Anda di halaman 1dari 18

BAB I BAB II

GAWAT DARURAT OBSTETRI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Indonesia masih mempunyai angka kematian ibu dan bayi dalam kehamilan 2.1 PENDAHULUAN
dan persalinan yang cukup tinggi. Untuk menurunkan angka kematian tersebut, maka Hipertensi adalah masalah kesehatan yang paling sering ditemui dalam
dalam menangani kasus yang bersifat kegawatdaruratan obstetri, para petugas kehamilan. Hipertensi merupakan komplikasi kehamilan kira-kira 7-10% dari seluruh
kesehatan harus dapat menangani kasus tersebut secara cepat dan tepat. Dibawah ini kehamilan.
adalah beberapa kasus kegawatdaruratan obstetri: Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab morbiditas
a. Perdarahan awal kehamilan: dan mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan
- Abortus angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklamsia
- Kehamilan ektopik terganggu dan eklamsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal, sementara di
- Mola hidatidosa beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab
b. Perdarahan antepartum: utama kematian maternal. Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan yang
- Plasenta previa serius tehadap ibu hamil dengan penyakit ini.
- Solusio plasenta
- Ruptur uteri 2.2 KLASIFIKASI
c. Perdarahan post-partum: Menurut The Working Group Report On High Blood Pressure In Pregnancy
- Atonia uteri (2000) hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi :
- Retensio plasenta 1. Preeklamsi
- Robekan jalan lahir 2. Eklamsi
- Inversio uteri 3. Hipertensi kronik
d. Kasus infeksi dengan sepsis: 4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsi
- Abortus septik 5. Hipertensi gestasional
- Syok septik
- Infeksi puerperalis 2.3 DEFINISI
e. Hipertensi dalam kehamilan (Preeklampsi, eklampsi, hipertensi kronis, hipertensi 1. Preeklamsi
gestasional, superimposed) Ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuri akibat kehamilan, setelah umur
f. Persalinan terhambat kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
g. Gawat Janin 2. Eklamsi
Adalah kelainan akut pada preeklamsi, dalam kehamilan, persalinan atau nifas
Dari semua bahasan tentang kegawatdaruratan yang telah disebutkan diatas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaraan
tidak akan dibahas seluruhnya Maka, pada kesempatan ini hanya akan dibahas: (gangguan sistem saraf pusat).
1. Perdarahan post-partum 3. Hipertensi kronik
2. Hipertensi dalam kehamilan Adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum kehamilan atau
yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan yang menetap
setelah 12 minggu pasca persalinan.
4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsi
Hipertensi kronik yang disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional

1
Adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang tekanan darah 2.5 PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
sebelumnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi kronik atau Hipertensi dalam kehamilan biasanya terjadi pada wanita :
preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini akan hilang dalam waktu 1.Yang terpapar villi chorion untuk pertama kali.
< 12 minggu pascasalin. 2.Yang terpapar villi chorion yang besar seperti pada gemelli atau mola hidatidosa.
3.Yang sebelumnya mempunyai penyakit vaskuler.
2.4 FAKTOR PREDISPOSISI 4.Yang secara genetis merupakan predisposisi untuk hipertensi dalam kehamilan.
Banyak faktor yang telah ditemukan berhubungan dengan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Kebanyakan faktor tersebut termasuk dalam faktor Teori-teori yang pernah dikemukakan yang diduga berperan dalam
predisposisi, sedangkan sebagian lagi seperti penambahan berat badan dan edema patofisiologi terjadinya preklamsi, antara lain :
lebih cenderung merupakan akibat dari hipertensi dalam kehamilan 1.Faktor imunologis
Menurut studi group WHO pada tahun 1987, faktor-faktor predisposisi Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa HDK sering ditemukan pada nullipara,
preklamsi antara lain : kehamilan kembar, multipara dengan inseminasi donor, penurunan konsentrasi
1. Umur hamil < 18 tahun atau 35 tahun komplemen C4, wanita dengan fenotipe HLA-DR4, adanya aktivasi komplemen,
2. Paritas neutrofil dan makrofag .
3. Suku bangsa 2. Faktor genetik
4. Keluarga Ha1 ini didasarkan pada kenyataan bahwa preeklamsi sering ditemukan dalam
5. Genetik : keluarga tertentu. Beberapa bukti yang ditemukan antara lain preeklamsi di
- Golongan darah turunkan oleh gen resesif tunggal, penyebabnya multifaktor, diturunkan oleh gen
- Konsanguitas angiotensinogen.
- Jenis kelamin janin 3. Faktor nutrisi
6. Nutrisi Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan adanya
- Kalori dan protein defisiensi kalsium, protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan asam lemak
- Vitamin, mineral tidak jenuh.
- Berat badan 4. Faktor hormonal
7. Lingkungan Hal ini dihubungkan dengan kadar hormon progesteron yang semakin meningkat
- Masa perang, kelaparan dan musim kering pada kehamilan normal. Progesteron bersifat diuretikum ringan, sehingga sedikit
- Iklim dan cuaca saja natrium yang dikeluarkan melalui urin. Bila kadar progestron menurun, maka
- Ketinggian natrium akan banyak diekskresikan sehingga reseptor arteriol di juxtaglomeruler
- Perkotaan dan pedesaan akan terangsang untuk menghasilkan renin, angiotensin I dan angiotensin II yang
8. Kebiasaan dan sosio ekonomi bersifat vasokonstriktor. Aldosteron juga akan dihasilkan sehingga akan terjadi
- Merokok retensi natrium dan cairan. Kadar renin plasma telah dibuktikan rendah pada
- Kegiatan fisik penderita preeklamsi. Namun, kadar progesteron tidak ditemukan menurun dengan
- Sosio-ekonomi jelas pada penderita preeklamsi-eklamsi.
9. Hiperplasentosis 5. Komponen vasoaktif
- Kehamilan ganda Pada mulanya faktor ini dianggap sebagai penyebab dari penyakit ini karena akan
- Hidrops fetalis bertanggung jawab langsung pada kejadian vasokonstriksi dan hipertensi.
- Diabetes Melitus Meskipun demikian, ternyata kemudian, ada faktor lain yang mendahuluinya yang
- Mola hidatidosa menyebabkan dikeluarkannya zat-zat vasoaktif ini.
Endotelin merupakan vasokonstriktor yang kuat yang dihasilkan oleh endotel
pembuluh darah. Plasma endothelin-1 dilaporkan meninggi kadarnya dalam darah
ibu dengan preeklamsi. Sebaliknya nitrit oksida (NO) yang dulunya dikenal

2
sebagai EDRF (endothelium derived relaxing factor) ditemukan menurun penekanan sistem fibrinolitik.
kadarnya atau menghilang dalam serum penderita preeklamsi . Vasokonstriksi dan kerusakan endotel yang menyeluruh akan meyebabkan
Nitrit oksida merupakan vasodilator yang kuat yang disintesis dari L-arginine oleh kerusakan atau gangguan fungsi pelbagai organ vital termasuk ginjal, hati,
sel eadotel. Hambatan pada produksi NO akan menyebabkan peninggian tekanan paru-paru, otak, jantung, mata, dan sebagainya.
arteri rata-rata, penurunan frekuensi denyut jantung, dan meningkatkan kepekaan
pembuluh darah pada zat-zat vasokonstriktor.
6. Faktor endotel dan plasenta
Akibat defisiensi imunologis pada plasenta yang menyebabkan gangguan invasi
trofoblas pada arteri spiralis akan terjadi gangguan perfusi unit uteroplasenta. Hal
ini akan menyebabkan dilepaskannya faktor-faktor yang bersifat cytotoxic yang
akan menyebabkan kerusakan atau jejas pada endotel. Kerusakan pada endotel
pembuluh darah akan mengaktifkan proses pembekuan darah dan meningkatkan
kepekaan pada zat-zat vasokonstriktor, bersamaan dengan pelepasan komponen
vasoaktif di atas.

