Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ion kompleks biasanya didefinisikan sebagai kombinasi antara kation pusat
dengan satu atau lebih ligan. Ligan adalah sebarang ion atau molekul dalam
koordinasi dari ion sentral. Tetapi seringkali air diabaikan di dalam ion kompleks
sehingga pengertian ion kompleks kadang-kadang terbatas untuk selain air. Ligan
lainnya melakukan penetrasi solvation sphere atau hydration sphere bagian dalam
(inner) dari ion pusat dan menggantikan satu atau lebih molekul air bagian dalam
(Sukardjo, 1992).
Seperti yang kita ketahui bahwa unsur transisi sering didefinisikan sebagai
kelompok, yang sebagai unsur mempunyai kulit-kulit d dan f yang terisi sebagian.
Namun untuk maksud praktis, yang akan dipandang sebagai unsur transisi adalah
unsur yang memiliki kulit-kulit d dan f yang terisi sebagian juga dalam senyawaan
penting yang mana pun. Juga termasuk ke dalamnya adalah logam mata uang, Cu,
Ag, dan Au ( Syarifuddin, 1994).
Ikatan ligan dengan makromolekul merupakan salah satu topik riset yang
menarik saat ini. Oleh karena itu, Berdasarkan literatur di atas maka dilakukanlah
percobaan kali ini, yakni untuk mengetahui pengaruh kekuatan ligan dalam suatu
senyawa kompleks.
1.2 Tujuan
Tujuan Percobaan ini yaitu untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan
ligan antara ligan ammonia dan air.
1.3 Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kekuatan ligan amoniadan air pada
kompleks Ni (II) dan Cu (II) yaitu adsorpsi dengan menggunakan UV-VIS untuk
mengetahui panjang gelombang dan energinya (Cotton dan Wilkinson, 1989).
1.4 Prinsip Kerja
Percobaan ini didasarkan pada proses pencampuran antara larutan Cu2+ (CuSO4)
0,1 M dengan aquadest, dan larutan campuran Cu2+ 0,1 M amonia-air, masing-
masing diukur absorbansinya dengan menggunakan sprektometer UV-VIS pada
panjang gelombang sekitar 330-870 nm sehingga diperoleh panjang gelombang
maksimum (Cotton dan Wilkinson, 1989).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Teori medan kristal yang dikemukakan oleh beberapa ahli fisika pada tahun
1930 baru berkembang dan diterapkan dalam bidang kimia sekitar tahun 1950. Teori
ini dikembangkan karena teori ikatan valensi yang dikemukakan oleh Linus Pauling
tidak dapat menjelaskan berbagai sifat ion kompleks, misalnya (Syarifuddin, 1994) :
1. Warna senyawa kompleks/ ion kompleks.
2. Adanya ion seperti Ni2+, Td2+, Au3+ yang dapat membentuk ion kompleks planar
segiempat dan juga membentuk ion kompleks tetrahedral.
3. Terjadinya spektra elektronik.
4. Pengecualiaan yang ditemukan pada ion [Cu(NH3)4]2+ yang mempunyai geometri
planar segiempat.
5. Sifat ionik pada ion [FeF6]3-.
Menurut teori medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara
atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada
hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersususn dari ion pusat yang
dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipol
permanen (Sukardjo, 1992).
Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya,
sedang medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi elektron-elektron dari
ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai electron d dari ion pusat dan seperti
kita ketahui ion kompleks dari logam-logam transisi. Pengaruh ligan tergantung dari
jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan-ligan
dalam kompleks (Sukardjo, 1992).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam
pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat)
dengan ligan. Jika ada empat ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi
dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh
medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya,
orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya kan
terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut
adalah : 1). Dua sub orbital (dx2 dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat
energi yang lebih tinggi, dan 2). Tiga sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut
de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini
menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan
warna kompleks (Hala, 2010).
Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor
elektron. Beberapa yang umum adalah F-, Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan OH-.
Ligan seperti ini, bila menyumbangkan sepasang elektronnya kepada sebuah atom
logam, disebut ligan monodentat atau ligan bergigi satu (Cotton dan Wilkinson,
1989).
Ligan yang mengandung dua atau lebih atom, yang masing-masing secara
serempak membentuk ikatan dua donor-elektron kepada ion logam yang sama,
disebut ligan polidentat. Ligan ini juga disebut ligan kelat karena ligan ini tampaknya
mencengkeram kation di antara dua atau lebih atom donor (Cotton dan Wilkinson,
1989).
Di dalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerasi artinya mempunyai
energi yang sama dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity
yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan pengaruh dari ligan
yang tersusun secara berbeda-beda di sekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d.
pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg atau dj dan orbital t2g atau
de mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligan terhadap orbital-orbital tersebut
(Sukardjo, 1992).
Menurut teori medan kristal, ikatan anatara ion logam (ion pusat) dan ligan
adalah ikatan ion, berdasarkan sifatnya gaya elektrostatis antara ion pusat dan ligan.
Seperti yang telah diketahui ion kompleks terdiri dari ion pusat yang dikelilingi oleh
sejumlah ligan yang berupa ion negatif atau molekul polar yang merupakan dipol
permanent. Medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan akan mempengaruhi elektron-
elektron pada ion pusat dan medan listrik yang ditimbulkan ion pusat juga
mempengaruhi elektron pada ligan-ligan yang mengelilinginya. Elektron-elektron
pada ion pusat yang paling dipengaruhi oleh medan listrik yang ditimbulkan ligan
adalah elektron pada orbital d, karena elektron d tersebut yang sangat berperan dalam
membentuk ion kompleks (Syarifuddin, 1994).
Faktor yang juga turut berpengaruh adalah jenis logam dan bilangan
oksidasinya, meskipun dapat dibuat ketentuan untuk mengenal urutan ligan namun
sering dijumpai pengecualian. Contohnya ion Cl- dengan logam Cu(III) tampak
menghasilkan splitting medan kristal yang lebih besar dari ion F-. Walaupun
demikian, dengan menggunakan deret spektrokimia, sifat-sifat kimia beberapa
kompleks dapat diramalkan (Hala, 2010).
Bila ligan yang berupa ion negatif atau kutub negatif dari molekul mendekati
ion pusat, maka medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan tersebut akan
mempengaruhi elektron d pada ion pusat. Elektron d pada ion pusat akan memberikan
gaya tolak yang lebih kuat dari gaya tarik yang ada antar ligan dan ion pusat tersebut.
Penolakan tersebut akan menyebabkan bertambahnya energi orbital d pada ion pusat
yang bersangkutan (Syarifuddin, 1994).
Bila medan lstrik ligan mempengaruhi kelima orbital d dengan cara yang
sama, maka orbital-orbital d tersebut tetap tergenerasi, tetapi pada tingkat energi yang
lebih tinggi. Medan listrik yang dihasilkan oleh ligan tergantung pada letak ligan
tersebut disekeliling ion pusat. Jadi medan listrik ligan dalam struktur oktahedral,
tetrahedral dan planar segiempat akan berbeda satu sama lain (Syarifuddin, 1994).
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau absorbans
suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang; pengukuran terhadap suatu deretan
contoh pada suatu panjang gelombang tunggal mungkin juga dapat dilakukan. Alat-
alat demikian dapat dikelompokkan baik sebagai manual atau perekam, maupun
sebagai sinar-tunggal atau sinar-rangkap (Day dan Underwood, 1999).
Kesalahan dalam pengukuran secara spektrofotometer dapat timbul dari
banyak sekali sebab, beberapa di antaranya telah diketahui sebelum ini dalam
pembicaraan tentang peralatan di atas. Banyak dapat dicegah dengan memperhatikan
dan dengan pikiran sehat. Sel-sel contoh harus bersih. Beberapa zat (misalnya
protein) kadang-kadang melekat sangat kuat pada sel dan dapat dicuci bersih hanya
dengan kesukaran. Sidik jari dapat menyerap radiasi ultraungu. Penempatan sel dalam
sinar harus dapat ditiru kembali. Gelembung gas tidak boleh ada dalam lintasan optik.
Peneraan panjang gelombang dari alat harus diteliti kadang-kadang, dan
penyimpangan atau ketidakstabilan di dalam sirkuit harus diperbaiki (Day dan
Underwood, 1999).
Contoh dari ikatan kompleks yang ditemui dalam studi ilmu kimia pada
umumnya berisi hanya satu ion logam, yang mana dikombinasikan dengan satu atau
lebih ligan anionik. Ikatan kompleks yang anionik ligan meliputi ion
hexacyanoferrate(II) dan hexacyanoferrate(III), [Fe(CN)6]4- dan [Fe(CN)6]3- berturut-
turut dan nikel(II)dimetilglyoximale, [Ni(CH3C(=NO)C(=NOH)CH3)2], pembentukan
yang bersifat alkali adalah suatu tes untuk nikel. [Ag(NH3)2]+ dan
[Co(H2NCH2CH2NH2)3]3+ kompleks tidak berisi ligan. Kompleks berisi kation lebih
dari satu garam magnesium secara parsial hidrolisis sebagai contoh berisi ion seperti
[Mg2(OH)3]+ (Sharpe, 1991).
2.2 Tinjauan Bahan
a. CuSO4 (Dirjen POM RI , 1979)
Tembaga(II) sulfat, juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah senyawa
kimia dengan rumus molekul CuSO4. Senyawa garam ini eksis di bumi
dengan kederajatan hidrasi yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk
bubuk hijau pucat atau abu-abu putih, sedangkan bentuk pentahidratnya
(CuSO45H2O), berwarna biru terang.
b. Amoniak (Dirjen POM RI , 1979).
Amonium hidroksida, dikenal pula sebagai larutan amonia, air amonia, larutan
amoniakal, amonia encer, akua amonia, amonia berair, atau secara sederhana
hanya disebut sebagai amonia, adalah larutan amonia dalam air.
Rumus : NH4OH
Kepadatan : 880 kg/m
Massa molar : 35,04 g/mol
Rumus molekul : NH4OH
Anion lain : Amonium klorida; Amonium sianida
Kelarutan dalam air : Bercampur
c. Aquades (Dirjen POM RI , 1979).
Aquadest adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan dengan destilasi, perlakuan dengan menggunakan penukar ion,
osmosis balik atau proses lain yang sesuai.
Berat molekul : 18,016 gr/mol
Titik lebur : 0C (1 atm)
Titik didih : 100C (1 atm)
Densitas : 1 gr/ml (4C)
Spesifik gravity : 1,00 (4C)
Indeks bias : 1,333 (20C)
Viskositas : 0,8949 cP
Kapasitas panas : 1 kal/gr
Panas pembentukan : 80 kal/gr
Panas penguapan : 540 kal/gr
Temperatur kritis : 374C
Tekanan kritis : 217 atm

