Giovanni Reynaldo
10.2011.139
Kelompok F2
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6
Email: gioreynaldo@yahoo.com
Pendahuluan
Anak yang masih kecil umumnya sangat rentan terhadap penyakit, terutama dengan
kondisi lingkungan tempat tinggal yang kurang baik, kebersihan diri yang kurang dan kurangnya
pemahaman dan didikan dari orang tua untuk menjadikan anak seorang pribadi yang bersih
mengakibatkan banyak nya kasus dan penyakit yang timbul pada anak-anak terutama
tuberculosis anak, tidak hanya karena lingkungan rumah yang kurang pencahayaan dan
kebersihan saja yang dapat mengakibatkan tertularnya seorang anak dengan tuberculosis ini,
anak dapat tertular dari orang tua atau saudara dekat dan pengasuh yang sering berdekatan
dengan anak tersebut, dimana bakteri tahan asam dari tuberculosis menyebar melalui udara dan
droplet. Orang dewasa yang terkena TBC seharusnya mendapat pengobatan dan tidak secara
langsung bermain bebas dengan anak-anak karena dapat menularkan virus tersebut. Daya tahan
tubuh juga sangat penting untuk mencegah penyakit ini, dengan cara menjaga kebersihan, makan
makanan yang bergizi tinggi sudah cukup untuk menjauhkan diri dari berbagai penyakit terutama
tuberculosis ini.
Anatomi
Paru-paru berperan penting dalam sistem pernapasan manusia. Paru pada bayi waktu lahir
berwarna merah muda, sedangkan pada orang dewasa tampak bercak dan berwarna kelabu.
Semakin berusia lanjut bercak ini menjadi hitam, karena granul dengan kandungan bahan karbon
yang dihirup.
Paru-paru di bagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fissura. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus dan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Sebuah
pipa bronkhial kecil masuk ke dalam setiap lobula dan semakin ia bercabang, semakin menjadi
tipis dan akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang merupakan kantong-kantong udara
paru-paru. Jaringan paru-paru adalah elastik, berpori dan seperti spon. Di dalam air paru-paru
mengapung karena udara yang ada didalamnya.1
Paru kanan terbagi menjadi lobus superior, medius, dan inferior oleh dua fissura. Fissura
obliqua memisahkan lobus inferior dari lobus medius dan lobus superior. Fissura obliqua
mempunyai fissura obliqua kiri, tetapi agak ventrikel memotong tepi inferior paru, disebelah
dorsal ujung anteriornya.Pada tepi posterior, fissura ini mulai setinggi vertebra thoracal 4 atau
sedikit lebih rendah. Fissura horizontal yang pendek memisahkan lobus superior dan lobus
medius. Kadang-kadang bagian medial lobus superior terbagi sebagian oleh fissura yang
2
bervariasi kedalamannya, yang berisi bagian terminal vena azgos, membentuk lobus vena
azygos.1
Paru kiri dibagi menjadi lobus superior dan inferior oleh fissura obliqua. Dimulai pada
bagian posterosuperior hilus, fissura obliqua naik serong ke belakang, melintasi tepi posterior
dibawah apex. Kemudian turun ke muka, menyeberangi permukaan costal, mencapai tepi bawah
hampir pada ujung anteriornya. Akhirnya, naik pada permukaan medial menuju bagian bawah
hilus. Lobus superior berada di sebelah anterosuperior terhadap fissura obliqua. Dekat ujung
bawah tepi anterior lobus superior terdapat incisura cardiaca, karena dari arah mediastinum
medius jantung berproyeksi ke dalam cavum pleurae kiri.3 Biasanya ujung bawah incisura
cardiaca lobus superiot ini memiliki sebuah taju kecil, yakni lingula. Lobus inferior, yang lebih
besar, berada postero-inferior terhadap fissura obliqua.1
Pada respirasi dangkal, tepi inferior paru ditarik mulai dari proyeksi ujung caudal tepi
anterior menuju/menyilang iga ke enam pada linea midclavicularis, costa kedelapan pada linea