Preeklamsi adalah suatu penyakit yang merupakan manifestasi dari gangguan


fungsi banyak organ akibat vasospasme yang disebabkan oleh kerusakan sel-sel
endotel. Berdasarkan rangkaian peristiwa yang menjadi patofisiologi preeklamsi di
atas, dapat dirangkaikan kemungkinan patogenesis preeklamsi sebagai berikut :
Reaksi imunologis akibat penolakan ibu terhadap jaringan janin (yang
mengandung antigen paternal) diduga merupakan awal terjadinya maladaptasi
dan menghambat invasi sel-sel sitotrofoblas secara endo dan perivaskuler.
Akibatnya, ada arteriol rahim yang masih memiliki tunika muskularisnya
sehingga tahanan perifer di tempat tersebut tetap tinggi dan menyebabkan
terjadinya hipoksia. 2.6 DIAGNOSIS
Keadaan hipoksia baik secara langsung maupun tidak langsung dengan Preeklamsi ringan
menghasilkan radikal bebas akan menyebabkan kerusakan endotel Diagnosis preeklamsi ringan didasarkan atas :
bersamaan dengan pelepasan matriks ekstraseluler (ECM) dan molekul hipertensi (sistolik antara 140 - <160 mmHg dan diastolik antara 90-<110
perekat sel (CAM) ke dalam darah. mmHg)
Kerusakan endotel merupakan pemicu runtutan peristiwa selanjutnya, yaitu : proteinuri (> 300 mg/24 jam, atau >1 + dipstick)
o terjadi peningkatan aktivitas trombosit dan agregasi trombosit Edema (lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali
o berkurangnya produksi vasodilator, seperti : prostasiklin, dan nitrit oksida anasarka)
o meningkatnya produksi vasokonstriktor, seperti tromboksan, katekolamin
dan endotelin Preeklamsi berat
o meningkatnya respons pembuluh darah terhadap zat vasokonstriktor Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini preeklamsi digolongkan berat.
o vasokonstriksi yang menyeluruh akan merangsang pengeluaran renin dan 1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
pengaktifan RAAS (Renin-Aldosterone-Angiotensin System) yang 2. Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick)
menambah beratnya vasokonstriksi, hipertensi, retensi natrium, dan edema 3. Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguri (< 400 ml/ 24 jam)
o terpaparnya trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah 4. Trombosit < 100.000/mm3
menyebabkan terjadinya trombosis yang dapat menutup aliran darah ke 5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
perifer sehingga dapat terjadi infark. Lebih lanjut dapat terjadi DIC dan 6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)

3
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral 6. Berikan Methyl Dopa 3 x 250 mg apabila tekanan diastol diantara 100-110
8. Nyeri epigastrium yang menetap mmHg.
9. Pertumbuhan janin terhambat 7. Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan pemeriksaan USG (Doppler)
10. Edema paru disertai sianosis dan CTG.
11. Adanya HELLP Syndrome (H : Hemolysis; EL : Elevated liver enzymes LP : 8. Jika tekanan diastol turun sampai normal, pasien dipulangkan dengan nasihat
low platelet count) untuk istirahat dan diberi penjelasan mengenai tanda-tanda preeklamsi berat.
Kontrol 2 kali seminggu. Bila tekanan diastol naik lagi, pasien dirawat kembali.
Eklamsi 9. Jika tekanan diastol naik dan disertai dengan tanda-tanda preeklamsi berat, pasien
Terjadi kejang kejang, yang tidak disingkirkan oleh penyebab lain, pada penderita dikelola sebagai preeklamsi berat.
preeklamsi. Kejang kejang bisa terjadi sebelum, selama, atau segera setelah 10. Bila umur kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan.
persalinan. 11. Persalinan dapat dilakukan secara spontan.

Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsi Preeklamsi Berat


Hipertensi kronik yang disertai proteinuria. Rawat bersama dengan Bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata,
Anestesi,dll).
Hipertensi kronis A. Perawatan aktif
Ditemukannya hipertensi pada saat sebelum kehamilan atau sebelum a. Indikasi
kehamilan berumur 20 minggu, atau setelah kehamilan berumur lebih dari 20 minggu Bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini :
atau menetap hingga 12 minggu pasca persalinan. i. Ibu :
1. kehamilan > 37 minggu
Hipertensi Gestasional 2. adanya gejala impending eklamsi
1. Tekanan darah mencapai 140/90 mmHg untuk pertama kalinya dalam ii. Janin :
kehamilan 1. adanya tanda-tanda gawat janin
2. Proteinuri (-) 2. adanya tanda-tanda IUGR
3. Transient hipertensi jika tidak berkembang menjadi preeklamsi dan TD kembali iii. Laboratorik :
ke normal dalam 12 minggu post partum adanya HELLP syndrome
4. Diagnosis terakhir hanya bisa dibuat setelah post partum b. Pengobatan medisinal
5. Yang paling penting ialah wanita dengan hipertensi gestasional dapat mengalami 1. Infus larutan ringer laktat
tanda tanda yang berhubungan dengan preeklamsi, misalnya nyeri ulu hati atau 2. Pemberian obat : MgSO4
trombositopenia. Cara pemberian MgSO4 :
1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan infusion
2.7 TERAPI pump):
Preeklamsi ringan a. Dosis awal :
1. Rawat inap. Istirahat (tirah baring/ tidur miring kekiri). Rawat jalan dilakukan 4 gram (20 cc MgSO4 20 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat,
apabila pasien menolak rawat inap. Dilakukan pemantauan tekanan darah dan diberikan selama 15-20 menit.
protein urine setiap hari.
b. Dosis pemeliharaan:
2. Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan proteinuri setiap hari.
10 gram dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan kecepatan 1-2
3. Dapat dipertimbangkan pemberian suplementasi obat-obatan antioksidan atau
gram/jam ( 20-30 tetes per menit)
anti agregasi trombosit
4. Roboransia
5. Diberikan kortikosteroid pada kehamilan 24-34.

