Tugas Makalah Agama
Tugas Makalah Agama
) Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta gama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata
lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu
sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal
melalui penyebutan nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama
itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan
keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal
dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai
dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau
hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara
menghambakan diri, yaitu:
menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari tuhan.
Religion
Dalam pemikiran yang cukup sederhana ternyata untuk membuat sesuatu itu
menjadi agama hanya diperlukan dua komponen yaitu komponen kepercayaan
(faith) dan penyem-bahan (worship). Prinsip minimal pembentukan agama
tersebut menyisakan permasalahan yang cukup rumit yaitu mampukah agama
tersebut mewujudkan pribadi yang sejahtera, damai dan selamat terutama untuk
untuk kehidupan akhirat yang justru menjadi tujuan utama beragama. Sebab
tidak jarang kita menemukan sekte atau aliran yang hampir menjadi sebuah
agama, tetapi mereka justru menyesatkan dan mencelakakan pemeluknya.
Oleh sebab itu dalam pandangan saya agama yang dibentuk berdasarkan
prinsip mini-malis tersebut perlu diwaspadai, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Dr. Nurcholis Madjid Kepercayaan yang benar akan melahirkan
kedamaian, kesejahteraan dunia dan akhirat, sedangkan kepercayaan yang salah
akan menyesatkan hidup, merusak dan membahayakan bagi pertumbuhan
kebudayaan dan manusia serta anti terhadap keselamatan hidup.
Ad-Din
Secara bahasa, Ad-Din artinya taat, tunduk, dan berserah diri. Adapun secara
istilah berarti sesuatu yang dijadikan jalan oleh manusia dan diikuti (ditaati)
baik berupa keyakinan, aturan, ibadah dan yang semacamnya, benar ataupun
salah. Sebagaimana firman Allah:
Sesungguhnya din (yang diridhai) di sisi Allah, hanyalah Islam... (Ali Imran:
19)
Dinul Islam mencakup aqidah (keyakinan), ibadah, muamalah, dan akhlak
sebagaimana dalam hadits Jibril yang menyebutkan tentang rukun Islam, rukun
iman, dan ihsan. Maka dikatakan pada akhir hadits tersebut: Ini Jibril, datang
kepada kalian mengajari din kalian.
Salah paham
Al-Islam
Secara bahasa berarti berserah diri, pasrah, tunduk, dan merendah. Atau
diambil dari kata yang berarti berdamai. Secara istilah artinya berserah, patuh
kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dengan menaati-Nya, serta
berlepas diri dari perbuatan syirik dan dari para pelakunya.
Asy-Syariah
Dilihat dari asal bahasanya berarti jalan menuju tempat pengambilan air. Jadi
asy-syariah artinya jalan yang terang, jelas, dan lurus. Sebagaimana firman
Allah:
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama)
itu. Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui. (Al-Jatsiyah: 18)
yaitu di atas (jalan, sunnah, dan minhaj).
Dalam istilah diartikan sebagai agama, yaitu apa yang Allah jelaskan atau
syariatkan untuk hamba-hamba-Nya. Termasuk dalam pengertian ini yang
berkaitan dengan akidah (keyakinan) atau amal.
Sumber bacaan:
1. Al-Haqiqah Asy-Syariyyah, hal. 92 dan 110
2. Al-Aqidah wal Adyan, hal. 3
3. Mukadimah tahqiq kitab Asy-Syariah, 1/172
4. Al-Qamus Al-Muhith, hal. 946
5. Al-Mishbahul Munir, hal. 310
6. Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, hal. 46-47
ASAL USUL AGAMA
oleh Iones Rakhmat
Jika moralitas muncul dari suatu sumber, demikian jugalah agama. Dari
mana agama pada awalnya dilahirkan? Salah satu faktor penyebab
lahirnya agama pada awalnya adalah pertanyaan dari mana asal segala
yang ada yang bisa dilihat manusia dengan mata telanjang. Untuk
menjawab pertanyaan tentang asal-usul segala yang ada, termasuk
asal-usul dirinya, nenek moyang homo sapiens belum sanggup berpikir
saintifik.