2.3 Persamaan Reaksi


1. Reaksi
a. Reaksi Pada Tabung reaksi I
CuSO4 + 4 H2O [Cu(H2O)4]2+ SO42-
b. Reaksi Pada Tabung reaksi II
NH4OH NH3 + H2O
[Cu(H2O)4]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)(H2O)3]2+ SO42- + H2O
[Cu(NH3)(H2O)3]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)2(H2O)2]2+ SO42- + H2O
[Cu(NH3)2(H2O)2]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)3(H2O)]2+ SO42- + H2O
[Cu(NH3)3(H2O)]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)4]2+ SO42- + H2O
a. [Ni (H2O)6]2+

28Ni = (Ar)18 4s2 3d8 Hibridisasi = sp3d1 ( oktahedral)


Ni2+= (Ar)18 4s0 3d8

.. .. .. .. .. ..

3d 4s 4p 4d

b. [Ni(NH3)6]2+

28Ni = (Ar)18 4s2 3d8 Hibridisasi = sp3d1 ( oktahedral)


Ni2+= (Ar)18 4s0 3d8

.. .. .. .. .. ..

3d 4s 4p 4d
BAB III
METODOLOGI

1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi : Labu ukur 50 ml ( 1 buah),
Pipet tetes (2 buah), Gelas beker 50 mL (1 buah), Gelas beker 100 ml (1 buah), Gelas
ukur 50 ml (1 buah), Spektrofotometer UV-VIS (1 set) dan kuvet.

1.2 Bahan
Adapun Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum yaitu Amoniak pekat,
akuades dan CuSO4 0,1 M.

1.3 Prosedur
a.
Larutan CuSO4 10 mL

Dimasukkan kedalam tabung reaksi 1

Amati serapan dengan UV-VIS

b.
Larutan CuSO4 0,1 M 10 mL

Ditambahkan 2 mL amoniak pekat


Ditambahkan 7 mL Akuades

Amati serapan dengan UV-VIS


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Pengamatan
NO PERLAKUAN HASIL PENGAMATAN

Sebelum Sesudah

1. Disiapkan 2 tabung reaksi Tabung reaksi belum Tabung reaksi dibagi 2 (tabung
terisi larutan. I dan II).

2. Tabung reaksi I dituangi 10 Padatan CuSO4 Larutan setelah diencerkan


mL larutan induk Cu2+ 0,1 M. berwarna kristal biru berwarna biru muda jernih
sebagai [(2 )4]2+ .

3. Tabung reaksi II dituangi Larutan berwarna biru - Sebelum larutan ditambah


dengan 10 ml larutan induk muda jernih aquades berwarna biru tua
2+ 0.1M, 2 ml NH4OH pekat
pekat dan 7 ml akuades.
- Setelah Larutan ditambah
Diamati perubahan warna
aquades berwana biru tua
yang terjadi.
jernih

2. Diamati serapan kedua Pada setiap panjang Diperoleh tiap larutan 1 puncak
larutan tersebut dengan gelombang belum panjang gelombang dengan
spektrofotometer yang dapat diperoleh hasil adsorban sebagai berikut:
mengabsorbsi panjang adsorpsinya
[(2 )4]2+ = :810 nm
gelombang antara 330-870
dengan A: 0,877
nm.
Cu(NH3)4 2+
= :600 nm
dengan A: 0,857
3. Dibandingkan hasi Hasil jorgensen : Berdasarkan percobaan:
lpengamatan dengan hasil
Ligan NH3 Kekuatan ligan NH3 lebih kuat
jorgensen
memberikan harga 0 dibandingkan dengan H2O
yang lebih besar dari karena energinya lebih besar
pada H2 O dan yaitu 3,31.10-9J,sedangkan
bergeser ke kanan H2O yaitu 2,45.10-9 J

a. Larutan [Cu (H2O)6]2+


1. Hasil adrsorbansi
NO. PANJANG GELOMBANG (nm) ADSORBAN
1. 330 0,150
2. 340 0,106
3. 360 0,059
4. 380 0,034
5. 390 0,034
6. 400 0,032
7. 420 0,030
8. 440 0,028
9. 450 0,027
10. 500 0,027
11. 550 0,038
12. 600 0,082
13. 650 0,231
14. 700 0,494
15. 750 0,757
16. 800 0,875
17. 810 0,877
18. 820 0,873
19. 830 0,864
20. 850 0,842
21. 870 0,805

2. Grafik hubungan Panjang gelombang dan adsorban

HUBUNGAN ADSORBANSI VS PANJANG


GELOMBANG
1
0.9
0.8
0.7
Adsorbansi (A)

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
300 400 500 600 700 800 900
Panjang Gelombang ()

b. Larutan [Ni(NH3)6]2+
1. Hasil adrsorbansi
NO. PANJANG GELOMBANG ADSORBAN
1. 340 0,238

2. 400 0,43

3. 500 0,471

4. 550 0,639

5. 580 0,820
6. 590 0,847

7. 600 0,857

8. 650 0,751

9. 700 0,541

10. 800 0.234

2.Grafik hubungan Panjang gelombang dengan adsorban

HUBUNGAN PANJANG GELOMBANG VS ADSORBANSI


0.9

0.8

0.7

0.6
Adsorbansi (A)

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
300 400 500 600 700 800
Panjang Gelombang ()
4.2 Data Hasil Percobaan

Pada percobaan ini menggunakan larutan CuSO4 0,1 M dan NH4OH 1 M.


Larutan CuSO4 ini berfungsi sebagai bahan dasar (utama) yang akan berperan sebagai
atom pusat (Cu2+) yang akan berikatan dengan ligan amin-air membentuk senyawa
kompleks.
Mula-mula disiapkan 2 buah tabung reaksi. Tabung reaksi pertama diisi
dengan Cu2+ (CuSO4 0,1 M) sebanyak 10 ml, yang berwarna biru muda. Tabung
reaksi yang ke dua diisi Cu2+ (CuSO4 0,1 M) dan ditambahkan dengan NH4OH 1 M
sebanyak 2 ml lalu ditambah lagi dengan akuades sebanyak 7 mL sampai larutan
tersebut jernih, sehingga diperoleh larutan yang berwarna biru tua jernih.
Kedua larutan tersebut kemudian diabsorbansi dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS. Terlebih dahulu aquadest digunakan sebagai pembanding
sebelum larutan dimasukkan ke dalam spektrofotometer atau biasa disebut dengan
blangko.
Absorbansi ini dilakukan dengan panjang gelombang yang bervariasi yaitu antara
330- 870 nm. Larutan pertama yaitu [(2 )4]2+ pada panjang gelombang 810 nm
diperoleh nilai absorban sebesar 0,877 ini berarti telah diperoleh panjang gelombang
yang maksimum karena telah diperoleh nilai absorban yang tertinggi. Pada larutan
2+
yang kedua yaitu Cu(NH3)4 panjang gelombang maksimumnya diperoleh 600 nm
dengan nilai absorban sebesar 0,857.
Adapaun warna yang dihasilkan pada CuSO4 dengan akuades biru tua,
sedangkan CuSO4 dengan amoniak berwarna biru tua. Perbedaan warna ini
disebabkan karena perbedaan volume dari NH4OH akibat dari pengenceran yang
telah dilakukan sebelummya.
Dari perhitungan didapatkan bahwa kuat medan ligan 3 > 2 karena
energi pada panjang gelombang maksimum dari 3 adalah 3,31.10-9J, sedangkan
pada 2 energi yang diperoleh dari panjang gelombang maksimum adalah 2,45.10-9
J Hal ini sesuai dengan teori bahwa kuat medan 3 lebih besar dari pada 2 .
Hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang dapat digambarkan dan
dilihat melalui gambar kurva yang terbentuk. Selain itu, dari percobaan ini dapat pula
diketahui bahwa warna dari larutan juga dapat mempengaruhi panjang gelombang.
Semakin pekat warna dari larutan, maka larutan tersebut akan semakin sulit untuk
ditembus oleh cahaya.

4.3 Hasil Perhitungan


1. Penentuan energi pada larutan [Cu(H2O)4]2+
hxc
E= h = 6,626 x 10-34 Js
max
c = 3 x 108 m/s
a. Untuk Cu2+ sebagai [Cu(H2O)4]2+ = 810 nm
6,626 .10-34 Js x 3 .108 m/s
E =
810x 10-9 m
= 2,45 x 10-19 J
2. Penentuan energi pada larutan [Cu(NH3)4]2+
hxc
E= h = 6,626 x 10-34 Js
max
c = 3 x 108 m/s

a. Untuk Cu2+ sebagai [Cu(NH3)4]2+ = 600 nm


6,626 .10-34 Js x 3 .108 m/s
E =
600x 10-9 m
= 3,31 x 10-19 J
Jadi Eair < E amonia maka medan ligan NH3> H2O.
4.4 Diskusi dan Pembahasan
Dari data terlihat bahwa, meskipun perbandingan komposisi pada masing masing
campuran berbeda, serapan maksimum tetap berada pada panjang gelombang yang
sama. Hal ini karena serapan maksimum tidak di pengaruhi oleh komposisi tapi
dipengaruhi oleh ligan yang terikat.
Warna larutan juga berpengaruhh pada pengukuran nilai absorban, dari
pengamatan terlihat bahwa warna larutan yang lebih terang akan membrikan
absorban pada panjang gelombang yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Hal ini karena
semakin tua warna larutan artinya partikel yang menyerap sinar semakin banyak,dan
berarti panjang gelombang akan semakin pendek.
Pada praktkium ini karena warna larutan air lebih terang di banding ammonia,
maka serapan maksimumn air juga berada pada panjang gelombang yang lebih besar
dari pada amonia. Dari panjang gelombang maksimum yang telah diketahui, kita
dapat menghitung energi, dari perhitungan terlihat bahwa semakin kecil panjang
gelombang masimum, maka energi yang dibutuhkan semakin kecil, dan energi
berbanding lurus dengan kekuatan ligan. Artinya semakin besar energi maka
kekuatan medan ligan semakin besar. Karena Eair < E amonia, maka kekuatan medan
ligan Air < Ammonia.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan:
[Cu(H2O)4]2+ = = 810 nm ; A = 0.877 ; E = 2,45 x 10-19 J
[Cu(NH3)4]2+ = = 600 nm ; A = 0.857 ; E = 3,31 x 10-19 J
- Semakin besar nilai E, kompleks semakin stabil
- Kompleks Cu dengan ammonia lebih stabil dibandingkan kompleks Cu
dengan air karena nilai E nya lebih besar.
- Urutan kekuatan ligan : Air < Ammonia.
- Warna pada senyawa kompleks diakibatkan oleh pemancaran energi orbital d
yang terspliting.
-
5.2 Saran
a. Hati-hati dan teliti dalam pengenceran larutan
b. Hati-hati dan teliti dalam pengukuran absorban dengan spektrofotometer
c. Pahami cara kerja dengan baik
d. Pastikan kuvet yang digunakan benar-benar bersih
DAFTAR PUSTAKA

Alan, G, S., 1991, Inorgnic Chemistry, University of Cambridge, New York.


Cotton, F.A. dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar, UI-Press, Jakarta.
Day R.A. dan Underwood A.L., 1999, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
Hala, Y., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Anorganik, Laboratorium Anorganik
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Sukardjo, 1992, Kimia Koordinasi, Rineka Cipta, Jakarta.
Syarifuddin, N., 1994, Ikatan Kimia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
1. Proses pengadukan 2. Proses pengenceran
3. Tabung reaksi I
bahan bahan CuSO4
[Cu (H2O)4]2+

5. Proses 6. Proses penggunaan UV-


4. Tabung reaksi 2
menghidupkanalat VIS
([Cu(NH3)4]2+
UV-VIS

8. Proses Adsorpsi
7. Proses meletakkan
larutan blanko dan sample 9. Hasil adsorpsi

Anda mungkin juga menyukai