4
2. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala : Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan : Klonidin 1 ampul
a. Dosis awal: dilarutkan dalam 10 cc larutan garam faal atau air untuk suntikan.
4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v. dengan Disuntikan mula-mula 5cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit.
kecepatan 1 gram/menit. Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada
penurunan maka diberikan lagi sisanya 5 cc i.v. selama 5 menit.
b. Dosis pemeliharaan
Kemudian diikuti dengan pemberian secara tetes sebanyak 7
Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) i.m setiap 4
ampul dalam 500 cc dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan
jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m untuk
dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan,
mengurangi perasaan nyeri dan panas.
yaitu penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20%
Syarat-syarat pemberian MgSO4
dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram
sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap
dalam 10 cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.
jam sampai tekanan darah stabil.
2. Refleks patella (+) kuat
5. Kardiotonika
3. Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada : tanda-tanda payah jantung.
4. Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)
Jenis kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D
Sulfas magnesikus dihentikan bila :
Perawatan dilakukan bersama dengan Sub Bagian Penyakit Jantung
1. Ada tanda-tanda intoksikasi
6. Lain-lain
2. Setelah 24 jam pasca salin
1. Obat-obat antipiretik
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah
Diberikan bila suhu rektal di atas 38,5 0 C
(normotensif)
Dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol
2. Antibiotika
3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
Diberikan atas indikasi
a. edema paru
3. Antinyeri
b. payah jantung kongestif
Bila pasien gelisah karena kontraksi rahim dapat diberikan petidin HCl
c. edema anasarka
50-75 mg sekali saja.
4. Antihipertensi diberikan bila :
c. Pengelolaan Obstetrik
1. Tekanan darah :
Cara terminasi kehamilan
- Sistolik > 180 mmHg
Belum inpartu :
- Diastolik > 110 mmHg
1. Induksi persalinan :
2. Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6
- Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-
2. Seksio sesarea bila ;
pelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit
a. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes
sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan.
oksitosin
- Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
b. 8 jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif
Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio
120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan tekanan darah.
sesarea.
Labetalol 10 mg i.v. Apabila belum terjadi penurunan tekanan
Sudah inpartu :
darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40
Kala I
mg pada 10 menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit
Fase laten :
kemudian, dan sampai 80 mg pada 10 menit berikutnya.
Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop > 6.

5
Fase aktif : c. Kepala direndahkan : daerah orofaring dihisap.
1. Amniotomi d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin. e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus),
3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, diberikan pengobatan sebagai berikut :
pertimbangkan seksio sesarea. Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v perlahan-lahan.
Catatan : amniotomi dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan
Kala II : Benzodiazepin i.v setiap 1/2 jam sampai 3 kali berturut-turut.
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang
ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2
B. Pengelolaan konservatif kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan
a. Indikasi : seterusnya.
Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v 3 kali berturut-turut, pasien
eklamsi dengan keadaan janin baik masih tetap kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul
b. Pengobatan medisinal : di dalam 250 cc Na Cl 0,9%) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal hari.
MgSO4 tidak diberikan i.v cukup i.m saja.(MgSO4 40%, 8 gram i.m.). f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan :
Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada-tidaknya perdarahan otak.
c. Pengelolaan obstetrik Punksi lumbal, bila ada indikasi.
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin,
perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG SGOT, SGPT, analisa gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang
untuk memantau kesejahteraan janin lain.
2. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap 4. Perawatan pasien dengan koma :
sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi. Cara a. Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat edema
terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif. otak:
Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara : 200 cc (diguyur), 6 jam
Eklamsi
kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi
Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait.
(diguyur).
Pengobatan medisinal
Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
1. Obat anti kejang :
Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30 tetes/menit
Pemberian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan preeklamsi berat. selama 5 hari.
Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 g MgSO4 40% Dapat juga diberikan Dexamethason i.v 4 x 2 ampul (8 mg) sehari, yang
i.v selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian
kemudian di tappering off.
terakhir. Dosis tambahan 2 g hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai
dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5
"Glasgow-Pittsburgh-Coma Scale".
mg/kg/bb/i.v pelan-pelan
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan
2. Obat-obat supportif
pasien.
3. Perawatan pasien dengan serangan kejang :
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi dipertimbangkan dalam bentuk NGT
a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.
(Naso Gastric Tube).
b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.

6
5. Pengobatan Obstetrik : Sindroma HELLP
Sikap terhadap kehamilan Weinstein 1982 yang mula-mula menggunakan istilah Hellp syndrome untuk
a. Sikap dasar : kumpulan gejala Hemolysis, Elevated Liver enzym, dan Low Platelets yang
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa merupakan gejala utama dari sindroma ini.
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Gejala impending eklamsi, adalah : Diagnosis laboratorium :
- Penglihatan kabur Hemolisis :
- Nyeri ulu hati - adanya sel-sel spherocytes, schistocytes, triangular dan sel burr pada hapus
- Nyeri kepala yang hebat darah perifer
b. Saat pengakhiran kehamilan : - kadar bilirubin total > 1,2 mg%
Terminasi kehamilan pasien preeklamsi dan impending eklamsi adalah Kenaikan kadar enzim hati :
dengan seksio sesarea. - kadar SGOT > 70 IU/l
Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan : - kadar LDH >600 IU/l
- Pasien inpartu, kala II. Trombositopeni :
-
- Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang kadar trombosit < 100 x 103/mm3
berat.
- HELLP syndrome Klasifikasi berdasarkan pada beratnya trombositopeni (Mississippi) :
- Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll) 1. Kelas 1 : kadar trombosit < 50x103/mm3
- Kontra indikasi operasi (ASA IV) Serum LDH 600.000 IU/l
AST dan/atau ALT 40 IU/l
Hipertensi Kronik dalam Kehamilan 2. Kelas 2 : kadar trombosit 50-100 x 103/mm3
a. Pemberian medikamentosa Serum LDH 600.000 IU/l
Indikasi pemberian antihipertensi adalah : AST dan/atau ALT 40 IU/l
Risiko rendah hipertensi: 3. Kelas 3 : kadar trombosit > 100 x 103/mm3
1. Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap 100 mmHg Serum LDH 600.000 IU/l
2. Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik 90 mmHg AST dan/atau ALT 40 IU/l
Obat antihipertensi :
1. Methyldopa : 0,5 3,0 g/hari, dibagi dalam 2 3 dosis (pilihan pertama) Klasifikasi berdasarkan lengkap/ tidaknya gejala (Memphis):
2. Nifedipine : 30 120 g/hari dengan slow release tablet (p.o) 1. Complete Hellp:
-
b. Pengelolaan terhadap kehamilannya Anemia hemolitik mikroangiopatik pada PEB
-
- Kehamilan dengan hipertensi kronik ringan yaitu konservatif (dilahirkan LDH > 600 IU/L
-
pervaginam dengan kehamilan aterm) SGOT > 70 IU/L
-
- Kehamilan dengan hipertensi kronik berat yaitu aktif Trombositopenia < 100.000/mm3
2. Partial Hellp :
-
2.8 PENYULIT Bila ditemukan satu atau dua gejala diatas.
Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan
pembekuan darah, perdarahan otak. Pengelolaan :
Pada prinsipnya, pengelolaannya terdiri dari :
a. Atasi hipertensi dengan pemberian obat antihipertensi
b. Cegah terjadinya kejang dengan pemberian MgSO4

