Anda di halaman 1dari 27

1.

) Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta gama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata
lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu
sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal
melalui penyebutan nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama
itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan
keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal
dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai
dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau
hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.

Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara
menghambakan diri, yaitu:
menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari tuhan.

Religion

Pada terminologi lain ditemukan kata-kata Religion untuk menggambarkan


hal yang sama dengan agama. Dalam An English Readers Dictionary terdapat
tiga kemungkinan kata yang berkait dengan Religion, yaitu Religi, Religion dan
Religious atau Releigiusitas. Pertama; Religi dalam tinjauan antropologi sering
dikaitkan dengan ritual (upacara agama/ ibadah) untuk menundukkan kekuatan
gaib terutama pada masyarakat primitif. Perwujudan dari konsep Religi tersebut
adalah ritus dan peribadatan dalam agama, pengusiran dan penundukkan
kekuatan gaib berupa praktek mistik dan magic dan masih banyak lagi baik
dalam tataran tingkat modern maupun tingkat tradisional. Artinya sesekali pada
masyarakat modern masih dijumpai ritus-ritus tertentu dan untuk kepentingan
tertentu misalnya ritus yang didasarkan pada ramalan perbintangan (astrologi-
horoscope).

Kedua; Religion digambarkan sebagai sebuah konsep atau aturan yang


mendasari pri-laku Religi atau ritus-ritus tersebut. Dengan demikian Religi atau
ritus dalam agama tertentu tidak akan mungkin ada jika konsep atau aturan
agamanya tidak ada. Dalam An English Readers Dictionary karangan A.S.
Homby dan E.C Pamwell, disebutkan bahwa Religion is a system of faith and
worship based on such belief (sistem kepercayaan dan penyembahan yang
dibangun berdasarkan keyakinan tertentu). Maka Religion dalam pandangan
seperti ini hanya memuat dua unsur yaitu :

a. Faith (kepercayaan artinya adanya persepsi yang sadar tentang eksistensi


kekuatan diluar manusia yang memperngaruhi kelangsungan hidup mereka).

b. Worship (peribadatan/penyembahan perlu adanya perwujudan ritus yang


kongkrit sebagai penghambaan dan ketertundukkan manusia terhadap kekuatan
tersebut, misalnya dalam bentuk sesaji, kurban dll.).

Dalam pemikiran yang cukup sederhana ternyata untuk membuat sesuatu itu
menjadi agama hanya diperlukan dua komponen yaitu komponen kepercayaan
(faith) dan penyem-bahan (worship). Prinsip minimal pembentukan agama
tersebut menyisakan permasalahan yang cukup rumit yaitu mampukah agama
tersebut mewujudkan pribadi yang sejahtera, damai dan selamat terutama untuk
untuk kehidupan akhirat yang justru menjadi tujuan utama beragama. Sebab
tidak jarang kita menemukan sekte atau aliran yang hampir menjadi sebuah
agama, tetapi mereka justru menyesatkan dan mencelakakan pemeluknya.

Oleh sebab itu dalam pandangan saya agama yang dibentuk berdasarkan
prinsip mini-malis tersebut perlu diwaspadai, sebagaimana yang diungkapkan
oleh Dr. Nurcholis Madjid Kepercayaan yang benar akan melahirkan
kedamaian, kesejahteraan dunia dan akhirat, sedangkan kepercayaan yang salah
akan menyesatkan hidup, merusak dan membahayakan bagi pertumbuhan
kebudayaan dan manusia serta anti terhadap keselamatan hidup.

Ketiga; Religious (Religiousitas) adalah sebuah sikap yang Nampak dalam


prilaku sese-orang yang terinternalisasi oleh nilai-nilai atau ajaran-ajaran
agama. Sikap tersebut menjadi parameter terhadap asumsi seberapa tinggi
tingkat penghayatan dan peng-amalan mereka terhadap nilai atau ajaran agama
tersebut. Semakin sejahtera, damai dan tentram, maka menunjukkan semakin
tinggi pula penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama demikian
juga semakin keras, kasar, tidak adanya toleransi dan jaminan keselamatan dan
kesejahteraan, maka semakin gersang dan tidak nampak prilaku keagamaan
dalam hidup mereka, boleh jadi sampai pada satu asumsi bahwa agama tidak
dibutuhkan oleh mereka.