midaxillaris, dlanjutkan kearah medial belakang. Dari garis midclavicularis dan mengelilingi
dinding thorax menuju columna vertebralis, jadi pada margo inferior dapat diproyeksikan oleh
sebuah garis yang melintasi costa 6, costa 8, dan vertebra thoracal 10. Tidak semua daerah paru
bergerak dengan setara pada respirasi. Pada pernapasan dangkal bagian sekitar hilus paru hampir
tidak bergerak. Bagian paru yang sedikit bergerak dijumpai pada daerah pusat, permukaan
mediastinal, tepi posterior dan apex. Bagian-bagian diaphragmatik dan costomediastinal paru
merupakan daerah yang banyak bergerak.1,2
Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini dapat dibedakan
menjadi:
Di antara kedua pleura tadi, terbentuk ruang yang disebut "rongga" pleura yang
sebenarnya tidak berupa rongga tetapi merupakan ruang potensial. Pada keadaan normal,
"rongga" pleura berisi cairan pleura dalam jumlah yang sangat sedikit (0,1-0,2 mL/kg.BB), jadi
hanya berupa lapisan cairan pleura (film) setebal 10-20 nm yang menyelaputi kedua belah
3
pleura. Meskipun sangat tipis, cairan ini telah dapat memisahkan lapisan pleura viseralis dengan
pleura parietalis agar tidak saling bersinggungan atau berlengketan.2
Paru memiliki struktur yang ideal untuk pertukaran gas. Menurut hukum difusi fick
semakin pendek jarak yang harus ditempuh oleh difusi ,semakin besar laju difusi. Juga semakin
besar luas permukaan tempat difusi berlangsung semakin besar laju difusi.3
Alveolus adalah kelompok-kelompok kantung mirip anggur yang berdinding tipis dan
dapat mengembang di ujung cabang saluran napas penghantar. Dinding alveolus terdiri dari satu
lapisan. Sel alveolus tipe I yang gepeng. Dinding anyaman padat kapiler paru yang mengelilingi
setiap alveolus juga memiliki ketebalan hanya satu sel. Ruang interstitium antara sebuah alveolus
dan anyaman kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis,dengan ketebalan hanya
0,5 mikrometer yang memisahkan udara di alveolus dari darah di kapiler paru (satu lembar kertas
memiliki ketebalan 50 kali daripada sawar darah udara ini). Tipisnya sawar darah ini
mempermudah pertukaran gas.3
Selain itu pertemuan udara alveolus dengan darah memiliki luas yang sangat besar bagi
pertukaran gas. Paru memiliki sekitar 300 juta alveolus ,masing masing bergaris tengah 300
mikrometer . Sedemikian padatnya anyaman kapiler paru sehingga setiap alveolus dikelilingi
oleh lembaran darah yang hampir kontinyu. Karena itu luas permukaan total yang terpajan antara
udara alveolus dan udara alveolus dan darah kapiler paru sebesar 75m2 (seukuran lapangan tenis)
. Sebaliknya jika paru terdiri dari hanya satu organ beronga dengan dimensi yang sama dan tidak
dibagi-bagi menjadi unit-unit alveolus yang sangat banyak maka luas permukaan total hanya
akan mencapai 0,01 m.3
Terdapat dua buah paru . masing-masing dibagi menjadi beberapa lobus dan masing-
masing mendapat satu bronkus . Jaringan paru itu sendiri sendiri dari serangkaian saluran napas
yang sangat bercabang-cabang. Alveolus, pembuluh darah paru, dan sejumlah besar jaringan ikat
elastik . satu-satunya otot di dalam paru adalah otot polos di dinding arteriol dan dinding
bronkiolus dimana keduanya berada dibawah kontrol. Tidak terdapat otot di dalam dinding
alveolus untuk mengembangkan atau mengempiskan alveolus selama pernapasan. Perubahan
4
volume paru ditimbulkan oleh perubahan dalam dimensi rongga thoraks. Paru menempati
sebagian besar volume rongga thorax dan struktur-struktur lain di dada adalah jantung dan
pembuluh-pembuluh terkaitnya. Esofagus,timus , dan beberapa saraf. Dinding dada luar dibentuk
oleh 12 pasang iga melengkung,yang berhubungan dengan sternum di anterior dan vertebra