7
c. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
1. Hemoterapi dengan pemberian transfusi trombosit apabila kadar trombosit BAB III
<30.000/mm3 untuk mencegah perdarahan spontan. PERDARAHAN POSTPARTUM
2. Terapi konservatif dilakukan apabila umur kehamilan < 34 minggu, tekanan
darah terkontrol < 160/110 mmHg, normourine, kenaikan kadar enzim hati
yang tidak disertai nyeri perut kuadran atas kanan atau nyeri uluhati.
3. Pemberian kortikosteroid, terutama pada kehamilan 24-34 minggu atau kadar 3.1 PENDAHULUAN
trombosit < 100.000/mm3. Diberikan dexametason 10 mg IV 2 x sehari Kehamilan dan persalinan menimbulkan risiko kesehatan yang besar
sampai terjadi perbaikan klinis (Trombosit > 100.000/mm 3, kadar LDH termasuk bagi perempuan yang tidak mempunyai masalah kesehatan sebelumnya.
menurun dan diuresis > 100 cc/jam). Pemberian dexametason dipertahankan Kira-kira 40% ibu hamil mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan
sampai pasca salin sebanyak 10 mg IV 2 kali sehari selama 2 hari, kemudian kehamilan dan 15% dari semua ibu hamil menderita komplikasi jangka panjang atau
5 mg IV 2 kali sehari selama 2 hari lagi. yang mengancam jiwa. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa
4. Dianjurkan persalinan pervaginam, kecuali bila ditemukan indikasi seperti dalam tahun 1995 hampir 515.000 ibu hamil meninggal karena komplikasi kehamilan
serviks yang belum matang (bishop score < 6), bayi prematur, atau ada dan persalinan. Sebagian besar kematian tersebut terjadi di negara-negara berkembang
kontraindikasi. karena ibu hamil kurang mendapatkan akses terhadap perawatan penyelamatan hidup
5. Bila akan dilakukan operasi SC, kadar trombosit < 50.000/mm 3 merupakan (life saving care). Di negara berkembang, ibu hamil cenderung lebih mendapatkan
indikasi untuk melakukan transfusi trombosit. Pemasangan drain perawatan antenatal dibandingkan post natal. Nyatanya, lebih dari separuh jumlah
intraperitoneal dianjurkan untuk mengantisipasi adanya perdarahan intra seluruh kematian ibu terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan yang disebabkan ibu
abdominal. Bila ditemukan cairan ascites yang berlebihan, perawatan pasca terlalu banyak mengeluarkan darah. Perdarahan hebat adalah penyebab paling utama
bedah di ICU merupakan indikasi untuk mencegah komplikasi gagal jantung dari kematian ibu di seluruh dunia. Di berbagai negara, paling sedikit seperempat dari
kongestif dan sindroma distres pernafasan. seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan. Proporsinya berkisar antara kurang
dari 10% sampai hampir 60%. Walaupun seorang ibu hamil dapat bertahan hidup
2.9 PROGNOSIS setelah mengalami perdarahan pasca persalinan, namun dia akan mengalami anemia
Pada preeklamsi umumnya lebih baik dibandingkan dengan keadaan yang berat dan masalah kesehatan yang berkepanjangan.
sudah memasuki eklamsi, namun hal tersebut bergantung pada penanganan yang Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya.
adekuat, cepat dan tepat serta penyulit atau komplikasi yang menyertai. Paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian
besar kematian tersebut terjadi dalam waktu empat jam setelah melahirkan dan
merupakan akibat dari masalah yang timbul selama persalinan kala tiga. Penelitian
retrospektif yang dilakukan oleh Babinszki et.al. pada tahun 1999 terhadap 5800
wanita di RS angkatan udara Amerika Serikat menunjukkan bahwa insidensi
terjadinya perdarahan pasca persalinan pada wanita dengan paritas yang rendah
sekitar 0,3% namun meningkat 1,9% pada wanita yang telah melahirkan empat kali
atau lebih.

3.2 DEFINISI
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang lebih dari 500 ml yang
terjadi setelah janin lahir.
Berdasarkan waktu terjadinya, perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Perdarahan pasca persalinan dini atau primer yaitu perdarahan yang terjadi dalam
24 jam setelah persalinan.

8
2. Perdarahan pasca persalinan lambat atau sekunder yaitu perdarahan yang terjadi Episiotomi yang luas
setelah 24 jam persalinan. Ada beberapa literatur yang mengatakan bahwa Laserasi perineum, vagina, atau serviks
tenggat waktu dari perdarahan pascapersalinan ini sampai 5 bulan setelah Ruptur uteri
persalinan. c. Gangguan koagulopati
Berdasarkan jumlah darah yang keluar berdasarkan perkiraan perdarahan Penerbitan terbaru, penelitian dengan populasi besar menunjukkan faktor
yang terjadi maka perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi dua yaitu : risiko yang teridentifikasi adalah sisa plasenta (3,5 x lipat), kegagalan untuk maju
1. Perdarahan sedang yaitu bila jumlah darah yang dikeluarkan lebih dari 500 ml. dalam kala II (3,4 x), plasenta akreta (3,3 x), laserasi (2,4 x), persalinan dengan alat
2. Perdarahan berat yaitu bila jumlah darah yang dikeluarkan lebih dari 1000 ml. (2,3 x), bayi yang besar untuk usia kehamilan (1,9 x), kelainan hipertensif (1,7 x),
Suatu penelitian kuantitatif telah mengungkapkan bahwa jumlah darah yang induksi persalinan (1,4 x) dan augmentasi persalinan dengan oksitosin (1,4 x)
hilang pada saat persalinan pervaginam tanpa penyulit pada umumnya lebih dari 500 (Sheiner, 2005).
ml (Pritchard, Baldwin et.al., 1962; Newton, 1966) dan mereka yang menjalani Untuk mengingat penyebab PPH, digunakan 4 T, yaitu tone (tonus), tissue
operasi (pembedahan Caesar ) pada umumnya kehilangan 1000 ml atau lebih. Namun (jaringan), trauma dan thrombosis. (Society of Obstetricians and Gynecologists of
sebenarnya hasil perkiraan jumlah rata-rata darah yang keluar tersebut hanya setengah Canada, 2002).
dari jumlah darah yang hilang dan perhitungannya baik secara aktual maupun dengan Tonus
perkiraan, tetap memerlukan perhatian medis yang serius karena lima persen pasien Atoni uteri dan kegagalan berkontraksi dan retraksi serat otot miometrium
dengan perdarahan yang signifikan memenuhi kriteria perdarahan pasca persalinan. dapat menyebabkan perdarahan cepat dan berat serta syok hipovolemi. Peregangan
Bagi ibu hamil dengan anemia berat, kehilangan darah 200-250 ml saja dapat berlebih dari uterus baik absolute atau relative adalah faktor risiko utama untuk atoni.
berakibat fatal. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan karena di negara Bisa karena kehamilan multifetus, polihidramnion atau kelainan fetus (mis.
berkembang terdapat banyak ibu hamil yang menderita anemia berat. hidrosefalus berat); suatu kelainan struktur uterus atau kegagalan melahirkan plasenta.
Kontraksi miometrium yang buruk bias karena lelah yang disebabkan
3.3 FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI persalinan yang diperpanjang atau persalinan cepat yang dipaksakan, terutama jika
Beberapa faktor dapat menjadi faktor predisposisi dan etiologi terjadinya distimulasi. Bisa juga karena diinhibisi kontraksinya karena obat semacam gas
perdarahan pasca persalinan, antara lain dibagi menjadi tiga bagian besar: anastesi halogenasi, nitrat, NSAID, MgSO4, beta-simpatomimetik dan nifedipine.
a. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta Penyebab lain termasuk tertanamnya plasenta di segmen bawah uterus, toksin bakteri
Miometrium hipotonik- atoni uteri (mis. chorioamnionitis, endomyometritis, septikemia), hipoksia karena hipoperfusi
Beberapa anestesi umum- hidrokarbon halogen atau uterus Couvelaire pada abruption plasenta dan hipotermi karena resusitasi massif
Perfusi miometrium buruk- hipotensi atau ekteriorisasi uterus yang lama. Data terbaru menunjukkan grande multipara
- Perdarahan bukan faktor risiko independent pada PPH.
- Analgesik konduksi Tissue (Jaringan)
Overdistensi uterus- anak besar, kehamilan kembar, hidramnion Kontraksi dan retraksi uterus mengakibatkan pelepasan dan pengeluaran dari
Partus lama plasenta. Pelepasan dan pengeluaran komplit dari placenta mengakibatkan retraksi
Partus presipitatus berlanjut dan oklusi optimal pembuluh darah.
Induksi persalinan dengan oksitosin Tertahannya suatu bagian dari plasenta lebih sering terjadi bila plasenta
Paritas tinggi membentuk suatu lobus aksesoris. Setelah persalinan dan terjadi perdarahan yang
Riwayat atoni uteri pada kehamilan sebelumnya minimal. Plasenta sebaiknya diinspeksi untuk bukti adanya pembuluh darah fetus
Korioamnionitis berjalan di pinggir plasenta dan berhenti pada robekan di membrannya. Temuan
Retensi plasenta tersebut menunjukkan adanya lobus yang tertahan.
Kotiledon tertinggal, plasenta suksenturiata Plasenta lebih sering tertahan pada usia kehamilan preterm yang ekstrim
(terutama <24 minggu), dan perdarahan signifikan bias terjadi. Hal ini harus
Plasenta akreta, inkreta, perkreta
dipikirkan pada setiap persalinan pada umur kehamilan sangat muda, apakah spontan
b. Trauma traktus genitalis
atau diinduksi. Beberapa uji coba menunjukkan penggunaan misoprostol untuk

