LANDASAN TEORI
9
10
5. Peraturan Menteri No. 01/PRT/M/ 2015 tentang gedung cagar budaya yang
dilestarikan; Pasal 7 yang menyatakan:
a. Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 terdiri atas:
a) Peruntukan dan Intensitas bangunan gedung
b) Arsitektur bangunan gedung
c) Pengendalian dampak lingkungan
b. Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberlakukan dalam hal bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan
mengalami perubahan fungsi, bentukm karakter fisik dana tau penambahan
gedung.
11
6. Peraturan Menteri No. 01/PRT/M/ 2015 tentang gedung cagar budaya yang
dilestarikan; Pasal 10 yang menyatakan:
a. Penyelenggaraan bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan meliputi
kegiatan:
a) Persiapan
b) Perencanaan Teknis
c) Pelaksanaan
d) Pemanfaatan
e) Pembongkaran
7. Peraturan Menteri No. 01/PRT/M/ 2015 tentang gedung cagar budaya yang
dilestarikan; Pasal 14 yang menyatakan:
1. Rekomendasi dan tindakan pelestarian bangunan gedung cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (5) berupa
a) Perlindungan
b) Pengembangan
c) Pemanfaatan
2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas
a) Pemeliharaan
b) Pemugaran
3. Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas
a) Revitalisasi
b) Adaptasi
8. Peraturan Menteri No. 01/PRT/M/ 2015 tentang gedung cagar budaya yang
dilestarikan; Pasal 16 yang menyatakan Adaptasi sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 14 ayat (3) huruf b dilakukan melalui upaya pengembangan bangunan
gedung cagar budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini
dengan cara melakukan perubahan terbatas yang tidak mengakibatkan penurunan
nilai penting atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
12
REHABILITTASI Tindakan atau proses pengembalian sebuah objek pada konsisi yang dapat
(Murtagh, 1988) dipergunakan kembali melalui perbaikan atau perubahan yang
memungkinkan penggunaan sementara yang efisien , sementara wujud-
wujud yang bernilai sejarah, arsitektur dan budaya tetap dipertahankan
RENOVASI Moderanisasi bangunan bersejarah yang masih dipertanyakan dengan
(Murtagh, 1988) terjadinya perbaikan yang tidak tepat yang menghilangkan wujud dan
detail penting
REVITALISASI Sebuah proses untuk meningkatkan kegiatan sosial dan ekonomi
bangunan/lingkungan bersejarah, yang sudah kehilangan vitalitas aslinya
FASADISASI Mempertahankan hanya bagian fasaf bangunan bersejarah sepanjang proses
(Murtagh, 1988) perubahan, dimana sisa dari wujud struktur tersebut hampir seluruhnya
diubah atau dihancurkan
HERITAGE Sesuatu yang dilestarikan oleh generasi terdahulu(tangible dan intangible)
(Murtagh, 1988) dan diserahkan kepada generasi yang ada sekarang untuk diteruskan ke
generasi yang akan datang
CULTURAL Heritage yang diasosiasikan dengan manusia dan kegiatannya (tangible
HERITAGE dan intangible)
(De Silva,
ICOMOS
1996:61)
BANGUNAN Bangunan beserta tapaknya yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan
BERSEJARAH oleh UURI 92 tentang benda cagar budaya
Sumber: Harastoeti. 2011. 100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung
Keutuhan (Integrity)
Konservasi harus dilakukan dengan keutuhan untuk mengembalikan bangunan,
dengan menggunakan material yang sesuai untuk tujuan dan cara yang tepat.
Bangunan bersejarah merupakan barang peninggalan dari masa lalu yang
memberikan detail dan informasi tentang masa lalu tersebut yang merupakan salah
15
Keaslian (Authenticity)
Keaslian menurut kamus bahasa inggris oxford berarti asli, yang sumber asal
mulanya tidak perlu dipertanyakan kembali. Sumber lain mengatakan juga bahwa
keaslian sebagai kebenaran. Terdapat banyak unsur keaslian pada projek bangunan
konservasi yang perlu diperhatikan, salah satunya dari keaslian suatu penggunaan
material untuk mempertahankan desain semula yang digunakan arsitek. Keaslian
berarti asli dalam arti mengembalikan bangunan ke bentuk semula. Keaslian dalam
unsur konservasi berkaitan dengan:
a) Bentuk desain
b) Material
c) Teknik, tradisi dan proses
d) Tempat, konteks, layout
e) Fungsi dam kegunaan bangunan
Replika merupakan salah satu contoh penerapan yang memiliki kekurangan unsur
keasliannya. Padahal material asli pada bangunan merupakan salah satu bukti nyata
dalam sejarah untuk masa depan, sehingga material asli pda bangunan tidak boleh
diganti secara keseluruhan harus tetap mempertahankan yang ada. Walapun
teknologi telah maju dan dapat menciptakan sesuai aslinya, tetapi unsur keaslian dan
spririt dari bangunan tersebut telah hilang.
