Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO KASUS BEDAH

Nama Peserta: dr. Dika Wisnu Prabawa


Nama Wahana: RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso
Topik: Retensio urin e.c Benign Prostat Hipertrophy (BPH)
Tanggal (kasus): 1 Agustus 2016
Nama Pasien: Tn. M No. RM: 73.58.21
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. Rasmono, M.Kes
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Tn M/ 62 th
Pasien laki-laki usia 62 tahun mengeluh susah BAK sejak 2 bulan yang lalu namun
memberat sejak kemaren hingga tidak bisa BAK. Keluhan dimulai sedikit demi sedikit
hingga sekarang. Pasien mengeluh susah memulai kencing, pancaran kencing melemah,
rasa tidak puas setelah BAK.
Diagnosis: Retensio Urin e.c Benign Prostat Hipertrophy (BPH)
Tujuan:
- Menegakkan diagnosis
- Memberikan terapi yang sesuai
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit,
pengobatan serta prognosisnya.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data pasien Nama: Tn. M No. Registrasi: 73.58.21
Nama Klinik: RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso Telp: (0332) Terdaftar Sejak:
421263 -28-12-2016
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Susah BAK sejak 2 bulan yang lalu, mulai kemaren belum BAK. Keluhan dimulai
sedikit demi sedikit hingga sekarang. Pasien mengeluh susah memulai kencing,
pancaran kencing melemah, rasa tidak puas setelah BAK, dan sering kencing saat
malam. Riwayat nyeri saat BAK disangkal dan BAK pasien berwarna kuning/jernih.
Pasien sudah mulai mengalami hal ini sejak 2 bulan yang lalu, muncul dan
perkembangannya sedikit demi sedikit. Saat ini pasien merasa nyeri pada daerah perut
1
bawah dan memberat apabila ditekan. Tidak ada mual dan muntah, tidak ada keluhan
penurunan berat badan.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan untuk keluhan ini.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti jantung, kencing manis,
hipertensi, sesak nafas, maupun ginjal.
4. Riwayat Keluarga:
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien mengatakan bekerja sebagai buruh

6. Kondisi lingkungan, sosial, dan fisik: (rumah, lingkungan, pekerjaan)


Pasien memiliki kondisi sosial ekonomi yang kurang
7. Riwayat Imunisasi:
Pasien tidak mengingat riwayat imunisasi
Daftar Pustaka
1. JEF, GWK. Buku Saku Urologi. 2003. p. 59-66.
2. Macfarlane, M.T. Urology. 4th Edition. Kentucky: Lippincott Williams & Wilkins;
2006. p. 116-122
3. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 6985
4. NN. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.urologychannel.com.
Hasil Pembelajaran
1. Dapat menegakkan diagnosis pada kasus BPH
2. Dapat melakukan penatalaksanaan pada kasus BPH
3. Dapat memberikan edukasi baik mengenai obat, tata cara pemberian obat, serta
efek samping obat
SUBYEKTIF :
Pasien laki-laki, usia 62 th, Muslim, Jawa, Sudah menikah, datang dengan keluhan susah
BAK sejak 2 bulan yang lalu, dan tidak BAK sejak kemaren. Keluhan dimulai sedikit demi
sedikit hingga sekarang. Pasien mengeluh susah memulai kencing, pancaran kencing
melemah, rasa tidak puas setelah BAK, dan sering kencing saat malam. Riwayat nyeri saat
BAK disangkal dan BAK pasien berwarna kuning/jernih. Pasien sudah mulai mengalami
hal ini sejak 2 bulan yang lalu, muncul dan perkembangannya sedikit demi sedikit. Saat ini
pasien merasa nyeri pada daerah perut bawah dan memberat apabila ditekan. Tidak ada
mual dan muntah, tidak ada keluhan penurunan berat badan.

OBYEKTIF
Pemeriksaan fisik (01-08-2016)
Tanda tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg

2
Nadi : 85 x/menit
Temperatur : 37 0C
Respiration Rate : 22 x/menit

Kepala/Leher
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Refleks pupil : positif, pupil isokor 3mm/3 mm, refleks cahaya +/+
Thorax
Cor
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV PSL D ; Batas kiri :
redup pada ICS V MCL S
Auskultasi : S1S2 tunggal, suara tambahan (-)
Kesan: tidak terdapat kelainan pada jantung

Pulmo

VENTRAL DORSAL

I Bentuk dada normal, simetris, Gerak nafas tertinggal (-) ,


Ketinggalan gerak (-), Simetris, Ketinggalan gerak (-),
retraksi (-)
retraksi (-)
P Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Fremitus raba (+) Fremitus raba (+)

P Sonor Sonor
A RO (-) WH (-) RO (-) WH (-)
Kesan: tidak terdapat kelainan pada paru

Abdomen
Inspeksi: cembung
Auskultasi: Bising usus normal
Palpasi: soepel, nyeri tekan (-) distended pada suprapubic
Perkusi: Timpani
Kesan: Retensi Urine

Ektremitas : hangat (+), edema (-), Cappilary Refill Time < 2

Digital Rectal Examination:


Tonus Sphincter ani : Normal, Reflek Bulbokavernosa (+)
Mukosa rectum : Licin
3
Loop atas tidak teraba
Prostat : pembesaran massa dengan konsistensi kenyal, pemukaan rata, simetris
kanan kiri
Darah (-). Feses (+)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap

Parameter Satuan Nilai rujukan


WBC 7,1 103/L 4.1 10.9
- Ne 6,63 69,0% 103/L 2.5 7.5
- Ly 34,9 18,7 % 103/L 13.0 40.0
- Mo 0,92 10,6 % 103/L 0.1 1.2
- Eo 0,3 0,70% 103/L 0.0 0.5
- Ba 0,87 0,90% 103/L 0.0 0.1
RBC 5,5 106/L 4.00 5.20
HGB 12,3 g/dL 12.00 16.00
HCT 40 % 36.0 46.0
MCV 85 fL 80.0 100.0
MCH 23,4 pg 26.0 34.0
MCHC 31,3 g/dL 31.0 36.0
RDW 12,4 % 11.0 14.8
PLT 237 103/L 150 440
MPV 4,89 fL 0.0 100.0

Kimia Darah

Parameter Satuan Nilai rujukan


Glukosa 104 mg/dL 0-140
Urea UV 47 mg/dL 10-50
Kreatinin 1.2 mg/dL 0.6-1.1
AST (SGOT) 26,6 U/L 0-37.00
ALT (SGPT) 20,3 U/L 0-42.00

Urine
Lengkap
Urine : berat Jenis 1.015
PH :6

4
Leuko :-
Nitrit :-
Urobilinogen :-
Protein :-
Blood :-
Keton :-
Bilirubin :-
Glukosa :-
Sedimen : eritrosit -; Leuco -; Silinder 0-1; Epithel 1-2; Kristal CaOksalat 0-1
EKG
Irama sinus, HR 80x/menit
Ro Abdomen PA
Tak tampak adanya batu pada saluran kemih
ASESSMENT
Retensio Urin e.c Benign Prostat Hipertrophy (BPH)

PLAN
TERAPI
- IVFD RL gtt 20 x/m makro
-Pasang kateter urin
-Inj. Ceftriaxon 2x1 gram (skin test)
-Inj. Santagesic 2x1 amp
-Inj. Ranitidin 2x1 amp

RENCANA : Rujuk ke Rumah Sakit yang memiliki dokter spesialis urologi setelah keadaan
umum membaik.
Pendidikan
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa BPH sebaiknya dioperasi apabila sudah
terjadi gangguan fungsional akibat penyakit itu sendiri. Menjelaskan untuk rawat luka post
op teratur ke poliklinik bedah.
Konsultasi
Konsultasi ke ahli bedah urologi diperlukan untuk penegakan diagnosis dan
penatalaksanaan bedah. Konsultasi ahli anestesi untuk persiapan operasi.
Benign Prostate Hypertrofia (BPH)

1. Definisi
5
Benign Prostate Hypertrofia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana
kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

2. Anatomi
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh
kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi
bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih
20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm
dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
1. lobus medius
2. lobus lateralis (2 lobus)
3. lobus anterior
4. lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan
menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-
kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-
abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan
zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional
yang letaknya proximal dari spincter externus di kedua sisi dari verumontanum dan di
zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume
prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Disebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prostatika, disebelah bawah ligamentum triangulare
inferior dan disebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan
prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar
dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum.

6
Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan
jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
1. Kapsul anatomi
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan
muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian,
a. Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.
b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut
juga sebagai adenomatous zone
c. Disekitar uretra disebut periurethral gland
Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
1. kapsul anatomis
2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat
yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian
dalam (inner zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena
mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada
bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian
tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior
kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.

3. Epidemiologi
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan
sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang
lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran,
yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa
mengalami perubahan hiperplasi.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan
kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita
akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat
tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya
pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan

7
mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar
membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang
akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya
sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut
diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.

4. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak
terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain
androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH.
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi
sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen
akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat
menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan,
bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari
8
sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat
merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional
histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang
bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap
estrogen.

2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)


Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming
growth factor, transforming growth factor 1, transforming growth factor
2, dan epidermal growth factor.

3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel


yang Mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)


Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi
sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau
proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi
berlebihan.

5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)


Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan
terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang
hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang
bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel
langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh

9
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian
bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex.
Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi
reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang
kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kelenjar prostat.

6. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma
pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme
glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya
alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular
morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini,
menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali
seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori
ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic induction
potential of prostatic stroma during adult hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang
penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor
sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang
berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol,
dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-
akibatnya.

5. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
10
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

6. Gambaran Klinis
Gejala
Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas
gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
11
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher
vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.
Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan
cara mengukur :
a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa
urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara
melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan
membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal
sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat
melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita
prostat hipertrofi.
b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik
diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka
normal untuk flow rata-rata (average flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan
flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate
dapat menurun sampai average flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal
flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak
dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi infravesikal.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga


mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis.
12
Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan
kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica
sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara
klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml
Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan
derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya
volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi
miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari
disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur
dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih
disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi
dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir
miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total,
sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus
terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga
tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi
daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow
incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan
meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan
intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping
13
kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus
selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi
meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh
karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan
didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan
terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga
pielonefritis.

Tanda
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat
penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang
keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya
kelainan lain seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba
prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Adakah asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan
nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba
nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan
teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan
disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba
apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat
adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi

14
seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,
condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah : - Ureum dan Kreatinin
- Elektrolit
- Blood urea nitrogen
- Prostate Specific Antigen (PSA)
- Gula darah
b. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test
- Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
- Sedimen
3. Pemeriksaan pencitraan
a. Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk
menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
b. Pielografi Intravena (IVP)
- pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling
defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter
membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
- mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter
ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli yaitu
adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli.
- foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
c. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
- deteksi pembesaran prostat
- mengukur volume residu urin
e. MRI atau CT jarang dilakukan
15
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam
potongan.
4. Pemeriksaan lain
a. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan
oleh :
- daya kontraksi otot detrusor
- tekanan intravesica
- resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju
pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran
melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik.
Semakin berat derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
b. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri
tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya
kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut
dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-
Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan
laju pancaran urin dapat diukur.
c. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin
yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun
kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

7. Diagnosis
Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai
prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas
atas semakin sulit untuk diraba.

16
3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya
komplikasi.
4. Pemeriksaan pencitraan :
Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar
kandung kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti
mata kail. Dengan trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat
prostat yang membesar.
5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume
residu urin yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150
ml dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).

8. Diagnosis Banding
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
a. kelainan medula spinalis
b. neuropatia diabetes mellitus
c. pasca bedah radikal di pelvis
d. farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
a. kelainan neurologik
b. neuropati perifer
c. diabetes mellitus
d. alkoholisme
e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3. Obstruksi fungsional :
a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter
b. ketidakstabilan detrusor
4. Kekakuan leher kandung kemih :
a. fibrosis
5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
a. hiperplasia prostat jinak atau ganas
b. kelainan yang menyumbatkan uretra
c. uretralitiasis

17
d. uretritis akut atau kronik
e. striktur uretra
6. Prostatitis akut atau kronis

9. Kriteria Pembesaran Prostat


Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading
Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :
- derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
- derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
- derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
- derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum
2. Berdasarkan jumlah residual urine
- derajat 1 : < 50 ml
- derajat 2 : 50-100 ml
- derajat 3 : >100 ml
- derajat 4 : retensi urin total
3. Intra vesikal grading
- derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet
- derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter
- derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter
- derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter
4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada
uretroskopi:
- derajat 1 : kissing 1 cm
- derajat 2 : kissing 2 cm
- derajat 3 : kissing 3 cm
- derajat 4 : kissing >3 cm

10. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks

18
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal

11. Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin.
Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. Derajat
dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih
menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang
dari 100 ml. Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urin lebih dari 100 ml, sedangkan derajat empat, apabila sudah terjadi retensi
urin total. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO prostate symptom
score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai
miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu
dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah
dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV
digunakan untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu
biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan
secara konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi
untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap
sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua
penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa
dicoba dengan pengobatan konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan
19
oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya
pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka
sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada hiperplasia prostat derajat empat tindakan
pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin
total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi
definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,
meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang
berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia
prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada dekade terakhir
dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai keunggulan kurang
invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat
disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya
elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala
klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan
hiperplasia prostat benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan,
yaitu :
1. Observasi (Watchful waiting)
2. Medikamentosa
a. Penghambat adrenergik
b. Fitoterapi
c. Hormonal
3. Operatif
a. Prostatektomi terbuka
- Retropubic infravesika (Terence millin)
- Suprapubic transvesica/TVP (Freyer)
- Transperineal

20
b. Endourologi
- Trans urethral resection (TUR)
- Trans urethral incision of prostate (TUIP)
- Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy)
Trans urethral ultrasound guided laser induced prostatectomy
(TULIP)
Trans urethral evaporation of prostate (TUEP)
Teknik koagulasi
4. Invasif minimal
- Trans urethral microwave thermotherapy (TUMT)
- Trans urethral ballon dilatation (TUBD)
- Trans urethral needle ablation (TUNA)
- Stent urethra dengan prostacath

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan


obstruksi pada leher buli-buli. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa,
pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif. Mengenai
penatalaksanaan konservatif non operatif akan dibahas pada bab tersendiri, pada bab
ini hanya akan dibahas tentang penatalaksanaan secara operatif saja yang terbagi
dalam prostatektomi terbuka dan prostatektomi endourologi.
1. Prostatektomi terbuka
a. Retropubic infravesica (Terence Millin)
Keuntungan :
- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada
subservikal
- Mortaliti rate rendah
- Langsung melihat fossa prostat
- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
- Perdarahan lebih mudah dirawat
- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu
selama bila membuka vesika
Kerugian :
- Dapat memotong pleksus santorini
21
- Mudah berdarah
- Dapat terjadi osteitis pubis
- Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
- Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus
dikerjakan dari dalam vesika
Komplikasi :
- Perdarahan
- Infeksi
- Osteitis pubis
- Trombosis
b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Keuntungan :
- Baik untuk kelenjar besar
- Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
- Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan
penyulit:
1. Batu buli
2. Batu ureter distal
3. Divertikel
4. Uretrokel
5. Adanya sistsostomi
6. Retropubik sulit karena kelainan os pubis
- Kerusakan spingter eksterna minimal
Kerugian :
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding
vesica sembuh
- Sulit pada orang gemuk
- Sulit untuk kontrol perdarahan
- Merusak mukosa kulit
- Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
- Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis
4%)
- Inkontinensia (<1%)
22
- Perdarahan
- Epididimo orchitis
- Recurent (10 20%)
- Carcinoma
- Ejakulasi retrograde
- Impotensi
- Fimosis
- Deep venous trombosis
c. Transperineal
Keuntungan :
- Dapat langssung pada fossa prostat
- Pembuluh darah tampak lebih jelas
- Mudah untuk pinggul sempit
- Langsung biopsi untuk karsinoma
Kerugian :
- Impotensi
- Inkontinensia
- Bisa terkena rektum
- Perdarahan hebat
- Merusak diagframa urogenital

2 Prostatektomi Endourologi
a. Trans urethral resection (TUR)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer
ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan
berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil
dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh
membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi
urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi
dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan
perlu tidaknya dilakukan TUR. Suatu penelitian menyebutkan bahwa hasil
obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi 88% dengan

23
mengikutsertakan evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152
pasien. Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra
dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang
akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar
tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai
dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena
yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan
terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal
dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai
gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat
bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang
akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas
sindroma TUR P ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi
timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi
harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin ,
membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang
sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama
reseksi prostat.
Keuntungan :
- Luka incisi tidak ada
- Lama perawatan lebih pendek
- Morbiditas dan mortalitas rendah
- Prostat fibrous mudah diangkat
- Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol
Kerugian :
- Tehnik sulit
- Resiko merusak uretra
- Intoksikasi cairan
24
- Trauma spingter eksterna dan trigonum
- Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
- Alat mahal
- Ketrampilan khusus
b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi
ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak
begitu besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya
dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck
incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai
pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat
penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke
verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.
Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
c. Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang
pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil
yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat
dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Penggunaan laser untuk operasi prostat pertamakali diusulkan oleh Sander
(1984). Untuk mengobati ca prostat yang masih lokal dengan memakai Nd
YAG (Neodymium, Yttrium Aluminium Garnet) Solid state Nd YAG ini
pertamakali diperkenalkan tahun 1964 tapi baru tahun 1975 baru dicoba
dibidang urologi untuk mengablasi tumor buli superficial (Hoffstetter). Pc
Phee menulis mengenai penggunaan YAG laser untuk photo irradiasi
segmental pada mukosa buli.
YAG laser ini mempunyai panjang gelombang yang cocok untuk
pengobatan prostat oleh karena mempunyai daya penetrasi yang cukup
dalam. Mula-mula laser untuk prostat ini hanya dipakai untuk pengobatan
tambahan setelah TUR P pada ca prostat, yang biasanya diberikan 3
minggu setelah TUR P (Shanberg 1985, Mc Nicholas 1990).
25
Kemudian Shenberg mengajukan pemakaian Nd YAG ini untuk melaser
prostat pada penderita yang tidak dapat mentoleransi perdarahan apabila
dilakukan TUR. Roth dan Aretz (1991) menjadi pelopor penggunaan laser
Transuretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP),
yang dibimbing dengan pemakaian USG untuk dapat menembak prostat
yang disempurnakan dengan menggunakan alat pembelok (deflektor) sinar
laser dengan sudut 90 derajat sehingga sinar laser dapat diarahkan ke arah
kelenjar prostat yang membesar.
Nd YAG mempunyai panjang gelombang 1064 nm sehingga gelombang
ini tidak banyak diserap oleh air seperti laser CO2 dan mempunyai sifat
divergensi tetapi masih mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam.
Apabila laser Nd YAG ini mengenai jaringan prostat energinya akan
berubah menjadi energi termal yang dapat menguapkan jaringan dengan
Nd YAG tanpa kontak dengan jaringan mempunyai efek laser maksimal
pada kedalaman 3mm dibawa mukosa dan efek termal dapat mencapai
100C sehingga pada kekuatan 40 60 watts akan menyebabkan koagulasi
pada kedalaman 3mm sehingga akan terjadi letusan kecil yang disebut
pop corn effect. Nd YAG ini aman untuk pengobatan prostat oleh karena
pembuluh darah yang agak besar dan pembuluh darah pada kapsul prostat
akan menjadi penahan panas (heat sink) sehingga tidak akan terjadi
penjalaran panas keluar dari prostat.
Tahun 1989 Johnson menemukan alat pembelok Nd YAG sehingga sinar
laser tersebut dapat dibelokkan 90 dengan menggunakan pembelok dari
emas yang ditempelkan diujung serat laser, sehingga sinar laser dapat
diarahkan ke jaringan prostat dari dalam uretra. Dengan alat pembelok ini
92% dari energi laser masih dapat mencapai jaringan preostat. Costello
(1992) mempelopori penggunaan laser ini utnuk ablasi pembesaran prostat
jinak menggunakan laser yang dibelokkan 90 melalui sistoskopi.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit
untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan
medius). Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga
tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga
uretra pars prostatika akan segera akan menjadi lebih lebar, yang kemudian

26
masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang kan menyebabkan laser
nekrosis lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan
terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis
TUR.
Keuntungan bedah laser ialah :
1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi
akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
2. Teknik lebih sederhana
3. Waktu operasi lebih cepat
4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan
6. Resiko impotensi tidak ada
7. Resiko ejakulasi retrograd minimal
Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)

27

Anda mungkin juga menyukai