thorakalis di posterior. Sangkar iga merupakan tulang protektif bagi paru dan jantung. Diafragma
yang membentuk lantai rongga thoraks, adalah suatu lembaran otot rangka yang lebar,berbentuk
kubah, dan memisahkan secara total rongga thorax dari rongga abdomen. Otot ini ditembus
hanya oleh esofagus dan pembuluh darah yang melintasi rongga thorax dan abdomen. Di leher
otot dan jaringan ikat menutup rongga thoraks . Satu-satunya komunikasi antara thoraks dan
atmosfer adalah melalui saluran napas ke dalam alveolus. Seperti paru, dinding dada
mengandung banyak jaringan ikat elastik.3
Mekanika pernapasan
Udara cenderung bergerak dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
rendah. Yaitu menuruni gradien tekanan. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan
bernapas karena berpindah mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang
berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan . terdapat
tiga tekanan yang berperan penting dalam ventilasi.3
5
dengan tekanan atmosfer , udara terus mengalir sampai kedua tekanan itu seimbang
(equilibrium).3
3. Tekanan intra pleura
Adalah tekanan di dalam kantung pleura . tekanan ini yang juga dikenal sebagai
tekanan intrathoraks ,adalah tekanan yang ditimbulkan diluar paru di dalam rongga
thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer ,rerata
756mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan
tekanan atmosfer sebagai titik referensi (yaitu tekanan darah sistolik 120mmHg adalah
120 mm Hg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau dalam kenyataan
880mm Hg). 756mmHg biasanya disebut sebagai tekanan -4mmhg namun sebenarnya
tidak ada tekanan negatif absolut. Tekanan -44mm Hg menjadi negatif karena
dibandingkan dengan tekanan atmosfer normal sebesar 760mmHg.3
Transpor oksigen
Sekitar 97 oksigen dalam darah dibawa melalui eritrosit yang telah berikatan dengan
hemoglobin. 3% sisanya larut dalam plasma. Setiap molekul dalam keempat molekul besi dalam
hemoglobin berikatan dengan satu molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin berwarna
merah tua. Ikatan ini tidak kuat dan reversibel.Hemoglobin tereduksi berwarna merah kebiruan.3
Kapasitas oksigen
Adalah volume maksimum oksigen yang dapat berikatan dengan sejumlah hemoglobin
dalam darah. Setiap sel darah merah mengandung 280jt molekul hemoglobin . Setiap gram
hemoglobin dapat mengikat 1.34ml oksigen. 100ml darah rata-rata mengandung15 gram
hemoglobin untuk maksimum 20ml O2 per 100 ml darah (15x1,34) konsentrasi hemoglobin ini
biasanya dinyatakan sebagai persentase volume dan merupakan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh.3
Karbon dioksida yang berdifusi ke dalam darah dari jaringan dibawa ke paru-paru melalui cara-
cara berikut ini:3
6
1. Sejumlah kecil karbon dioksida tetap terlarut dalam plasma
2. Karbon dioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah merah. Dimana 25% nya
bergabung dalam bentuk reversibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian globin
pada hemoglobin untuk membentuk karbaminohemoglobin.
3. Sebagian besar karbon dioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat,terutama dalam plasma.
a. Karbondioksida dalam sel darah merah berikatan dengan air untuk membentuk asam
karbonat dalam reaksi bolak balik yang dikatalisis oleh enzim karbonat anhidrase.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3
b. Reaksi diatas berlaku dua arah bergantung konsentrasi senyawa. Jika konsentrasi
CO2 lebih tinggi.seperti dalam jaringan,reaksi berlangsung ke kanan sehingga lebih
banyak yang terbentuk ion hidrogen dan bikarbonat. Dalam paru yang konsentrasi
CO2 nya lebih rendah,reaksi berlangsung ke kiri dan melepaskan karbon dioksida.