Sebagai jawaban atas pertanyaan dari mana asal-usul semua yang ada,
nenek moyang kita menyusun mitologi-mitologi, bukan membangun
sains. Mitologi tertua yang disusun 70.000 tahun lalu menjawab:
manusia berasal dari kandungan ular python, dan karena itu mereka
menyembah ular ini dalam ritual keagamaan mereka.
Kemampuan bertanya dari mana asal-usul segala yang ada sudah
disediakan oleh sistem saraf dalam otak homo sapiens,
berupa kuriositas, yakni dorongan ingin tahu segalanya. Kemampuan
mencari sebab (cause) dari segala yang ada (effect), atau kemampuan
berpikir kausal, telah tertanam dalam otak kita. Kemampuan
menganalisis hubungan sebab-akibat (atau kausalitas) adalah fondasi
sains yang terpenting di zaman yang jauh kemudian. Nenek moyang
homo sapiens baru mampu mengonstruksi mitologi ketika mereka
menganalisis hubungan sebab-akibat.
Salah satu perkembangan dan mutasi genetik sel-sel saraf otak manusia
yang memunculkan spesies homo sapiens adalah terbangunnya
kesadaran diri, atauconsciousness. Kesadaran diri hanya ada dalam
hewan spesies homo sapiens, tak ada dalam jenis hewan mammalia
lain. Dari consciousness ini, muncullah pertanyaan-pertanyaan: Siapa
saya? Dari mana saya? Ke mana saya akan pergi? Apa tugas saya?
Mengapa saya hidup? Mengapa saya ada di sini?
Kesadaran diri yang muncul dalam diri homo sapiens adalah juga
sebuah faktor lain yang mendorong lahirnya agama, dari yang primitif
sampai yang sudah berkembang. Harus dicatat, consciousness yang
muncul ini, pada zaman nenek moyang homo sapiens, tak membuat
mereka memandang diri terpisah dari alam. Dalam agama-agama alam
tertua, tak ada pandangan bahwa manusia adalah makhluk tertinggi,
lebih superior dari makhluk lain atau dari alam. Nenek moyang homo
sapiens memahami diri mereka sebagai bagian tak terpisah dari alam,
bahkan tak terpisah dari dunia dewa-dewi. Nah, consciousness ini
membuat nenek moyang homo sapiens mengonstruksi agama yang di
dalamnya tempat manusia dalam jagat raya direnungi dan dibeberkan,
lewat mitologi.
Dalam zaman kuno, legitimasi ilahi tidak saja diberikan kepada sang
pemimpin, tapi juga kepada asal-usul komunitas dan tugas serta peran
mereka dalam dunia. Mengasal-usulkan sang pemimpin dan komunitas
dari dunia ilahi (sebagai anak Allah, titisan Dewa, bangsa pilihan, umat
yang kudus, dlsb) sangat membantu timbulnya dorongan survival. Jika
anda dipilih Presiden SBY sebagai satu-satunya wakil Indonesia untuk
suatu tugas internasional, status anda ini menimbulkan dorongan kuat
dalam diri anda untuk tampil unggul. Pada zaman kuno sekularisme
belum dikenal dan tidak dipraktekkan, sehingga surga, dewa-dewi,
Allah, manusia, dunia, berinteraksi, lewat mitologi. Dalam dunia yang
semacam ini, Allah atau Dewa menjadi manusia dan bahkan manusia
menjadi Allah atau Dewa.
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru
atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih
bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. ODea menuliskan enam fungsi agama
dan masyarakat yaitu:
1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
Ibadat.
3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5. Pemberi identitas diri.
6. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi intinya
hampir sama. Menurutnya fungsi agama dan masyarakat itu adalah
edukatif, penyelamat, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan
transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki
derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan
pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita
lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual
yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama
dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah
dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara
langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak
didik.Keluarga adalah wadah yang pertama dan utama dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam.
2. Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih
fokus,teratur dan terarah.
3. Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah
sekolah. Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana
masyarakat bisa memberikan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi
anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara baik.
B. SARAN
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca.
Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan
yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya
dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
2. Bismillahirrahmanirrahiim..
Assallamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Di dalam AlQuran dan Al Hadits, persoalan fitrah memperoleh perhatian
yang sangat besar,sebab kedua sumber tersebut memiliki perspektif
tersendiri,tentang manusia ketika keduanya mengatakan bahwa
manusia mempunyai fitrah.Pengertian fitrah itu sendiri berasal dari
perkataan Arab, yang bermaksud dan menunjukkan sifat,asal
kejadian,bakat,tabiat atas pemberian atau anugerah, yang diberikan
Allah Subhanahu wa Taala sebagai ketetapan kepada manusia.
Pada hakikatnya semua manusia dengan fitrahnya ,dilahirkan dalam
keadaan suci dan bersih, Murtadha Muthahhari Ulama dan Pemikir
Islam dalam karyanya Al Fitrah Menyatakan istilah fitrah (al fitrah)
digunakan untuk manusia, yang merupakan bawaan alami artinyaia
merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia (bawaan), dan
bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha (Mukhtasabah) sejak lahir.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :
Tidaklah seorang itu dilahirkan Melainkan ia telah berada diatas Fitrah,
Maka Ayah dan Ibunya yang menjadikan ia Yahudi ataupun Nasrani
ataupun Majusi. (HR. Bukhari).
Allah Subhanahu wa Taala memulai ciptaan-Nya dengan Kekuasaan-
Nya dengan sebaik-baiknya,dan membuatnya berdasarkan kehendak-
Nya dengan sebaik-baiknya.Kemudian Allah Subhanahu wa Taala
menjalankan mereka pada jalan Iradah-Nya,artinya Allah Subhanahu wa
Taala menjalankan dan menempatkan mereka dijalan untuk mereka
lalui. Dan menurunkan mereka ke dunia untuk menempuh Mahabah-
Nya, baik secara sadar atau tidak, mereka menempuh Mahabah Allah
Subhanahu wa Taala.
Allah Subhanahu wa Taala Berfirman :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Islam),
sesuai Fitrah ALLAH. (Tetaplah atas) Fitrah ALLAH yang menjadikan
(menciptakan) manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan ALLAH (itulah) Agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui (QS. Ar Rum : 30)
Makna ayat diatas mengandung arti, keadaan dengan fitrah itu manusia
diciptakan Allah Subhanahu wa Taala, dengan keadaan tertentu yang
didalamnya terdapat kekhususan-kekhususan, yang ditempatkan-Nya
dalam diri manusia saat ia diciptakan,dan keadaan itulah yang menjadi
fitrahnya.Dan manusia diciptakan Allah Subhanahu wa Taala,membawa
fitrah dalam kejadian beragama yang benar (hanif atau tauhid). Kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar.
Allah Subhanahu wa Taala,adalah Al Mukhtari (Yang menciptakan
tanpa contoh), Sedangkan manusia adalah Al Taqlid (Membuat
sesuatu dengan mengikuti contoh).Manusia hanyalah mengikuti,
bahkan disaat membuat sesuatu yang baru sekalipun,sebab
mengandung unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya,dan mengambil
contoh dari alam dan merancangnya sesuai dengan pola-pola yang ada
di alam semesta.
