Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH EKONOMIKA

SUMBER DAYA MANUSIA

Hubungan Laju Pertumbuhan Ekonomi


Sektor Perbankan dengan
Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia

Kelompok 6 (maju ke 10)

Anggota :
Wulan Sastika (130214223)
Rifsa Nurul Fauziah (130314310)
Zulvita Ias Putri W (130314331)
Indrias Dwi Nastiti (130314351)
Nita Rahma Maulida (130314357)
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perekonomian Indonesia yang dikelompokan ke dalam Labour
surplus economy memiliki permasalahan pokok secara global yang
ditandai oleh lebih rendahnya kesempatan kerja dibandingkan dengan
angkatan kerja yang tersedia. Situasi seperti ini masalah yang menghantui
program strategis ketenagakerjaan di masa mendatang. Karena jelas
termaktub dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 mengamanatkan : Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Sedangkan UU Nomor 13 Tahun 2003 menggariskan
bahwa pembangunan ketenegakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral, pusat dan
daerah. Sedangkan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan
program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan,
pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja.
Masalah ketenagakerjaan sampai saat ini, merupakan masalah yang
amat mendasar, baik dalam kaitannya dengan hajat hidup tiap individu
yang bertanggungjawab terhadap diri dan keluarganya maupun sebagai
bagian dalam proses besar pembangunan manusia seutuhnya, di lingkup
nasional maupun regional. Sebagai pribadi, masing-masing orang berhak
hidup layak dari hasil usahanya, dan dari sisi lain sebagai bagian dari
sistem kenegaraan, maka pemerintah wajib mengupayakan agar bidang
ketenagakerjaan harus dapat memenuhi kebutuhan pencari kerja,
pengusaha, dan masyarakat luas hingga negara. Pembangunan
ketenagakerjaan sangat erat hubungannya dengan pembangunan ekonomi
karena tenaga kerja merupakan pelaku pembangunan ekonomi, oleh
karena itu pembangunan ekonomi harus menetapkan target-target
ketenagakerjaan dan sebaliknya. Untuk itulah dalam pembangunan suatu
wilayah, pembangunan ketenagakerjaan wajib direncanakan sebelumnya
dan berikutnya kegiatan perencanaan tenaga kerja harus menjadi acuan
dan pedoman dalam pembangunan ketenagakerjaan di wilayah tersebut.
Tenaga kerja adalah faktor penentu keberhasilan pembangunan. Hal ini
dibuktikan oleh Jepang, Korea dan Singapura, yang walaupun miskin
sumber daya alam tetapi ekonominya sangat maju, karena kualitas tenaga
kerja yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi memberikan kesempatan yang lebih besar
kepada negara atau pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar
rakyatnya. Tetapi sejauh mana kebutuhan ini dipenuhi tergantung pada
kemampuan negara atau pemerintah dalam mengalokasikan sumber-
sumber ekonomi di antara masyarakat dan distribusi pendapatan serta
kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Pertumbuhan ekonomi juga
merupakan sarana utama untuk mensejahterakan masyarakat melalui
pembangunan manusia yang secara empirik terbukti merupakan syarat
perlu bagi pembangunan manusia. Dalam hal ini ketenagakerjaan
merupakan jembatan utama yang menghubungkan pertumbuhan ekonomi
dan peningkatan kapabilitas manusia (UNDP, 1996). Dengan perkataan
lain, yang diperlukan bukan semata-mata pertumbuhan tetapi pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas dalam arti berpihak kepada tenaga kerja.
Perkembangan selanjutnya ditandai munculnya suatu keraguan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka menganggap bahwa pertumbuhan
ekonomi bukan merupakan jawaban untuk menyelesaikan semua masalah.
Hal ini bukan tanpa alasan tetapi didasari fakta bahwa sebagian
masyarakat tetap miskin meskipun hidup ditengah-tengah lingkungan
kemewahan. Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi pada negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi juga terjadi pada negara-negara yang
sudah maju. Berdasarkan bukti empirik menunjukkan bahwa suatu
wilayah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun
mempunyai tingkat pengangguran yang juga tinggi.
Pertumbuhan ekonomi selayaknya dipandang tidak hanya dari sisi
kuantitas tetapi yang lebih penting adalah kualitas dari pertumbuhan
ekonomi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang lambat pulih tersebut
diiringi dengan tingkat penduduk yang bekerja yang cenderung menurun
merupakan permasalahan utama di sektor ketenagakerjaan. Walaupun laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2011 sekitar 6,39 persen, namun hal tersebut
belum secara nyata dapat meningkatkan daya serap tenaga kerja. Teori
ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, yang menunjukkan
semakin banyaknya output nasional mengindikasikan semakin banyaknya
orang yang bekerja, sehingga seharusnya mengurangi pengangguran.
Selama beberapa tahun terakhir industri perbankan telah
menikmati kenaikan pertumbuhan yang menggembirakan. Dengan situasi
ekonomi global yang dipenuhi ketidakpastian dan ekonomi domestik yang
melambat, industri perbankan nasional dihadapkan pada potensi kinerja
yang menurun. Dibutuhkan peran yang lebih aktif dari pemerintah untuk
mendorong roda perekonomian, terutama janji pemerintah untuk segera
membangun proyek infrastruktur tampaknya dapat menjadi peluang yang
baik bagi perbankan untuk dapat dijadikan pendorong guna mencapai
target pertumbuhan kredit yang rasional di tahun 2015. Di sisi lain bank
harus menyeimbangkan antara target pertumbuhan dengan potensi
kenaikan NPL akibat pelemahan kondisi ekonomi.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana analisis tentang hubungan laju pertumbuhan ekonomi dengan
penyerapan tenaga kerja tahun 2010-2015 sektor perbankan di Indonesia?
1.2.2. Bagaimana pertumbuhan laju penyerapan tenaga kerja dalam perbankan di
Indonesia?
1.2.3. Bagaimana cara perbankan menghadapi situasi ekonomi global yang
dipenuhi ketidakpastian?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Untuk mengetahui analisis tentang hubungan laju pertumbuhan ekonomi
dengan penyerapan tenaga kerja tahun 2010-2015 sektor perbankan di
Indonesia
1.3.2. Untuk mengetahui pertumbuhan laju penyerapan tenaga kerja dalam
perbankan di Indonesia
1.3.3. Untuk mengetahui cara perbankan dalam menghadapi situasi ekonomi
global yang dipenuhi ketidakpastian