9
terminasi kehamilan trimester kedua mengakibatkan penurunan pada nilai retensi mengeran sebelum serviks dilatasi penuh. Jarang sekali, eksplorasi manual atau
plasenta dibandingkan dengan pemberian prostaglandin atau saline hipertonik secara instrument dari uterus bisa merusak serviks. Lebih jarang lagi, serviks dengan sengaja
intrauterine. Retensi plasenta yang membutuhkan D & C pada misoprostol oral (3,4 diinsisi pada posisi jam 2 atau jam 10 untuk memfasilitasi persalinan pada kepala
%) dan prostaglandin intraamnion (22,4 %). yang terperangkap pada persalinan sungsang (Dhrssen incision).
Kegagalan pemisahan komplit dari plasenta terjadi pada plasenta akreta dan Laserasi dinding samping vaginal sering dihubungkan dengan persalinan
variannya. Pada kondisi ini, plasenta telah menginvasi melebihi landasan lekukan vaginal operatif, tapi bisa terjadi spontan terutama bila tangan fetus terpresentasi
normal dan secara abnormal adheren. Perdarahan signifikan dari area dimana tertanam dengan kepala. Laserasi bisa terjadi selama manipulasi untuk menyelesaikan distosia
normal (dan sekarang terlepas) telah terjadi dapat menandakan akreta parsial. Akreta bahu.
komplit dimana seluruh permukaan plasenta secara abnormal tertanam, atau invasi Trauma vaginal bawah terjadi baik spontan atau karena episiotomi. Laserasi
yang lebih berat (plasenta inkreta atau perkreta), bisa tidak menyebabkan perdarahan spontan biasanya melibatkan fourchette posterior, namun, trauma pada daerah
hebat pada awalnya, namun diperlukan usaha lebih agresif dilakukan untuk melepas periurethral dan klitoral bisa terjadi dan bermasalah.
plasenta. Kondisi ini harus dipertimbangkan mungkin terjadi kapan saja plasenta Trombosis
tertanam di atas jaringan parut uterus sebelumnya, terutama bila terkait plasenta Segera setelah masa postpartum, gangguan pada sistem koagulasi dan
previa. trombosit tidak mengakibatkan perdarahan berlebihan, ini menunjukkan betapa
Semua pasien dengan plasenta previa perlu diberitahukan tentang risiko PPH efisiennya kontraksi dan retraksi uterus dalam mencegah perdarahan (Baskett, 1999).
berat, termasuk perlunya transfuse dan histerektomi. Darah dapat mendistensikan Deposisi fibrin di atas tempat plasenta dan bekuan darah di dalam pembuluh yang
uterus dan menghambat kontraksi efektif "bleeding begets bleeding"). mensuplainya memainkan peranan penting pada jam-jam dan hari-hari setelah
Trauma melahirkan, dan kelainan di daerah ini dapat menyebabkan PPH lambat atau
Kerusakan pada traktus genital bisa terjadi spontan atau karena manipulasi mengeksaserbasi perdarahan dari sebab lain, yang paling sering, trauma.
yang digunakan untuk melahirkan bayi. Kelahiran Cesarean menghasilkan dua kali Tingkat fibrinogen meningkat selama kehamilan dan tingkat fibrinogen
kehilangan darah dibandingkan kelahiran vaginal. Insisi pada segmen bawah yang dalam batas tidak hamil harus diawasi dengan hati-hati. Pada akhirnya, koagulopati
kontraktilnya lebih buruk dapat sembuh dengan baik tapi tergantung pada suturasi, dilusional bisa terjadi setelah PPH hebat dan resusitasi dengan kristalloid dan PRC.
vasospasme dan klotting untuk hemostasis. Faktor risiko dan kondisi yang berhubungan dengan PPH tertulis di atas,
Ruptur uterine lebih sering pada pasien dengan parut SC sebelumnya. Uterus namun sejumlah besar wanita yang mengalami PPH tidak memiliki faktor risiko.
manapun yang telah melewati prosedur yang mengakibatkan gangguan total atau Etiologi yang berbeda bisa memiliki faktor risiko yang sama, terutama pada atoni
parsial tebal dinding uterus harus dipertimbangkan berisiko untuk rupture pada uteri dan trauma pada traktus genital bawah. PPH biasanya memiliki satu penyebab,
kehamilan di masa depan. Termasuk ke dalamnya fibroidektomi, uteroplasti untuk namun lebih dari satu penyebab juga mungkin terjadi, biasanya persalinan lama yang
abnormalitas congenital, reseksi ektopik kornual atau servikal dan perforasi uterus pada akhirnya dilakukan kelahiran vaginal operatif.
selama dilatasi, kuretase, biopsy, histeroskopi, laparoskopi atau pemasangan IUD.
Trauma bisa terjadi setelah persalinan sangat lama atau berat, terutama bila 3.4 PATOGENESIS
pasien memiliki PSR atau PSA dan uterus telah distimulasi dengan oksitosin atau 1. Atonia uteri
prostaglandin. Trauma juga bisa terjadi setelah manipulasi ekstrauterine atau Atonia uteri adalah suatu kegagalan uterus untuk berkontraksi lima belas
intrauterine dari fetus. Risiko tertinggi pada versi internal dan ekstraksi kembar kedua, detik setelah dilakukan rangsangan taktil terhadap fundus uteri. Atonia uteri dapat
namun, rupture uterine juga bisa terjadi sekunder dari versi eksternal. Dan yang pula diartikan sebagai kelelahan pada otot uterus sehingga tidak mampu lagi
terakhir trauma bisa terjadi sekunder karena usaha pelepasan retensi plasenta manual berkontraksi, padahal kontraksi uterus diperlukan untuk konstriksi pembuluh darah
atau dengan instrument. Uterus harus selalu dikontrol dengan tangan pada abdomen besar yang terbuka akibat pelepasan plasenta.
pada prosedur tersebut. Secara fisiologis, dalam beberapa menit setelah kelahiran bayi, timbul
Laserasi servikal lebih sering dihubungkan dengan persalinan forcep, dan kontraksi uterus yang kuat dan pengurangan permukaan intrauterin yang mengarah
serviks sebaiknya diperiksa setelahnya. Kelahiran per vaginam yang dibantu (forcep pada pemisahan plasenta dari tempat implantasinya pada desidua maternal.
atau vakum) tidak boleh dilakukan bila serviks belum dilatasi penuh. Laserasi servikal Kehilangan darah 200-400 ml disebabkan terbukanya sinus-sinus plasenta. Pada
bisa terjadi spontan. Pada kasus-kasus ini, ibu seringkali tidak bisa menahan untuk keadaan normal, jumlah perdarahan dibatasi oleh kontraksi dari serabut miometrium

10
karena pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai sinus plasenta dikelilingi oleh Insisi miomektomi melalui endometrium
serabut otot polos tersebut dan akan terkompresi bila serabut otot berkontraksi Reseksi kornu dalam dari tuba bagian interstitial
sehingga suplai darah ke sinus menurun. Metroplasi
Pada keadaan tertentu, terdapat gangguan terhadap mekanisme tersebut yang 2. Trauma uterus koinsidental
mengarah pada terjadinya atonia uteri. Beberapa faktor predisposisi yang dapat Aborsi dengan alat: kuret
menyebabkan atonia uteri adalah : Trauma tajam atau tumpul: kecelakaan, pisau, peluru
A. Berasal dari kehamilan sebelumnya : Silent rupture pada kehamilan sebelumnya
1. paritas tinggi 3. Anomali kongenital
2. perdarahan pasca persalinan sebelumnya yang disebabkan oleh atonia uteri b. Kelainan sewaktu kehamilan
3. uterine fibroid 1. Sebelum persalinan
4. luka parut pada uterus Kontraksi spontan, persisten, intensif
5. anomali pada uterus Induksi persalinan : oksitosin, prostaglandin
6. diskrasia darah Instilasi intraamnion: salin atau prostaglandin
B. Berasal dari kehamilan sekarang : Perforasi oleh tekanan kateter inrtauterin
1. uterus terlalu teregang (overdistention) Trauma luar: tajam atau tumpul
2. kelainan persalinan Versi luar
3. tindakan anestetik Overdistensi uterus: hidraamnion, kehamilan kembar
4. kelainan plasenta 2. Sewaktu persalinan
5. infeksi uterus
Versi internal
6. pembedahan Caesar
Persalinan dengan forseps
7. laserasi traktus genitalia
Seorang wanita dengan paritas yang tinggi mempunyai resiko yang lebih Presentasi bokong
besar terhadap terjadinya atonia uteri karena adanya kelemahan serabut miometrium Tekanan uterin yang kuat sewaktu persalinan
sehingga tidak bisa berkontraksi dengan baik atau secara tidak langsung dikarenakan Manual plasenta yang sulit
peningkatan insidensi terjadinya faktor predisposisi lain seperti persalinan yang tidak 3. Kelainan didapat
normal dan plasenta previa sedangkan kelainan uterus ataupun luka parut pasca Plasenta inkreta atau pankreta
operasi uterus sebelumnya dapat menyebabkan distorsi anatomi sehingga Gestasional trophoblastic neoplasia
mengganggu kontraktilitas miometrium. Adenomiosis
Retroversi uterus
2. Ruptur uteri Ruptura uteri dibagi menjadi tiga berdasarkan tingkatannya :
Ruptura uteri adalah robeknya dinding rahim, pada saat kehamilan atau persalinan 1. Ruptura uteri tingkat satu/incomplete
dengan atau tanpa robeknya peritoneum. Ruptur uteri merupakan penyebab Fundus uteri rupture sampai menyentuh ostium uteri externa. Diagnosis
pendarahan pasca persalinan yang cukup jarang. Insidensinya berkisar 1 dalam 20.000 ditegakkan dengan pemeriksaan pervaginal dan adanya kesulitan untuk
persalinan. Kejadian ini dapat menyebabkan kematian anak mendekati 100% dan mempalpasi fundus uteri di dinding abdomen. Biasanya ditandai dengan:
kematian ibu sekitar 30%. Nyeri perut mendadak
Faktor-faktor yang mengakibatkan ruptura uteri dapat diklasifikasikan Tidak jelas ada tanda perdarahan intraabdominal
menjadi: Perdarahan pervaginam
a. Kelainan sebelum terjadi kehamilan Dapat terjadi syok
1. Operasi miometrium His bisa ada/tidak ada
Operasi seksio sesar atau histerotomi BJJ bisa +/-
Ruptur uteri sebelumnya Bagian janin tidak teraba langsung dibawah dinding perut

11
Urin bila bercampur darah Robekan jalan lahir adalah kerusakan jalan lahir yang dikarenakan persalinan
Pada eksplorasi rahim setelah janin lahir terdapat robekan dinding rahim Vulva Dan Vagina
tanpa ada robekan perimetrium. Robekan pada klitoris atau sekitarnya dapat menimbulkan perdarahan yang
2. Ruptura uteri tingkat dua/complete cukup banyak. Robekan perineum sering juga mengenai muskulus levator ani
Seluruh uterus mengalami rupture sampai ke vagina. hingga setiap robekan perineum harus dijahit dengan baik agar tidak
3. Ruptura uteri tingkat tiga menimbulkan kelemahan dasar panggul atau prolaps.
Seluruh uterus, cervix dan vagina sampai ke luar vulva. Kadang-kadang muskulus levator ani rusak dan menjadi lemah tanpa ter-
jadinya ruptur perinei, misalnya jika kepala terlalu lama meregang dasar panggul.
3. Retensio Plasenta Terjadi pula colpaporrhexis, yaitu robeknya vagina bagian atas sedemikian rupa
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir jam se- hingga serviks terpisah dari vagina.
sudah anak lahir. Etiologi dan gejala-gejala colpaporrhexis sama dengan ruptur uterus. Untuk
mencegah colpaporrhexis yang violent (akibat trauma), jika kita memasukkan tangan
ke dalam vagina, hendaknya kita selalu menahan fundus uteri dengan tangan lainnya.
Terapi yang terbaik ialah laparotomi.
Serviks Uteri
Robekan yang kecil-kecil selalu terjadi pada persalinan. Oleh karena itu, robe-
kan yang harus mendapat perhatian kita ialah robekan yang dalam, yang kadang-
kadang sampai ke forniks. Robekan biasanya terdapat di pinggir samping serviks
bahkan kadang-kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka
parametrium. Robekan yang sedemikian dapat membuka pembuluhpembuluh darah
yang besar dan menimbulkan perdarahan yang hebat.
Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan; ekstraksi
dengan forseps, ekstraksi pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi,
dan kranioklasi terutama jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap.
Robekan ini jika tidak dijahit, selain menimbulkan perdarahan juga dapat
menjadi penyebab servisitis, parametritis, dan mungkin juga terjadi pembesaran
Gambar cara melakukan pelepasan manual plasenta karsinoma serviks. Kadang-kadang menimbulkan perdarahan nifas yang lambat.
Perdarahan paskapersalinan pada uterus yang berkontraksi baik harus me-
Penyebab Retensio Plasenta maksa kita untuk memeriksa serviks uteri dengan pemeriksaan spekulum. Sebagai
1. Fungsional: profilaksis, sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk
a. His kurang kuat (penyebab terpenting). pemeriksaan spekulum.
b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya
(plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang 5. Inversio Uteri
sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut pla - Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi diluar saat
senta adhesiva. melahirkan plasenta. Inversio uteri jarang terjadi dengan angka insidensi 1 : 20.000
2. Patologi-anatomi : dari persalinan. Dapat terjadi spontan (misalkan pada yang persalinan cepat, akibat tali
a. Plasenta akreta. pusat yang pendek, atau adanya mioma pada fundus) dan iatrogenik (misalkan pada
b. Plasenta inkreta. penekanan daerah fundus yang berlebihan atau akibat penarikan tali pusat yang terlalu
c. Plasenta perkreta. kuat pada saat melahirkan plasenta).
Derajat Inversio uteri dibagi 3 yaitu:
4. Robekan Jalan Lahir I. Fundus menjadi turun

12
II. Turunnya fundus hingga melewati servik setelah anak lahir
III. Semua bagian uterus hingga servik mengalami inversi hingga bisa
memasuki vagina, bahkan dapat terlihat pada vulva.
Gejala yang didapat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah, sensasi Perdarahan segera Pucat Robekan jalan lahir
penuh daerah vagina dan perdarahan melalui vagina. Pada pasien bisa terjadi syok Darah segar mengalir Lemah
akibat perdarahan yang banyak. Pada pemeriksaan didapatkan penurunan dan lekukan segera setelah bayi Menggigil
pada daerah fundus bahkan dapat menjadi tidak teraba. Inspekulo pada derajat II dan lahir
III, dapat terlihat massa lunak berwarna merah. Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap
6. Sisa Plasenta Plasenta belum lahir Tali pusat putus Retensio plasenta
Kontraksi dan retraksi uterus mengakibatkan pelepasan dan pengeluaran dari setelah 30 menit akibat traksi
plasenta. Pelepasan dan pengeluaran komplit dari placenta mengakibatkan retraksi
Perdarahan segera berlebihan
berlanjut dan oklusi optimal pembuluh darah.
Uterus kontraksi baik Inversio uteri
Tertahannya suatu bagian dari plasenta lebih sering terjadi bila plasenta
akibat tarikan
membentuk suatu lobus aksesoris. Setelah persalinan dan terjadi perdarahan yang
Perdarahan
minimal. Plasenta sebaiknya diinspeksi untuk bukti adanya pembuluh darah fetus
lanjutan
berjalan di pinggir plasenta dan berhenti pada robekan di membrannya. Temuan
tersebut menunjukkan adanya lobus yang tertahan. Plasenta atau Uterus Tertinggalnya sebagian
sebagian selaput berkontraksi plasenta
7. Gangguan Pembekuan Darah (mengandung tetapi tinggi
Kelainan bisa sudah ada sebelumnya atau didapat. Trombositopenia bisa pembuluh darah) fundus tidak
dihubungkan dengan penyakit sebelumnya, seperti idiopathic thrombocytopenic tidak lengkap berkurang
purpura atau didapat sekunder pada sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver Perdarahan segera
enzymes, low platelet count), abruption plasenta, disseminated intravascular Uterus tidak teraba Syok Inversio uteri
coagulation (DIC) atau sepsis. Lumen vagina terisi neurogenik
Kelainan sistem pembekuan yang sudah ada sebelumnya seperti familial massa Pucat dan
hipofibrinogenemia, bisa terjadi, namun kelainan yang didapat lebih sering Tampak tali pusat limbung
bermasalah. DIC akibat abruption plasenta, HELLP syndrome, IUFD, emboli cairan (jika plasenta belum
amnion dan sepsis bisa terjadi. lahir)
Perdarahan segera
3.5 PEMERIKSAAN KLINIS Nyeri sedikit atau
Dari gejala dan tanda yang muncul pada penderita, dapat diambil diagnosis berat
kemungkinan yang paling mungkin terjadi seperti yang tercantum pada tabel Subinvolusi uterus Anemia Endometritis atau sisa
dibawah ini. Nyeri tekan perut Demam plasenta (terinfeksi atau
Gejala dan tanda Gejala dan tanda Diagnosis bawah tidak)
yang selalu ada yang kadang ada kemungkinan Perdarahan >24jam
Uterus tidak Syok Atonia uteri setelah persalinan.
berkontraksi dan Perdarahan sekunder,
lembek bervariasi (ringan
atau berat, terus
Perdarahan segera
menerus atau tidak

13
teratur) dan berbau Indikasi kontra Tidak boleh Preeklampsia, Nyeri kontraksi
(jika disertai infeksi) atau hati-hati memberi I.V. vitium kordis, Asma
secara cepat atau hipertensi
bolus

Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan tranfusi sesuai


Perdarahan segera Syok Ruptur uteri kebutuhan.
(Perdarahan Nyeri tekan Jika perdarahan terus berlangsung:
intraabdominal dan/ perut - Pastikan plasenta lahir lengkap;
atau vaginum) Denyut nadi ibu - Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian
Nyeri perut berat cepat permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh
darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut;
- Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan
3.6 TERAPI terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan
Penanganan perdarahan pasca persalinan memerlukan tindakan segera dan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya
spesifik menurut penyebabnya masing-masing. koagulopati.
Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan diatas telah
a. Atonia Uteri dilakukan, lakukan:
Pada atonia uteri uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. - Kompresi bimanual internal, atau
Teruskan pemijatan uterus. - Kompresi aorta abdominalis.
Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan. Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:
Jenis Uterotonika dan cara pemberian - Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika;
JENIS DAN - Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam
OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL jiwa setelah ligasi.
CARA
Dosis dan cara I.V. : Infus 20 unit I.M. atau I.V. Oral 600 mcg atau
b. Ruptur Uteri
pemberian dalam 1 liter (secara perlahan): rektal 400 mcg
Langkah-langkah yang harus diambil dalam menangani ruptura uteri:
awal larutan garam 0,2 mg
a. Atasi syok dengan segera, berikan infus cairan intravena, transfusi darah, dan
fisiologis dengan
oksigen. Paska operasi pasien diletakkan secara Fowler supaya infeksi terbatas
60 tetesan
pada pelvis dan diberi antibiotik dalam dosis yang tinggi.
permenit
b. Laparotomi.
I.M. : 10 unit
Tindakan histerektomi atau histerorafi bergantung pada bentuk, jenis dan luas
Dosis lanjutan I.V. : Infus 20 unit Ulangi 0,2 mg I.M. 400 mcg 2-4 jam
robekan
dalam 1 liter setelah 15 menit. setelah dosis awal
c. Reposisi manual dilakukan tanpa menggunakan tenaga yang kuat. Dalam proses
larutan garam Jika masih
reposisi uterus terdapat beberapa mekanisme yang digunakan, yaitu :
fisiologis dengan diperlukan, beri
40 tetesan I.M./I.V. setiap 2-4 1. Reposisi dengan pendorongan.
permenit jam Reposisi ini dilakukan dengan anastesi umum dan secara bertahap.
Dosis Tidak lebih dari 3 Total 1 mg atau 5 Total 1200 mcg atau Penekanan pertama kali dilakukan pada daerah korpus yang terakhir kali
maksimal liter larutan dengan dosis 3 dosis mengalami ruptur, sampai pada akhirnya menangani daerah fundus. Bagian
perhari oksitosin paling sulit adalah ketika melewati lingkaran retraksi diantara segmen atas

14
dan bawah uterus. Ketika uterus sudah kembali ke posisi normal, tangan Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit I.M. jika
tetap berada didalam rongga uterus sampai ergometri atau oksitosin mulai belum dilakukan pada penanganan aktif kala tiga.
bekerja dan menghasilkan kontraksi yang adekuat. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin
dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat
terkendali. Hindari penarikan tali pusat dan penekanan fundus yang
terlalu kuat karena dapat menyebabkan inversi uterus.
2. Reposisi dengan tekanan hidrostatik. Jika penarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk
Jika dorongan dengan tangan gagal, maka perlu dilakukan reposisi dengan mengeluarkan plasenta secara manual. Plasenta yang melekat
menggunakan metode OSullivans hydrostatik. Ujung dari pipa air dengan kuat mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk
dimasukkan kedalam fornix posterior dan asisten menutup daerah vulva melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat mengakibatkan
disekitar lengan operator. Ciran saline hangat dilairkan kedalamnya ( bilas perdarahan berat atau perforasi uterus, yang biasanya membutuhkan
sampai 10 liter) sampai tekanan cairan tersebut akan mengembalikan uterus tindakan histerektomi.
ke posisi semula. Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus
berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit
3. Reposisi dengan melalui rute abdominal atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
Jika metode lain gagal maka abdomen harus dibuka. Lingkaran konstriksi menunjukkan adanya koagulopati.
harus di insisi kemudian bagian belakang dari lingkaran itu dibagi kemudian Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau),
fundus ditarik ke atas dan bekas insisi dijahit kembali. berikan antibiotika untuk metritis.

c. Robekan serviks, vagina, dan perineum e. Sisa plasenta


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan Sewaktu suatu bagian dari plasenta, baik satu atau lebih lobus tertinggal
pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.
Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi
disebabkan robekan serviks atau vagina. manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang
Periksalah dengan seksama dan perbaiki robekan pada serviks atau digunakan plasenta yang tidak keluar.
vagina dan perineum. Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret
Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus besar.
berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan terus
atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit
menunjukkan adanya koagulopati. atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
menunjukkan adanya koagulopati.
d. Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-bagiannya dapat tetap berada dalam uterus setelah bayi f. Inversio uterus
lahir. Reposisi sebaiknya dilakukan segera. Dengan berjalannya waktu, lingkaran
Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi
Jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan darah.
plasenta tersebut. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (tetapi jangan
Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan lebih dari 100 mg) I.M. atau I.V. secara perlahan atau berikan
kateterisasi kandung kemih. morfin 0,1 mg/kgBB I.M. Jangan berikan oksitosin sampai inversi
telah direposisi.

15
Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah sederhana. Perdarahan banyak kadang-kadang diikuti dengan sindrom Sheehan, pada
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya kasus klasik ditandai adanya kegagalan laktasi, amenore, atrofi payudara, rontok
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan rambut pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipotiroid, dan insufisiensi korteks
adanya koagulopati. adrenal. Patogenesisnya tidak begitu diketahui karena kelainan endokrin seperti ini
Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal setelah mereposisi tidak terjadi pada kebanyakan wanita dengan perdarahan. Namun pada beberapa
uterus: kasus ditemukan beberapa tingkat nekrosis hipofisis anterior dengan gangguan sekresi
- ampisillin 2gr I.V. + metronidazol 500mg I.V. satu atau lebih hormon tropik.
- atau sefazolin 1gr I.V. + metronidazol 500mg I.V. Insidensi sindrom Sheehan diperkirakan 1 dalam 10000 persalinan
Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau), b. Syok irreversibel
berikan antibiotika untuk metritis. c. Sepsis akibat terjadi infeksi.
Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi vaginal. Hal ini d. Gagal ginjal akut
mungkin membutuhkan rujukan ke pusat pelayanan kesehatan
tersier. 3.7 PROGNOSIS
Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak meninggal
g. Gangguan pembekuan darah akibat perdarahannya, sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan histerektomi.
Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam.
Tranfusi darah segar, kontrol D.I.C dengan heparin.

h. Perdarahan pascasalin tertunda (sekunder)


Jika terjadi anemia berat (hemoglobin kurang dari 8 g/dl atau
hematokrit kurang dari 20%), siapkan transfusi dan berikan tablet
besi oral dan asam folat.
Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau),
berikan antibiotika untuk metritis.
Berikan oksitosin
Jika serviks masih berdilatasi, lakukan eksplorasi dengan tangan
untuk mengeluarkan bekuan-bekuan besar dan sisa plasenta.
Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan
teknik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak
keluar.
Jika serviks tidak berdilatasi, evakuasi uterus untuk mengeluarkan
sisa plasenta.
Pada kasus yang lebih jarang, jika perdarahan berlanjut, pikirkan
kemungkinan melakukan ligasi arteri uterina dan utero-ovarika atau
histerektomi.
Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret atau
histerektomi, jika memungkinkan, untuk menyingkirkan penyakit
trofoblas ganas.

3.6 KOMPLIKASI
a. Sindrom Sheehan

16
Algorithm for the management of postpartum hemorrhage

LAMPIRAN

Clinical Findings in Obstetric Hemorrhage

Blood Blood Pressure Symptoms and Degree of


Volume Loss (systolic) Signs Shock

Palpitations,
500-1000
Normal tachycardia, Compensated
(10-15%)
dizziness

Weakness,
1000-1500 Slight fall (80-
tachycardia, Mild
mL (15-25%) 100 mm Hg)
sweating

1500-2000 Moderate fall Restlessness, pallor,


Moderate
(25-35%) (70-80 mm Hg) oliguria

2000-3000 Marked fall Collapse, air


Severe
mL (35-50%) (50-70 mm Hg) hunger, anuria

Adapted from Int J Gynaecol Obstet 1997 May; 57(2): 219-26

17
18

Anda mungkin juga menyukai