Murtadha Muthahhari lebih tegas menyatakan bahwa, di dalam Al
Maarif Al Islamiyah, Nahj Al Balaqhah,dan kitab-kitab lain disebutkan
secara jelas , bahwa Allah Subhanahu wa Taala, tidak pernah
mencotoh dalam penciptaan yang dilakukan-Nya,semua Ciptaan-Nya
tidak didahului oleh contoh sebelumnya, karena itu, fitrah yang dengan
itu Allah Subhanahu wa Taala, menciptakan manusia suatu karya yang
tidak memiliki contoh dan tidak meniru karya sebelumnya.
Sesungguhnya ayat-ayat Al Quran menerangkan, bahwa manusia
mempunyai fitrah, yakni fitrah keagamaan, dan agamanya adalah Islam,
Semenjak Nabi Adam Alaihi Salam hingga Nabi penutup Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam.Sementara itu ajaran-ajaran Nabi-Nabi pun
dibangun diatas landasan menghidupkan dan memupuk kesadaran
fitrah, dan apa yang disodorkan oleh para Nabi tersebut adalah fitrah
kemanusiaan itu pula.
Al Quran menegaskan bahwa, ajaran yang disampaikan Nabi Nuh Alaihi
Salam, adalah Agama,namanya adalah tauhid (Islam),ajaran yang
dibawah Nabi Ibrahim Alaihi Salam adalah tauhid (Islam),dan ajaran
yang yang disampaikan oleh Nabi Musa,Nabi Isa,dan seluruh Nabi
adalah Agama, dan semua adalah Tauhid (Islam).
Dengan mengetahui hakikat fitrah manusia, dan menyadari bahwa Allah
Subhanahu wa Taala Maha Pencipta paling baik dan Maha
Sempurna,maka akan mengantarkan kita mengenal diri sendiri, karena
Kunci pengenalan kepada Allah Subhanahu wa Taala, adalah ketika
kita mengenal diri sendiri. Imam Abu Hamid Al Ghazali
mengatakanbahwa setiap insan wajib mengenal Allah Subhanahu wa
Taala, yang merupakan fitrah manusia dalam usaha, mengenali dirinya
untuk menjadi Insan yang Bertaqwa.
Pada dasarnya manusia diciptakan, sebagai makhluk pencari
kebenaran.Hamba Allah Subhanahu wa Taala,yang telah mencapai
tingkatan Al Aarif Billah, yaitu ketika insan sudah mencapai tingkatan
mengenal Allah Subhanahu wa Taala , dan mengabdi dengan
ikhlas,apa yang dilakukan semata-mata karena Kecitaan dan Keridhaan
kepada Allah Subhanahu wa Taala.
Sebagaimana kita maklumi bersama, dalam diri manusia tersusun
bantuk lahir/Jasmani (Jasad),dan dalam bentuk rohani/bathin (qalbu
atau jiwa). Untuk lebih dekat kita memulai merenungi,dengan kejadian
manusia itu sendiri, ketika dari nutfah (sari pati tanah), kemudian
disimpan ditempat yang kokoh (rahim).
Allah Subhanahu wa Taala Berfirman :
Dan sungguh,KAMI (ALLAH) telah Menciptakan manusia dari sari pati
(berasal) dari tanah.Kemudian KAMI Menjadikan sari pati (nutfah), yang
disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim) (QS. Muminun : 12 &
13) )
Kemudian (nutfah) itu KAMI Jadikan sesuatu yang melekat,lalu sesuatu
yang melekat itu KAMI Jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu KAMI Jadikan tulang belulang,lalu tulang belulang itu KAMI bungkus
daging.Kemudian KAMI menjadikannya mahluk yang (Berbentuk) lain.
Maha Suci ALLAH Pencipta paling Baik.. (QS. Al Muminun : 14).
Dan (ingatlah) ketika Rabbmu mengeluarkan dari Sulbi (tulang
belakang) anak cucu Adam keturunan mereka, dan ALLAH mengambil
kesaksian terhadap roh mereka (seraya Berfirman), Bukankah AKU ini
Rabb kalian? mereka menjawab, Benar (Engkau Rabb kami), kami
menjadi saksi . ( Hal ini Kami lakukan) agar di Hari Kiamat kalian tidak
mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.(QS.