4. Pergeseran klorida . ion bikarbonat bermuatan negatif yang terbentuk dalam sel darah
merah berdifusi ke dalam plasma dan hanya menyisakan ion bermuatan positif
berlebihan.
a. Untuk mempertahankan netralitas elektrokimia ion bermuatan negatif lain yang
sebagian besar ion klorida,bergerak ke dalam sel darah merah untuk memulihkan
ekuilibrium ion.inilah yang disebut pergeseran klorida.
b. Kandungan klorida dalam sel darah merah di vena yang memiliki konsentrasi karbon
dioksida lebih tinggi akan lebih besar dibandingkan dengan darah arteri
Ion hidrogen bermuatan positif yang terlepas akibat disosiasi asam karbonat. Berikatan
dengan hemoglobin dalam sel darah merah untuk meminimisasi perubahan PH.
Anamnesis
Untuk mendapatkan diagnosis terhadap suatu penyakit, yang harus dilakukan adalah
menganamnesis pasien. Anamnesis harus dilakukan dengan sangat teliti dikarenakan dengan
anamnesis maka diagnosis dapat tercapai hampir 80%. Pada pasien anak kecil biasanya
dilakukan alloanamnesis yaitu anamnesis dilakukan melalui orang tua pasien atau pengasuh dari
pasien.
7
Anamnesis dimulai dengan menanyakan identitas diri pasien berupa:
Nama
Alamat
Usia
Pekerjaan
Pekerjaan penting untuk diketahui karena pada beberapa penyakit ada
yang memiliki resiko besar tertular suatu penyakit dari pekerjaan yang
dilakukannya. d. Tempat tinggal. Tempat tinggal dapat membantu mengarahkan
kemungkinan yang dialami oleh pasien karena beberapa daerah banyak yang
menjadi endemi terhadap suatu penyakit.4
Riwayat penyakit dahulu merupakan bagian dari anamnesis yang penting karena dengan
diketahuinya riwayat penyakit dahulu maka dapat diperkirakan apakah penyakit yang dialaminya
merupakan penyakit baru atau kekambuhan. Hal ini dikarenakan pada beberapa penyakit,
penatalaksanaan yang diberikan untuk infeksi yang baru dengan infeksi yang merupakan
kekambuhan memiliki perbedaan.4
Riwayat imunisasi juga dapat ditanyakan bagi pasien anak kecil, pentingnya info akan
riwayat imunisasi bagi seorang dokter , sehingga dapat membantu mendiagnosa penyakit yang
dialami dengan lebih baik dan akurat. Misal pada kasus ini seorang dokter mendiagnosa
Tuberculosis paru pada anak , maka harus ditanyakan apakah anak tersebut pernah mendapatkan
imunisasi BCG(Bacillus Calmette Guerin) suatu virus hidup yang dilemahkan dan biasanya
diberikan pada usia 2 bulan.4
8
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang mencakup 1. Kesan
keadaan sakit. 2. Kesadaran pasien. 3. Status gizi pasien. Dengan penilaian keadaan umum maka
dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan akut yang memerlukan perolongan segera
atau pasien dalam keadaan relatif stabil sehingga dapat dilakukan anamnesis secara lengkap baru
dilakukan pertolongan.4
Kesan keadaan sakit dinilai dengan melihat apakah pasien tampak tidak sakit, sakit ringan,
sakit sedang, atau sakit berat. Kesan tersebut diambil dengan penilaian penampakan pasien
secara keseluruhan. Kesan keadaan sakit tidak selalu identik dengan keparahan penyakit yang
diderita. Wajah pasien harus diperhatikan karena dari wajah tersebut dapat memberikan
informasi tentang keadaan klinis pasien. Selain itu, posisi pasien serta aktivitasnya harus dinilai
dengan baik. Apakah pasien datang berjalan, duduk, tiduran aktif, tiduran pasif, atau mengambil
posisi abnormal tertentu. Melalui posisi dan aktivitas tersebut dapat diketahui kelainan atau
keparahan penyakit yang diderita oleh pasien.4
Kesadaran dapat diperiksa jika pasien dalam keadaan sadar. Penilaian kesadaran terdiri
dari 1. Komposmentis yaitu pasien sadar sepenuhnya dan memberi respon adekuat terhadap
semua stimulus yang diberikan. 2. Apatik yaitu pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh
terhadap keadaan sekitarnya dan baru memberikan respon ketika diberikan stimulus. 3.
Somnolen yaitu pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif terhadap stimulus
ringan tetapi masih memberikan respon terhadap stimulus yang agak keras tetapi kemudian
tertidur lagi. 4. Sopor yaitu pasien tidak memberikan respon ringan maupun sedang tetapi masih
memberikan sedikit respon terhadap stimulus yang kuat, reflek pupil terhadap cahaya masih
kuat.. 5. Koma yaitu pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun. 6. Delirium yaitu
kesadaran yang menurun secara kacau, biasanya disertai dengan disorientasi, iritatif, dan salah
persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering terjadi halusinasi.4
Antropometri : dalam antropologi fisik merujuk pada pengukuran individu manusia untuk
mengetahui variasi fisik manusia.4,5
9
Kini, antropometri berperan penting dalam bidang perancangan industri, perancangan
pakaian, ergonomik, dan arsitektur. Dalam bidang-bidang tersebut, data statistik tentang
distribusi dimensi tubuh dari suatu populasi diperlukan untuk menghasilkan produk yang
optimal. Perubahan dalam gaya kehidupan sehari-hari, nutrisi, dan komposisi etnis dari
masyarakat dapat membuat perubahan dalam distribusi ukuran tubuh (misalnya dalam bentuk
epidemik kegemukan), dan membuat perlunya penyesuaian berkala dari koleksi data
antropometrik. PSG dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh manusia
sebagai alat menentukan status gizi manusia. Konsep dasar yang harus dipahami dalam
menggunakan antropometri secara antropometri adalah Konsep Dasar Pertumbuhan.4,5
Status gizi pasien secara klinis dilakukan terutama dengan inspeksi dan palpasi. Melalui
inspeksi dapat dinilai postur tubuh pasien. Selain status gizi, pasien juga harus diperiksa tanda-
tanda vital yang mencakup nadi, tekanan darah, pernafasan, dan suhu. Dalam melakukan
pemeriksaan terhadap nadi, pemeriksaan mencakup a. Frekuensi atau laju nadi. Penghitungan
nadi harus disertai dengan penghitungan laju jantung untuk menyingkirkan kemungkinan
terdapatnyaa pulsus defisit. Pada orang demam dengan kenaikan suhu badan 1C diikuti oleh
kenaikan denyut nadi sebanyak 15-20x/menit. Akan tetapi, kenaikan denyut nadi tersebut
tergantung pada penyakit yang diderita oleh pasien. b. Irama nadi. Dalam keadaan normal, irama
nadi adalah teratur. Jika terjadi aritmia yaitu ketidakteraturan nadi, denyut nadi teraba lebih cepat
pada waktu inspirasi dan lebih lambat pada waktu ekspirasi. Akan tetapi, keadaan tersebut
merupakan keadaan normal yang menunjukkan adanya cadangan jantung. Dapat pula dijumpai
keadaan yang disebut sebagai ketidakteraturan yang teratur seperti nadi yanng teraba sepasang-
sepasang atau teraba sebagai kelompok tiga. c. Isi atau kualitas nadi. Dalam pemeriksaan kualitas
nadi dapat dijumpaiadanya nadi yang teraba sangat kuat dan turun dengan cepat akibat tekanan
nadi yang besar. d. Ekualitas nadi. Dalam keadaan normal, isi nadi teraba sama pada keempat
ekstremitas. Melalui pemeriksaan tanda-tanda vital, dapat diketahui kelainan-kelainan yang
mungkin di derita oleh pasien.4,5
Pengukuran tekanan darah yang dilakukan pada satu ekstremitas, yang umumnya
dipergunakan adalah lengan kanan atas untuk menghindari kesalahan akibat terdapatnya
koarktasio aorta sebelah proksimal dari arteri subklavia kiri yang menyebabkan tekanan darah
pada lengan kanan tinggi dan tempat lain rendah. Ketika melakukan pengukuran tekanan darah
10
hendaknya dicatat keadaan pasien ketika melakukan pemeriksaan karena keadaan tersebut dapat
mempengaruhi hasil dan penilaiannya. Pernafasan yang harus diperiksa pada pernafasan pasien
mencakup a. Laju pernafasan. b. Irama atau keteraturan. c. Kedalaman. d. Tipe atau pola
pernafasan.4,5
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada aksila, mulut pada bawah lidah, dan rektum. Jika
dari hasil pemeriksaan suhu tubuh di dapatkan hasil diatas normal yaitu diatas 37C maka pasien
harus ditangani dengan segera begitupun jika didapatkan hasil dibawah 37C.4,5
Pemeriksaan Penunjang
Sebelum melakukan tes ini, alat yang perlu disiapkan adalah PPD, spuit tuberculin
dengan jarum nomor 25, sarung tangan, dan kapas alkohol. Adapun prosedur nya sebagai
berikut:6
1. Tanyakan pada pasien apakah pernah menjalani tuberkulin tes dan apakah hasilnya
positif atau pernah mendapat vaksin BCG.
