
3. Sensitive Relay (W1 dan w2)
AB = Tegangan PLN
XY = Tegangan Output
TV = Gulungan Autotrafo
TC = Transformator untuk menentukan terjadinya booking
dan busting voltage
W1 dan W2 = Sensitive relay untuk mengendalikan arah
polaritas pada autotrafo (TV).
20
Dan motor akan berputar ke kiri, sehingga selektor TV juga bergerak
ke kiri. Dengan demikian rangkaian pada sekunder TC akan mengalir
dari titik 6-4-Primer TC 3 5 ( titik 6 lebih positif dari titik 5). Maka
pada primer TC arus menuju ke atas, sehingga arus sekundernya
menuju ke bawah. Akibatnya polaritas arus dari 1 ke 2 akan
mengalami Boosting (penambahan) polaritas dan tegangan keluaran
automatic voltage compensator yang semula turun akan terkompensir,
sehingga nilai tegangan pada setiap lilitan tetap, dan nilai tegangan
yang digunakan untuk mensupply rangkaian tidak mengalami
perubahan.
Sebaliknya, saat tegangan antara x dan y naik, motor akan berputar
kekanan dan skala akan menyimpang ke kanan, sensitive relay akan
berubah menyimpang ke kanan, sehingga arus akan mengalir dari x 9
14 13 W2 10 y. Pada rangkaian sekunder TC akan mengalir
dari 5 3 Primer TC 4 6 (titik 5 lebih positif dibanding titik 6). Ini
artinya arus sekunder TC mengalir ke atas. Jadi saat tegangan x y
naik maka akan terjadi Boocking Voltage (pengurangan polaritas)
sehingga mengurangi polaritas dan akan mengkompensir tegangan x
y yang naik. Dengan demikian nilai tegangan pada setiap lilitan tetap,
sehingga nilai tegangan yang digunakan untuk mensupply rangkaian
tidak mengalami perubahan.
Kesimpulan :
Saat x y turun akan terjadi Boosting Voltage
Saat x y naik akan terjadi Boocking Voltage.
Dengan demikian meskipun terjadi penurunan maupun kenaikan
tegangan PLN maka tegangan yang akan dipakai pada distributor,
tegangan PLN akan terjadi penyasuaian.
21
Mengukur nilai R pengkabelan (R External) dari terminal distribusi
sampai terminal ganda X ray kemudian dan dijumlah dan disebut R
External (R pengkabelan)
Penentuan nilai R match (nilai R yang harus dicocokkan) pada R line
adalah R match = R internal R eksternal atau R internal = R. match (line)
+ R. Eksternal (pengkabelan).
e. Voltage Indicator
Alat yang berfungsi untuk menunjukkan besarnya tegangan PLN yang
masuk pada Rangkaian Power Supply jika mengalami kenaikan atau
penurunan. Pada voltage indikator diberikan tanda tertentu yaitu kotak
kecil merah atau hitam, jika tegangan PLN naik skala menyimpang ke
kanan dan jika tegangan PLN turun maka skala menyimpang ke kiri.
f. Voltage Regulator
Alat yang berfungsi untuk memilih tegangan PLN 110/220/380 Vac
tergangtung dengan pesawat yang digunakan dan dinegara mana
pesawat dioperasikan.
22
2. Rangkaian Pemanas Filamen.
Gambar 3.6
Rangkaian Pemanas Filamen
Fungsinya untuk memberikan catu daya dan mengatur besar arus pemanas
filamen agar terjadinya thermionic emission bisa di kendalikan sehingga
jumlah elektron elektron bebas yang dihasilkan pada filamen tabung rontgen
bisa dikontrol.
Rangkaian ini terdiri dari :
a. Rangkaian voltage stabilisator
b. Rangkaian space charge compensator
c. Rangkaian mA Control
d. Rangkaian Stand by Resistor
e. Rangkaian Filament limiter
f. Transformator Filament (step down)
g. Filament tabung Rontgen
C
EK1 N1 EK2
N3
Gambar 3.7
Rangkaian Stabilisator Tegangan
Fungsinya untuk menstabilkan tegangan yang akan diberikan pada
rangkaian pemanas filamen sehingga pengaruh fluktuasi tegangan PLN
23
tidak mengakibatkan kerusakan pada filament tabung rontgen. Rangkaian
ini terdiri dari kumparan primer yang kita sebut N 1, kemudian kumparan
sekunder yang terdiri dari N2 dan N3. N2 di paralel dengan C diseri dengan
N3. Masukan / input disebut Ek1 dan keluaran / output disebut Ek2.
Ada 3 kemungkinan keadaan pada stabilisator tegangan :
Jika EK1 = EK2
Pada kondisi ini tegangan PLN berada pada nilai normal 220 V atau 135
V , tegangan pada kumparan primer N1 akan disuplay sebesar 110V.
Karena tegangan pada N1 harus sebesar 110 V atau 135 V , maka
otomatis tegangan pada EK2 atau tegangan sekundernya adalah 110 V
atau 135 V .
Cara kerja :
Pada saat EK1 mensupply tegangan sebesar 110 V atau 135 V pada
lilitan N1, maka akan terjadi tegangan bolak-balik pada N1,dan
menyebabkan timbulnya induksi magnet, berupa Garis-garis Gaya
Magnet yang selalu berubah setiap saat, sehingga menimbulkan gaya
gerak listrik pada N2 dan N3 yang besarnya = d/dt
Dengan demikian, pada lilitan N2 timbul tegangan yang akan
mendahului arus sebesar 90, sedangkan pada kapasitor C, akan terjadi
pengisian arus, sehingga mencapai tegangan maksimum di N2,
kemudian akan terjadi pengosongan muatan kapasitor. Hal ini akan
terjadi secara kontinyu. Pada kapasitor C arus mendahului tegangan
sebesar 90. Dalam hal ini, terdapat beda fase antara tegangan di N2
dengan tegangan di C, dikarenakan secara rumusannya : impedansi
dari N2 (XL) =J.W.L dan impedansi dari C (XC) = 1/J.W.C sehingga pada
keduanya terjadi perlawanan fase.
Selanjutnya karena N2 diparalel dengan C, dan besar tegangan di N2
(I.XL) dan tegangan di C (I.XC) adalah sama dangan demikian, tegangan
pada N2 dan tegangan pada C akan saling meniadakan atau = 0 dan
terjadi resonansi. Sehingga tegangan keluaran N2 // C hanya akan
melewati hambatan murni atau internalnya, yaitu sebesar E = I.R
internal atau R murni, tanpa melewati impedansinya masing-masing (
N2 dan C ).
Adapun secara vektoris dilukiskan ( tegangan N2//C ) :
I.XC
Terjadi
Beda fase E = I.XC I.XL + I.R internal ( I.XC = I.XL )
Sehingga
I.XL E = I.R internal= 0
24
Tegangan PLN tidak mengalami perubahan, tegangan pada N2 tetap,
tegangan pada C juga Tetap
Maka didapatlah tegangan sekunder EK2 adalah :
EK2 = I.XL3 + E
= E pada N3 + E murni ( di N2 // C )
= =
E = I x R internal
Ek1>EK2
Pada kemungkinan ini, tegangan PLN berada di atas 220 V sehingga
tegangan yang disuplay ke EK1 jugasampai 135 V tetapi karena
rangkaian ini merupakan rangkaian stabilisator tegangan, maka output
pada EK2 harus tetap 135 V.
Cara kerja :
Pada saat EK1 naik, E pada N1 naik, E pada N2 naik, EN2 naik, dan E
pada N3 pun ikut naik, akan tetapi tegangan di kapasitor C ( EC ) tidak
langsung naik. Karena kapasitor masih berada pada masa transient,
sehingga tegangan di N2 menjadi lebih besar dari pada tegangan di
kapasitor C,maka terjadilah selisih fase di antara keduanya,
Selisih ( E pada N2 dan E pada C ) sebesar : = E.N2 EC
= I.XL2 I.XC
Secara vektoris dilukiskan :
I. XC
I.XL2 I.XC
E = I . R internal
E1 = E + (I.XL2 I.XC)
I.XL2
25
Maka besarnya tegangan sekunder EK2 adalah :
EK2 = I.XL3 + E1
Tegangan PLN naik maka tegangan pada N3 juga naik (I.XL juga naik)
Secara vektoris EK2 didapat dari :
I.XL3
EK2 = I.XL3 + E1
E = I . R internal
E1
EK1< EK2
Pada kemungkinan ini, tegangan PLN berada di bawah 220V sehingga
tegangan pada input EK1 akan berada dibawah 110V atau 135 V. Tetapi
karena rangkaian ini berfungsi sebagai penstabil tegangan, maka
output EK2 harus tetap 110 V atau 135 V.
Cara kerja :
Pada saat EK1 turun, EN1 juga ikut turun, EN2 turun dan EN3 juga ikut
turun. Akan tetapi tegangan dikapasitor C tidak langsung menglami
penurunan, kerena kapasitor C masih mengalami masa transient,
akibatnya tegangan pada kapasitor C lebih besar dari pada tegangan di
N2 ( EN2 ) ,maka terjadilah selisih fase antara E pada N2 dan E pada C,
yaitu sebesar = E pada C E pada N2
= I.XC IXL2
I.XC
selisih fase E1 = ( I.XC I. XL2 ) + E
I.XC I.XL2
E = I.R internal
I.XL2
26
Tegangan PLN turun maka tegangan pada N3 juga turun
Maka besarnya tegangan sekunder EK2 adalah :
EK2 = EN3 + EN2 // C
= I.XL3 + { ( I.XC I.XL2 ) } + I.R
EK2 = I.XL3 + E1
selisih fase E1
I.XC I.XL2
E = I.R internal
Kesimpulan:
Meskipun terjadi perubahan tegangan PLN, keluaran tegangan pada
stabilisator tegangan secara vektoris dapat dibuktikan besarnya adalah
sama.
ke R. Stabilisator ke mA Control
Gambar 3.8
Space Charge Compensator
27
Gambar 3.9
Manual Space Charge Compensator
Selector pada SCC ini digank dengan kVp selector mayor dengan
maksud agar pada saat kita memilih besar tegangan kita juga
mengatur/memilih besarnya nilai Resistan pada SCC. Jika posisi kVp
selector mayor pada pemilihan KV tertinggi maka pada SCC nilai R nya
akan pada posisi dengan nilai R tertinggi begitu juga sebaliknya. Hal ini
dimaksudkan supaya pada saat KV naik maka SCC yang terdiri dari VR
dan digank dengan KV selector, naik sehingga terjadi voltage drop yang
besar pada SCC dan mengakibatkan tegangan pada pemanas filamen
berkurang, jadi walaupun energi yang menarik elektron lebih kuat
tetapi jumlah elektron yang ditarik sedikit maka nilai arus tabung yang
terjadi sesuai dengan yang telah ditentukan. Kemudian pada saat KV
turun maka nilai R space charge compensator yang terdiri dari VR yang
telah digank dengan KV selector akan turun juga, sehingga terjadi
voltage drop yang kecil pada SCC dan mengakibatkan tegangan pada
pemanas filamen bertambah/naik sehingga awan elektron naik (
semakin banyak ) sehingga walaupun energi yang menarik elektron
kecil tapi elektron yang ditarik banyak maka nilai arus tabung yang
terjadi sesuai dengan yang diatur sebelumnya.
28
2. Automatic Space Charge Compensator
Automatic space carge compensator adalah SCC yang bekerja secara
automatic dan dipasang parallel dengan KV selector mayor. Gambar
3.10 adalah automatic space charge.
Gambar 3.10
Automatic space charge compensator
Keterangan gambar :
1. Autotransformator
2. KVP Selector
3. Trafo SCC
4. Stabilisator tegangan
29
c. Rangkaian mA control
Variabel
resistor
Gambar 3.11
Rangkaian mA Control
Gambar 3.12
Rangkaian Stand by Resistor
30
Alat yang berfungsi untuk memberikan pemanasan awal pada
filamen tabung rontgen agar terjadi Pre Heating sebelum expose
berlangsung sehingga filamen tabung roentgen lebih awet. Alat ini
terdiri dari Resitor yang dilengkapi yang dilengkapi dengan kontaktor
yang digerakkan oleh delay relay.
Cara kerjanya adalah sebagai berikut, pada saat main switch ON,
filament tabung rontgen langsung mendapatkan tegangan dari
transformator filamen tapi melewati stand by resistant sehingga
tegangan yang mengalir bukan tegangan normal. Pada saat expose,
timer bekerja dan relay energize bekerja sehingga kontaktor exposure
switch terhubung dan kontaktor relay di stand by resistant terhubung
(di by pass ), sehingga tegangan akan melewati kontaktor (bukan
Resitor lagi) sehingga tidak ada voltage drop sehingga pemanasan
filament pada tegangan normal.
Limiter
TF
Gambar 3.13
Rangkaian Filament Limiter
31
Filamen limiter untuk SMALL FOCUS
Gambar 3.14
Filamen Limiter
Gambar 3.15
Rangkaian Trafo Filament
Alat yang Berfungsi sama seperti trafo biasa, yaitu untuk memindahkan
tegangan dari satu rangkaian ke rangkaian yang lain. Dalam hal ini,
Trafo filamen memindahkan tegangan dari Rangkaian pemanas filamen
ke rangkaian Tabung Rontgen, yaitu sebesar 18 24 Volt, untuk
membangkitkan proses Thermionic Emission. Trafo filamen merupakan
Trafo Step Down, karena tegangan yang digunakan adalah tegangan
110-135 V menjadi 18 24 Volt atau 12 v/18 Volt tergantung spesifikasi
tabung.
32
KATODA ANODA
Gambar 3.16
Katoda Direct
Katoda Indirect
Disebut juga katoda tak langsung yaitu filament hanya berfungsi
sebagai sumber elektron sedangkan katodanya dipisah (didepan
filamen), katodanya biasa terhubung dengan transformator
filament atau dengan sumber lain.
Filamen Anoda
Katoda
Gambar 3.17
Katoda Indirect
Pada katoda juga dipasang Focussing Cup yaitu alat yang
menyerupai mangkok untuk memfokuskan jalannya elektron dari
anoda ke katoda.
KATODA ANODA
Gambar 3.18
Single Focus
Double focus
Large Focus
33
ANODA
Small Focus
Large Focus
Gambar 3.19
Double Focus
Maksud digunakannya double focus agar dapat melayani
pengunaan mA (arus) yang berbeda-beda.
Gambar 3.20
Stationary Anode X-ray Tube
Merupakan sebuah tabung diode yaitu tabung vakum yang terdiri dari dua
elektrode, yaitu anode dan katode. X-ray tube adalah tempat
berlangsungnya proses terbentuknya sinar X.
- Pesawat dengan 1 unit x-ray tube over table untuk pemotretan tunggal
disebut Pesawat Rontgen 1 examination
- Pesawat rontgen yang memiliki x-ray tube over table dan under table
disebut 2 Examination.
34
b. Penyearah Arus
Jenis-jenis penyearah :
1. Self rectifier X-ray unit
2. Penyearah inversuppessor
3. Penyearah sistem bridge
4. Penyearah gelombang penuh dengan 2 dioda
5. Penyearah gelombang dengan 2 dioda
6. Penyearah gelombang dengan 1 dioda
HTT
dari A Anoda
sekunder
auto trafo
Katoda
Gambar 3.21
Ke sekunder
Self Rectifier X-Ray Unit trafo filamen
Cara kerja
Pada saat siklus I, anoda mendapat polaritas positif dan katoda mendapat
polaritas negative maka electron dari katoda akan ditarik ke anoda,
sehingga terrjadi rangkaian tertutup yang menyebabkan arus electron
yang berkebalikan dengan arus listrik yang disebut arus tabung.
Pada saat siklus II, anoda mendapat polaritas negative dan B mendapat
polaritas positif electron bebas yang ada pada katoda tidak bisa ditarik ke
anoda, karena saat anoda negative dan katoda negative berarti satu kutub,
35
sehingga yang terjadi adalah tolak-menolak, sehingga tidak terjadi
rangkaian tertutup dan tidak terjadi arus tabung, namun antara anoda dan
aktoda tetap terjadi beda potensial yang besarnya justru besar
dibandingkan pada saat anoda mendapat polaritas positif sehingga terjadi
arus tabung maka terjadi voltage drop pada setiap penghantar dengan
adanya hambatan R internal yang besarnya Ix hambatan Rinternal.
Vsek
autotravo Tegangan sekunder autotrafo
Gambar 3.22
Grafik tegangan dan arus
2. Penyearah Inversuppessor
Penyearah inversuppessor adalah menekan tegangan, balik pada saat
anoda mendapat polaritas positif.saat anoda mendapat polaritas negative
dan katoda mendapat polaritas positif maka arus tidak bisa mengalir,
karena katoda juga merupakan sumber electron dan anoda tidak dapat
menarik elekton di katoda maka justru tolak menolak.
X A C
36
Cara kerja
1. Primer HTT bekerja, mendapat supply dari sekunder autotrafo.
2. Saat siklus I, titik A mendapat polaritas positif, titik B mendapat poaritas
negative maka arus mengalir dari A ke Bmelewati Rinversuppresor menuju
kesekunder autotrafo Y, pada saat itu titik C mendapat polritas negative dan
titik D mendapat polaritas positif, maka tegangna inverse yang merugikan
pada tabung dapat ditekan atau di drop sehingga arus tabung yang mengalir
tidak ada.
3. Saat A mendapat polaritas negative, titik B mendapat polaritas positif maka
arus akan mengalir dari Y positif ke B melalui D menuju ke A dan menuju ke X
negative pada saat itu titik C mendapat polaritas positif dan titik D mendapat
polaritas negative maka ada arus yang mengalir dari titk C ke anoda lalu ke
katoda kemudian ketitik D mendapat polaritas negative maka ada arus yang
mengalir dari titk c menuju ke anoda lalu ke katoda kemudian ke titik D, dan
kembali ke autotrafo, sehinggga terjadi arus elektron yang berkebalikan
dengan arus tabung.
Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar grafik berikut ini:
Tegangan primer
HTT
Vprim
er
HTT
Pada saat terjadi invers voltage arus
melewati R impress impresor
sehingga terjadi voltage drop yang
besar maka tegangan invers voltage
jadi kecil.
V.sek
HTT
V.tab
ung
37
3. Penyearah Sistem Bridge
Ke sekunder auto
trafo
Anoda
Katoda
Cara kerja
1. Saat sekunder bekerja pada periode I, titik A mendapat polaritas
positif dan titik B mendapat polaritas negative maka arus mengalir dari
A+ melalui dioda 1 menuju anoda. Diteruskan ke katoda lalu ke dioda 3
dan ke B kembali ke supply.
2. Saat sekunder bekerja pada periode 2 titik A mendapat polaritas
negative dan titik B mendapat polaritas positif. Maka arus mengalir dari
B positif melalaui dioda 2 menuju anoda diteruskan ke katoda lalu ke
dioda 4 lalu kembali ke supply (ac)
Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar grafik berikut ini
Tegngan sekunder
V.sekund auto trafo
er auto
trafo
Tegangan
primer HTT
V.primer
HTT Tinggi amplitudeo sekunder HTT
ditentukan oleh perban dingan trafo antara
primer dan sekunder HTT E1:N1=E2:N2
V.sekund
er
V tabung =V sekunder
V.tabun
g
Gambar 3.26
Grafik Tegangan dan Arus
38
4. Penyearah dengan anoda grounding
Gambar 3.27
Penyearah Anoda Grounding
Cara kerja
1. Saat titk A mendapatkan polaritas positif dan titik B mendapat polaritas
negative maka saat arus mengalir dari titik A menuju ground lalu anoda
menuju katoda masuk ke titik B negative melalui dioda 2.
2. Saat titik A mendapat polaritas negative dan titik B mendapat polaritas
positive, maka saat arus mengalir menuju ke titik B positive keground
lalu ke anoda menuju katoda kemudian ke titik A melalui dioda 1
Gambar Grafik :
Tegangan primer
HTT
V.primer
HTT
Tinggi amlitudo sekunder HTT ditentukan oleh
perbandingan trafo antara primer dan sekunder
HTT E1:N1=E2:N2
V.sekunder
Gambar 3.28
Grafik tegangan dan arus
39
5. Penyearah gelombang dengan 2 dioda
Gambar 3.29
Penyearah Gelombang dengan 2 Anoda
Cara Kerja :
1. Pada saat titik A mendapat polaritas positive dan titik B mendapat
polaritas negative, arus mengalir dari A ke dioda 1 lalu ke anoda menuju
katoda ke dioda 2 dan terakhir ke titk B. Pada saat ini terjadi penarikan
electron sehingga terjadi arus electron.
2. Saat titik A mendapat polaritas negative dan titik B mendapat polaritas
positive, arus mengalir dari titk B ke dioda 2, namun saat tegangan
mengalir, tegangan tersebut di drop di dioda 2 sehingga tidak terjadi arus
electron.
V.sekunder
auto trafo Tegngan sekunder auto
trafo
V.primer
HTT Tegangan primer
HTT
V.tabung =V sekunder
HTT
V.tabung
40
6. Penyearah Gelombang dengan 1 Dioda
Gambar :
A D
Ke sekunder Anoda
Auto trafo
Katoda
Cara Kerja :
1. Pada saat titik A mendapat polaritas positive dan titik B mendapat
polaritas negative, maka arus akan mengalir dari titik A ke dioda ke
anoda dan ke katoda kemudian ke titik B sehingga terjadi penarikan
electron atau arus electron
2. Sedangkan pada titik A mendapat polaritas negative dan titik B
mendapat polaritas positive, maka arus electron tidak akan terjadi. Hal
ini karena anoda mendapat polaritas negative dan katoda mendapat
polaritas positive.
V.sekunder
V tabung =V sekunder
V.tabung
41
7. Penyearah 3 phase
Penyearah 3 phase mendapat supply dari tegangan PLN 3 phase yang
dapat dihubung bintang ataupun hubungan segitiga. power supply 3 phase
hubungan segitiga dihubungkan dengan lilitan primer HTT, sedangkan
pada lilitan sekunder HTT terdapat 2 set yaitu lilitan S1A, S2A, S3A
dihubung bintang dan lilitan S1B, S2B dan S3B dihubung segitiga. Masing-
masing set dari lilitan sekunder disambung dengan 6 dioda penyearah
menjadi 2 kondisi rangkaian. Penyearah 3 phase yang kemudian
dihubungkan ke ground melalui titik E. Gambar penyearah 3 phase dapat
dilihat seperti pada gambar berikut ini :
Gambar 3.33
Penyearah 3 Phase
Pada gambar terlihat bahwa kutub positif dari dioda penyearah 3 phase
dihubung ke anoda (forward bias). Sedangkan kutub negatif dari dioda
penyearah 3 phase dihubungkan ke katoda (reversed bias).
jalannya arus untuk kutub positif adalah :
Dari titik kanan S1Btitik temu positifD8titik
11anodakatodatitik xtitik 10D1S1A
Dari titik S2Btitik temu positifD10titik
11anodakatodatitik xD3S2A.
Dari titik S3Btitik temu positifD12titik 11anodakatoda titik
xD5S3A.
42
dari titik kiri
S2AD3titik10xkatodaanodatitik11titik10S2B.
Dari titik kiri S3AD5titik 10xkatodaanodatitik
11D12S3B.
Gambar II.34
Generator 3 Phase
ke KVP MAYOR
X-ray tube
KV meter mA meter
Rangkaian HTT
43
Pada rangkaian ini terdapat trafo tegangan tinggi yang berfungsi untuk
memberikan beda potensial antara anoda dan katoda dimana anoda harus
selalu mendapat polaritas positif dan katoda harus selalu mendapat polaritas
negatif agar elektron-elektron bebas yang ada disekitar katoda dapat ditarik
ke anoda. Agar anoda selalu mendapat polaritas positif, maka dipasang
penyearah tabung rontgen.
Transformator adalah alat yang berfungsi untuk mendistribusikan tegangan
baik itu menaikkan ataupun menurunkan tegangan dari satu rangkaian
kerangkaian lain. Bila transformator tersebut untuk menaikkan tegangan
disebut transformator step up (pada HTT) dan apabila untuk menurunkan
tegangan disebut transformator step down (pada trafo filamen).
Transformator step up mempunyai jumlah lilitan sekunder lebih banyak dari
pada jumlah lilitan primernya sedangkan transformator step down
mempunyai jumlah lilitan sekunder lebih sedikit dari pada jumlah lilitan
primernya.
Pada HTT jenis transformator yang digunakan adalah step up dan
perbandingan transformasinya bisa mencapai 1 : 1000 atau tergantung dari
desain pabrik pembuatan. Bila pada kumparan primer dialiri arus bolak balik (
AC ) maka akan timbul garis-garis gaya magnet yang berubah-ubah
tergantung dari besarnya arus yang mengalir. Perubahan garis-garis gaya
magnet ini akan menyebabkan terjadinya gaya gerak listrik ( ggl ) pada lilitan
sekundernya, yang besarnya bergantung dari perubahan fliks pada setiap
perubahan waktu.
mA meter dipasang pada center tap dan disambung ke ground maksudnya
adalah untuk mengetahui besarnya nilai arus tabung yang mengalir pada saat
expose terjadi.
5 Rangkaian timer
Timer berfungsi untuk menentukan lamanya proses penyinaran.
Terdapat 4 jenis timer yaitu:
a) Timer Mekanik
b) Timer Elektrik
c) Timer Elektronik
d) Timer Automatic
44
a) Timer Mekanik
Gambar 3.36
Timer Mekanik
Cara kerja:
1. menetukan lamanya penyinaran dengan menarik valve p kearah searah
jarum jam, dalam waktu yang bersamaan jarum penahan PA lepas hingga
gigi gergaji W akan ikut berputar kekanan (searah jarum ajm) kontaktor C
dari normally open menjadi close.
2. setelah sesuai waktu yangn ditetapkan, misalnya sampai 0,3 detik jarum
PA mengunci roda gigi W.
3. sementyara preparation selesai, yaitu kV, mA dan waktu telah ditetapkan
maka PB SWE ditekan, sehingga akan ada arus yang mengalir dari power
supply menuju kontaktor C ke PB SWE kemabli ke relay S, kembali ke
power supply.
4. sehingga akan menyebabkan relay s energized dan menarik kontak SW3
hingga rangkaian power supply dan rangkaian tegangan tinggi terhubung
dan menyebabkan expose (penyinaran) dimulai.
5. sementara PB ditekan, maka akan menekan jarum valve PA sehingga
terlepas dari penguncian, gigi gergaji mulai berputar kea rah kiri
(berlawanan jarum jam).
Setelah waktu 0,3 detik tadi, valve sampai pada posisi nol. Maka valve
akan menyentuh kontaktor C hingga membuka kembali. Dengan
membukanya kontaktor C, relay S energized, kontaktor SW3 membuka
kembali, sehingga akan memutuskan hubungan antara rangakian Power
Supply dengan rangakaian transformator tegangan tinggi hingga proses
expose terhenti.
45
b) Timer Elektrik
Gambar II.36
Timer Elektrik
Gambar 3.37
Timer Elektrik
Cara kerja :
1. menetukan lamanya penyinaran dengan memutar knop K yang diikuti
lengan A kearah kiri (berlawanan jarum jam), misalnya 0,5 detik, dan plat
bsi D2 kearah kiri.
2. pada saat itu motor M telah berputar hingga memutar plat D1 kearah
kanan (searah jarum jam).
3. saat preparation selesai, yaitu kV, mA, waktu telah ditetapkan maka PB
SWE, terminal 1 terhubung dengan terminal 2, terminal 3 terhubung
dengan terminal 4.
4. dengan terhubungnya terminal 1 dan terminal 2, maka dari Power
Supply akan mengalir arus (menuju relay S) kembali ke power supply,
sehingga relay S energized. Dengan energizednya relay, maka plat D2
akan menempel dengan plat D1. sehingga plat D2 bergerak kekanan,
diikuti lengan A dan knop K.
5. pada waktu yang bersamaan, ada arus yang mengalir dari power supply
menuju ke kontaktor 3-4 lalu ke kontak lalu ke relay SW dan kemudian
kembali ke power supply.
46
c) Timer elektronik
Gambar II.37
Timer Elektronik
Gambar 3.38
Timer Elektronik
cara kerja:
1. Kita menentukan lamanya penyinaran waktu yang ada, T= R.C
2. SWE ditekan ke posisi on, sehingga terjadi pengisian kondensator
dengan arah arus dari terminal(+)SWRkondensator Cterminal
1. sementara itu, kontak SWS (bawah) akan close (karena digank
dengan SWE), sehingga relay SA akan energized, kontaktor SW3A
menutup, sehingga rangkaian power supply dan rangkaian HTT akan
terhubung dan expose akan berlangsung.
3. Berlangsungnya expose berbarengan dengan pengisian kondensator,
sehingga saat muatan kondensator penuh (time konstan 63%, karena
merupakan fungsi linier setiap perubahan waktu), yang merupakan
tegangan critical gride, maka pada posisi 63% itu maka relay SB
akan bekerja.
4. dengan berubahnya thyratron, maka arus mengalir ke relay SB
sehingga relay SB akan bekerja, dengan bekerjanya relay SB maka
kontaktor SW3 membuka.
5. membukannya SW3 menyebabkan terputusnya power supply dengan
HTT.
Kita menentukan lamanya penyinaran dengan perhitungan secara
matchmatik T = RxC. SWE ditekan untuk merubah posisi dari OFF ke ON,
sehingga terjadi pengisian kondensator dengan arus mengalir dari
47
terminal positif, SWR, kondensator C, terminal negatif. Sementara itu
saat SWE ditekan kontak akan berada pada posisi ON dan energiese.
Kontaktor SW3A akan menutup, yang mengakibatkan terhubungnya
rangkaian power supply dengan HTT sehingga ekspose berlangsung.
Berlangsungnya ekspose bersamaan dengan pengisian kondensator.
Sehingga pada saat muatan kondensator penuh (time konstan sebesar
63% karena merupakan fungsi linier setiap perubahan waktu). Yang
merupakan tegangan Critical Grid, maka pada kondisi 63% itu relay SB
akan bekerja.
Dengan bekerjanya thyratron maka arus akan mengalir ke relay SB,
sehingga relay SB akan bekerja. Dengan bekerjanya relay SB maka
kontaktor SW3 membuka. Membukanya SW3 menyebabkan terputusnya
power supply dengan HTT, dan ekspos selesai.
d) Timer Automatik
1) Timer dengan Iontomat Chamber
Gambar 3.39
Timer Automatik
Cara Kerja :
1. Lamanya penyinaran ditentukan oleh banyaknya radiasi sinar x yang
menembus tubuh pasien dan kemudian diterima oleh ionisation
chamber
2. Pada saat exposure switch SWE ditekan maka terjadi kontak antara
pin 5 dan pin6, sehngga menyebabkan pada primer high tension
transformer terjadi hubungan tertutup melalui pin 7, 5, 6, 8, dan
terjadilah expose.
3. D.C.2 memberikan supplai tegangan pada kapasitor C melalui
ionisation chamber (IC). Pada saat terjadi expose IC akan teradiasi
oleh sinar-x sehingga menyebabkan kapasitor C mulai terisi muatan
listrik.
48
4. Pada saat yang sama tegangan pada grid thyristor secara bertahap
akan menyebakan grid terbuka sehingga terjadi kontak antar
elektoda pada thyristor.
5. D. C. 1 akan memberikan supply tegangan dari +, S1, elektroda-
elrktoda thyristor menuju bagian pada D. C. 1. Maka solenoid S1
akan menari kontaktor SW3 dan menyebabkan proses expose
berhenti.
Gambar 3.40
Timer Automatik dengan Fluorecent Screen
Cara Kerja :
1. Lamanya penyinaran ditentukan oleh banyaknya radiasi sinar x yang
menembus tubuh pasien dan kemudian diterima oleh fluorosent
scren dan diubah menjadi cahaya tampak, dimana cahaya tampak
tersebut akan mempengaruhi kinerja PEC
2. Pada saat exposure switch SWE ditekan maka terjadi kontak antara
pin 5 dan pin6, sehngga menyebabkan pada primer high tension
transformer terjadi hubungan tertutup melalui pin 7, 5, 6, 8, dan
terjadilah expose.
3. D.C.2 memberikan supply tegangan pada kapasitor C melalui PEC
yang kerjanya dipengaruhi oleh banyaknya intensitas cahaya tampak
yang dihasilkan oleh Fluorosent Scren ( FS ). Pada saat terjadi expose
FS akan mengubah sinar-x menjadi cahaya tampak sehingga
kontaktor PEC menjadi terhubung dan menyebabkan kapasitor C
mulai terisi muatan listrik melalui PEC.
49
4. Pada saat yang sama tegangan pada grid thyristor secara bertahap
akan menyebakan grid terbuka sehingga terjadi kontak antar
elektoda pada thyristor.
5. D. C. 1 akan memberikan supply tegangan dari +, S1, elektroda-
elrktoda thyristor menuju bagian pada D. C. 1. Maka solenoid S1
akan menari kontaktor SW3 dan menyebabkan proses expose
berhenti.
3) mAS Timer
Biasanya dipakai pada pesawat roentgen yang menggunakan two type
methods (kV, mAS).
Gambar mAS Timer:
Gambar 3.41
mAs Timer
Cara kerja :
1. menetukan lamanya waktu penyinaran = R.C
2. pada saat PB SWE ditekan maka akan ada arus yang mengalir dari
power supply menuju terminal 7,5,6,8 SW3 lalu menuju kumparan
primer HTT dan kembali ke supply.
3. maka akan ada arus yang mengalir pada sekunder trafo tegangann
tinggi dengan arah arus : Rectifier menuju kapasitor. Sehingga
kapasitor akan terisi penuh sebesar 0,63 C.
4. setelah kapasitor terisi penuh, maka Thirytron akan mendapat
tegangan sehingga akan mengaktifkan relay S1.
5. dengan aktifnya Relay S1, maka kontaktor SW3 akan terbuka.
Sehingga tidak ada arus yang mengalir pada primer trafo tegangan
tinggi.
6. proses penyinaran telah selesai.
50
B. Wiring diagram pesawat rontgen konvensional
X Ray Tube
Gambar II.41
Wiring Diagram Pesawat Rontgen Konvensional
51
6. Tahap - tahap pengoperasian pesawat rontgen konvensional
a. Tahap I ( Preparation )
1) Main Switch On,
2) Lihat keadaan voltage indikator, jika jarumnya bergerak ke kanan maka
kita harus menambah jumlah lilitan primer auto trafo dengan
menggunakan Line V (voltage Compensator) jika jarum bergerak ke kiri
maka kita harus mengurangi jumlah lilitan primer pada auto trafo dengan
menggunakan line V (voltage compensator) sehingga diperoleh
perbandingan transformasi antara nilai tegangan & jumlah lilitan primer
dengan nilai tegangan & jumlah lilitan sekunder menjadi tetap dengan
demikian nilai tegangan setiap lilitan akan menjadi jelas nilai nominalnya.
3) Memilih radiografi / fluoroscopy tergantung kebutuhan.
4) Menentukan besarnya tegangan tinggi (KV) sesuai kebutuhan dengan
menggunakan KV selector mayor dan minor dengan ditunjukkan pada KV
meter untuk Radiografi. Menentukan besarnya tegangan tinggi (KV)
untuk fluaroscopy dengan menggunakan KV selector untuk fluaroscopy.
5) Menentukan besarnya mA control pada rangkaian pemanas filamen
dengan mengatur tahanan atur sehingga terjadi voltage drop yang berarti
tegangan pemanas filamen kecil, besarnya dilihat di mA meter untuk
fluoroscopy mengatur besarnya mA dengan memutar selector mA untuk
fluoroscopy.
6) Menentukan lamanya penyinaran dengan mengatur timer pada selector
timer. filamen tabung rontgen mulai menyala, jika X ray tube
menggunakan rotating anoda, maka anoda mulai berputar.
7) Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis pemotretan, mengatur letak
bucky, spot film device, dan CCTV.
b. Tahap II ( Ready )
1) Jika yang dilakukan Radiografi maka kita menekan handswitch posisi 1/2 ,
Rotating anoda pada tabung rontgen akan berputar normal pada tegangan
normal.
2) Filamen mendapat tegangan normal 12 24 V, filamen mengalami
pemanasan sehingga terjadi Thermionic Emission, elektron terlepas dari
ikatan atomnya dan membentuk awan elektron.
52
3) Timer bekerja sehingga akan menghubungkan semua kontraktor dengan
push button yang digang / dihubung
4) Setelah timer ditekan sehingga HTT mendapat supply dari Power Supply,
setelah anoda dan katoda disambungkan dengan HTT, Primer HTT diberi
tegangan AC menginduksi medan listrik, timbul garis-garis gaya magnet
(Garis Gaya Magnit) yang berubah setiap saat/waktu, sehingga
menimbulkan Gaya Gerak Listrik pada kumparan sekunder HTT akibatnya
timbul beda potensial antara anoda dan katoda.
5) Setelah anoda dan katoda mendapat beda potensial, yaitu pada saat
anoda mendapat polaritas (+) dan katoda mendapat polaritas (-) maka
awan elektron pada katoda tertarik menuju anoda dan tertahan di anoda
akibatnya terbentuk rangkaian tertutup karena adanya arus elektron yang
berlawanan dengan arus tabung.
6) Selain terjadi arus tabung maka saat elektron membentur target yang
menumbuk sampai ke inti atom disebut Breamstrakhlung sedangkan
electron yang menubruk lapisan kulit K disebut K karakteristik, yaitu
terpentalnya atom di kulit K dan diisi kembali oleh atom dari partikel di
sekitarnya. Perpindahan atom menuju kulit K menghasilkan Energi
Gelombang Elektromagnetik yang panjangnya 0,1 1 Amstrong yang
disebut sinar X / sinar rontgen.
7) Setelah waktu yang telah ditentukan maka timer tidak bekerja lagi, dan
akan memutuskan hubungan antara Power Suplly dan HTT, sehingga HTT
tidak mendapat tegangan tinggi dan expose pun terhenti.
8) Lamanya expose / penyinaran ditentukan oleh pemilihan timer.
53
BAB IV
X-RAY GENERATOR DAN APPARATUS
A. X Ray Generator
X ray generator adalah alat atau pesawat atau disebut pesawat Rontgen,
untuk membangkitkan sinar X. Sedangkan yang dimaksud apparatus di sini
adalah alat kelengkapan dari pesawat rontgen untuk melakukan pemotretan
dengan sinar X.
X ray generator tersebut terdiri dari bagian bagian yang telah diuraikan
di depan. Semua bagian bagian itu dibuat untuk memenuhi persyaratan
terbangkitnya sinar X dan untuk mengendalikan atau mengatur sinar X sesuai
kebutuhan untuk membuat photo.
Secara fisik pesawat rontgen terdiri dari :
1. Control table
Control table adalah bagian dari pesawat rontgen untuk mengatur sinar X
yang akan dibangkitkan. Pengatur sinar X tersebut adalah :
a. KV kontrol
Gunanya untuk mengatur besarnya tegangan tinggi pada tabung sinar
X yang dipakai untuk mengatur daya tembus sinar X yang akan
dibangkitkan. KV kontrol berupa tombol atau kenob yang diputar
untuk menunjuk suatu angka besaran KV.
b. KV meter / Indikator KV
Untuk mengetahui atau memonitor besarnya KV yang diatur
menggunakan KV meter atau angka sebagai indikator KV yang
didinginkan. KV meter atau angka indikator KV menunjukkan besarnya
tegangan yang akan muncul pada tabung sinar X dan disebut kualitas
sinar X.
c. mA kontrol berupa tombol untuk mengatur besarnya Arus Tabung
sinar X dan disebut kuantitas/besarnya/banyaknya sinar X yang akan
dibangkitkan pada tabung sinar X.
d. mA meter
mA meter sebagai indikator besarnya arus tabung sinar X sesuai
dengan angka yang dipilih pada mA kontrol.
e. Timer
Timer adalah alat untuk mengatur waktu lamanya penyinaran sinar X
yang akan dilaksanakan. Gabungan antara besaran mA (arus tabung
sinar X) dan lamanya waktu penyinaran (second) menjadi suatu
besaran mAS yang dipakai untuk mengatur kehitaman film pada photo
yang dibuat, dengan 3 macam pengontrol yaitu :
54
- KV kontrol (pengatur tegangan tinggi tabung)
- mA kontrol (pengatur arus tabung)
- Second (pengatur waktu/timer)
Dipakai untuk membuat photo rontgen agar didapatkan mutu gambar
yang optimal.
i. Timer Fluoroscopy
Timer Fluroscopy dipakai sebagai indikator waktu lamanya penyinaran
Fluoroscopy.
Fluoroscopy dibatasi waktunya paling lama 5 menit. Setelah 5 menit,
Fluoroscopy di blok : sinar X tidak keluar, kecuali setelah timer di Reset
ke nol.
55
Gambar 4.1
Control Table dengan Three Point Methode
Gambar 4.2
Control Table dengan Two Point Methode
56
2. High Tension Transformer Tank (HTT)
HTT adalah bagian dari pesawat Rontgen yang berfungsi untuk :
- membangkitkan tegangan tinggi
- menyearahkan tegangan tinggi
- membuat tegangan rendah sesuai tegangan yang diperlukan oleh
filamen tabung sinar X.
X ray tube
Control Overtable
Table Bucky
Wall
HTT
Explorator
Stand
Patient Table
X-ray tube
Undertable
Gambar 4.3
Blok Diagram Pesawat Rontgen
57
Gambar 4.4
Fisik HTT
3. X Ray Tube
X ray tube adalah alat yang digunakan sebagai sumber pembangkit sinar
X.
X ray tube mendapat tegangan tinggi pada Anode, sedangkan katode dari
tegangan filamen dari HTT. Ada 2 buah X ray tube, yaitu :
- Overtable tube, yang letaknya di atas, dipasang pada tiang X ray tube.
- Undertable tube, letaknya di bawah meja pasien yang fungsinya untuk
fluoroscopy dan photo seri menggunakan explorator.
Untuk pemindahan pemakaian X ray tube dipakai Relay tegangan tinggi
yang berada di dalam HTT.
Gambar 4.5
Overtable Tube
58
Gambar 4.6
Undertable Tube
B. X Ray Apparatus
Yang dimaksud X ray apparatus adalah alat alat yang dipakai untuk
melaksanakan pembuatan photo rontgen, antara lain :
1. Universal Patient Table
Universal patient table atau disebut patient table saja adalah alat untuk
tempat tidur pasien yang akan diphoto.
Disebut Universal karena dapat dipakai untuk membuat photo bermacam
macam, seperti photo abdomen, kepala, tangan, kaki, pinggang, dan lain
lain, juga fluoroscopy. Meja pasien ini dapat digerakkan dari 0 sampai
dengan 180, sesuai kebutuhan pemotretan.
Patient table mempunyai 2 Bucky :
b. Bucky yang ada di bawah meja disebut Bucky table.
Gunanya untuk membuat photo dengan menggunakan X ray tube
Overtable.
c. Bucky yang ada di explorator.
Gunanya untuk membuat photo seri menggunakan X ray tube
Undertable.
59
2. Explorator / Spot Film Device (SFD)
SFD adalah tempat mengatur posisi kaset saat pelaksanaan photo seri
dimana antar Radiografi gdan fluoroscopy dilakukan secara bergantian.
Pada pemotretan Radiografi, diperlukan kaset berada pada Expose Area.
Sedangkan pada pemotretan Fluoroscopy, kaset berada pada Free Area.
Untuk Fluoroscopy, dibutuhkan peralatan pendukung yang disebut CCTV
(Close Circuit Television), yang terdiri dari :
a. Image Intensifyer yaitu alat yang berfungsi untuk merubah sinar X
menjadi cahaya tampak.
b. Camera yaitu alat yang dapat merubah cahaya tampak menjadi
sinyal Video / sinyal listrik.
c. TV Monitor yaitu alat yang dapat merubah sinyal Video / sinyal
listrik menjadi bayangan gambar pada layar monitor.
Gambar 4.11
TV Monitor
60
3. Bucky wall stand / Bucky stand
Bucky wall stand adalah alat untuk membuat photo rontgen yang
ditempelkan pada dinding / tembok (wall). Kalau bucky nya diletakkan
pada tiang bucky (saja) disebut Bucky Stand.
Untuk membuat photo rontgen dengan bucky wall stand menggunakan X
ray tube Overtable yang berada pada tiang X ray tube.
Gambar 4.12
Bucky Wall Stand
4. Kolimator
Kolimator adalah alat untuk membatasi luas lapangan penyinaran sinar X
yang akan dikanakan pada obyek penyinaran (pasien). Karena sinar X itu
berbahaya, maka luas lapangan obyek dibatasi untuk yang diperlukan saja.
Selain untuk meminimalkan bahaya radiasi, juga untuk mendapatkan mutu
gambar yang optimal.
61
BAB V
JENIS - JENIS PEMOTRETAN DENGAN SINAR X
1 2 3
Gambar 5.1
Konfigurasi Pemotretan Tunggal
Keterangan :
1. X Ray Tube
2. Patient
3. Film (pada bucky table)
62
b. Explorator
Yaitu alat yang berfungsi sebagai penggerak atau pengatur kaset agar pada
pelaksanaan radiografi, kaset berada pada posisi expose area dan kalau
pada pelaksanaan fluoroscopy, kaset berada pada posisi free area.
63
BAB VI
TEKNOLOGI PESAWAT RONTGEN
A. X-Ray Generator
Gunanya untuk mengatur besarnya tegangan tinggi pada tabung sinar-x yang
dipakai untuk mengatur daya tembus sinar-x yang akan dibangkitkan KV kontrol
berupa tombol atau kenob yang diputar untuk menunjuk suatu angka besaran KV.
b. KV meter/Indikator KV
Berupa tombol untuk mengatur besarnya arus tabung sinar-x dan disebut
kuantitas/besarnya/banyaknya sinar-x yang akan dibangkitkan pada tabung sinar-
x.
64
d. mA meter
mA meter sebagai indikator besarnya arus tabung sinar-x sesuai dengan angka
yang dipilih pada mA kontrol. mA meter dipasang pada center HTT.
e. Timer
Timer adalah alat untuk mengatur waktu lamanya penyinaran. Gabungan antara
besaran mA ( arus tabung sinar-x ) dan lamanya waktu penyinaran ( second )
menjadi suatu besaran mAs yang dipakai untuk mengatur kehitaman film pada
photo yang dibuat. dengan 3 macam pengontrol yaitu:
f. Tombol pemilih apparatus
Tombol untuk mengatur tengangan tinggi tabung sinar-x pada waktu fluoroscopy.
h. mA kontrol untuk Fluoroscopy
tombol ini untuk mengatur besarnya arus tabung sinar-x pada waktu fluoroscopy.
i. Timer Fluoroscopy
65
2. High Tension Transformer Tank ( HTT )
X-Ray tube adalah tabung rontgen yang digunakan sebagai sumber pembangkit
sinar-x. X-Ray tube mendapat tegangan tinggi untuk memberi beda polaritas
antara anoda dan katoda. Ada 2 buah X-Ray tube, yaitu :
X-Ray tube Overtable , yang letaknya diatas dipasang pada tiang X-Ray
tube.
X-Ray tube Undertable, letaknya dibawah meja pasien yang fungsinya
untuk fluoroscopy dan photo seri menggunakan exploratory
66
Gambar 6.3 HTT tank
Universal patient table atau disebut patient table adalah alat untuk tempat tidur
pasien yang akan di photo. Universal patient table dapat dipakai untuk membuat
photo bermacam-macam, seperti photo abdomen, kepala, tangan, kaki, pinggang,
dan lain-lain juga fluoroscopy. Meja pasien ini dapat digerakkan dari 0 derajat
sampai dengan 180 derajat. Sesuai kebutuhan pemotretan.
Patient table dilengkapi 3 Bucky :
Bucky yang ada dibawah meja disebut Bucky table
Bucky yang ada di explorator, gunanya untuk membuat photo
1. Bucky Table
Bucky yang ada didalam meja pasien disebut bucky table. Gunanya untuk
membuat photo dengan menggunakan X-Ray tube overtable.
2. Bucky Wall Stand
Bucky wall stand adalah alat untuk membuat photo rontgen yang ditempelkan
pada dinding/tembok ( wall ). Jika bucky diletakkan pada tiang bucky saja disebut
Bucky Stand.
3. Bucky didalam explorator untuk kelengkapan photo seri
Untuk membuat photo rontgen dengan bucky wall stand menggunakan X-Ray
tube Overtable yang berada pada tiang X-Ray tube.
4. Tube Arm (Lengan penyangga X-ray tube)
5. Sistem Penggerak Pasient Table
6. Collimator dan FFD
67
Collimator adalah alat untuk membatasi luas lapangan penyinaran sinar-x yang
akan dikenakan pada objek penyinaran ( pasien ). Karena sinar-x itu berbahaya,
maka luas lapangan penyinaran dibatasi untuk yang diperlukan saja. Selain untuk
meminimalkan bahaya radiasi, juga untuk mendapatkan mutu gambar yang
optimal. FFD adalah Focus Film Distance gunanya untuk mengukur jarak focus
dengan film atau jarak pemotretan yang biasa digunakan adalah 1 (satu) meter.
68
BAB VII
CCTV ( CLOSED CIRCUIT TELEVISION )
Photo seri adalah pemotretan yang dilakukan lebih dari satu kali sehingga
dalam satu film dapat dihasilkan lebih dari satu gambar dengan flouroscopy dan
radiografi dilakukan secara bergantian.
SOP Pelaksanaan Photo seri :
1. Atur posisi pasien untuk salah satu pemotretan seperti colon, IVP
(kandung kemih), HSG (Rahim), Apendix (Usus Buntu)
2. Atur tombol pengaturan berapa gambar dalam 1 film, misal 1 gambar, 2
gambar, 3 gambar, atau 4 gambar.
3. Lakukan flouroscopy terlebih dahulu dengan posisi bucky didalam
explorator berada pada free area
4. Setelah diketahui adanya kelainan organ didalam tubuh maka
flouroscopydigantikan dan diganti dengan radiografi
69
5. Pengambilan dari flouroscopy ke radiografi adalah dengan
memindahkan posisi kaset pada posisi exposure area dan memindahkan
tombol foot switch ke hand swicth
6. Jika pemotretan akan dibuat lebh dari satu gambar maka diatur lagi
posisi pasien seperti keadaan awal
A. Blok Diagram CCTV Dilengkapi dengan ADR
Cara kerja blok diagram CCTV adalah Sinar-X keluar dari X-Ray Tube yang
dibangkitkan dari X-Ray Generator akan mengenai tubuh pasien yang terdiri dari
kumpulan jaringan atau organ yang memiliki kerapatan berbeda-beda. Sinar-X
tersebut ada yang diserap tubuh dan ada pula yang keluar menembus pasien,
sehingga intensitas Sinar-X yang masuk kedalam tubuh dan yang keluar tidak
sama. Sinar-X yang keluar dari tubuh manusia tersebut akan diterima Image
Intensifier, disini cahaya yang tidak tampak ( Sinar-X ) dirubah menjadi cahaya
tampak yang memiliki kualitas baik.
Cahaya tampak keluaran dari image intensifier tersebut diterima oleh
camera, sehingga cahaya tampak akan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik
dirubah menjadi sinyal video oleh Control TV / Central TV. Sinyal video tersebut
oleh TV Monitor akan dirubah menjadi sinyal gambar.
B. Komponen CCTV
Pada bagian ini akan dijelaskan prinsip dasar komponen tersebut secara
detail. Komponen yang merupakan satu kesatuan CCTV adalah :
1. Explorator / Spot Film Device
2. Image Intensifier
3. Camera
4. Central TV
5. TV Monitor
6. Rangkaian ADR ( Automatic Dose Rate )
70
1. Explorator / Spot Film Device
Gambar 7. 3 Eksplorator
Ilustrasi Eksplorator
Camera
Image Intensifier
Eksplorator
X-Ray Tube
Under Table
Gambar 7. 4 Eksplorator
71
Tombol Yang Berada Pada Explorator
: Kompression
1
: Decompression
2
: Exposure
3
6 : Split To Half
7 : Split To Quarter
9 : Fluoroscopy ( screening )
10 : Screening Kv
11 : Bucky Exposure
12 : FFD/SID 150
13 Linier Tomografi 0, 8
:
14 : Linier Tomografi 1, 2
72
15 : Angiografi
16 : Collimation auto
17 : Contrast
18 : Brighness
19 : Normal Size
Zoom
20 :
2. Image Intensifier
Image Intensifier adalah suatu alat yang digunakan untuk merubah Sinar-X
menjadi Cahaya Tampak dimana berkas-berkas cahaya tersebut diproses
sedemikian rupa menjadi Berkas Cahaya yang lebih tajam ( berkualitas baik ).
Image Intensifier dilengkapi dengan beberapa komponen, yaitu input phosper (
input screen ), photo cathode, tiga buah metal yang merupakan 3 elektroda (
electron optic ) berbentuk ring dan output phosper ( output screen ). Yang perlu
kita ketahui adalah penguatan ketajaman gambar pada output phosphor ( output
screen ) adalah sebanyak 1000 kali dari cahaya masukannya.
73
Bagian Bagian Image Intensifier :
Input Screen
74
Input screen ini merupakan suatu yang terbuat dari bahan fluorescent /
crystals iodide ( CsI ) yang mempunyai sifat memendarkan cahaya apabila terkena
radiasi sinar-X. sehingga input screen berfungsi sebagai pengubah sinar x menjadi
cahaya tampak.
Besar bayangan objek ( s1 ) yang dihasilkan pada input screen sesuai rumus
{s1 = s ( d1/d )}. Sedangkan untuk besarnya magnifikasi ( M ) bayangan adalah {M
= ( s1/s )}. Disamping itu pula besarnya ukuran bayangan objek yang di peroleh
pada tabung image intensifier tergantung dari :
Penyimpangan radiasi
Jarak antara objek dengan input screen tabung image intensifier
Ukuran objek asalnya harus lebih kecil dari ukuran bidang input screen
tabung image intensifier.
Photo Cathode ( Foto Katoda )
Photo Cathode adalah suatu bagian Image Intensifier yang berfungsi untuk
merubah cahaya tampak menjadi elektron
Electron Optic
Electron optic terbagi menjadi 3 bagian, yang pertama adalah electron optic
1, electron optic 2, lalu electron optic 3. Masing masing dari electron optic ini
memiliki fungsi yang berbeda beda. Fungsi dari masing masing electron optic
tersebut antara lain adalah :
Electron Optic 1 = Mempercepat Electron
Electron Optic 2 = Memfokuskan Electron
Electron Optic 3 = Memayarkan Electron agar sesuai dgn Ouput Screen
75
disebut elektron gun. Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan
medan listrik atau medan magnet.
Bila kita analogikan terhadap cara kerja tabung gambar televisi yang
memanfaatkan medan listrik untuk memfokuskan electron, maka cara kerjanya
adalah sebagai berikut :
76
Output Screen
Output screen merupakan bagian akhir yang berada pada image intensifier,
dengan begitu fungsi daripada Output Screen ini adalah merubah electron yang
sudah di fokuskan dan di payarkan sesuai ukuran ouput screen mennjadi cahaya
tampak. Bahan yang membuat outputscreen bisa merubah electron menjadi
cahaya tampak salah satunya adalah Zinc Cadmium Sulfide.
Glass Envlope
Tabung Image Intensifier merupakan sebuah tabung yang terbuat dari Glass
Envlope yang vacuum. Bagian depan image intesifier terbuat dari bahan
fluorosent yang dilapisi oleh photo cathode, kedua kombinasi ini disebut dengan
input screen. Pada bagian belakang glass envelope dipasang output screen dan
silinder anoda yang saling berhubungan. Sedangkan system optic electron dalam
77
glass envlope ini terbuat dari 3 metal berbentuk silinder tipis.
Apabila suatu objek dikenai Sinar-X maka sebagian energinya akan diserap oleh
objek tersebut. Adapun besar kecilnya penyerapan tergantung dari dua faktor,
yaitu:
Ketebalan objek
Nomor atom dari objek
Untuk ketebalan objek, semakin gemuk seseorang maka penyerapan
energinya juga semakin besar. Jadi semakin tebal objeknya semakin banyak
energi sinar-x yang diserap. Untuk nomor atom dari objek, semakin besar nomor
atomnya maka semakin banyak penyerapan energinya.
Setelah Sinar-X menembus objek, sinar tersebut akan masuk ke input screen
sehingga terjadi benturan dengan input screen yang terbuat dari bahan fluorosent
screen. Bahan itu akan memancarkan photon cahaya bila terkena Sinar-X, setelah
itu photon cahaya tersebut akan mengenai foto katoda, sehingga bahan tersebut
memancarkan electron. Kejadian pemancaran electron tersebut itu disebut juga
emisi foto listrik.
78
3. Camera
Camera pada Pesawat Rontgen ini merupakan sebuah komponen yang berfungsi
untuk merubah cahaya tampak menjadi sinyal listrik.
1) Jenis-jenis Camera
a) Vidicon
Gambar 7. 14 Vidicon
Vidicom mempunyai diameter plat penyetel sebesar 1 inci, 2/3, atau 1, 2 inci.
Dalam tabung kamera ini, sasaran yang peka cahaya ( plat bayangan ) dibuat dari
trisulfida antimoni.
b) Plumbicon
Plumbicon ini adalah jenis camera buatan N.V. Philips. Bentuk fisiknya serupa
dengan vidicom, tetapi pelat bayangan plumbicom terbuat dari oksida timbal (
pbo ). Kepekaannya lebih baik pada cahaya biru atau merah.
79
c) Saticon
Saticon ini adalah jenis camera dengan merek dagang Hitachi Ltd. Pelat bayangan
terbuat dari selenium, arsenic dan tellurium.
d) Silicon Vidicon
Titik sambungan semikonduktor silicon di gunakan untuk bahan sasaran di dalam
silicon vidicon. Keuntungannya adalah sensitivitasnya yang tinggi untuk
pemakaian dengan cahaya rendah.
e) Chalnicon
Chalnicon ini adalah jenis camera dengan merek dagang Toshiba Electric co.Ltd.
Sasarannya berupa sebuah susunan lapisan ganda yang rumit yang terdiri dari
oksida kaleng, cadmium helenide dan trisulfida arsebik. Tabung kamera ini
memiliki sesitivitas yang sangat tinggi.
f) Newvicon
80
Gambar 7. 17 Konstruksi Bagian Dalam Vidicon
81
2/3 inci ( 18 mm )
82
Sehingga dari kedua bagian camera yang telah dijelaskan diatas ( Face Plate,
Sodium Anti Mony ( Outside Zenc ) Dan Pick Up Tube ) dapat kita ketahui bahwa
cara kerja secara keseluruhan dari camera ini adalah :
a) Didalam tabung camera terjadi proses pemayaran / scanning :
1. Mula-mula filament mendapat pemanasan sehingga terjadi thermionic
emission. Elektron-elektron yang dihasilkan akan ditarik ke bidang
sasaran bagian dalam face plate yang dilengkapi bahan peka cahaya
terbuat dari trisulfida antimoni.
2. Sebelum sampai sasaran, elektron-elektron dikontrol oleh G1,
dipercepat G2 dan difocuskan oleh G3 menjadi berkas titik yang
disebut elektron gun.
3. Elektron gun ini akan menyapu seluruh permukaan bidang sasaran
yang digerakkan oleh rangkaian horizontal deflection dan rangkaian
vertical deflection.
4. Pada sekeliling bidang sasaran dilengkapi dengan kisi G4 yang
merupakan piringan mata jala halus dengan potensial 400 volt
terhadap filamen katodanya.
5. Tetapi karena sasaran diberi tegangan rendah ( 50 volt ) maka saat
elektron gun akan mendarat ke bidang sasaran terjadi pengereman
sehingga akan mengurangi terjadinya radiasi hambur ( secondary
elektron yang menyebabkan noise ) dan mendarat dengan sudut
sebesar 90, yang tegak lurus pada semua titik permukaan.
b) Trisulfida antimoni yang sifatnya peka cahaya ini merupakan lapisan foto
konduktif. Tahanannya akan berkurang sesuai dengan pertambahan cahaya
yang diterima dari image intensifier. Saat melaksanakan ekspose, tentu hasil
cahaya yang keluar dari image intensifier tidak merata ( karena ada
perbedaan nomer atom pada tubuh ) jadi ada cahaya yang sangat tajam atau
cahaya yang sangat lemah, saat cahaya yang intensitasnya berbeda itu
terkena bahan trisulfida antimony maka akan ada bagian yang sangat
konduktif dan ada pula yang tidak. Saat itu pula, terjadi scanning oleh
elektron gun ( sudah dijelaskan di point a ), dengan kata lain, cahaya yang
datang akan dirubah menjadi sinyal listrik / sinyal video.
c) Cahaya yang telah dirubah menjadi sinyal listrik ini akan diteruskan ke control
unit / central tv untuk diolah ( diperkuat ) menjadi sinyal video dan diproses
untuk dijadikan sinyal gambar pada TV Monitor.
83
4. TV Monitor dan Central TV
84
Didalam TV Monitor terdapat beberapa bagian yang bekerja secara kompak
untuk membuat konversi antara sinyal listrik / sinyal video menjadi sinyal
gambar.
a) Cara Kerja Tabung CRT
Didalam tabung ini terjadi 2 proses, yaitu proses pembuatan awan elektron,
pemfokusan elektron dan proses pembelokan berkas elektron.
Pembuatan Elektron
Bidang cahaya yang lebar lagi redup itu perlu dibuat menjadi bintik yang
tajam dan cerah. Guna mewujudkan hal tersebut maka pancaran elektron yang
keluar dari katoda ke anoda harus dibuat menjadi berkas elektron yang tipis dan
kuat yang intensitas layernya sesuai dengan kebutuhan.
Pemfokusan Elektron
85
magnet. Dalam tabung gambar televisi ( CRT ) dimanfaatkan medan listrik. Cara
kerjanya adalah sebagai berikut :
Berkas elektron perlu dibawa ke segala penjuru layer gambar agar dapat
melukiskan informasi gambar. Pembelokan berkas elektron itu akan dikerjakan
secara listrik oleh suatu peralatan. Pada dasarnya elektron akan dibelokkan
kearah horizontal ( dari kiri ke kanan dan sebaliknya ). Guna membelokkan berkas
86
elektron itu maka di leher tabung CRT dipasang dua pasang kumparan, satu
pasang kumparan akan membelok-belokkan berkas elektron ke arah horizontal,
satu pasang yang lain akan membelok-belokan berkas elektron ke arah vertikal.
Pasangan kumparan yang pertama tadi disebut kumparan pembelok horizontal (
Horizontal Deflection Coil ) dan pasangan kumparan yang lain disebut kumparan
pembelok vertikal ( Vertical Deflection Coil ). Sistem dari kedua pasang kumparan
ini disebut juga dengan Deflection Joke atau disingkat dengan DJ.
b) Cara Kerja Penguat Video ( Penguat Sinyal Gambar )
Ada dua jenis denyut sinkronisasi yang terjadi pada proses ini, yaitu
denyut sinkronisasi vertical dan denyut sinkronisasi horizontal. Denyut-
denyut tersebut dipancarkan setiap 64 mikro second.
Pemisah sinkronisasi pada tingkat pertama memisahkan denyut-denyut
sinkronisasi dari sinyal gambar, kemudian pada tingkat kedua adalah :
Membalik fasa sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk
mengumpan oscillator penelusuran.
87
Membentuk sama tinggi amplitudo denyut-denyut sinkronisasi.
Memperbaiki denyut-denyut sinkronisasi sesuai dengan keperluan.
Memperkecil pengaruh gangguan.
88
sekali terhadap gangguan-gangguan dari luar.
Detektor Fasa
Rangkaian ini adalah sebuah penyearah yang terdiri dari dua buah
dioda. Dalam rangkaian ini, sinyal yang berasal dari pemisah sinkronisasi
disearahkan, bersamaan dengan itu dibandingkan dengan sinyal yang berasal
dari salah satu penguat pembelok horizontal. Secara garis besar detektor fasa
bekerja sebagai berikut :
Pertama, kita misalkan tidak ada sinyal dari penguat akhir
horizontal. Sinyal a dan sinyal b berasal dari separator sinkronisasi
adalah sama kuat tetapi saling berlawanan fasa. Karena pada
89
dioda 1 ( D1 ) dan dioda 2 ( D2 ) ada sinyal yang berlawanan fasa
dan sama kuat, dioda-dioda tersebut tidak menghantar. Antara
terminal R3 dan ground tidak ada tegangan.
Jika ada sinyal yang berasal dari penguat akhir horizontal, maka
pada titik petemuan antara D1 dan D2 menjadi positif / negatif
terhadap ground. Potensial ini ditentukan dengan fasa sinyal
tersebut. Maka sekarang keseimbangan menjadi terganggu pada
terminal R3 timbul potensial.
Potensial pada terminal R3 ini diteruskan ke oscillator horizontal.
Oleh potensial inilah frekuensi dan fasanya di koreksi. Penguat
akhir horizontal tidak secara langsung mendapat sinyal dari
oscillator horizontal, melainkan dari suatu tingkat penggerak (
driver ). Tingkat penggerak ( driver ) mempunyai pekerjaan :
1. Menyediakan denyut-denyut yang berasal dari oscillator
horizontal menjadi bentuk blok yang diperlukan.
2. Menyediakan denyut-denyut yang cukup kuat untuk
keperluan pengumpan penguatan akhir.
Karena pada sirkuit masukan maupun sirkuit keluarannya
rangkaian penggerak ini diterapkan kumparan-kumparan, maka
pada hakikatnya rangkaian ini merupakan suatu rangkaian tertala
( turned circuit ). Rangkaian ini menentukan lebarnya denyut dan
juga ( bersama-sama penguat akhir ) turut menentukan waktu
berlangsungnya umpan balik.
90
5. Rangkaian ADR ( Automatic Dose Rate ) Control
91
6. Cara Kerja Rangkaian ADR
Sinar-X yang dihasilkan oleh X-Ray Tube mengenai tubuh pasien, Sinar-X
yang telah mengenai tubuh pasien akan diserap dan diubah menjadi cahaya
tampak oleh image intensifier. Cahaya tampak tersebut akan mengenai splitting
mirror, dimana cahaya dibagi menjadi 2 arah. Ada yang menembus splitting
mirror dan terkena camera dan ada yang dibelokan menuju Photo Multiplier
Tube. Cahaya yang masuk ke PMT akan diubah menjadi elektron, didalam PMT
elektron diperbanyak oleh dynode. Keluaran dari PMT ini adalah sinyal negative
elektron, sehingga perlu diubah menjadi sinyal listrik oleh rangkaian inverter.
Sinyal listrik inilah yang masuk ke control motor untuk memberikan perintah
kepada Motor untuk mengubah nilai kV pada kV selector.
92
BAB VIII
FLAT DETECTOR
Teknologi digital telah membuat revolusi di dalam kehidupan kita. Baik itu di
bidang perumahan, perkantoran, dan lain sebagainya. Dengan menggunakan teknologi
digital ini, maka seluruh benda yang masih menggunakan sistem yang dapat diubah
menjadi sederhana.
93
A. Bagian Bagian Flat Panel Detector
Menurut fungsinya Flat Panel Detektor terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Input Screen ( Scintilator )
Berfungsi untuk merubah Sinar-X menjadi kilatan kilatan cahaya tampak. Scintillator
ini terbuat dari Cesium Iodide ( Csl ). Bagian ini fungsinya sama saja seperti Image
Intensifier, yang membedakan adalah teknologi dan bentuknya yang datar seperti
plat berukuran 20x20 Cm. Bagian ini hanya terdiri dari dua lapisan yaitu :
1) Carrier yang berfungsi untuk mengarahkan Sinar-X ke layar pendar (
Flourosent screen ). Bahan ini merupakan lapisan alumunium dengan
ketebalan 0.4 mm, bentuknya seperti cermin sehingga bisa
memantulkan cahaya seperti reflektor.
2) Flourosent Screen vang berfungsi untuk menyerap Sinar-X lalu
merubahnya menjadi kilatan-kilatan cahaya ( Scintilation ) namun
cahaya ini sangat lemah. Bahan ini terbuat dari cecium idode ( Csl ).
b. Detektor / Pixel Matrix / Photodiode Matrix
94
1) Layout Detektor Matrix / Pixel Matrix / Photodiode Matrix
Bagian ini merupakan barisan dioda cahaya ( photo diode ) yang disusun
berurutan berbentuk matrik ( pixel ), dioda cahaya ini berfungsi sebagai
pendeteksi dan penerima kilatan-kilatan cahaya yang dihasilkan dari kristal
scintillation lalu diubah menjadi besaran listrik. Photo dioda ini dirangkai langsung
dengan Thin Film Transistor dan disolder pada PCB secara rapat.
95
melalui jalur serat optik. Gambar di bawah im merupakan pengganti 120 pixel
multiplexer ke suatu ADC.
96
Converter ).
5) Sambungan serat optik ( Optical Fiber Channel ) yang disebut dengan
gigalink, untuk transfer data ke DIPP ( Digital Image Pre Prossesing )
yang berada pada bagian RTC ( Real Time Control ).
P
r Gambar 8. 7 Rangkaian Read Out
isip Kerja Read Out
Sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor matrik akan masuk ke input
rangkaian Integrator untuk dikuatkan oleh Op-Amp, kemudian setiap 120 pixel
akan melewati rangkaian multiplexer yang merupakan rangkaian elektronika
dimana bisa memilih masukan untuk diteruskan kebagian pengeluaran. Pemilihan
input mana yang akan dipilh akan ditentukan oleh sinyal yang ada di bagian
kontrol pada rangkaian tersebut. Dari keluaran multiplexer akan dikuatkan
kembali oleh rangkaian gain, kemudian akan dirubah menjadi data digital oleh
rangkaian ADC. Sinyal-sinyal inilah yang akan ditransfer lewat saluran serat optic.
97
B. Prinsip Kerja Flat Detector
Berkas Sinar-X yang diproduksi oleh X-Ray Tube mengenaik objek tubuh
manusia, beberapa berkas keluar menembus organ manusia lalu masuk ke
Scintillation Layer, Scintillation Layer ini terbuat dari bahan Cesium-Iodide ( CsI ).
Disini berkas Sinar-X diserap oleh Scintillation Layer ( berbentuk Kristal ) sehingga
menghasilkan kilatan-kilatan cahaya tampak, jumlah kilatan cahaya tersebut tergantung
dari energi yang diserap oleh Scintillation Layer.
Kuantitas cahaya tampak tersebut dilanjutkan masuk ke photodiodes ( dioda
cahaya ), sehingga terjadi pengkonversian dari cahaya tampak menjadi arus listrik.
Arus listrik ini berkisar 0 sampai dengan 0, 2 micro ampere. Arus inilah yang
kemudian diukur dan diproses pada sistem elektronika aquisisi data. Sambungan
antara scintillation layer dan dioda cahaya merupakan sambungan khusus yang di
diesign khusus agar tidak ada cahaya yang keluar dan tidak ada cahaya dari diluar yang
masuk sehingga bisa berubah menjadi arus listrik. Dioda cahaya ini sendiri disolder
di atas PCB y a n g langsung menuju sistem aquisisi data, keseluruhan matrik detector
ini diletakkan dalam ruangan yang tahan cahaya. Alat ini mampu mempertahankan
efesiensi sampai 90 %.
Dioda cahaya memiliki dua kategori umur berdasarkan material penyusun kristal,
yaitu crystalline dan keramik buatan. Keduanya sangat sensitive terhadap keadaan
temperatur dan tekanan udara. Siemens telah memproduksi kristal sendiri dan telah
dipatenkan yaitu UFC ( Ultra Fast Ceramic ). Secara fungsi Flat Panel Detektor ( FPD ) sarna
dengan Image Intensifier hanya perbedaan di teknologi pcmbuatannya lebih
sederhana.
98
BAB IX
PESAWAT RONTGEN CONDENSATOR DISCHARGE
99
Gambar 9. 2 Tabung Triode
100
a. X-Ray Generator
2
)
1)
Control Console terdiri dari Control Table, maksudnya pada control console ini
terdapat beberapa parameter dan pengaturan kV dan mAs yang diperlukan. HTT
Tank memiliki arti bahwa dalam control console ini terdapat Trafo Tegangan
Tinggi pesawat digunakan untuk radiografi
2) X-Ray Tube ( 3 Electrodes )
101
Gambar 9. 3 Rangkaian Dasar Pesawat Rontgen Kondenstatator Discharge
Saat S1 ( Main Switch ) ditekan menjadi ON maka arus dari PLN akan masuk
ke Relay D dan membuatnya aktif. Dengan aktifnya Relay D maka kontaktor Relay
D yang mulayna NC ( Normally Close ) akan berubah menjadi Open.
Selain itu juga arus dari PLN mengalir ke lillitan primer Transformator, disini
terjadi GGM ( Garis Garis Magnet ) yang berubah ubah akibat tegangan PLN yang
memiliki amplitude ( AC ) yang berjalan terus menerus seiring berjalannya waktu.
GGM ini akan mengakibatkan GGL ( Gaya Gerak Listrik ) pada sekunder
Transformator.
Tegangan pada sekunder Transformator akan disearahkan oleh penyearah
penyearaha diode bridge yang berfungsi sebagai penyearah tegangan AC menjadi
DC Full Wave. Tegangan DC tersebut akan diatur oleh sebuah variable resistor (
kV Selector ) dimana kita bisa mengontrol seberapa besar nilai hambatan yang
nantinya akan mempengaruhi nilai tegangan yang akan dibutuhkan untuk
melakukan ekspose. Tegangan ini mengindikasikan seberapa besar kV yang akan
diatur.
S2 ( Tombol Charger ) ditekan, sehingga tegangan DC yang telah kita atur
tadi akan mengisi kondensator tegagan tinggi dan dapat dilihat pada kV Meter
sebgai indikator apakah kV yang diatur sudah sesuai dengan kV yang berada pada
capacitor. Selain itu kV tegangan tersebut digunakan untuk mengisi Capacitor 1 (
102
C1 ) dan Capacitor 2 ( C2 ), semakin bertambah isi capacitor tersebuti maka
semakin naik juga jarum pada kV meter.
Tegangan beda capasitor digunakan untuk memberi beda potensial antara
anode dan katoda tabung rontgen, meski demikian ekspose tidak akan terjadi,
karena pada tabung masih ada tegangan Grid negatif yang menghalangi laju
electron ke anode. Saat kV Meter sama dengan kV Selector Pengisian maka
pengisian capacitor akan berhenti, kemudian mengatur mAs selector sesuai
kebutuhan photo rontgen.
Saat pengisian capacitor telah selesai ( mencapai titik pengaturan ) maka
akan ada indikasi kepada operator yang menandakan bahwa ekspose siap
dilakukan. Operator menekan handswitch setengah, berarti pesawat rontgen
ready. Kemudiab shutter akan terbuka, mAs timer bekerja, sehingga membuat
saklar G berada pada posisi ( 1-2 ). Akibatnya grid tidak lagi mendapatkan
tegangan negative, melainkan tegangannya menjadi nol. Dengan demikian
electron di katoda akan ditarik menuju anoda, sehingga terjadilah expose. Saat
terjadi ekspose kV meter akan menurun seiring dengan discharging capasitor (
pengosongan capacitor ).
Setelah kondisi mAs tercapai maka saklar G berada pada posisi ( 1-3 ),
keadaan ini membuat tegangan grid kembali menjadi negative ( - ). Shutter
kembali pada posisi semula. Saat main switch ( S1 ) OFF maka Relay D tidak lagi
mendapatkan tegangan, kontaktor Relay D kembali keposisi normally close
sehingga tegangan sisa pada capacitor keluar ( discharge ) menuju grounding.
C. Wiring Diagram Pesawat Rontgen Condensator Discharge
Dari prinsip dasar yang telah dijelaskan diatas kita perlu ketahui bahwa
untuk membangkitkan Sinar-X pesawat tersebut membutuhkan suatu system
atau kumpulan rangkaian yang bekerja secara kompak dan saling membutuhkan.
Rangkaian yang terdiri dari :
1. Rangkaian Tegangan Tinggi
103
mensupply capacitor. Tegangan tinggi DC ini selanjutnya digunakan untuk
pembangkitan Sinar-X.
Pesawat juga di lengkapi dengan rangkaian tegangan tinggi sebagai berikut ;
a. Keterangan Gambar
At Autotransformator
Tr-4 Tranformator Tegangan Tinggi
Dioda (
D-3 Dan D-4
Penyearah Tegangan Tinggi )
C7 Dan C6 Condensator Tegangan Tinggi
R 15 Dan R16 Resistor Pengaman C6
Tube X-Ray Tube
Relay Discharge Condensator
Ry D
tegangan tinggi
Ry-1 Relay Pengisi Tegangan
104
Kontaktor Self Holding Relay
Ry-1 ( 14-15 )
Ry-1
Kontaktor Self Holding Relay
Ry-1 ( 6-8 )
Ry-1
Charge Saklar Pengisi Tegangan
b. Cara Kerja
Main Switch ON
105
Gambar 9. 5 Rangkaian Pengendali Tegangan Tinggi
a. Jika grid mendapat bias negatif maka elektron-elektron tidak bisa ditarik
ke anode dan exposure belum bisa terjadi, tabung rontgen sekarang dalam
106
keadaan netral, artinya bila filamen tabung rontgen mempunyai polaritas
yang sama dengan gridnya. Sehingga elektron - elektron di tarik menuju ke
anode dan terjadi penyinaran atau exposure.
b. Bersamaan dengan hal tersebut kontaktor Ry2 ( 2-5 ) berubah ke posisi ( 2-
4 ), sehingga tabung rontgen akan bekerja selama tegangan anoda
mendapat polaritas positif ( + ). Tegangan grid sama dengan tegangan
katodenya.
c. Saat terjadi penyinaran, tegangan pada anoda tabung rontgen akan turun
sedemikian rupa, sehingga tegangan feed back menuju rangkaian pengatur
grid akan ikut turun. Jika tegangan grid turun maka tabung thyritron akan
cut off, sehingga relay Ry2 tidak bekerja. Bila relay ini tidak bekerja, maka
kontak-kontaknya pun tidak bekerja, dan akan kembali ke posisi semula.
d. Karena Ry2 ( 8-11 ) terhubung maka relay Ry5 kembali bekerja, dan
kontak-kontak Ry5 kembali terbuka. Tegangan grid mendapat bias negatif (
- ) sehingga tabung rontgen berhenti bekerja.
107
Rangkaian pengendali tegangan grid seperti berikut :
108
b. Autotrafo bekerja. Bekerjanya autotrafo menyebabkan arus mengalir dari
Autotrafo Ry5 dan TR6 melalui Ry4, Ry9, Ry 10, Ry 13 lalu kembali
menuju autotrafo
c. Transformator ( TR6 ) bekerja, dan Ry5 aktif ( energize ) juga kontaktor Ry5
membuka. Akibat dari kejadian ini maka ada arus yang mengalir dari TR6
D6 C9 TR6
d. Pada saat itu di condensator C9 terjadi pengisian sehingga plat bagian
kanan mendapatkan polaritas positif ( + ) dan plat bagian kiri mendapatkan
polaritas negatif ( - ).
e. Saat tombol ready kita tekan ( handswitch ditekan setengah ), maka Ry3
energize. Dengan deminikian, maka kontaktor Ry3 menutup, sehingga ada
arus yang mengalir menuju Ry4, Ry9, Ry10 dan Tr5. Kejadian ini
mengakibatkan rotating anoda berputar dan trafo filamen bekerja untuk
memanaskan filamen sehingga terjadi thermionic emision, elektron
terbebas dari ikatan atomnya dan membentuk awan-awan elektron pada
katoda.
f. Karena aktifnya relay yang disebutkan pada nomor e, maka seluruh
kontaktor relay Ry4 ( 3-4 ), Ry9 ( 1-4 ), Ry10 ( 1-4 ) yang asalnya normally
close sekarang menjadi open. Dengan demikian TR6 hanya mendapat
supply dari jalur kontaktor Ry13 ( 3-7 ).
g. Jika tombol X-Ray ditekan ( handswitch ditekan penuh ) maka akan ada
arus yang mengalir dari Autotrafo Rangkaian Penyearah R28
Selenoid Rangkaian Penyearah Autotarfo.
h. Karena selenoid terkena arus, maka sesaat kemudian microswitch secara
otomatis akan menutup. Akibatnya Ry13 energize, hal ini membuat (
kontaktor Ry13 ( 13-7 ) membuka. TR6 dan Ry5 sekarang tidak
mendapatkan supply tegangan.
i. Kontaktor Ry5 kembali menutup /close, sehingga kondensator C9 ( + ) akan
discharge melalui R19 Kontaktor Ry5 Kembali ke C9 dan terjadi short
circuit
j. Sekarang Tegangan antara grid dan katoda sama. Pada saat itu elektron
ditarik dari katoda ke anoda, terjadilah rangkaian tertutup dan terjadi arus
tabung ( exposure ).
k. Selanjutnya plat bagian kanan pada kondensator yang positif memberikan
polaritas positif ke katode dan plat bagian kiri pada kondensator
memberikan polaritas negatif pada grid sehingga grid mendapatkan bias
negatif dan tidak terjadi penyinaran atau exposure.
109
4. Rangkaian Pengendali Beban Lebih
110
emission ( elektron terbebas dari ikatan atomnya dan membentuk awan
elektron pada filamen katoda ).
d. Bias katoda diberi tegangan tetap dari dioda zener ( Ze1 ) sebesar VC.
e. Pengaturan tegangan grid thyratron mendapatkan tegangan dari umpan
balik anoda melalui R17 kV meter R6 R5 Grid Thyratron.
f. Tegangan anoda naik sedemikian rupa sehingga menyebabkan tegangan
pengatur grid V1 mendekati tegangan katodanya, Pada saat ini terjadi,
maka Tabung V1 akan aktif.
g. Apabila tegangan C7 dan C8 pada rangkaian tegangan tinggi melebihi
atau mengalami kerusakan, maka akan ada arus balik melalui R17 kV
meter R6 R5 ke grid thryratron ( V2 ) sehingga tegangan thryaton V2
bertambah ( + ). sehingga Ry12 bekerja. Arus mengalir dari TR2 ke Ry12.
Bekerjanya Ry12, membuat kontaktor 1-4 terbuka. Membukanya
kontaktor 1-4 menyebabkan Ry1 denergize, hingga kontraktor Ry1 (3-6)
membuka dan TR4 tidak mendapat tegangan. Dengan demikian akan
menyebabkan tabung rontgen tidak bekerja lagi.
111
BAB X
PESAWAT RONTGEN FREKUENSI TINGGI
A. Definisi
112
dilengkapi film agar dihasilkan gambar yang sesuai dengan keinginan. Sedangkan
pesawaat rontgen frekuensi tinggi yang stasionary sperti gambar berikut :
U = K.f.n.A
Dimana :
U : Tegangan induksi.
K : Konstanta.
F : Frekwensi.
n : Jumlah gulungan
A : Penampang inti trafo.
113
2. Tidak menggunakan Autotransformator dan Voltage Stabilisator
seperti pada pesawat rontgen konvensional yang besar dan berat.
3. Tidak menggunakan komponen elektro mekanik seperti motor, relay
dan kontaktor yang besar. Tetapi menggunakan komponen
elektronik semiconduktor atau yang biasa dikenal sebagai IC (
Intergrated Circuit ) yang lebih cepat dalam proses dan kompak
sehingga hasil pengaturan lebih teliti.
4. Meskipun menggunakan tegangan listrik 1 Phase hasil ripple
tegangan tinggi mendekati generator 12 pulsa pada pesawat rontgen
konvensional.
5. Dosis yang dihasilkan hampir 1 - 2 kali generator multi pulsa.
Contoh : Generator Frekuensi tinggi dengan kapasitas 100kV, 300 mA
setara dengan generator multi pulsa dengan kapasitas 100 kV, 500
mA.
6. Proses pengaturan tegangan tinggi terjadi pada saat pemberian
tegangan tinggi pada tabung rontgen atau selama waktu penyinaran
yang disebut dengan on line exposure.
7. Proses pengaturan tegangan tinggi dan arus tabung terpisah sehingga
tidak saling mempengaruhi seperti pada pesawat rontgen
konvensional yang saling mempengaruhi satu sama lain sehingga
tidak perlu menggunakan space charge compensator
8. Dengan adanya micro prosessor pada generator frekuensi tinggi
konstruksi console menjadi kecil dan kompak sehingga tidak lagi
disebut control table melainkan control console.
9. Trafo tegangan tinggi dapat dijadikan satu dengan tabung rontgen,
yang disebut single tank sehingga tidak memerlukan kabel tengangan
tinggi.
10. Untuk pesawat rontgen frekuensi tinggi yang tidak menggunakan
Single Tank, HTT berada diluar dan kabel tegangan tingginya tidak
sebesar pesawat rontgen konvensional.
11. Menghemat ruangan karena bentuknya yang kecil dan kompak.
114
B. Blok Diagram Pesawat Rontgen Frekuensi Tinggi dan pulsa yang dihasilkan
dapat dilihat pada gambar berikut
Keterangan gambar :
Bagian Tegangan Tinggi
115
1. Rangkaian Penyearah
2. Rangkaian Filter ( Penghalus Tegangan )
3. Rangkaian Inverter
4. Rangkaian High Tension Transformator
5. Rangkaian Penyearah
6. Rangkaian Filter ( Penghalus Tegangan )
7. Rangkaian VCO ( Voltage Controlled Oscillator )
8. Rangkaian Regulator
9. Voltage devider
1.a.Rangkaian Penyearah
2.a. Rangkaian Filter
3.a. Rangkaian Inverter
4.a. Trafo Step-down
116
diturunkan tegangannya menjadi 6 16 volt oleh Trafo filamen Step-Down pada
blok 4a dan di gunakan sebagai catu daya filamen tabung rontgen, sehingga terjadi
thermionic emission.
117
Tegangan AC dengan frekuensi 50 Hz ( U0 ) dari PLN disearahkan di blok 1
sehingga menghasilkan pulsa DC( U1 ) dan difilter di blok 2 menjadi tegangan DC
ripple ( U2 ). Tegangan tersebut diubah lagi menjadi tegangan bolak-balik ( AC )
frekuensi tinggi antara 7 13KHz oleh inverter blok 3 ( U3 ). Kemudian tegangan AC
frekuensi tinggi tadi di naikkan tegangannya oleh transformator tegangan tinggi di
Blok 4, sehingga sekarang tegangan tersebut menjadi tegangan tinggi frekwensi
tinggi ( U4 ). Setelah itu tegangan tersebut disearahkan di blok 5 menjadi tegangan
DC ( U5 ), kemudian difilter di blok 6 ( U6 ) yang selanjutnya diberikan ke tabung
rontgen. Frekuensi tinggi terjadi karena inverter di triger oleh VCO yang
menghasilkan frekuensi tinggi antara 7-13 Khz.
118
Rangkaian-rangkaian dimaksud adalah :
1. Rangkaian Power Supply
2. Rangkaian Inverter
119
1.2 Rangkaian Power Supply dengan PLN 3 Fasa
Cara Kerja :
Tegangan PLN sebesar 380V masuk kebagian penyearah ( diode ) lalu difilter
oleh capacitor ( C ) sehingga menghasilkan tegangan searah dengan nilai, 380 V *
= 575 Volt. Tegangan PLN merupakan tegangan efektif sehingga Nilai tersebut perlu
dikalikan sehingga dapat dibaca menjadi Tegangan Maksimum ( Vp ).
2. Rangkaian Inverter
120
Gambar 10.9 Rangkaian R, L, C
Keterangan Gambar :
Thyristor Th1, Th2, Th3 dan Th4 sebagai pengganti saklar S.
121
Cara Kerja Rangkaian Inverter :
Th1 berpasangan dengan Th2, bekerja bergantian dengan Th3 yang
berpasangan dengan Th4. Pada setengah periode pertama, Th1 dan Th2 bekerja
karena diberi signal triger dari VCO pada gate-nya. Arus mengalir dari sumber
tegangan positif ke negatif seperti pada gambar dibawah :
Dari positif lewat Th 1, Cs, Ls, Rs terus lewat Th2 terus ke Negatif. Terjadi
pengisian Kondenstor Cs hingga penuh. Karena rangkaian oscilator membangkitkan
arus balik setelah setengah periode, maka arus balik ini mengalir lewat V2, Rs, Ls dan
V1 terus ke terminal positif seperti pada gambar dibawah.
122
Arus balik ini digambarkan arah negatif. Pada saat ini kondenstor Cs discharge
hingga kosong ( t2 ). Dan arus balik ini berfungsi juga untuk mematikan firingnya (
bekerjanya ) Th 1 dan Th2.
Pada setengah periode berikutnya, Th3 dan Th4 firing oleh signal triger. Arus
mengalir dari positif lewat Th3, Rs, Ls, Cs terus Th4 terus ke negatif sperti pada
gambar dibawah. Terjadi pengisian kondenstor sampai penuh dengan polaritas
kebalikan dari pengisian pertama.
Berikut adalah Tahap Bekerjanya Th3 dan Th4 pada Inverter ( Fase 3 )
Pada saat terjadi arus balik dari rangkaian oscilator terjadi discharge
kondensator Cs dengan arah arus, dari terminal Negatif, V4, lalu menuju
Kondensator negatif Cs, ke positif, lalu ke Ls, Rs, V3 dan akhirnya menuju terminal
positif. Gambar Pulsanya seperti pada gambar dibawah ini. Arus balik ini berfungsi
juga untuk mematikan Th3 dan Th4 yang sedang firing ( Gambar 10.13 )
123
Berikut adalah tahap Bekerjanya Th3 dan Th4 pada Inverter ( Fase 4)
124
Gambar 10. 15 Rangkaian Tegangan Tinggi
125
4. Rangkaian Pengatur Tegangan Tinggi
Arus tabung rontgen pada pesawat rontgen frekuensi tinggi tidak dapat
dipilih, tetapi besarannya ditentukan oleh pembagian daya dengan tegangan tabung
yang dipilih. Rangkaian pengatur arus tabung rontgen dapat dilihat seperti gambar
berikut :
126
5.1 Keterangan Gambar
1. Inverter 6. Stand by heating
2. VCO 7. Relay ZB
3. Regulator 8. Radiographic heating
4. Arus tabung simulasi 9. Penguat pembagi
5. Relay exposure
Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa arus tabung pada pesawat rontgen
frekuensi tinggi tidak dapat dipilih. Penentuan besaran mA ( arus tabung ) tersebut
dijabarkan seperti uraian dibawah yaitu :
5.2 Cara Kerja Rangkaian Pemanas Filamen dan Pengatur Arus Tabung
5.2.a. Tahap pemanasan awal
1. Pemanasan awal mendapat sumber tegangan dari power supply. 1 V = 5 mA
untuk stand by heating atau fluoroscopy.
2. Dari power supply ini, tegangan 1 V diteruskan lewat relay ZB diberikan ke
regulator, dibandingkan dengan Iro ist simulator yang berasal dari nyala lampu
kecil yang di ubah menjadi tegangan oleh photo transistor.
3. Regulator akan menghasilkan tegangan pada outputnya kalau Iro ist lebih kecil
daripada Iro soll. Karena tegangan filamen masih nol, Lampu dan filamen mati
sehingga Iro ist lebih daripada Iro soll dan regulator menghasilkan tegangan
dan teruskan ke VCO.
4. Oleh VCO tegangan dari regulator di rubah menjadi frekuensi.
5. Frekuensi mentrigger INVERTER sehingga bekerja mengubah tegangan DC
menjadi AC.
6. Tegangan AC dimasukkan ke filamen trafo dan outputnya menjadi tegangan
rendah frekuensi tinggi dan diberikan ke filamen trafo dan lampu kecil yang
127
sinarnya diubah menjadi tegangan oleh photo transistor dan dipakai sebagai
Iro ist simulasi
7. Iro ist tegangan naikdan lalu menjadi sama dengan Iro soll sehingga output
regulator menjadi 0 Volt dan VCO berhenti bekerja sehingga INVERTER tidak
dapat trigger sehingga tidak bekerja mengubah DC jadi AC.
8. Karena tegangan AC tidak ada lagi jadi filamen trafo tidak bekerja dan
tegangan filamen turun.
9. Karena tegangan filamen trigger maka Iro ist jadi turun sehingga output
regulator bekerja lagi demikian seterusnya.
10. Tegangan filamen ini harusnya rendah, sekitar 6 9 Volt sehingga nyala
filamen redup dan electron bebas yang terjadi hanya sedikit.
128
BAB XI
PESAWAT RONTGEN KONDENSATOR DISCHARGE FREQUENSI
TINGGI
129
2. CPU papan XSYS-86
Papan ini berfungsi untuk menerima data-data dari sheet key switch panel
yang merupakan bagian utama dalam proses control seluruh pesawat.
3. MC-50 papan control
Papan ini berfungsi untuk menerima sinyal perintahdari papan CPU XSYS-86
dan mengirim sinyal terdeteksi ke CPU kembali untuk diperintahkan ke
board-board lainnya.
4. Board Kontrol Inventer
Board ini berfungsi untuk memperkuat sinyal-sinyal MC-50 papan control
untuk menggerakkan FET-FET yang berfungsi sebagai saklar pada rangkaian
inverter.
5. Arm Control Board
Fungsinya adalah sebagai penggerak arm control yang menggerakan posisi
tabung sinar-x.
6. Motor Control Board
Fungsinya adalah sebagai penggerak mekanisme roda pesawat yang
menerima perintah dari papan XSYS-86.
Selain itu pesawat ini dilengkapi dengan alat-alat penunjang seperti :
Baterai
Baterai pembangkit dengan 24 volt DC
Generator Tegangan Tinggi Sinar-x
Tabung Triode
Collimator R-20 MCA
Ultrasound Distance Measuring ( UDM )
130
B. BLOK DIAGRAM PESAWAT RONTGEN FREKUENSI TINGGI
131
Sebagai Filter untuk meratakan arus yang telah disearahkan.
8. Blok 7 yang berfungsi sebagai voltage Defider.
9. Blok 8 sebagai Detektor Tegangan Tinggi
10. Blok 9 dan 14 CPU XSYS-86 (Control Processing Unit) yang merupakan bagian
utama dalam proses Kontrol Pesawat.
11. Blok 10 Rangkaian Oscillator yang menghasilkan frekuensi 1,1 KHz, 1,3 KHz
dan 1,5 KHz berfungsi untuk mentrigger inverter.
12. Blok 11 adalah Rangakaian inverter yang berfungsi untuk mengubah tegangan
DC menjadi tegangan AC.
13. Blok 12 adalah Trafo Filamen berfungsi untuk memberi catu daya pada
filament tabung.
14. Blok 13 adalh Rangkaian oscillator berfungsi untuk mentrigger rangakaian
inverter.
15. Blok 15 adalah rangkaian Oscilator 1 KHz berfungisi untuk mentriger inverter
16. Blok 16 adalah rangkaian Oscilator 1 KHz berfungisi untuk mentriger kerjanya
penyearah SCR.
17. Blok 17 adalah Rangkaian detector arus yang berfungsi untguk mendeteksi
arus.
18. Blok Tabung Sinar-X berupa tabung Triode berfungsi sebagai penghasil Sinar-
X.
Tegangan pada Blok 2 dari PLN akan disearahkan dari Blok I dan akan mengisi
batere 24 volt tegangan DC. Pada CPU XSYS-86 tegangan yang kita kehendaki diset,
sehingga CPU memberi perintah pada rangkaian osilator untuk berosilasi. Dengan
demikian rangkaian Blok 3 akan mendapatkan trigger pada Blok 3 tegangan DC akan
dirubah menjadi tegangan AC. Oleh HTT Blok 4, tegangan AC tersebut akan dinaikkan
menjadi tegangan tinggi selanjutnya tegangan tinggi akan disearahkan oleh Blok 5.
Pada kapasitor Blok 6, akan terjadi pengisian tegangan tinggi, seiring dengan
pengisian kondensator, resistor yang dipararel dengannya akan terus diumpan
balikkan guna menginformasikan besar tegangan yang terjadi sehingga dapat
132
dideteksi pada detector tegangan tinggi. Sampai terjadi antara tegangan pengisian
dan yang di sett sama besar maka CPU akan menghentikan osilasi untuk mentrigger
rangkaian inverter dan pengisian selesai.
133
untuk mengisi kapasitor tegangan tinggi. Tegangan Dc dari Batere diubah
menjadi tegangan AC oleh transistor inverter.
134
discharge adalah untuk mengurangi nilai pengisian atau untuk mengosongkan
capacitor tegangan tinggi supaya benar benar kosong, apabila tombol ini di tekan
muatan capacitor sisi positif akan di buang melewati R (400M), VCI, V1, N1 dan
kembali ke CN1. Sedangkan pembuangan muatan sisi negatif melewati R (400M) ke
N1, ke terminal VC2, V2. N2 dan kembali ke terminal CN2.
2. Rangakaian Inverter
135
arus mengalir dari T2, menuju ke D6 bagian positif, ke Q4, kemudian mentrigger
basis TR4 Emitor dan kembali negatif D6.
Kemudian arus positif akan mengalir menuju ke TR1, T2, T1, TR4 dan akan
menghasilkan arus yang bermuatan negatif. Jika sinyal dimasukkan pada T2 (3K)
pada konektor J30, Arus akan mengalir dari T2 (3A) ke M5 dan kembali ke T2 (3K)
pada konektor J30, arus akan mengalir dari T2 (3A) ke M5 dan kembali ke T2 (3K),
dengan demikian Q1 dan Q2 akan bekerja, Bekerjanya Q2 menyebabkan catu daya
dari T2, D5 positif, dan Q2 mentriger basis TR2 sehingga TR2 bekerja, dan melewati
emitor TR2 arus kembali kesisi negatif D5. Pada saat bersamaan dengan bekerjanya
D1 arus akan mengalirkan catu daya ke T2, D6 sisi ( 4 ), Q1 dan mentriger TR3 hingga
bekerja dan arus kembali melewati emitor TR3 menuju ke sisi negatif D6.
Dalam hal ini, bekerjanya TR2-3 merupakan kebalikan dari TR1-4 karna tujuan
nya memang demikian, yaitu arus akan mengalir dari arus positif menuju ke TR2, TI,
T2, TR3, dan kembali menuju ke arus negatif. Sebagai hasilnya pada trafo HTT akan
terjadi arus bolak balik dengan sumber batere 24 VDC.
Cara Kerja baterai
136
Gambar pulsa battery
Pada awalnya arus akan mengalir dari positif baterai menuju ke TR1, T2, TI,
TR3 dan kembali kesisi negatif baterai. Apabila TR2 dan TR4 bekerja maka arus akan
mengalir dari baterai sisi positif TR2, TI, T2, TR4 dan kembali ke sisi negatif baterai.
Akibat mengalirnya arus yg berlawanan pada T1 dan T2 akan menyebabkan arus DC
pada baterai berubah menjadi arus AC yang ditriger pada primer trafo sehingga trafo
dapat bekerja.
Pulsa TR1 TR4 adalah pulsa pulsa yang dikeluarkan untuk mentriger
transistro TR1 dan TR4, pulsa TR2 TR3 adalah pulsa pulsa yang dikeluarkan untuk
mentriger transistor TR2- TR3, dan pulsa TI dan T2 adalah pulsa pulsa AC yang
hasilkan oleh bekerjanya TRH dan TFL23.
Terlihat dalam bentuk pulsa TI T2 tidak membentuk gelombang square yang
sempurna, hal tersebut disebabkan adanya delay time antara T14K dengan T23K,
karena kedua pulsa ini bekerja secara bergantian sehingga pada saat terjadi selang
waktu tadi T1-T2 membentuk pulsa yang rata sebelum terjadinya perubahan.
3. Rangkaian Pendeteksi Tegangan Pengisian
Fungsi dari rangkaian ini untuk mengatur pengisian kapasitor tegangan tinggi
dan mendeteksi apabila terjadi kelebihan pada pengisian kapasitor . Prinsip
Rangkaian ini adalah memanfaatkan komperator sebagai pembanding tegangan yang
diatur dengan tegangan yang terisi pada kapasitor tegangan tinggi.
137
Gambar 11.9 Rangkaian pendeteksi tegangan pengisian
138
low menyebabkan pengisian berakhir dan pada display panel akan tertera charge
over.
4. Rangkaian Pemeliharaan Pengisian
139
5. Rangkaian Osilasi
Tabel dibawah ini menunjukan hubungan antara sinyal teganagn CCH1 CCH2
frekuensi oscilasi, dan pengisian tegangan.
CCH1, CCH2, frekuensi oscilasi, dan pengisian tegangan.
CCH1 CCH2 FREKUENSI OSILASI PENGISIAN TEGANGAN
L H 1,1 Khz 90 125 KV
H L 1,3 Khz 55 100 KV
H L 1,5 Khz 0 60 KV
Jika mengatur tegangan 90 125 KV, berarti memberikan sinyal CCH1 low dan
CCH2 high.Jika CCH1 low maka arus akan mengalir dari VCC, R311, D135, M120 dan
ke B3. Optocoupler M120 bekerja dan kolektornya menjadi low lalu diteruskan pada
M201 pin 11, CCH2 high maka optocoupler M120 tidak bekerja dan arus akan
mengalir dari VCC, R306 yang high diinputkan ke pin 10 M201 oleh M201 akan diset.
140
pada pin 13 dan arus akan mengalir dari R241, D244, R144, C34. Kemudian
pembuangan kapasitor dari C34 kee R114 yang menghasilkan Oscilasi oleh M20 pada
pin 3 mengakibatkan pin 9 pada M18 terjadi masukkan high-low secara kontinue.
Jika mengatur tegangan 55-100 KV berarti memberi sinyal CCH1 high dan
CCH2 low. Saat CCH1 high maka optocopler M120 tidak bekerja karna tidak
mendapat bias basis dan kolektor nya akan high, arus akan mengalir dari VCC, R306
kolektor akan high arus akan mengalir dari vcc, R306 kolektor high ke M201 pin 11,
Sim CCh2 low menyebabkan arus akan mengalir dar Vcc, R31 1, D134 N120, M201
akan di set ke pin 14 menyebabkan arus mengalir dari R242 D244 mengisi kapasitor
C34 kemudianpembuangan dari C34 R1 1.1 dan terjadi pembangkitan oscilasi pin 3
dari M20 sebagai input M18 pin 9
Selanjutnya untuk pengisian kapasitor CCHA diaktifkan, dengan demikian
arus akan mengalir dari Vcc, D130, M121 ke A3 akibatnya tegangan dari M20 sebagai
input M18 pin 9. Selanjutnya untuk pengisian kapasitor CCHA diaktifkan, dengan
demikian arus akan mengalir dari Vcc, D130, M121 ke A3 akibatnya tegangan
kolektornya menjadi low tetapi oleh M29 3-2 di inverter menjadi high, Sinyal KC
tidak diaktifkan memba M118 tidak bekerja dengan tegangan kolektornya high akan
mengalir ke arus Vcc, R3O4, input M28 keluaran M28 pin 4 akan high, mentriger M19
pin 9 menyebabkan keluaran pin 9 menyebabkan keluaran pin 13 menjadi high
secara continue.
Karena sifatnya gerbang AND akan high hanya jika keuda inputanya high
maka keluaran baru akan high keluaran M18 pin 10 akan sama dengan pulsa M18 pin
3 mentriger M6 pin 11 yang berfungsi sebagai frekuensi.
Unuk menerangkan cara kerja M6 lihat tabel dibawah ini
C Q Q D Qn Qn
H H H H L H
L L H H L H
H L L L H L
L H L L H L
CLOCK AWAL AWAL DATA HASIL HASIL
Dari tabel diatas apabila C high C, Q high, Qlow maka Qn menjadi high, M15
pin 1-2 high membias keluaran pin 3 high M17 pin 4 high di inverter oleh M14 pin 13
low M17 pin 4 high di inverter oleh M14 pin 13 menjadi low yang ditandai dengan
menyala led D148 oleh karena itu arus akan mengalir dari VCC menuju T23
Pembangkit oscilasi ( M6 ) membagi pulsa clock menjadi dua : apabila
keluaran pulsa keluaranya dijumlahkan sama dengan pulsa input ole karena itu
pembagi frekuensi ini TR14 dan TR23 bisa bekerja bergantian.
141
Gambar 11.12 bentuk pulsa
Keterangan gambar pulsa
M20 adalah pulsa clock akibat pengisian dan pengosongan kapasitor C34
Pulsa M19 ( 10 ) Q merpakan hasil dari pulsa M20 yang high pulsa CCHA high,
oleh gerbang AND dibentuk menjadi high.
Pulsa M18 ( 9 ) adalah sama dengan pulsa clock karena sifat gerbang AND
yaitu jika kedua inputanya hihgh maka outputnya akan high dan apabila sala
satu inputanya low maka outputnya akan low
Pulsa M6 ( 11 )/ clock pulsa ini sama dengan pulsa M18
Pulsa M6 Q memperlihatkan fungsi M6 yaitu membagi keluaran menjadi dua,
apapbila pulsa yang satu high yang lain low. Dan apabila pulsa clock low akan
terjadi penahanan pulsa sehingga pulsa yang dibentuk jadi lebih panjang.
142
Pulsa M16( 1 ) ( 6 ) merpakan pulsa clock atau menggunakan inputanya pulsa
clock
Pulsa M17 ( 4 ) TR14 merupakan pulsa yang telah di blok oleh M15 artinya
pulsa clock berharga low menjadi low high menjdai high sehingga bentuk
pulsa yang tadinya ada penahanan dipotong kembali untk mengakttfkan TR14
Pulsa M17 ( 3 ) TR23 merupakan hasil pulsa pemotongan And gate M15 yang
hanya high jika clock high untuk mengaktifkan TR23
Pulsa T1 T2 output pulsa yang diaktifkan M16, M17, TR14, R17, M17 low .
T1-T2, menjadi high jika M16 low M17 low . T1 T2 membentuk pulsa low (
pulsa delay time )
Sedangkan pulsa berikutnya M16 high, M17 TR23 high M17 TR14- low,
menghasilkan T1-T2 low negatif karena T1-T2 bertegangan AC
Rangkaian ini berfungsi untuk rotasi anoda pada saat dilakukan persiapan
dengan mengaktifkan sinyal KC low.
143
Cara Kerja Rangkaian :
Pada M21 akan mengalirkan arus ke Vcc R117, R 117, R116, kemudian mengisi
C36 dan pembuangan muatan kapasitor C34, ke R116. M21 pin 7 menghasilkan pulsa
clock sehingga pin 3 M21 secara terus menerus yang merupakan input M18 kaki 5
pada saat KC diberi sinyal low mengakibatkan akan ada arus mengalir dari Vcc , R309
, D224 , menuju B11 sehingga M 118 bekerja membuat tegangan kolektor low , tapi
di inverter oleh M29 menjadi high.
Karena OCHA aktif maka M121 tidak bekerja dan tegangan kolektor menjadi
high yang diteruskan ke M28 pin 1 , M28 pin 1-2 high, keluaran nya akan menjadi
high konstant output dari M28 pin 4-11 akan sama dengan pulsa clock M21, M16 /
M15 pin 8-12. Oleh M16 pulsa clock dibagi menjadi dua. Jika pulsa clock high , Q high
dan D akan high mengakibatkan Q high yang membuat keluaran M15 pin 10 high .
M17 pin 4 high diinverter oleh M14 menjadi low yang ditandai dengan menyalanya
LED D 149 sehingga akan ada arus dari Vcc, R 110 , T14A dan akan kembali seketika.
Sedangkan jika clock high , Q bar menjadi high karena M16 bekerja D=Q dan Q harus
berlawanan . Dengan demikian M16 pin 11 dan M17 pin 3 akan menjadi high di
inverter menjadi low oleh M14 yang ditandai dengan menyalanya LED D150, lownya
konektor J30 pin 4 menyebabkan arus akan mengalir dari Vcc, R110, T23A menuju ke
T23X.
Pada saat OCHA aktif , M121 bekerja karena adanya arus dari Vcc , R312,
D234 menuju A3. Tegangan kolektor 10%Volt diinverter oleh M29 pin 2 menjadi
high. Karena Kc tidak aktif dan M181 belum bekerja maka tegangan kolektor menjadi
high yang mengakibatkan N128 pin 4 akan high , di inveter N114 pin 14 menjadi low,
arus akan mengalir dari Vcc, R228, D141 menyala sehingga arus akan mengalir dari
Vcc, R19 , SCRIA menuju SCK2A, dengan demikian SCK2X akan aktif
Untuk ready KC akan aktif dan arus akan mengalir dari Vcc, R309 , LED, M118
bekerja menuju B11 yang low. Tegangan kolektor jatuh di inverter oleh M29 pin 4
jadi high. Karena OCHA tidak aktif membuat M121 tidak bekerja, kolektor high di
umpankan pada M28 pin 1 M28 pin 1 dan pin 2menjadi high sehingga keluarannya
akan high pula, tetapi diinverter oleh M14 pin 15 menjadi low yang ditandai dengan
menyalanya LED D150, kemudian akan ada arus mengalir dari Vcc, R120, SCK3A,
kembali ke SCK3X bekerja.
144
7. Rangkaian Tegangan Tinggi and Rangkain Starter
Kita ketahui bahwa pada saat pengisian, SCR2 akan aktif sedangkan SCR3 off,
Arus akan mengalir dari sisi positif baterai, F2, TR, inverter, SCR2, T2, trafo primer,
T1, TR Inverter dan kembali ke kutub negative baterai. Saat berikutnya arus mengalir
dari sisi positif baterai F2, TR inverter, T1, trafo primer, T2, SCR2, TR inverter kembali
ke negative baterai, sehingga tegangan DC baterai pada titik T1-T2 diubah menjadi
AC untuk mengisi kapasitor tegangan tinggi. Apabila melakukan tahap
persiapan, SCR3 akan aktif dan SCR 2 off, maka arus akan mengalir dari baterai sisi
positif, F2, TR inverter, T3, SCR 3, TR inverter, kembali ke sisi negative baterai. Dari
hasil di atas T3 menjadi AC dan X-Ray tube stater mendapat tenaga, Hal itu
memungkinkan start rotating anoda dan rotating anoda sebenarnya.
8. Rangkaian starter
145
menghasilkan pulsa keluaran pada M21, Setelah itu pulsa keluaran dari M21
frequensinya dibagi dua oleh M16 dan M15 ( 8, 9, 10, 11, 12, 13 ) untuk diberikan ke
inverter dengan frekuensi keluaran sebesar 60 Hz.
146
9. Rangkain Checking Tabung X-Ray Anoda Putar
Transformator arus CT2 dan CT3 untuk deteksi arus yang dipasang pada line Y
dan Z dari rangkaian pengendali tabung X-ray stator. Output CT2 dan CT3 di
masukkan ke MC-50 control board lewat konektor J32. Transformator arus ini
mengecek stator agar dilepaskan, kegagalan kontak dan start up.
147
Sinyal pemutar anoda tabung X-ray KO mengaktifkan SCR3 menyebabkan
transistor inverter beroperasi pada 60 Hz. Output ini ditambah untuk tegangan yang
dibutuhkan untuk mengendalikan tabung X-ray oleh transformator T3. Output T2
dihubungkan langsung ke line X dan Y, sedangkan output T2 yang dihubungkan ke
line Z lewat phase shift condenser.
Pada saat arus mengalir ke line Y setelah penstateran anoda tabung sinar-X,
arus dibangkitkan oleh CT selanjutnya disearahkan oleh D14 dan keluarannya diubah
menjadi tegangan oleh R199. Tegangan deteksi (check pin CTY) dan tegangan
referensi 0,3 V dibandingkan dengan komparator A12, pada saat tegangan deteksi
melebihi tegangan referensi, pin 7 output dari A12 berubah dari -15V menjadi +15V
dan trigger ini merubah Q dari Flip-flop M26 dari Low mejadi High (pada pin 13), hal
ini disebabkan sebelumnya sinyal SHOP diberikan melalui konektor J5 pin 10
sehingga pada pin 5 dari M6 akan H (merupakan data bagi M26). Output dari M26
akan di inputkan ke M30 pin 8, untuk menegaskan bahwa line Y dalam keadaan OK.
Sebelumnya sinyal SHOP diberikan melalui konektor J5 pin B10 sehingga arus
akan mengalir dari VCC ke R142,disearahkan oleh D109, menuju M114 sehingga
M114 bekerja, kembali ke B10 yang aktif Low. Bekerjanya m114 juga membuat Q21
dan Q23 bekerja serta kolektor Q23 menjadi high.
Arus pada line Z dideteksi sebagai sebuah tegangan dari CT3 dan arusnya
disearahkan oleh D19, melewati R-256 yang merupakan input non inverting A14.
Teganagn deteksi (check pin CTZ) dari line Z dibandingkan dengan referensi 0, 1 volt
oleh komparator A14, Pada saat tegangan dideteksi melebihi teganagan referensi 0.1
volt, pin 7 keluaran A14 berubah dari -15V menjadi +15V membuat D245 bias maju,
melalui R254 mentriger kapasitor pada M35 dan mrengubah Q1 low menjadi high,
yang menegaskan line Z dalam keadaan OK, dengan highnya pin 9 dan 8 pada M30
outputnya akan high pula serta menegaskan starter telah siap.
Selanjutnya arus mengalir dari Vcc, D109, M114 menjadi bekerja dan arus
mengalir ke ground. Dengan bekerjanya M114 emitornya menjadi high yang
merupakan masukan bagi pin 1 pada M30. Karena M30 pin 1 dan 2 telah high
keluarannya yang menegaskan starter open. Sinyalnya high diinverter oleh M32 dan
M3 menjadi low.
Dengan lownya pin 11 dari M32, pin 14 dari M33 mengakibatkan arus
mengalir dari RE OK menuju J10 pin A1B, ke R-314, D122 menyala yang menandakan
ready telahh oke dan juga arus mengalir dari RE OK menuju konektor J10 pin A4
menuju R315, D142 menyala yang juga menandakan Ready oke.
148
10. Rangkain Detektor Arus Tabung
149
11. Rangkaian Kontrol Grid Bias
150
12. Rangkaian Inverter FET
151
masukkan M4. M3 adalah D flip-flop dimana masukkan D=Q. ketika D nya high
membuat keluaran Q high terus yang menghasilkan keluaran M4 menjadi sama
seperti pulsa clock sebab sifat gerbang AND demikian. Selanjutnya Pulsa clock tadi
dibagi menjadi dua pulsa yang berbeda oleh M5. Karena flip-flop dihubungkan
dengan D maka keluarannya juga tergantung pada Q yang berlogika low atau high.
Apabila clock high, diinverter M3 menjadi low, mengakibatkan arus mengalir dari
VCC, R36, optocouple M107, optocoupler M109, menyebabkan D105 menyala.
Bekerjanya optocoupler M107 dan M109 menyebabkan catu daya transistor
mengalir dari T2, disearahkan oleh D2, melalui sisi positif D2 menuju M107, Q13
bekerja, menyebabkan Q9 bekerja juga dan kembali ke sisi negative D2. Sedangkan
lainnya mendapatkan catu daya dari T2, disearahkan oleh D4, melalui sisi positif
penyearah menuju M109, Q15 bekerja, Q11 bekerja dan kembali ke ssisi negatif
penyerah D3. Sedangkan saat catu daya diberikan ke M110 menyebabkan aliran arus
dari T2,disearahkan D4 melalui sisi positif penyearah menuju M110, Q16 bekerja,
Q12 bekerja dan kembali ke sisi negative penyearah D4. Sedangkan catu daya untuk
M108 menyebabkan aliran arus dari T2, disearahkan oleh D4 melalui sisi positif
penyearah menuju M108, Q14 bekerja, Q10 bekerja, dan arus mengalir menuju sisi
negatif D3.
Dengan aktifnya FET Q14 dan Q10 arus akan mengalir dari sisi posif beterai
volt DC berubah menjadi AC dan yang, utama akibat adanya oscilasi.
MC125l-50 menggunakan Fet Inverter untuk mengkorversikan tegangan
keluaran baterai utama menjadi 1 KHz tegangan AC, masukan iini diunakan sebagai
sumber sumber tegnagan Transformer T2 dan menjadi tegangan basis pada
trtansistor utama dan tegangan keluaran dari T2 digunakan untuk pemanasan
filament pada X-Ray Tube.
152
13. Rangkaian Pemanas Filamen
Pemanas filament dari tabung rontgen MC125L-50 menggunakan TR Inverter,
153
sinyal gergaji. Lalu dihubungkan dengan gerbang NOT M7 yang keluarannya
disambungkan ke kaki inverting A4 dan A3 dan digunakan sebagai clock.
Kemudian kaki R74 dihubungkan dengan VCC positif, disini terjadi pembagi
tegangan kemudian dihubungkan dengan kaki non-inverting A1, karena pada kaki
inverting A1 masih bernilai 0 maka outputan A1 masih bernilai positif, masuk ke kaki
inverting A2 dimana sinyal positif berubah menjadi sinyal negatif. Keluaran A2
masing-masing dihubungkan dengan kaki A3 dan A4 yang mana akan diproses sesuai
dengan clock keluaran dari M7.
Pada A3 sinyal negatif dari A2 masuk ke noninverting dimana sinyal tetap
menjadi sinyal negatif kemudian masuk ke gerbang NOT M1 diubah menjadi positif,
karena pada M19 mendapat VCC positif dan pada kaki output M1 positif juga maka
LED pada opthocoupler M102 belum menyala sehingga Opthocoupler belum bekerja.
Begitupun pada A4, sinyal yang bernilai negatif dari A2 masuk ke inputan
noninverting dimana sinyal akan tetap menjadi sinyal negatif selanjutnya masuk ke
gerbang NOT M1 dirubah menjadi sinyal positif, karena pada kaki R16 diberi VCC
positif dan keluaran M1 juga positif maka LED pada Opthocoupler M101 belum
bekerja.
Selanjutnya pada Filamen Voltage Regulator (FVR) setelah disetting akan
mendapat tegangan dari CPU dengan nilai perbandingan 1V=1A yang mana
dihubungkan dengan kaki inverting pada A1, karena nilai pada noninverting lebih
positif maka keluaran pada A1 menjadi sinyal negative selanjutnya masuk ke
inverting A2 berubah menjadi sinyal positif. Berubahnya sinyal A2 menyebabkan
keluaran dari A3 dan A4 menjadi positif masuk ke M1 menjadi negatif, oleh karena
itu tegangan dari VCC R16 dan R19 mengalir ke outputan M1 sehingga LED pada
Opthocoupler M101 dan M102 menyala. Menyalanya M101 dan M102 menyebabkan
Opthocoupler bekerja sehingga Q2 dan Q1 aktif sehingga arus mengalir dari trafo
filamen titik 1 menuju Q2CR3CM-12 selanjutnhya mengisi kapasitor C1 menuju D1
kemudian kembali ke trafo filamen titik 2. Secara bergantian arus bergerak dari trafo
filamen titik 2 melewati Q1CR3CM-12 dan mengisi C1 serta kembali ke trafo filamen
titik 1 melalui D16.
Osilator akan memberikan sinyal sebesar 60 Hz sebagai trigger pada
Opthocoupler dimana akan terjadi dua kondisi. Kondisi pertama, pada saat
Optocoupler M103 dan Opthocoupler M105 mendapat sinyal Low maka arus akan
mengalir dari VCC melalui R21 dan mengaktifkan Opthocoupler M103 dan
Opthocoupler M105, sehingga opthocoupler M103 mengaktifkan Q5 dan M105
mengaktifkan Q7 menyebabkan muatan tinggi dari kapasitor polaritas positif C1
bergerak menuju Q5 kemudian filamen tabung rontgen dan Q7 selanjutnya kembali
ke C1 kutub negatif.
Kondisi kedua, pada saat Opthocoupler M104 dan Opthocoupler M106
mendapat sinyal Low maka arus akan mengalir dari VCC melalui R25 dan
154
mengaktifkan Opthocoupler M104 dan Opthocoupler M106 dimana Opthocoupler
M104 mengaktifkan Q6 dan Opthocoupler M106 mengaktifkan Q8 sehingga muatan
tinggi dari kapasitor C1 polaritas positif bergerak menuju Q6 kemudian filamen
tabung rontgen dan menuju Q8 dan kembali lagi ke C1 kutub negatif.
Apabila terjadi arus berlebih CP3 akan mendeteksi kemudian arus bergerak
menuju R54 dan mengisi kapasitor. Akibat pengisian inputan noninverting A1 akan
lebih positif dibandingkan inputan inverting sehingga keluaran A1 menjadi positif
melewati A2 menjadi negatif dan masuk A3 dan A4 menjadi negatif serta di NOT kan
oleh M1 menjadi positif akibatnya Opthocoupler M101 dan M102 berhenti bekerja
dan pengisian kapasitor C1 berhenti.
Apabila terjadi tegangan berlebih pada C1 maka CP2 akan mendeteksi
kemudian melewati pembagi tegangan R2 dan R3 untuk masuk ke kaki noninverting
A4. Outputan A4 berupa sinyal positif melewati D241, R222 menuju IC4013 oleh
karena itu outputan IC4013 menjadi High dan di NOT kan oleh M5 menjadi sinyal
negatif sehingga arus VCC dari R232 mengalir melewati D146 menuju M5 dan LED
pun menyala yang manandakan CV Over pada saat bersamaan outputan M5 yang
bernilai negatif dihubungkan dengan kaki inverting A1 sehingga outputan A1 menjadi
positif sehingga keluaran A1 menjadi positif melewati A2 menjadi negatif dan masuk
A3 dan A4 menjadi negatif serta di NOT kan oleh M1 menjadi positif akibatnya
Opthocoupler M101 dan M102 berhenti bekerja dan pengisian kapasitor C1 berhenti.
155
DAFTAR PUSTAKA
1. http://1.bp.blogspot.com/-
A2oxx_24jS4/UR9as0u4s3I/AAAAAAAAAC4/7qz8SuAaKrU/s1600/panel-
fluoroscopy.jpg
2. http://2.bp.blogspot.com/_s0UCR0FF4HY/Sd1kxj38IYI/AAAAAAAAAGM/Pb7jl
_dcBkM/s1600-h/index_clip_image002.jpg
3. http://home.earthlink.net/~webdisk1/oddtubes/05.jpg
4. http://home.earthlink.net/~webdisk1/oddtubes/07.jpg
5. http://home.earthlink.net/~webdisk1/oddtubes/06.jpg
6. http://www.r-type.org/pics/aaa1145.jpg
7. http://www.tvcameramuseum.org/philips/ldk614/pictures/xq3727plubicont
ube750.jpg
8. http://www.ndt.net/article/v07n02/ewert/fig3.gif
9. http://radiopaedia.org/articles/flat-panel-detectors
10. http://4.bp.blogspot.com/_4kv251JRv6E/TFGkgTKHoNI/AAAAAAAAAT8/6-
XH8INoduw/s320/Posisi+Pasien.jpg
11. Bahan Ajar Radiologi Lanjut Dr. Ir. Hj. Rusmini B, AIM, MM
12. Bahan Ajar Radiologi Ir. H. Barozie
156