Al Araf :172)
Ayat diatas cukup jelas menerangkan bahwa, proses awal diciptakan
manusia,oleh Allah Subhanahu wa Taala,mulai dari nutfah kemudian
berbentuk, dan kemudian di lanjutkan dengan (QS Al Araf :127), ayat ini
menjelaskan setelah manusia terbentuk dan diberi roh , sebelum lahir ke
muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya, mereka Menyaksikan dan
Mengenal Allah Subhanahu wa Taala dengan baik, kemudian hal itu
mereka bawa terus hingga lahir ke dunia, dan sampai akhirnya kelak di
hari kiamat.
Sahabat-saudaraku fillah yang di Rahmati Allah Subhanahu wa
Taala,demikian semoga manfaat buat kita semua,sebagai Renungan.
Yang benar haq semua datang-Nya dari Allah Subhanahu wa
Taala,yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan Akhirul qalam
Wa tawasau bi al-haq Watawa saubil shabr .Semoga Allah Subhanahu
wa taala . senantiasa menunjukkan kita pada sesuatu yang di Ridhai
dan di Cintai-Nya..
Aamiin Allahum Aamiin.Walhamdulillah Rabbilalamin
1. A K I D A H
3. A K H L A K
Petunjuk Penulisan
Profil UII
Tim Redaksi
ang.
Menjadi Manusia yang Sempurna
Menjadi manusia yang sempurna dan paripurna tidak semerta-merta karena
pernyataan atas keislamannya atau keimanannya, melainkan melalui proses
yang cukup panjang. Pertama, mulai dari ia menyatakan keislamannya diawali
dengan ucapan kalimat syahadatain (telah membaca dua kalimat syahadat) yang
diteguhkan dengan hati dan dipraktekkan dengan tingkah laku. Kedua,
mendirikan shalat. Shalat inilah yang menjadi penegas keislaman seseorang
dalam beragama, sampai-sampai Nabi s.a.w bersabda, Shalat adalah tiang
agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan agama, dan
barang siapa meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama (HR. Baihaqi).
Ketiga, membayar zakat. Zakat adalah salah satu ajaran agama yang
menekankan pada aspek sosial. Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan
(ibadah) zakat dilihat dari aspek sosial secara umum bisa dilihat bahwa
seseorang yang berhasil dalam melaksanakan ibadah puasa setelah memasuki
bulan syawal dia menjadi seorang yang berjiwa sosial tinggi peduli dengan
lingkungan sekitarnya. Keempat, berpuasa di bulan Ramadhan. Ibadah puasa
merupakan ibadah untuk mendidik umat Islam memiliki sifat amanah, sebab
ibadah puasa merupakan salah satu ibadah yang tidak bisa dilihat oleh orang
lain tetapi hanya bisa diketahui oleh diri orang yang melaksanakan puasa dan
Allah SWT. Berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya yang dapat dilihat dan
diketahui oleh orang lain seperti kita dapat melihat orang yang melaksanakan
shalat, membayar zakat, atau yang melaksanakan ibadah haji. Dengan puasa
diharapkan umat Islam menjadi pribadi-pribadi yang bisa memegang amanah
dalam segala hal. Kelima, berhaji kebaitullah bagi yang mampu. Ibadah haji
pada hakikatnya adalah perjalanan menghampiri Allah SWT dengan
mendatangi rumah-Nya. Sebagai perjalanan mendekati Allah SWT, haji harus
dilakukan secara tulus, terlepas dari motif-motif yang bersifat duniawi, seperti
mencari pangkat, status sosial, atau berbangga diri.
Proses menjadi manusia yang sempurna tidak berhenti sampai di sini, tahap
selanjutnya adalah pernyataan iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan Hari Akhir serta beriman pada apa yang
telah ditetapkan, baik dan buruk.
Keimanan bukanlah amal yang tampak melainkan amalan hati yang
tersembunyi, hanya dia dan Allah yang mengetahui keberimanan seseorang.
Disinilah Allah membedakan antara iman (percaya) dan Islam (ketundukan),
begitu pula hadits Nabi s.a.w. (misalnya), Allah berfirman, Orang Arab itu
mengatakan, kami beriman. katakanlah kalian tidak beriman, tetapi
katakanlah, kami tunduk (aslamn). (QS al-Hujurat [49]: 14). Ayat ini turun
berkenan dengan kaum munafiq. Memang mereka melaksanakan shalat, puasa,
dan zakat, serta ibadah lainnya, tetapi mereka mengingkari semua itu. Tatkala
mereka mengaku beriman, Allah menyatakan bahwa pengakuan mereka bohong
karena hati mereka mengingkarinya.
Ihsan merupakan aspek ketiga dari agama, dikenal sebagai aspek ruhani, karena
dimaksudkan untuk menyedarkan manusia tatkala ia hendak mempertautkan
aspek pertama (Islam) dan aspek kedua (iman), serta memperingatkan bahwa
Allah selalu hadir dan mengawasinya. Ia harus mempertimbangkan hal ini
ketika berpikir dan bertindak, sebagaimana dalam firman Allah, Dia bersama
kamu di mana kamu berada (QS al-Hadd [57]: 4). Ayat ini dipertegas dengan
pengertian ihsan dalam sabda Nabi yang diriwayatkan Muslim. Apabila ia tidak
dapat melihat Allah -karena tak seorang pun dapat melihat-Nya di kehidupan
ini- maka ia harus terus menjaga kesadaran dalam hatinya bahwa Allah ada dan
mengawasinya. Ia harus sadar bahwa Allah mengetahui setiap saat dan hingga
hal terkecil dari ibadah dan keyakinannya. Dengan itu ia akan mencapai
keadaan sempurna atau dalam al-Quran disebut dengan sebaik-baiknya bentuk
(Q.S at-Tn [95]: 4-6)
Penutup
Ringkasnya, Islam menggambarkan prilaku seorang muslim, iman berkaitan
dengan kepercayaan dan akidahnya, dan ihsan mengacu pada keadaan hati yang
menentukan apakah keislaman dan keimanan seseorang itu akan membuahkan
hasil dikehidupan ini dan kehidupan akhirat atau tidak. Inilah yang dimaksud
hadits riwayat Bukhari; Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal
daging, apabila ia baik, baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak, rusaklah
seluru tubuhnya. Itulah hati. (H.R Bukhari)
Ada beberapa bagian cerminan dari keislaman, keimanan dan keihsanan
seseorang seperti takwa, warak, zuhud (tidak hedonis), khusyuk (keadaan hati
yang tenang), sabar, sidik, tawakal, adab (budi mulya), tobat (kembali ke jakan
yang benar), inbah (kembali berpaling pada Allah), hilmi (lembut), rahmah
(kasih sayang), dermawan, tawaduk (rendah hati) dan lain-lain. Semua itu
merupakan sifat Nabi s.a.w sebagaimana yang dikatakan dalam hadits dari
Aisyah r.a bahwa Akhlaknya adalah al-Quran (H.R Bukhari dan Muslim).
Nabi s.a.w pada gilirannya, menanamkan semua sifat ini kepada para
sahabatnya dan akhirnya sampailah pada kita, sehingga mereka menjadi teladan
yang menampilkan citra bagaimana seharusnya umat manusia berada dalam
harmoni yang sempurna dengan sang Khalik (Allah) dan makhluk-Nya
(sesamanya).Ashlih nafsaka wadu ghairaka! Allah-u Alam bi al- Shawab.
Masa Awal
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang
terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571
masehi).
Ia dilahirkan ditengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan
suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala.
Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia
masih berada di dalam kandungan.