Rasional: Seseorang yang pernah tes tuberkulin atau divaksinasi BCG, hasil tes nya akan
lebih sering positif. Oleh karena itu riwayat pernah menjalani tes tuberkulin dan vaksin
BCG ini penting dikaji untuk keakuratan pembacaan hasil.
2. Tanyakan pada pasien apakah ia mendapat vaksinasi/penyakit akibat virus pada empat
minggu terakhir.
11
Rasional:Vaksinasi dan penyakit akibat virus dapat menekan sistem imun tubuh sehingga
reaksi tes tuberculin dapat terganggu.
3. Kenakan sarung tangan
4. Pilih tempat tes pada permukaan ventral anterior lengan bawah.
Rasional: area ini bebas dari pembuluh darah, tahi lalat, bulu atau tanda lainnya.
5. Dengan gerakan melingkar bersihkan daerah tersebut menggunakan alkohol.
6. Dengan tangan dominan ambil spuit dan pegang spuit sehingga membentuk sudut 10-15
terhadap kulit pasien dengan bagian bevel jarum menghadap keatas. Perlahan tapi pasti
tusukan jarum ke dalam lapisan kulit atas sampai mulut bevel tersumbat kulit dan
terdapat benjolan pada area kulit yang disuntik.
7. Buang semua peralatan kotor ke tempat sampah khusus medis.
8. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan untuk mengurangi transmisi mikroorganisme
9. Instruksikan kepada pasien untuk kembali dalam 48-72 jam guna evaluasi terakhir.
10. Setelah 48-72 jam ukur indurasi yang terbentuk pada tempat penyuntikan.
11. Jelaskan hasilnya kepada pasien.
12. Jika tes menunjukan hasil positif, buat rujukan atau skrining/ pengobatan lebih lanjut.
13. Catat tes tuberkulin dan hasilnya pada catatan klien.
Pemeriksaan Sputum
Pewarnaan gram
Pemeriksaan dengan pewarnaan gram dapat memberikan informasi tentang jenis
mikroorganisme untuk menegakkan diagnosis presumatif.
Kultur sputum
Pemeriksaan kultur sputum dilakukan untuk mengidentifikasi organisme spesifik guna
menegakkan diagnosis definitif.
Sensitivitas
12
Pemeriksaan sensitivitas berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiotik yang mencegah pertumbuhan organisme yang terdapat dalam
sputum.
Basil Tahan Asam (BTA)
Pemeriksaan BTA dilakukan untuk menentukan adanya mycobacterium tuberculosa.
Sitologi
Pemeriksaan sitologi ditujukan untuk mengidentifikasi adanya keganasan pada paru-paru.
Tes kuantitatif
Pemeriksaan tes kuantitatif yaitu pengumpulan sputum selama 24-72 jam.
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin
dilakukan foto rontgen paru dan atas indikasi juga dibuat fotorontgen alat tubuh lain,misalnya
foto tulang punggung pada spondilitis. Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada
tuberkulosis paru ialah :6
Kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran
pembesaran kelenjar paratrakeal
Penyebaran milier
Atelektasis
Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis paru saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
tuberkulosis,tetapi harus disertai data klinis lainnya6
Dengan adanya ketiga pemeriksaan ini seharusnya sudah dapat didiagnosa dengan cukup
spesifik, namun untuk pemeriksaan sputum pada anak terkadang sulit dilakukan dan diagnosa
dapat dilakukan dengan lebih pasti dengan cara foto rontgen dan tes mantoux.6
13
Working Diagnosis
Working diagnosis yang diambil dari skenario yang saya dapatkan adalah Tuberculosis
paru pada anak, dikarenakan adanya beberapa gejala yang patut dicurigai seperti batuk yang
tidak kunjung sembuh sejak 2 minggu yang lalu dengan keluhan demam ringan terutama pada
malam hari disertai dengan berat badan yang menurun.
Epidemiologi
14
tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus
TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.7
Etiologi
15
ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi
jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya
terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sekret endobrokial anak .7
Patofisiologi
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya
infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh
manusia. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan
bahwa 95,93% dari 2114 kasus, mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini
disebabkan karena penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan
paru mudah kena infeksi tuberkulosis (susceptible).7
Gejala Klinis
16
fisik infeksi bronkopulmoner, efusi pleura atau keduanya. Kavitas paling sering ditemukan pada
lobus atas disertai rale, penurunan fremitus dan redup pada perkusi. Dapat pula ditemukan
eritema nodosum.8
Komplikasi
Pada infeksi primer , infeksi lokal menyebar secara lokal dan menuju kelenjar getah
bening yang secara bersama-sama membentuk kompleks primer. Sebagian besar lesi ini
menyembuh secara perlahan-lahan dengan membentuk jaringan fibrotik dan dapat berkalsifikasi.
Proses ini memakan waktu selama 12-18 bulan . Komplikasi dapat timbul dari progresi lokal
kompleks maupun primer, khususnya di paru-paru terjadi bronkopneumonia, atau pembesaran
kelenjar hilus yang akan menyebabkan obstruksi bronkus yang kadang-kadang disertai ruptur
kelenjar ke dalam bronkus. Efusi pleura terjadi pada anak yang lebih besar sebagai suatu reaksi
hipersensitivitas, empiema , perkejuan dan kavitasi lebih sering ditemukan pada anak dengan
malnutrisi di negara-negara berkembang.9
Differential Diagnosis
Diagnosis banding yang dapat diambil dari skenario kali ini adalah pneumonia dan
bronchitis paru dikarenakan ada beberapa kemiripan gejala klinis tetapi tidak seluruhnya
sehingga kelompok kami menjadikan nya sebagai diagnosis banding.8
Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru , biasanya
disebabkan oleh masuknya kuman, bakteri yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi
dan disertai napas cepat maupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanan
pemberantasan penyakit ISPA , semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia ( Depkes RI, 2002).8
17
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus ,
mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran pernapasan atas
akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam , menggigil, suhu tubuh meningkat
mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang
dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti
nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.8
Bronchitis paru
Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara ke
paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna.
Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau
penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.8
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan organisme yang menyerupai
bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia). Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada
perokok dan penderita penyakit paru-paru dan saluran pernapasan menahun. Infeksi berulang
bisa merupakan akibat dari:8
Sinusitis kronis
Bronkiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.
18
Gejalanya bronchitis berupa:8
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler,
lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan.8
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak
berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning.
Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau. Pada bronkitis berat,
setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan
batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak napas terjadi jika saluran udara tersumbat.
Sering ditemukan bunyi napas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia.8
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya lendir. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki atau bunyi pernapasan
yang abnormal.8
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindarkan anak dari bakteri mycobacterium
tuberculosa dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menjaga lingkungan rumah dengan
baik dan tetap ada sirkulasi udara dan jika memungkinkan terkena sinar matahari dengan baik
19
agar keadaan rumah tidak lembab dan tetap sehat. Cara kedua adalah dengan pemberian
imunisasi dengan baik sesuai aturan yang dianjurkan.10
Imunisasi BCG
Imunisasi BCG ada prosedur memasukan vaksin BCG yang bertujuan memberi
kekebalan tubuh terhadap kuman mycobacterium tuberculosis dengan cara menghambat
penyebaran kuman. Biasa digunakan spuit tuberkulin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10
mm dan vaksin biasanya dicampurkan dengan ampul berisi NaCl 0,9% baru diinjeksi kan .
Vaksin berhasil jika timbul benjolan di kulit dengan kulit kelihatan pucat dan pori-pori tampak
jelas.10
Tatalaksana
20
kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberkulosis untuk jaringan
paru yang rusak. Pencegahan adalah dengan menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi
basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat,
meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat
bakteri hingga dilakukan kemoterapi, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen.7
Non Medikamenosa. Pendekatan DOTS Hal yang paling penting pada tatalaksana TBC
adalah keteraturan minum obat. Pasien TBC biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa
minggu setelah pengobatan sehingga merasa sembuh dan tidak melanjutkan pengobatan.
Lingkungan sosial dan pengertian yang kurang mengenai TBC dari pasien serta keluarganya
tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat. Kepatuhan pasien dikatakan baik jika
pasien meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan.
Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu
upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung
terhadap pengobatan. DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang
telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TBC. Strategi ini
dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat
memberikan angka kesembuhan yang tinggi.7
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu :
Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. Diagnosis TBC
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan panduan Obat Anti TBC
(OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat,
Kesinambungan penyedian OAT jangka pendek dengan matu terjamin, Pencatatan dan pelaporan
secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.7
Orang yang dapat menjadi pengawas minum obat adalah : Petugas kesehatan, Keluarga
pasien, Kader, Pasien yang sudah sembuh, Tokoh masyarakat, Guru. Tugas pengawas minum
obat adalah : Mengawasi pasien agar minum obat secara teratur sampai selesai pengobatan,
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, Mengingatkan kepada pasien untuk
periksa dahak ulang (pasien dewasa) dan Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga pasien
TBC yang mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri ke unit
21
pelayanan kesehatan. Pada anak kuman M. TBC sulit ditemukan, baik pada biakan, lebih-lebih
pada pemeriksaan mikroskopis langsung. Oleh karena itu pada anak diagnosis tidak dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dianjurkan dalam strategi DOTS. Maka diperlukan
strategi diagnostik lain yaitu dengan menggunakan sistem skoring.7
Kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji
Tuberculin negatif), tetapi kontak dengan penderita TB aktif, obat yang digunakan adalah INH 5-
10 mg/kgBB/hari selama 2-3 bulan. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji
tuberculin positif, tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor menjadi TB
aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapat pengobatan kortikosteroid atau
imunosupresan lain, penderita penyakit keganassan, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk,
masa akil balik, atau infeksi baru TB, konfersi uji tuberculin kurang dari 12 bulan. Obat yang
digunakan adalah INH 5-10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan.7
Prognosis
Prognosis pada kasus tuberkulosis anak tergantng dari virulensi kuman ( type gravis
punya fatality rate tertinggi) , usia pasien , status imunisasi , tempat infeksi dan kecepatan
pemberian antitoksin. Namun dengan perawatan yang baik dan teratur pasien umumnya dapat
ditangani dengan baik. Namun bila ditangani dengan lambat prognosis umumnya buruk.
Kesimpulan
Pasien yang didapatkan dari skenario kali ini seorang anak berusia 5 tahun menderita
tuberkulosis paru yang ditunjang dengan gejala klinis seperti batuk selama 2minggu yang tidak
kunjung sembuh dan disertai demam tidak terlalu tinggi dan penurunan berat badan yang dapat
diakibatkan berkurangnya nafsu makan adalah gejalan yang sangat mendekati gejala-gejala yang
dimiliki oleh seorang yang terinfeksi mycobacterium tuberculosa.
22
Daftar Pustaka
1. Pearce RC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia;
2005.h.216-20.
2. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta:Balai penerbit FKUI;2007.h.9-13.
3. Lauralee S. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Jakarta:EGC;2009.h.500.
4. Bickley Lynn S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC.2008.h.155-8.
5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes kedokteran klinik. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC;2005.h.53-61.
6. Asmadi. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar pasien.Jakarta:Salemba
Medika;2008.h.25-8.
7. Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2: Cetakan Ke-11.
Jakarta :Infomedika;2007.h.35.
8. Delp, Manning. Major diagnosis fisik.Jakarta:EGC;2003.h.257-8.
9. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri.Edisi-3.Jakarta:EGC;2008.h.102.
10. Hidayat AA.Asuhan Neonatus,bayi dan balita.Jakarta:EGC;2009.h.98
23