Ad-Din

Secara bahasa, Ad-Din artinya taat, tunduk, dan berserah diri. Adapun secara
istilah berarti sesuatu yang dijadikan jalan oleh manusia dan diikuti (ditaati)
baik berupa keyakinan, aturan, ibadah dan yang semacamnya, benar ataupun
salah. Sebagaimana firman Allah:

Untukmulah agama (terjemahan din, red)-mu dan untukkulah agama-ku. (Al-


Kafirun: 6)
Ad-Din yang benar adalah Islam, sebagaimana firman Allah:

Sesungguhnya din (yang diridhai) di sisi Allah, hanyalah Islam... (Ali Imran:
19)
Dinul Islam mencakup aqidah (keyakinan), ibadah, muamalah, dan akhlak
sebagaimana dalam hadits Jibril yang menyebutkan tentang rukun Islam, rukun
iman, dan ihsan. Maka dikatakan pada akhir hadits tersebut: Ini Jibril, datang
kepada kalian mengajari din kalian.

Salah paham

Sebagian orang memahami kata Ad-Din hanya berkutat pada hukum-hukum


yang berkaitan dengan muamalah dan ibadah. Sehingga mereka memilah-
milah bahwa perkara ini adalah perkara din, adapun perkara itu adalah perkara
akhlak dan seterusnya. Pemahaman semacam ini salah. Yang benar adalah
sebagaimana telah diterangkan di atas.

Al-Islam

Secara bahasa berarti berserah diri, pasrah, tunduk, dan merendah. Atau
diambil dari kata yang berarti berdamai. Secara istilah artinya berserah, patuh
kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk dengan menaati-Nya, serta
berlepas diri dari perbuatan syirik dan dari para pelakunya.

Asy-Syariah

Dilihat dari asal bahasanya berarti jalan menuju tempat pengambilan air. Jadi
asy-syariah artinya jalan yang terang, jelas, dan lurus. Sebagaimana firman
Allah:

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama)
itu. Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui. (Al-Jatsiyah: 18)
yaitu di atas (jalan, sunnah, dan minhaj).

Dalam istilah diartikan sebagai agama, yaitu apa yang Allah jelaskan atau
syariatkan untuk hamba-hamba-Nya. Termasuk dalam pengertian ini yang
berkaitan dengan akidah (keyakinan) atau amal.

Terkadang orang menyebut kata Asy-Syariah untuk hal-hal yang berkaitan


dengan fiqih seperti ibadah dan muamalah. Terkadang juga menyebutnya
untuk hal yang berkaitan dengan aqidah saja. Namun bila dipahami atau
dibatasi bahwa Asy-Syariah hanya terbatas pada fiqih saja atau aqidah saja,
tentu hal ini salah. Wallahu alam.

(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc. )

Sumber bacaan:
1. Al-Haqiqah Asy-Syariyyah, hal. 92 dan 110
2. Al-Aqidah wal Adyan, hal. 3
3. Mukadimah tahqiq kitab Asy-Syariah, 1/172
4. Al-Qamus Al-Muhith, hal. 946
5. Al-Mishbahul Munir, hal. 310
6. Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, hal. 46-47
ASAL USUL AGAMA
oleh Iones Rakhmat

Agama adalah salah satu pranata primordial yang bisa membangun


solidaritas demi survival (ketahanan hidup) manusia, dulu sekali, ketika
baru muncul.

Sejauh ada bukti arkeologisnya, agama tertua muncul 70.000 tahun


yang lalu di Afrika Selatan./1/ Dus, dibandingkan umur Bumi 4,5 milyar
tahun, dan umur spesies homo sapiens 300.000 tahun,/2/ agama adalah
suatu fenomenon yang masih sangat muda belia. Hal ini berarti bahwa
selama 230.000 tahun homo sapiens hidup tanpa menganut agama
apapun.Karena setiap masyarakat pasti memerlukan seperangkat aturan
moral untuk mengelola kehidupannya, kita jadi bertanya, dari manakah
nenek moyang kita selama 230.000 tahun memperoleh moralitas,
sementara agama belum dilahirkan? Ihwal tentang apa yang
sesungguhnya menjadi sumber moralitas, telah penulis beberkan dalam
sebuah tulisan lain./3/

Jika moralitas muncul dari suatu sumber, demikian jugalah agama. Dari
mana agama pada awalnya dilahirkan? Salah satu faktor penyebab
lahirnya agama pada awalnya adalah pertanyaan dari mana asal segala
yang ada yang bisa dilihat manusia dengan mata telanjang. Untuk
menjawab pertanyaan tentang asal-usul segala yang ada, termasuk
asal-usul dirinya, nenek moyang homo sapiens belum sanggup berpikir
saintifik.

Sebagai jawaban atas pertanyaan dari mana asal-usul semua yang ada,
nenek moyang kita menyusun mitologi-mitologi, bukan membangun
sains. Mitologi tertua yang disusun 70.000 tahun lalu menjawab:
manusia berasal dari kandungan ular python, dan karena itu mereka
menyembah ular ini dalam ritual keagamaan mereka.
Kemampuan bertanya dari mana asal-usul segala yang ada sudah
disediakan oleh sistem saraf dalam otak homo sapiens,
berupa kuriositas, yakni dorongan ingin tahu segalanya. Kemampuan
mencari sebab (cause) dari segala yang ada (effect), atau kemampuan
berpikir kausal, telah tertanam dalam otak kita. Kemampuan
menganalisis hubungan sebab-akibat (atau kausalitas) adalah fondasi
sains yang terpenting di zaman yang jauh kemudian. Nenek moyang
homo sapiens baru mampu mengonstruksi mitologi ketika mereka
menganalisis hubungan sebab-akibat.

Pertanyaan-pertanyaan tentang kausalitas muncul dalam pikiran nenek


moyang homo sapiens karena kebutuhan survival. Ketika fakta didapati
anak sakit lalu mati tak tertolong, atau tetumbuhan didapati tak
memberi hasil, fakta ini memacu timbulnya lebih kuat lagi dorongan
survival. Dorongan untuk survival ditanam oleh gene homo sapiens
dalam sel-sel saraf organ otak. Dorongan untuk survive ini membuat
nenek moyang kita secara naluriah mencari hubungan sebab-akibat
dalam semua fenomena alam dan dalam kehidupan mereka. Sekali lagi,
pada awal kehidupan homo sapiens, berpikir analitis kausal tidak
melahirkan sains tapi mitologi. Nenek moyang kita bertanya, Mengapa
turun hujan, Mengapa guntur menggelegar, Mengapa Matahari
mendadak gelap, Mengapa anak sakit lalu mati, Mengapa tumbuh-
tumbuhan tak mengeluarkan buah, Mengapa ada siang dan mengapa
ada malam, Mengapa kalah dalam perang, dst. Semua pertanyaan ini
dijawab lewat mitologi, dengan semua fenomena alam dan benda-benda
hebat dalam kosmos dipersonifikasi dan dideifikasi. Maka jadilah guntur
yang menggelegar, misalnya, dipersonifikasi dalam diri Thor, sang Dewa
perkasa yang memegang sebuah martil besar yang dahsyat, yang bisa
mengeluarkan halilintar.

Kuriositas atau dorongan ingin tahu segalanya yang diungkap dalam


pertanyaan Mengapa, membuat homo sapiens berpikir analitis kausal.
Kuriositas adalah juga salah satu faktor penting yang di zaman yang
jauh kemudian melahirkan cara berpikir saintifik. Namun dalam zaman
nenek moyang homo sapiens, kuriositas hanya bisa menghasilkan
mitologi, bukan sains. Agama tertua yang lahir di Afrika Selatan 70.000
tahun lalu adalah mitologi, demikian juga agama-agama lain yang
tersusun seterusnya, sampai sains modern muncul menantang semua
mitologi ini dan menggantikannya dengan penjelasan-penjelasan
saintifik.
Selain karena didorong oleh pertanyaan tentang dari mana asal segala
yang ada, dan oleh kebutuhan survival, agama lahir juga karena
pertanyaan lain. Pertanyaan berikutnya tak lagi etiologis (yakni
pertanyaan tentang asal-usul), tapi teleologis: Ke mana segalanya akan
berakhir? Apa tujuan semua yang ada? Sejalan dengan musim-musim
yang bersiklus silih berganti, pertanyaan teleologis juga dijawab dalam
kerangka siklus alam. Memandang waktu bergerak secara linier, ada titik
awal dan ada titik akhir, bukan siklikal, baru muncul jauh belakangan.

Ketika nenek moyang kita mendapati semua anggota komunitas mereka


yang mati akhirnya menyatu dengan tanah, mereka menemukan
teleologi. Tubuh manusia yang mereka lihat menjadi tanah di akhirnya,
membuat mereka juga menemukan asal-usul manusia, etiologi tentang
manusia, diri mereka sendiri. Kalau di ujungnya setiap manusia dilihat
menjadi tanah, maka, dalam cara berpikir siklikal, asal-usul manusia
pastilah tanah juga. Kisah Taman Eden dalam kitab suci Yahudi-Kristen,
kisah yang ditulis pada abad 10 SM, adalah etiologi yang ditulis
berdasarkan teleologi.

Salah satu perkembangan dan mutasi genetik sel-sel saraf otak manusia
yang memunculkan spesies homo sapiens adalah terbangunnya
kesadaran diri, atauconsciousness. Kesadaran diri hanya ada dalam
hewan spesies homo sapiens, tak ada dalam jenis hewan mammalia
lain. Dari consciousness ini, muncullah pertanyaan-pertanyaan: Siapa
saya? Dari mana saya? Ke mana saya akan pergi? Apa tugas saya?
Mengapa saya hidup? Mengapa saya ada di sini?

Kesadaran diri yang muncul dalam diri homo sapiens adalah juga
sebuah faktor lain yang mendorong lahirnya agama, dari yang primitif
sampai yang sudah berkembang. Harus dicatat, consciousness yang
muncul ini, pada zaman nenek moyang homo sapiens, tak membuat
mereka memandang diri terpisah dari alam. Dalam agama-agama alam
tertua, tak ada pandangan bahwa manusia adalah makhluk tertinggi,
lebih superior dari makhluk lain atau dari alam. Nenek moyang homo
sapiens memahami diri mereka sebagai bagian tak terpisah dari alam,
bahkan tak terpisah dari dunia dewa-dewi. Nah, consciousness ini
membuat nenek moyang homo sapiens mengonstruksi agama yang di
dalamnya tempat manusia dalam jagat raya direnungi dan dibeberkan,
lewat mitologi.

Apakah anda tahu filosofi Jawa sangkan paraning dumadi?


Kita tahu, pertanyaan-pertanyaan tentang identitas diri, yang muncul
dari kesadaran diri, jika tak dijawab, sangat meresahkan siapapun dari
antara kita. Nah, salah satu tujuan agama dibangun pada awalnya
adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang identitas dan
status diri manusia sendiri serta tempatnya dalam jagat raya. Ketika
pertanyaan-pertanyaan ini terjawab lewat mitologi, lewat agama, rasa
resah pun sirna. Dalam setiap agama pasti ada antropologi dan psikologi
kuno, yang menjadi bagian dari worldview agama ini.

Bersamaan dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan


dengan jati diri manusia sendiri, muncul juga pertanyaan-pertanyaan
serupa tentang setiap benda dan fenomena lain dalam alam ini. Benda
dalam alam yang paling kuat menimbulkan pertanyaan dalam diri homo
sapiens di zaman kuno adalah bintang Matahari kita. Benda apakah
Matahari ini? Mengapa benda ini begitu dahsyat dan penuh kuasa?
Mengapa benda ini menjadi raja dalam alam raya? Maka tidaklah heran,
jika pemujaan Matahari menjadi salah satu unsur terkuat dalam agama-
agama, sejak zaman kuno. Bahkan kekristenan yang muncul jauh
kemudian, mengenakan gelar Sol Invictus, sang Matahari tak
terkalahkan, kepada Yesus Kristus, junjungan mereka, gelar yang
diambilalih dari paganisme Romawi. Semua benda di angkasa, bagi
nenek moyang kita, bukan hanya benda, tetapi makhuk-makhluk hidup,
dewa dan dewi, allah-allah dan tuhan-tuhan, yang mereka sembah.

Tapi, jangan sampai lupa, pada awalnya agama-agama muncul juga


karena kebutuhan politik komunitas. Sang pemimpin komunitas, yang
dipilih karena kharismanya, dan karena keunggulannya
dalam leadership, dalam pertarungan dan dalam perang, perlu diberi
legitimasi ilahi. Dalam zaman kuno, legitimasi ilahi kepada sang
pemimpin diungkap dalam kisah-kisah suci tentang asal-usul dirinya,
kehebatannya, jalan kehidupannya dan akhir kehidupannya.

Dalam zaman kuno, legitimasi ilahi tidak saja diberikan kepada sang
pemimpin, tapi juga kepada asal-usul komunitas dan tugas serta peran
mereka dalam dunia. Mengasal-usulkan sang pemimpin dan komunitas
dari dunia ilahi (sebagai anak Allah, titisan Dewa, bangsa pilihan, umat
yang kudus, dlsb) sangat membantu timbulnya dorongan survival. Jika
anda dipilih Presiden SBY sebagai satu-satunya wakil Indonesia untuk
suatu tugas internasional, status anda ini menimbulkan dorongan kuat
dalam diri anda untuk tampil unggul. Pada zaman kuno sekularisme
belum dikenal dan tidak dipraktekkan, sehingga surga, dewa-dewi,
Allah, manusia, dunia, berinteraksi, lewat mitologi. Dalam dunia yang
semacam ini, Allah atau Dewa menjadi manusia dan bahkan manusia
menjadi Allah atau Dewa.

Dalam sejarah perkembangan pemikiran keagamaan, dewa-dewi atau


tuhan-tuhan yang semula, dalam kurun yang sangat panjang, banyak
jumlahnya (politeisme), akhirnya dengan sadar disusutkan sehingga
hanya tinggal satu Dewa atau satu Tuhan yang dipandang maha esa
dan maha kuasa. Ada banyak faktor yang berperan dalam kelahiran
monoteisme. Kebutuhan untuk mengunggulkan sang Dewa suatu suku
bangsa di atas semua dewa lain dari suku-suku bangsa lain yang ada di
sekitar membuat, mula-mula, dewa-dewa suku-suku bangsa lain
disubordinasikan di bawah sang Dewa dari suku yang mengklaim (atau
menganggap) diri paling unggul, lalu, kemudian, dewa-dewi lain ini
bukan hanya disubordinasikan tetapi dihilangkan sama sekali. Jelas,
dalam hal ini monoteisme lahir karena kebutuhan politik: sang Dewa
dari suku bangsa yang terunggul (atau yang menganggap diri
terunggul) haruslah satu-satunya sang Dewa penguasa jagat raya. Jika
di Bumi suatu bangsa unggul (atau menganggap diri unggul), maka di
langit Dewa bangsa ini harus juga unggul!Selain itu, monoteisme juga
lahir dari pertarungan politik domestik antar-para pemimpin suatu suku
bangsa yang diakhiri dengan kemenangan sang pemimpin terkuat. Sang
pemimpin terkuat yang tampil sebagai pemenang ini lalu menegakkan
monoteisme untuk dua kebutuhan: pertama, untuk mempersatukan
bangsanya, yang semula menyembah banyak dewa, di bawah payung
hanya satu Dewa, yaitu sang Dewa yang disembah sang pemimpin
pemenang, yang dipandang sebagai Dewa terunggul; kedua, memberi
legitimasi ilahi pada sang pemimpin pemenang sebagai utusan atau
wakil eksklusif satu-satunya dari satu-satunya Dewa yang kini disembah
seluruh bangsanya, tentu lewat tindakan represif militeristik. Monarkhi
dan monoteisme semula berjalan beriringan. Lewat monoteisme,
monarkhi dilanggengkan, dan lewat monarkhi, monoteisme juga
dilanggengkan.

Itulah sketsa yang jauh dari lengkap mengapa manusia mengonstruksi


agama, sejak zaman kuno hingga zaman yang lebih kemudian. Semula,
tujuan agama disusun oleh nenek moyang kita adalah untuk survival
komunitas. Tapi di zaman modern ini, agama tampil dalam wajah yang
lain, yakni sebagai faktor pemecah belah umat manusia dan pemicu
kekerasan dan perang.
III. Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan
secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian.
Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga
masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam
masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-
petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam,
guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah,
renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang
ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan
dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu yang
sakral dan makhluk teringgi atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya.
Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa
yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah
dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c. Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :

Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik


bagi kehidupan moral warga masyarakat.
Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang
dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system
hokum Negara modern.

d. Fungsi memupuk Persaudaraan.


Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-
manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.

Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti


liberalism, komunisme, dan sosialisme.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-
bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO,
ASEAN dll.
Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi
karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian
dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu
intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai
bersama

e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru
atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih
bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. ODea menuliskan enam fungsi agama
dan masyarakat yaitu:
1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
Ibadat.
3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5. Pemberi identitas diri.
6. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi intinya
hampir sama. Menurutnya fungsi agama dan masyarakat itu adalah
edukatif, penyelamat, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan
transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki
derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan
pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita
lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual
yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama
dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah
dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara
langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak
didik.Keluarga adalah wadah yang pertama dan utama dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam.
2. Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih
fokus,teratur dan terarah.
3. Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah
sekolah. Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana
masyarakat bisa memberikan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi
anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara baik.

B. SARAN
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca.
Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan
yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya
dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
2. Bismillahirrahmanirrahiim..
Assallamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Di dalam AlQuran dan Al Hadits, persoalan fitrah memperoleh perhatian
yang sangat besar,sebab kedua sumber tersebut memiliki perspektif
tersendiri,tentang manusia ketika keduanya mengatakan bahwa
manusia mempunyai fitrah.Pengertian fitrah itu sendiri berasal dari
perkataan Arab, yang bermaksud dan menunjukkan sifat,asal
kejadian,bakat,tabiat atas pemberian atau anugerah, yang diberikan
Allah Subhanahu wa Taala sebagai ketetapan kepada manusia.
Pada hakikatnya semua manusia dengan fitrahnya ,dilahirkan dalam
keadaan suci dan bersih, Murtadha Muthahhari Ulama dan Pemikir
Islam dalam karyanya Al Fitrah Menyatakan istilah fitrah (al fitrah)
digunakan untuk manusia, yang merupakan bawaan alami artinyaia
merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia (bawaan), dan
bukan sesuatu yang diperoleh melalui usaha (Mukhtasabah) sejak lahir.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :
Tidaklah seorang itu dilahirkan Melainkan ia telah berada diatas Fitrah,
Maka Ayah dan Ibunya yang menjadikan ia Yahudi ataupun Nasrani
ataupun Majusi. (HR. Bukhari).
Allah Subhanahu wa Taala memulai ciptaan-Nya dengan Kekuasaan-
Nya dengan sebaik-baiknya,dan membuatnya berdasarkan kehendak-
Nya dengan sebaik-baiknya.Kemudian Allah Subhanahu wa Taala
menjalankan mereka pada jalan Iradah-Nya,artinya Allah Subhanahu wa
Taala menjalankan dan menempatkan mereka dijalan untuk mereka
lalui. Dan menurunkan mereka ke dunia untuk menempuh Mahabah-
Nya, baik secara sadar atau tidak, mereka menempuh Mahabah Allah
Subhanahu wa Taala.
Allah Subhanahu wa Taala Berfirman :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Islam),
sesuai Fitrah ALLAH. (Tetaplah atas) Fitrah ALLAH yang menjadikan
(menciptakan) manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan ALLAH (itulah) Agama yang lurus,tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui (QS. Ar Rum : 30)
Makna ayat diatas mengandung arti, keadaan dengan fitrah itu manusia
diciptakan Allah Subhanahu wa Taala, dengan keadaan tertentu yang
didalamnya terdapat kekhususan-kekhususan, yang ditempatkan-Nya
dalam diri manusia saat ia diciptakan,dan keadaan itulah yang menjadi
fitrahnya.Dan manusia diciptakan Allah Subhanahu wa Taala,membawa
fitrah dalam kejadian beragama yang benar (hanif atau tauhid). Kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar.
Allah Subhanahu wa Taala,adalah Al Mukhtari (Yang menciptakan
tanpa contoh), Sedangkan manusia adalah Al Taqlid (Membuat
sesuatu dengan mengikuti contoh).Manusia hanyalah mengikuti,
bahkan disaat membuat sesuatu yang baru sekalipun,sebab
mengandung unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya,dan mengambil
contoh dari alam dan merancangnya sesuai dengan pola-pola yang ada
di alam semesta.
Murtadha Muthahhari lebih tegas menyatakan bahwa, di dalam Al
Maarif Al Islamiyah, Nahj Al Balaqhah,dan kitab-kitab lain disebutkan
secara jelas , bahwa Allah Subhanahu wa Taala, tidak pernah
mencotoh dalam penciptaan yang dilakukan-Nya,semua Ciptaan-Nya
tidak didahului oleh contoh sebelumnya, karena itu, fitrah yang dengan
itu Allah Subhanahu wa Taala, menciptakan manusia suatu karya yang
tidak memiliki contoh dan tidak meniru karya sebelumnya.
Sesungguhnya ayat-ayat Al Quran menerangkan, bahwa manusia
mempunyai fitrah, yakni fitrah keagamaan, dan agamanya adalah Islam,
Semenjak Nabi Adam Alaihi Salam hingga Nabi penutup Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam.Sementara itu ajaran-ajaran Nabi-Nabi pun
dibangun diatas landasan menghidupkan dan memupuk kesadaran
fitrah, dan apa yang disodorkan oleh para Nabi tersebut adalah fitrah
kemanusiaan itu pula.
Al Quran menegaskan bahwa, ajaran yang disampaikan Nabi Nuh Alaihi
Salam, adalah Agama,namanya adalah tauhid (Islam),ajaran yang
dibawah Nabi Ibrahim Alaihi Salam adalah tauhid (Islam),dan ajaran
yang yang disampaikan oleh Nabi Musa,Nabi Isa,dan seluruh Nabi
adalah Agama, dan semua adalah Tauhid (Islam).
Dengan mengetahui hakikat fitrah manusia, dan menyadari bahwa Allah
Subhanahu wa Taala Maha Pencipta paling baik dan Maha
Sempurna,maka akan mengantarkan kita mengenal diri sendiri, karena
Kunci pengenalan kepada Allah Subhanahu wa Taala, adalah ketika
kita mengenal diri sendiri. Imam Abu Hamid Al Ghazali
mengatakanbahwa setiap insan wajib mengenal Allah Subhanahu wa
Taala, yang merupakan fitrah manusia dalam usaha, mengenali dirinya
untuk menjadi Insan yang Bertaqwa.
Pada dasarnya manusia diciptakan, sebagai makhluk pencari
kebenaran.Hamba Allah Subhanahu wa Taala,yang telah mencapai
tingkatan Al Aarif Billah, yaitu ketika insan sudah mencapai tingkatan
mengenal Allah Subhanahu wa Taala , dan mengabdi dengan
ikhlas,apa yang dilakukan semata-mata karena Kecitaan dan Keridhaan
kepada Allah Subhanahu wa Taala.
Sebagaimana kita maklumi bersama, dalam diri manusia tersusun
bantuk lahir/Jasmani (Jasad),dan dalam bentuk rohani/bathin (qalbu
atau jiwa). Untuk lebih dekat kita memulai merenungi,dengan kejadian
manusia itu sendiri, ketika dari nutfah (sari pati tanah), kemudian
disimpan ditempat yang kokoh (rahim).
Allah Subhanahu wa Taala Berfirman :
Dan sungguh,KAMI (ALLAH) telah Menciptakan manusia dari sari pati
(berasal) dari tanah.Kemudian KAMI Menjadikan sari pati (nutfah), yang
disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim) (QS. Muminun : 12 &
13) )
Kemudian (nutfah) itu KAMI Jadikan sesuatu yang melekat,lalu sesuatu
yang melekat itu KAMI Jadikan segumpal daging, dan segumpal daging
itu KAMI Jadikan tulang belulang,lalu tulang belulang itu KAMI bungkus
daging.Kemudian KAMI menjadikannya mahluk yang (Berbentuk) lain.
Maha Suci ALLAH Pencipta paling Baik.. (QS. Al Muminun : 14).
Dan (ingatlah) ketika Rabbmu mengeluarkan dari Sulbi (tulang
belakang) anak cucu Adam keturunan mereka, dan ALLAH mengambil
kesaksian terhadap roh mereka (seraya Berfirman), Bukankah AKU ini
Rabb kalian? mereka menjawab, Benar (Engkau Rabb kami), kami
menjadi saksi . ( Hal ini Kami lakukan) agar di Hari Kiamat kalian tidak
mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.(QS.
Al Araf :172)
Ayat diatas cukup jelas menerangkan bahwa, proses awal diciptakan
manusia,oleh Allah Subhanahu wa Taala,mulai dari nutfah kemudian
berbentuk, dan kemudian di lanjutkan dengan (QS Al Araf :127), ayat ini
menjelaskan setelah manusia terbentuk dan diberi roh , sebelum lahir ke
muka bumi ini pernah dimintai kesaksiannya, mereka Menyaksikan dan
Mengenal Allah Subhanahu wa Taala dengan baik, kemudian hal itu
mereka bawa terus hingga lahir ke dunia, dan sampai akhirnya kelak di
hari kiamat.
Sahabat-saudaraku fillah yang di Rahmati Allah Subhanahu wa
Taala,demikian semoga manfaat buat kita semua,sebagai Renungan.
Yang benar haq semua datang-Nya dari Allah Subhanahu wa
Taala,yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan Akhirul qalam
Wa tawasau bi al-haq Watawa saubil shabr .Semoga Allah Subhanahu
wa taala . senantiasa menunjukkan kita pada sesuatu yang di Ridhai
dan di Cintai-Nya..
Aamiin Allahum Aamiin.Walhamdulillah Rabbilalamin

KERANGKA DASAR ISLAM ( AQIDAH, SYARIAH, AKHLAK)

Islam pada hakekatnya adalah aturan atau undang-undang Allah


SWT yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasulnya yang
meliputi perintah-perintah dan larangan-larangan, serta petunjuk-
petunjuk untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan ummat manusia
guna kebahagiaanya di dunia dan akhirat. Adapun secara garis besar
ruang lingkup ajaran Islam meliputi tiga hal pokok,yaitu:

1. A K I D A H

Sistem kepaercayaan Islam atau akidah dibangun di atas enam


dasar keimanan yang lazim disebut Rukun Iman. Rukun Iman meliputi
keimanan kepada Allah,malaikat, kitab-kitab, rasul, haru akhir dan
qodha dan qadar. sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat
136.
" Wahai orang-orang yang beriman tetaplah beriman kapada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya
serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa inkar kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,dan
hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya". Berdasarkan
fondasi yang enam tersebut, maka keterikatan setiap muslim kepada
Islam yang semestinya ada pada jiwa muslim
adalah:

a. Meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir, mengandung


syariat yang menyempurnakan syariat-syariat yang diturunkan Allah
sebelumnya.Sebagaimana Allah berfirman:
"Tidaklah Muhammad seorang bapak (bagi) salah seorang laki-laki
di antara kamu, melainkan dia
itu utusan Allah dan penutup para
nabi" b. Meyakini
bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar di sisi Allah karena
Islam adalah agama yang dianut oleh para Nabi sejak Nabi Adam as
sampai Nabi Muhammad SWT. Islam datang dengan membawa
kebenaran yang bersifat absolut guna menjadi pedoman hidup dan
kehidupan manusia selarasnya dengan fitrahnya. Allah berfirman dalam
surah Ali-Imran ayat 19:
"Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam"
c. Meyakini Islam adalah agama yang universal
dan berlaku untuk semua manusia, serta mampu menjawab segala
persoalan yang muncul dalam segala lapisan masyarakat dan sesuai
dengan tuntutan budaya manusia sepanjang zaman. Sebagaimana
firman Allah dalam surah As-Saba,ayat28:
"Dan tiadalah kami utus kamu (Muhammad) melainkan untuk semua
manusia sebagai berita gembira dan peringatan. Akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui."
2. S Y A R I A H
Komponen Islam yang kedua adalah Syariah yang berisi peraturan
dan perundang-undangan yang mengatur aktifitas yang seharusnya
dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan manusia.
Syariat adalah sistem nilai Islam ditetapkan oleh Allah sendiri dalam
kaitan ini Allah disebut sebagai Syaari' atau pencipta hukum.
Sistem nilai Islam secara umum meliputi dua bidang :
a. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan