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang analisis tentang
hubungan laju pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja
tahun 2010-2015 sektor perbankan di Indonesia
1.4.2. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang pertumbuhan laju
penyerapan tenaga kerja dalam perbankan di Indonesia
1.4.3. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang cara perbankan dalam
menghadapi situasi ekonomi global yang dipenuhi ketidakpastian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

3.1. Penduduk
Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam
usaha untuk membangun suatu perekonomian, meningkatkan produksi serta
mengembangkan kegiatan ekonomi ,karena penduduk menyediakan tenaga
kerja,tenaga ahli,pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan yang di perlukan
untuk menciptakan kegiatan ekonomi. Tetapi harus di sadari bahwa dengan jumlah
penduduk yang besar saja bukan merupakan jaminan yang besar bagi berhasilnya
pembangunan, karena tanpa ada peningkatan kesejahteraan justru dapat menjadi
hambatan bagi program-program pembangun yang di laksanakan (Sukirno, 2011).
3.2. Tenaga kerja
Kebutuhan tenaga kerja (kesempatan kerja) adalah jumlah lapangan kerja
dalam satuan orang yang dapat disediakan oleh seluruh sektor ekonomi dalam
kegiatan produksi. Dalam arti yang lebih luas, kebutuhan ini tidak hanya
menyangkut jumlahnya, tetapi juga kualitasnya (pendidikan atau
keahliannya).Sedangkan persediaan tenaga kerja adalah jumlah penduduk yang
sudah siap untuk bekerja, disebut angkatan kerja (labour force) dan dapat dilihat
dari segi kualitas dan kuantitas. Dimana Penduduk usia kerja (PUK) adalah
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Dalam PUK terdapat angkatan kerja,
yakni penduduk usia kerja, yang selama seminggu sebelum pencacahan, bekerja
atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja; dan mereka yang tidak
bekerja tetapi mencari pekerjaan (BPS dan Depnakertrans; 2004).
Pengertian tenaga kerja, menurut Sukirno (2005:6) dilihat dari segi
keahlian dan pendidikannya, tenaga kerja dibedakan atas tiga golongan yaitu:
pertama, tenaga kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau
rendahnya pendidikan dan tidak memiliki keahlian dalam suatu pekerjaan. Kedua,
tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan
atau pengalaman kerja. Ketiga, tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang
memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam bidang ilmu tertentu. Teori
Permintaan Tenaga Kerja Menurut Sukirno (2000:69) bahwa permintaan atas
tenaga kerja merupakan permintaan tidak langsung, maksudnya tenaga kerja
dipekerjakan oleh perusahaan dengan tujuan untuk digunakan dalam menghasilkan
barang-barang yang mereka jual. Perusahaan akan terus menambah jumlah pekerja
selama pekerjaan tambahan tersebut akan menghasilkan penjualan tambahan yang
melebihi upah yang dibayarkan kepadanya.
Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang
sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja,
bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi mereka
secara fisik mampu dan sewaktuwaktu dapat ikut bekerja. Mulyadi (2003)
menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64
tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang
dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau
berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.
3.3. Bekerja
Istilah bekerja bagi seseorang angkatan kerja dinyatkan sebagai seseorang
yang memiliki kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus)
dalam seminggu yang lalu. Jenis kegiatan/lapangan usaha adalah bidang kegiatan
dari pekerjaan/usaha/ perusahaan/instansi di mana seseorang bekerja seperti
digolongkan dalam Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI).
3.4. Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah
terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang
bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian. Terserapnya
penduduk bekerja disebabkan oleh adanya permintaan akan tenaga kerja. Oleh
karena itu, penyerapan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai permintaan tenaga
kerja (Kuncoro, 2002).
Penawaran tenaga kerja UMKM dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu
upah dan non upah (Samuelson dan Nordhaus, 2003:202). Faktor non upah yang
mempengaruhi penawaran tenaga kerja berupa modal dan nilai produksi.
Keseluruhan barang serta peralatan yang digunakan pengusaha dalam proses
produksi disebut dengan modal. Apabila modal perusahaan semakin besar maka
produktivitas perusahaan akan meningkat sehingga kebutuhan tenaga kerja akan
bertambah. Hal ini mengindikasikan penawaran tenaga kerja ke perusahaan akan
meningkat (Zamrowi, 2007).
3.5. Peranan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Lapangan kerja yang diciptakan pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan rumah tangga yang memungkinkannya untuk membiayai peningkatan
kualitas manusia anggotanya. Kualitas manusia yang meningkat pada sisi lain akan
berdampak pada kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi
tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
pertumbuhan dapat (tetapi tidak bersifat otomatis) mempengaruhi ketenagakerjaan
dari sisi permintaan (menciptakan lapangan kerja) dan sisi penawaran
(meningkatkan kualitas tenaga kerja). Dengan kata lain, secara teoritis,
pertumbuhan ekonomi memainkan peranan penting untuk meningkatkan
penyerapan tenaga kerja.
3.6. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Dornbusch, Fischer, dan Startz, 2001 menyatakan bahwa ouput nasional
(sebagai representasi dari pertumbuhan ekonomi disimbolkan dengan Y)
merupakan fungsi dari modal fisik, tenaga kerja dan kemajuan teknologi yang
dicapai . Faktor penting yang mempengaruhi pengadaan modal fisik adalah
investasi, dalam arti bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi diduga akan
membawa dampak positif terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja seperti
ditunjukkan oleh model berikut:
Y = A.F(K,L)
di mana Y adalah output nasional (kawasan), K adalah modal (kapital)
fisik, L adalah tenaga kerja, dan A merupakan teknologi. Y akan meningkat ketika
input (K atau L, atau keduanya) meningkat. Faktor penting yang mempengaruhi
pengadaan modal fisik adalah investasi. Y juga akan meningkat jika terjadi
perkembangan dalam kemajuan teknologi yang terindikasi dari kenaikan A. Oleh
karena itu, pertumbuhan perekonomian nasional dapat berasal dari pertumbuhan
input dan perkembangan kemajuan teknologi yang disebut juga sebagai
pertumbuhan total faktor produktivitas.
3.7. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran (Okuns Law)
Menurut Mankiw (2003) hukum okun adalah relasi negatif antara
pengangguran dan GDP. Hukum okun merupakan pengingat bahwa faktor-faktor
yang menentukan siklus bisnis pada jangka pendek sangat berbeda dengan faktor-
faktor yang membentuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hukum Okun
(Okuns law) merupakan hubungan negatif antara pengangguran dan GDP, yang
mengacu pada penurunan dalam pengangguran sebesar satu persen dikaitkan
dengan pertumbuhan tambahan dalam GDP yang mendekati dua persen.
3.8. Ketenagakerjaan
Simanjuntak (2001) menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah penduduk
yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah atau mengurus rumah tangga, dengan batasan
umur 15 tahun. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Ananta (1990) , Sitanggang
dan Nachrowi (2004) yang menyatakan bahwa tenaga kerja adalah sebagian dari
keseluruhan penduduk yang secara potensial dapat menghasilkan barang dan jasa.
Sehingga dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah
sebagian penduduk yang dapat menghasilkan barang dan jasa bila terdapat
permintaan terhadap barang dan jasa.
3.9. Permintaan Tenaga Kerja
Menurut Jehle dan Reny (2001) Salah satu jalan untuk
menginterpretasikan fakta bahwa perusahaan sebagai penerima harga adalah
untuk menduga bahwa perusahaan memiliki pilihan mengenai harga, dimana
perusahaan menjual output dan harga dimana perusahaan menggunakan input.
Jika perusahaan mencoba untuk menjual output pada harga yang lebih tinggi
daripada harga yang berlaku, maka tidak akan ada output yang terjual. Karena
dalam pasar persaingan output, konsumen telah mengetahui dengan jelas
informasi mengenai harga terendah dari produk sejenis. Sementara itu, perusahaan
dapat menjual semua produknya sesuai dengan harga yang berlaku, jadi produk
tidak memiliki dorongan untuk mengisi kekurangan. Oleh sebab itu, hal ini selalu
merupakan yang terbaik bagi perusahaan, untuk memilih harga outputnya sama
dengan harga yang berlaku. Dengan demikian, perusahaan seolah-olah sebagai
penerima harga. Sama halnya dengan perusahaan yang tidak dapat mengurangi
pembayaran upah kepada tenaga kerja (input) dibawah tingkat upah yang berlaku,
karena di dalam pasar persaingan input, pemilik input (tenaga kerja) yang akan
menawarkan (menjual) jasa (input) mereka ke perusahaan lain, dengan tingkat
upah yang lebih tinggi. Dan karena sekali lagi perusahaan tidak memiliki
dorongan untuk membayar input melebihi tingkat upah yang berlaku, maka
perusahaan secara optimal akan membayar tenaga kerja (input) sesuai dengan
tingkat upah yang berlaku.
3.10. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja mengandung pengertian bahwa besarnya kesediaan
usaha produksi untuk mempekerjakan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses
produksi, yang dapat berarti lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia
untuk bekerja yang ada dari suatu saat dari kegiatan ekonomi. Kesempatan kerja
dapat tercipta apabila terjadi permintaan tenaga kerja di pasar kerja, sehingga
dengan kata lain kesempatan kerja juga menujukkan permintaan terhadap tenaga
kerja. (Sudarsono, 1998)
Perluasan kesempatan kerja merupakan suatu usaha untuk
mengembangkan sektor-sektor penampungan kesempatan kerja dengan
produktivitas rendah. Usaha perluasan kesempatan kerja tidak terlepas dari
faktorfaktor seperti, pertumbuhan jumlah penduduk dan angkatan kerja,
pertumbuhan ekonomi, tingkat produktiuvitas tenaga kerja, atau kebijaksanaan
mengenai perluasan kesempatan kerja itu sendiri.
3.11. Keterkaitan antara Laju Pertumbuhan Ekonomi dengan Laju
Penyerapan Tenaga Kerja

1. Anomali

Kejadian ketika laju pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi dampak


yang terjadi justru laju penyerapan tenaga kerja negatif
2. Progresif

Kejadian ketika laju pertumbuhan ekonomi lebih rendah


dibandingkan dampaknya pada laju penyerapan tenaga kerja

3. Regresif

Kejadian ketika laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi


dibandingkan dampaknya pada laju penyerapan tenaga kerjanya

4. Proporsional

Kejadian ketika laju pertumbuhan ekonomi relatif berimbang


dibandingkan dampaknya pada laju penyerapan tenaga kerjanya

3.12. Definisi Bank

Bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset
keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan
hanya keuntungan saja (Hasibuan, 2003:2). Menurut Dictionary of Banking and
financial service by Jerry Rosenberg, bank adalah lembaga yang menerima
simpanan giro, deposito dan membayar atas dasar dokumen yang ditarik pada
orang atau lembaga tertentu, mendiskonto surat berharga, dan menanamkan
dananya dalam surat berharga (Taswan, 2006:4).

Berdasarkan PSAK No. 31, Bank adalah suatu lembaga yang berperan
sebagai perantara keuangan (Financial Intermediary) antara pihak-pihak yang
memiliki kelebihan dana (Surplus Unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan
dana (Deficit Unit), serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas
pembayaran. Menurut Kuncoro dalam bukunya Manajemen Perbankan, Teori dan
Aplikasi (2002: 68), definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan
usahanya sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit
kepada masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang
saham), pemerintah, bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun
masyarakat dalam negeri.

Dana dari pemilik bank berupa setoran modal yang dilakukan pada saat
pendirian bank. Dana dari pemerintah diperoleh apabila bank yang bersangkutan
ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan dana-dana bantuan yang berkaitan
dengan pembiayaan proyek-proyek pemerintah, misalnya Proyek Inpres Desa
Tertinggal. Sebelum dana diteruskan kepada penerima, bank dapat menggunakan
dana tersebut untuk mendapatkan keuntungan, misalnya dipinjamkan dalam bentuk
pinjaman antar bank (Interbank Call Money)berjangka 1 hari hingga 1 minggu.
Keuntungan bank diperoleh dari selisih antara harga jual dan harga beli dana
tersebut setelah dikurangi dengan biaya operasional. Dana-dana masyarakat ini
dihimpun oleh bank dengan menggunakan instrumen produk simpanan yang terdiri
dari Giro, Deposito dan Tabungan.

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan


disebutkan bahwa, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiata usahanya dan Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari beberapa pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa Bank merupakan suatu badan usaha yang memberikan jasa
keuangan dalam menghimpun dana dari masyarakat baik dalam bentuk simpanan
atau bentuk lainnya dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang
membutuhkan dana dengan tujuan mensejahterahkan kehidupan rakyat.

3.13. Jenis-Jenis Bank

Menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian


disempurnakan menjadi UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, jenis bank
meliputi:

a. Bank Umum Bank Umum menurut UU No.10 Tahun 1998 yaitu bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum
yaitu:

1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito


berjangka, tabungan, dana atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

2) Menerbitkan surat pengakuan utang;

3) Menerima pembayaran atas tagihan surat berharga dan melakukan


perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat menurut UU No.10


Tahun 1998, yaitu sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Tugas dari Badan Perkreditan
Rakyat meliputi:

c. 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan


berupa deposito berjangka, tabungan, dana atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;

d. 2) Memberikan kredit kepada pengusaha kecil dan rumah tangga;

e. 3) Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip


bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah.

c. Bank Sentral ialah Bank yang hanya ada satu dalam suatu
Negara yang bertugas untuk mengendalikan stabilitas
keuangan Negara serta mengatur dan mengawasi kegiatan
badan-badan keuangan untuk menjamin bahwa badan-badan
keuangan itu akan menciptakann kemajuan ekonomi yang
tinggi dan stabil.

Adapun fungsi bank sentral dalam perekonomian ialah sebagai pengawas


kegiatan bank umum dan lembaga keuangan non-bank, mengawasi
keseimbangan kegiatan perdagangan luar negeri, serta mempunyai hak
monopoli (Hak Otoroi) untuk mencetak uang kartal yang diperlukan untuk
melancarkan kegiatan produksi dan perdagangan.
Peranan Bank Sentral dengan Bank Umum dalam perputaran uang di
masyarakat. Berikut perbedaan antara Bank Sentral dan Bank Umum:
a. Bank Sentral hanya satu di setiap Negara, sedangkan bank umum
dapat berkembang sebanyak mungkin.
b. Bank Sentral tidak melayani masyarakat secara langsung dalam
menghimpun dana dan menyalurkan kembali ke masyarakat, tetapi
justru bertugas mengatur dan mengawasi kegiatan operasional dari
bank umum.
c. Tujuan utama bank umum adalah mencari keuntungan, sedangkan
tujuan utama bank sentral adalah mengatur iklim moneter yang
kondusif agar proses pertumbuhan ekonomi nasional dapat berjalan
lancar dan stabil.
d. Bank Sentral hak monopoli (Hak Otoroi) untuk mencetak uang kartal
yang diperlukan untuk melancarkan kegiatan produksi dan
perdagangan, sedangkan bank umum hanya mengedarkannya.
2.14. Dalam menjalankan tugasnya, lembaga perbankan harus
memperhatikan hal - hal sebagai berikut:
a. Solvabilitas.
yaitu kemampuan bank untuk memenuhi semua kewajibannya walaupun
bank tersebut sudah di tutup. dengan keterangan dia bisa mengembalikan
semua pinjaman yang di miliki.
b. Liquiditas
yaitu kemampuan bank untuk memenuhi semua kewajibannya pada setiap
saat untuk mengembalikan pinjaman.
keterangan:bilamana bank tersebut tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kewajiban di sebut illequide.
c. Soliditas
suatu bank di katakan solid apabila bank tersebut memperoleh
kepercayaan dari masyarakat.
2.15. Macam - macam soliditas bank antara lain:
1. Soliditas Moral.
yaitu apabila kepercayaan masyarakat di berikan kepada pengelola bank.
2. Soliditas Financial.
yaitu apabila kepercayaan masyarakat di berikan kepada kemampuan
kepercayaannya.
3. Soliditas Komersial.
yaitu apabila kepercayaan masyarakat di berikan kepada kejujuran dan atas
pelayanannya terhadap masyarakat.
4. Rentabilitas
yaitu kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan daripada modal
yang di gunakan untuk menilai kelayakan atau untuk mendapatkan
kredit,lembaga perbankan itu minta jaminan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Analisis Hubungan Laju Pertumbuhan Ekonomi Dengan


Penyerapan Tenaga Kerja Tahun 2010 2015

Tabel 1
Data Jumlah Bank di Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik

3.2. Pertumbuhan Laju Penyerapan Tenaga Kerja Dalam Perbankan


Di Indonesia

Tabel 2
Data Jumalah Tnaga Kerja yang Bekerja pada Sektor Perbankan
Sumber : Badan Pusat Statistik
Berdasarkan data yang kami peroleh dari Badan Pusat Statistik,
bahwa setiap tahunnya jumlah Bank yang ada di Indonesia mengalami
peningkatan. Peningkatan jumlah Bank berarti memberikan dampak
positif bagi indonesia dari sisi ekonomi, yaitu Keuangan yang ada di
Indonesia saat ini mengalami perputaran yang baik, selain itu
peningkatan Bank juga dapat memberikan dampak positif lainnya
berupa peningkatan lapangan kerja baru sehingga mampu dapat
menyerap tenaga kerja yang lebih.
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang selalu meingkat
seiring dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia. Pada tahun 2011
peningkatan kantor bank sebesar 77%, pada tahun 2012 peningkatan
sebesar 9,4 %, pada tahu 2013 mengalami peningkatan sebesar 7%,
pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 4,8 %, dan pada tahun
2015 peningkatan sebesar 9,2%. Bisa disimpulkan dari data tersebut
bahwa walaupun tiap tahun mengalami peningkatan namun peningkatan
jika dipersenkan mengalami naik turun.
Hasil analisis tabel jumlah tenaga kerja pada sektor Lembaga
Keuangan (perbankan), dikarenakan kami mendapatkan data secara
kolektif yaitu lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa
perusahaan sehingga kami mengasumsikannya dengan cara membagi
rata jumlah tenaga tersebut dibagi rata. Sehingga diperoleh rata-
ratamya. Peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor perbankan pada
tahun 2011 sebesar 12,05 %, pada tahun 2012 mengalami peningkatan
sebesar 8,46%, pada tahun 2013 sebesar 1,15%, kemudian pada tahun
2014 mengalami peningkatan sebesar 2,1%, dan pada tahun 2015
mengalami peningkatan sebesar 1,87%. Berdasarkan data tersebut tahun
ledakan penyeraoan tenaga kerja pada tahun 2011, dapat disumpulkan
bahwa jumlah tenaga kerja tersebut mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
Hubungan laju pertumbuha ekonomi pada tahun 2011 adalah
refresif yang mennjukkan laju petumbuhan ekonomi (sektor perbankan)
lebih tinggi daripada penyerpan tenaga kerja yaitu 77% banding
12,05%. Pada tahun 2012 hubungan laju pertubuhan ekonominya
adalah proporsional yaitu 9,4% banding 8,46% ini berarti jumlah tenaga
kerja dan pertumbuhan sektor perbankan sabanding. Pada tahun 2013,
2014, dan 2015 laju pertumbuhan ekonomi mengalami regresi
dikarenakan pertumbuhan sektor perbankan sebesar 7% dan jumlah
tenaga kerja yang terserap sebesar 1,15%.tahun 2014 pertumbuhan
perbankan sebesar 4,8% dan jumlah tenaga kerja yang terserap 2,15,
dan pada tahun 2015 pertumbuhan sektor perbankan sebesar 9,2%
sedangkan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 1,87%.

3.2. Pertumbuhan Laju Penyerapan Tenaga Kerja Dalam Perbankan di


Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Meningkat
Gambar 1 Pertumbuhan PDB atas dasar Harga Konstan 2010
menurut Lapangan Usaha, 2013-2015
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2015 meningkat
Catatan:
Sektor Primer: (1) Pertanian Kehutanan dan
Perikanan; (2) Pertambangan dan Penggalian
Sektor Industri: Industri Pengolahan
Sektor Jasa: (1) Pengadaan Listrik dan Gas; (2)
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang; (3) Konstruksi; (4) Perdagangan Besar
dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; (5)
Transportasi dan Pergudangan; (6) Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum; (7) Informasi dan
Komunikasi; (8) Jasa Keuangan dan Asuransi; (9) Real
Estat; (10) Jasa Perusahaan; (11) Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib;
(12) Jasa Pendidikan; (13) Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial; (14) Jasa Lainnya.
*Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Pada Kuartal III-2015, Pertumbuhan


Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami
peningkatan.Setelah selama dua kuartal
sebelumnya mengalami perlambatan secara
kontinyu, pada Kuartal-III 2015 ini PDB riil Indonesia
tumbuh 4,73 persen secara year on year capaian
tertinggi selama dalam tiga kuartal terakhir. Angka
pertumbuhan PDB riil Indonesia di kuartal ini masih
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi pada Kuartal III-2014, di mana pada waktu
itu perekonomian tumbuh 4,92 persen. Membaiknya
laju pertumbuhan ekonomi kali ini merupakan angin
segar bagi pelaku pasar.

Dilihat dari sisi produksi, pertumbuhan


ekonomi Indonesia pada Kuartal-III 2015 masih
dimotori oleh pertumbuhan sektor primer. Pada
kuartal III-2015, pertumbuhan sektor primer
mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,21
persen y-o-y. Peningkatan pertumbuhan sektor
primer ini di antaranya didorong oleh panen raya
pada beberapa komoditas unggulan di sektor
tersebut. Di sisi lain sektor industri hanya tumbuh
4,33 persen dan sektor jasa hanya tumbuh sebesar
3,36 persen pada Kuartal III-2015keduanya
menunjukkan perlambatan bila dibandingkan dengan
kuartal sebelumnya ketika masing-masing sektor
tumbuh 4,42 persen dan 5,08 persen. Meski begitu,
tingginya kenaikan pertumbuhan sektor primer (1,63
persen menjadi 3,21 persen y-o-y) masih dapat
menutupi perlambatan yang terjadi di sektor industry
dan jasa. Hal itu menjadikan perekonomian Indonesia
mengalami peningkatan pertumbuhan secara
keseluruhan.

Kemiskinan di Indonesia Menurun


Gambar 32 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia, 2011 2015
Jumlah penduduk miskin menurun tipis pada September 2015

Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Gambar 33 Garis Kemiskinan, Inflasi Garis Kemiskinan, dan Inflasi Umum


Garis kemiskinan meningkat seiring dengan meningkatnya inflasi umum
Sumber: BPS dan CEIC (2016)

Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada


Kuartal III-2015, jumlah penduduk miskin pada September 2015 menurun bila
dibandingkan dengan Maret 2015. Pada September 2015, jumlah penduduk
miskin di Indonesia tercatat berkurang sebesar 80 ribu orang dari Maret 2015
(28,59 juta orang) menjadi 28,51 juta orang. Selama periode Maret 2015-
September 2015, Garis Kemiskinan meningkat sebesar 4,24 persen dari semula
IDR 330.776 per kapita per bulan menjadi IDR 344.809 per kapita per bulan.
Naiknya Garis Kemiskinan tersebut umumnya dipicu oleh kenaikan harga
komoditas makanan sebagai salah satu komponen perhitungannya, sebagaimana
yang diindikasikan oleh kenaikan tingkat inflasi umum dari 6,38 persen pada
Maret 2015 menjadi 6,83 persen pada September 2015.

3.3. Cara Perbankan menghadapi Situasi Ekonomi Global yang


dipenuhi Ketidakpastian
Berdasarkan kebijakan Quantitative Easing (QE) yang dilakukan
Amerika dalam rangka menghadapi resesi besar di 2008-2009, pada
periode itu Amerika mengalami kredit macet (Sub-prime mortgage) yang
berujung pada krisis moneter. Menghadapi itu, Amerika melalui The Fed
menggelontorkan dana besar agar bisa menggenjot laju perekonomian,
yang mana kebijakan tersebut dikenal sebagai Quantitative Easing.
Sepanjang tahun-tahun setelah krisis, Amerika telah mengeluarkan 3 paket
QE yang jumlahnya sangat besar. Sebelum krisis, total obligasi yang
dimiliki oleh The Fed hanya sekitar 800 miliar USD, sementara hingga
Desember 2013 (periode akhir QE) The Fed telah memiliki lebih dari 4
triliun USD. Dampaknya sederhana saja, yaitu perekonomian Amerika
penuh dengan uang sehingga para investor melirik berbagai negara di
dunia untuk menjadi lahan investasi mereka. Uang yang sedang mencari
sarang baru itu biasa dikenal sebagai hot money. Emerging market seperti
Thailand, India, Malaysia, Filipina, dan termasuk termasuk Indonesia
menjadi favorit investor untuk meletakkan uang mereka karena suku
bunga di negara-negara tersebut relatif tinggi, ditambah dengan prospek
pertumbuhan ekonomi yang masih cukup bagus dibandingkan
perekonomian dunia.
Di lain sisi, Amerika telah sengaja menjaga suku bunganya di level
terendahnya (0 %) selama satu dekade ke belakang. Hal itu dimaksudkan
agar investasi dalam negeri terus meningkat di mana harapan utama dari
pemerintah adalah menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Amerika.
Dengan bunga yang sangat rendah, perusahaan tak akan punya hambatan
untuk melakukan pinjaman dalam rangka ekspansi, yang pada gilirannya
nanti akan menambah lapangan pekerjaan baru dalam perekonomian.
Bunga yang rendah juga memicu masyarakat untuk meningkatkan belanja
konsumsi mereka melalui kredit, sehingga permintaan dalam
perekonomian terus mengalami peningkatan. Dengan analisis Aggregate
Supply dan Aggregate Demand sederhana, peningkatan AD akan
meningkatkan output sehingga perekonomian mengalami pertumbuhan.
Pertumbuhan ekonomi kemudian akan mengurangi unemployment
rate karena perusahaan butuh tenaga kerja baru untuk menambah kapasitas
produksi. Kondisi itulah yang diharapkan oleh The Fed dengan menjaga
suku bunga di titik terendah.
Lain halnya dengan Amerika yang sedang berusaha keluar dari
krisis, pada periode tersebut, negara-negara berkembang mengalami masa
keemasan. Perekonomian mereka, termasuk Indonesia, pada masa itu
dimasuki banyak dolar. Kalau kita cek data BI, di masa-masa itu Rupiah
mengalami penguatan terhadap USD. Harga saham yang dicerminkan oleh
IHSG juga mengalami penguatan, bahkan sempat mencapai titik terkuat
dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi kita juga bisa dijaga
di rentang 6-7%.
Namun keadaan mulai berbalik ketika Amerika melakukan apa
yang familiar dikenal sebagai tapering off. Tentu saja tak mungkin
Amerika terus menyuntikkan dana ke perekonomian. Mereka memiliki
beberapa indikator makroekonomi, seperti tingkat pengangguran dan
inflasi, yang digunakan dalam rangka melihat apakah perekonomian sudah
membaik atau belum. Ketika indikator tersebut (Unemployment rate 6,5%
atau inflation rate >2,5%) terpenuhi, mereka akan menghentikan stimulus
ke dalam perekonomian karena stimulus yang terlalu besar justru akan
membawa dampak negatif. Namun karena tidak mungkin QE dihentikan
begitu saja, The Fed memangkas stimulus tersebut sedikit demi sedikit.
Wacana pengurangan stimulus paling parah adalah yang beredar di sekitar
pertengahan hingga akhir 2013 oleh Gubernur The Fed dan langsung
mengguncang pasar keuangan Indonesia. Hingga akhirnya pada Desember
2013, The Fed menetapkan mengurangi stimulus dari yang awalnya 85
miliar USD/bulan menjadi 75 miliar USD/bulan per Januari 2014.
Dampak dari tapering off adalah dana yang tadinya diparkir di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mulai kembali ke
Amerika. Aksi penarikan dolar melalui jual saham membuat bursa-bursa
negara berkembang mengalami anjlok. Namun hal itu terlihat tidak
berlangsung cukup lama karena walau bagaimanapun, suku bunga di
Amerika masih jauh terlalu kecil jika dibandingkan dengan suku bunga di
negara berkembang. Indonesia, misalnya, suku bunga kita berada di
kisaran 7% (sepanjang pertengahan 2015 ini stay di 7,5%). Tingginya suku
bunga acuan tersebut, dalam kasus ini, merupakan hal positif karena
mampu menahan laju penarikan dolar dari bursa.
Permasalahan yang muncul sekarang adalah, beredar kabar bahwa
The Fed akan meningkatkan suku bunga acuan. Kabar tersebut sebenarnya
sudah mencuat sejak lama, namun menjelang rapat FOMC di pertengahan
September ini, isunya kembali memanas. Sejak pertengahan tahun 2015,
pasar keuangan Indonesia dipenuhi spekulasi akan naik atau tidaknya suku
bunga acuan The Fed dan itu membuat indeks saham bergerak fluktuatif.
Investor masih belum bisa memastikan apakah IHSG akan mengalami
penguatan kembali atau justru berbalik arah menuju zona merah. Jika
benar FOMC menetapkan untuk meningkatkan suku bunga, maka dapat
dipastikan akan terjadi capital outflow yang dapat memicu pelemahan
rupiah dan IHSG. Secara basis poin, sekalipun suku bunga dinaikkan,
mungkin hanya akan dinaikkan sedikit dan terasa tak signifikan. Namun
faktor Amerika sebagai sebuah negara yang maju, ditambah kondisi
perekonomian mereka yang membaik, tentu sudah cukup untuk
mengembalikan dolar ke kampung halaman meskipun dengan suku bunga
yang hanya dinaikkan sedikit. Belum lagi kalau kita bicara kepanikan di
pasar yang memiliki efek domino sangat besar. Bisa jadi investor
berlomba-lomba mengambil kembali dolar mereka. Kalau sudah begitu,
tentu pemerintah dan BI harus melakukan intervensi yang cukup dalam di
pasar, dan tentu bukan kondisi seperti itu yang kita harapkan.
Harapannya yang terjadi nanti adalah mirip dengan kejadian di
akhir tahun 2013 lalu, ketika The Fed mengumumkan memangkas
stimulus di sektor keuangan. Sejak pertengahan tahun 2013, wacana untuk
hal itu sudah memenuhi benak banyak orang sehingga memunculkan
ruang untuk spekulasi di pasar. Di tengah ketidakpastian kondisi tersebut,
investor asing tentu khawatir dan banyak yang memilih untuk
mengeluarkan dananya dari negara berkembang. IHSG di bulan Agustus
2013 bahkan sempat jatuh lebih dari 20% hingga ke titik 3.967. Net sell di
pasar oleh investor asing di pasar saham bahkan nyaris sama dengan dana
asing yang masuk di tahun 2012. Begitu parahnya kondisi pasar keuangan
kita ketika itu menantikan keputusan tapering off The Fed. Namun, yang
justru membuat pasar kembali stabil adalah pengumuman Tapering off
oleh The Fed pada tanggal 18 Desember 2013. Secara logika sederhana,
pengumuman tapering off tentu akan membuat pasar bergejolak dan ramai
dengan arus dolar keluar. Pada kenyataannya, sehari setelah itu IHSG
justru ditutup di zona hijau. Yang ternyata terjadi sebenarnya hanyalah
maraknya spekulasi. Ketika keputusan itu sudah dikeluarkan, di mana
ruang untuk spekulasi menjadi sudah tertutup, para investor kembali
merasa aman dan mulai bisa memperhitungkan risiko dan keuntungan
secara lebih rasional.
Selain itu, kondisi fluktuasi yang terjadi hari ini dan beberapa
bulan ke belakang juga hanyalah karena maraknya spekulasi di pasar
(selain karena pelemahan rupiah). Pengumuman naik atau tidaknya suku
bunga pasca FOMC semoga bisa jadi obat penenang. Kalaupun The Fed
memutuskan untuk menaikkan suku bunga, mungkin akan terjadi gejolak,
tapi pemerintah dan BI sudah meyakinkan bahwa mereka memiliki
beberapa alternatif kebijakan yang bisa diandalkan untuk menghadapi
situasi tersebut. Apalagi jika ternyata The Fed memutuskan untuk
mempertahankan suku bunga mereka, tentu pasar seharusnya akan
merespon positif keputusan itu. Para investor sesungguhnya hanya
menunggu pengumuman, karena kondisi yang penuh ketidakpastian sangat
tidak baik bagi pasar keuangan. Ketika nanti pengumuman itu dikeluarkan,
semoga para investor bisa lebih bijak dalam menentukan apakah akan
menarik dolar mereka atau tidak, dan dengan demikian pasar menjadi lebih
bisa beradaptasi dan kembali stabil.
Berdasarkan ulasan diatas dapat diketahui bahwa cara perbankan
menghadapi situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian adalah
mellaui stimulus yakni: pertama, skenario fiskal. Bagaimana pemerintah
merancang sistem stabilisasi pasar keuangan dan surat utang. Kebijakan
soal Bond Stabilization Framework (BSF) dengan menggunakan sisa
anggaran lebih (SAL) merupakan salah satu bagian penting. Sedangkan,
stimulus baik langsung (bantuan langsung tunai atau BLT) maupun tidak
langsung (pengurangan pajak) sudah disiapkan dalam rangka
mengantisipasi perlambatan ekonomi pada 2012. Kedua, skenario moneter.
Selain bertumpu pada stabilisasi nilai tukar melalui operasi pasar oleh BI,
penurunan suku bunga kredit tentunya menjadi bagian penting. Semakin
kecil bunga kredit, semakin kecil pula beban dunia usaha sehingga bisa
menjadi semacam pelampung untuk menghadapi perlambatan ekonomi.
Masalahnya,transmisi moneter tidak selalu berjalan baik. Meskipun BI
Rate sudah diturunkan menjadi 6%, masih saja suku bunga kredit
perbankan tidak bereaksi secara signifikan. Memang ada penurunan suku
bunga kredit, tetapi hanya beberapa basis poin. Idealnya, jarak antara BI
Rate dan suku bunga kredit tidak lebih dari 3%-4%. Dengan demikian,
jika transmisi moneter berjalan baik, suku bunga kredit dapat ditekan di
bawah 10%.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi
ketidakpastian ekonomi global, perbankan harus melakukan beberapa cara
diantaranya yakni :
a. Melalui skenario fiskal. Bagaimana pemerintah merancang sistem
stabilisasi pasar keuangan dan surat utang. Kebijakan soal Bond
Stabilization Framework (BSF) dengan menggunakan sisa anggaran
lebih (SAL) merupakan salah satu bagian penting. Sedangkan,
stimulus baik langsung (bantuan langsung tunai atau BLT) maupun
tidak langsung (pengurangan pajak) sudah disiapkan dalam rangka
mengantisipasi perlambatan ekonomi pada 2012.
b. Melalui skenario moneter. Selain bertumpu pada stabilisasi nilai tukar
melalui operasi pasar oleh BI, penurunan suku bunga kredit tentunya
menjadi bagian penting. Semakin kecil bunga kredit, semakin kecil
pula beban dunia usaha sehingga bisa menjadi semacam pelampung
untuk menghadapi perlambatan ekonomi.
4.2 Saran
Menurut kami, cara perbankan dalam mengahadapi ekonomi global
yang penuh ketidakpastian dengan menggunakan skenario fiskal dan
moneter merupakan tantangan penting. Saran dari kelompok kami adalah
selain harus bertanggung jawab terhadap kondisi makro, para bankir
harus memberikan pertanggungjawabannya kepada pemilik modal yang
secara alamiah menghendaki keuntungan tinggi. Mengingat di situlah
peran regulator diuji, yakni bagaimana kemampuan mereka melakukan
keseimbangan antarberbagai kepentingan, tanpa menyakiti terlalu dalam
masing-masing pihak.
DAFTAR PUSAKA

Bellante, Don dan Mark Jackson. (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta:


Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.

Boediono, 1998. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE. Yogyakarta


Konadi1, W. (2014). ANALISIS KREDIT INVESTASI PERBANKAN
TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA. Jurnal Kebangsaan,
Vol.3 No.6 Juli ISSN: 2089-5917, 45-50.

Sobita, N. E., & Suparta, I. W. (2014). Pertumbuhan Ekonomi Dan Penyerapan


Tenaga Kerja Di Provinsi Lampung. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 3,
N0 2, Juli , 141-166.

Sulistiawati, R. (2012). Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga


Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal
EKSOS ISSN 1693 9093 Volume 8, Nomor 3, Oktober , 195 - 211.

Simanjuntak, Payaman. J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia.


Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.

http://www.lps.go.id/documents/830952/0/Laporan+Perekonomian+dan+Perbank
an+-+Oktober+2015.pdf/d360c0bf-5372-4039-a317-3752a662e7dc

http://sitikra.blogspot.co.id/2013/10/teori-perbankan.html

Anda mungkin juga menyukai