menyatakan bahwa kegagalan untuk mencari fungsi baru pada bangunan lama akan
menyebabkan sebuah kota menjadi kota museum. Sehingga dalam mengatas
permasalahan tersebut, alternatif penyesuaiannya menggunakan konsep adaptive-use,
yang dapat dilihat dari 2 sisi, yakni:
a) Bangunan yang dipreservasi pada umumnya bentuk asli harus dipertahankan,
tidak boleh diubah, sehingga penyeleksian dalam memilih fungsi baru pada
bangunan
b) Bangunan yang dikonservasi lebih bebas dalam menampung, berbagai fungsi
baru, karena masih dimungkinkan mengubah bangunan, jika memang diperlukan,
sampai batas-batas tertentu, sejauh tidak menyalahi konsep konservasi
Tabel 2. Kaitan Antara Kegiatan Konservasi dengan Perubahan Fisik dan Fungsi
FISIK FUNGSI
TIDAK BERUBAH TIDAK BERUBAH
BERUBAH BERUBAH
Penambaha Pembongkar- Menerus & Adaptasi
KEGIATAN n& an sebagian berkembang terhadap
penyisipan & (extended- kebutuhan
elemen penggantian Use) baru
bangunan elemen baru (adaptive-
baru Use)
KONSERVASI
Renovasi
Rehabilitasi
Fasadisasi
PRESERVASI
Rekonstruksi
Restorasi
Replikasi
REVITALISASI
Sumber: Harastoeti. 2011. 100 Bangunan Cagar Budaya di Bandung
Dapat kita lihat pada tabel 1.2 penerapan jenis kegiatan konservasi terhadap
perubahan fisik dan fungsi bangunan, bahwa kelompok kegiatan konservasi
(renovasi, rehabilitasi, fasadisasi) memungkinkan adanya perubahan fisik bangunan,
17
Dari setiap jenis kegiatan konservasi, adaptive reuse merupakan salah satu
kegiatan yang cocok untuk diaplikasikan pada Gedung Rotterdamsche Lloyd yang
diikuti dengan kegiatan restorasi.
16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk
benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.
Pada zaman VOC, di sepanjang Kali Besar ada berbagai bangunan seperti
gudang, pemukiman pribadi, gereja, dan pasar. Beberapa pasar yang ada di kawasan
Kali Besar antara lain Pasar Sayur, Pasar Pisang, Pasar Ayam, dan Pasar Beras. Di
antara bangunan yang terletak di sepanjang Jl. Kali Besar Barat dan Jl. Kali Besar
Timur yang rata-rata bergaya Eropa serta didirikan pada abad ke-19, meliputi
bangunan lama, kantor dan juga gudang. Kali Besar merupakan pusat perekonomian
dan perdagangan VOC dimana terdapat bangunan-bangunan untuk pembuatan dan
perbaikan kapal-kapal serta orang-orang kuli atau budak bekerja. Daerah Kali Besar
dipandang sebagai daerah kediaman kelas elit pada awal abad ke-18 dan menjadi
daerah pusat kantor-kantor perdagangan internasional di era berikutnya. Salah satu
contohnya adalah bangunan Toko Merah. Banyak rumah orang Tionghoa terdapat di
sini yang dibakar pada tahun 1740. Kali Besar beberapa kali berubah fungsi, setelah
Ciliwung diluruskan (1632) kapal-kapal kecil membawa barang dari laut dan dari
pedalaman ke pelabuhan. Sejak tahun 1870 semakin banyak perusahaan niaga yang
berkantor di Kali Besar, hingga sampai tahun 1960-an merupakan daerah pusat
kantor-kantor perdagangan internasional.
Ketika Kali Besar menjadi pusat dagang, berakibat keberadaan gereja dan
pasar lenyap. Posisinya sebagai pusat dagang hampir saja tergeser dengan selesainya
Pelabuhan Tanjung Priok yang hanya berjarak 10 km dari Kali Besar (1885).
Munculnya wabah malaria menjadikan daerah ini tidak kondusif sebagai pusat bisnis
baru. Baru pada tahun 1900, banyak pengusaha yang pindah ke sepanjang Noordwijk
dan Rijswijk.
dan kearah jalan pintu besar utara. Gedung yang memiliki 2 lantai ini serta basement
yang berfungsi sebagai penyimpanan uang pada zaman kolonial, serta lorong yang
menghubungkannya dengan pintu di pelabuhan sunda kelapa. Saat nasionalisasi
perusahaan-perusahaan belanda, gedung ini diambil alih dan dijadikan aset oleh PT.
Aneka Niaga dan sempat menjadi area pedagang pada kawasan kota tua tahun .
Tetapi sekarang telah menjadi hak milik PT.Perusahaan Perdagangan Indonesia.
Pada foto diatas dapat dilihat bahwa gedung Rotterdamsche memiliki atap
yang sama dengan gedung disebelahnya, padahal jika dilihat sekarang gedung
Rotterdamsche memiliki atap yang berbeda (gambar 5). Oleh sebab itu penulis,
mencari foto gedung lama untuk gedung disebelah Rotterdamsche Lloyd.
Gambar 8. Gedung G.Kolff & Co. (1875) - G.Kolff & Co. (1936)
Sumber: Batavia Nineteenth Century Photography Collection Dirk Teeuwen, Holland
Arsitektur Imperium
Adalah arsitektur yang banyak dipengaruhi oleh arsitektur neoklasik romawi dan
yunani serta reinansances. Arsitektur ini banyak dipergunakan untuk menunjukan
kekuasaan, kemegahan, kemakmuran dan kekayaan. Arsitektur ini digunakan untuk
menunjukan status sosial dari pemilik bangunan. Arsitektur ini biasanya
dipergunakan pada arsitektur bangunan pemerintahan dan militer. Berikut beberapa
contoh arsitektur Imperium dan arsiteknya;
juga dipakai pada arsitektur ini, dengan penggunaan deretan kolom doric pada fasad,
jendela-jendela besar dengan ornamen segitiga diatasnya.
Arsitektur Indis
Arsitektur indis adalah sebutan untuk arsitektur yang menggabungkan gaya Eropa
dengan arsitektur tradisional Indonesia. Percampuran ini bisa terjadi pada sebuha
bangunan yang menggunakan gaya arsitektur neo klasik atau art deco, tetapi
diadaptasikan dengan iklim dan budaya Indonesia dengan penambahan ventilasi,
bukaan yang berjumlah banyak, atap miring dan lebar, denah yang menerapkan
budaya-budaya dari Indonesia. Penggunaan material lokal juga ikut berperan penting
dalam manifestasi arsitektur indis.Arsitektur tradisional yang dipergunakan tidak
hanya satu jenis saja, tetapi ada juga yang meggunakan beberapa arsitektur
tradisional dengan metode konstruksi Eropa dan material-material lokal. Berikut
beberapa contoh dibawah ini:
Nieuwe Bouwen
Pengaruh perkembangan arsitektur modern disebut juga dengan arsitektur Niuwen
Bouwen. Arsitektur ini merupakan arsitektur modern yang terpengaruh art deco, de
stijl, dan beberapa pengaruh dari arsitektur Eropa dan Amerika seperti Le Corbusier
dan Frank Llyod Wright. Arsitektur ini tentu saja sudah diadaptasikan dengan iklim
dan budaya di Indonesia. Sehingga gaya yang dihasilkan memiliki perbedaan dengan
arsitektur modern di Eropa maupun di Amerika. Berikut beberapa contohnya:
Classical Modeme
Trend ini muncul sebagai perwujudan keinginan untuk menghidupkan kembali
gaya historik dan penyederhanaan bentuk - bentuk klasik yang pada umumnya
rumit.
Ciri utamanya adalah:
a) Massa Simetris.
b) Menara pusat dengan puncak datar
c) Unsur horisontal kuat.
d) Ada dekorasi di atas pintu masuk.
e) Menara sebagai klimaks bangunan.
f) Permukaan dinding sederhana sebagai ganti dari kolom - kolom klasik.
28
Streamline Modeme
Trend yang menggunakan kekuatan garis sebagai pembentuk ekspresi.
Ciri-cirinya sebagai berikut :
a) Orientasi horisontal
b) Atap datar
c) Bentuk aerodinamik pada garis kurva
d) Setback tiga dimensional
e) Banyak menggunakan kaca dan jendela
f) Kaya warna
g) Menggunakan baja atau logam sebagai penguat railing
h) Meniru bentuk efisiensi mesin dan merupakan perkembangan dari zig-zag
modern
Tropical Deco
Style ini merupakan cabang dart trend Streamline yang muncul karena
adanya adaptasi terhadap iklim tropis pada sebuah negara. Ciri-cirinya adalah :
a) Horizontal dan bergaris cepat gaya streamline
b) Ornamen menggunakan gaya organik dan klasik
c) Balkon berbentuk dek
d) Jendela berbentuk segi delapan atau lubang meriam
e) Adanya alis penahan sinar matahari dan air hujan atau dengan set-back
jendela asimetris dan garis kurva
f) Material metal dan kaca sebagai pembentuk garis lurus yang tajam.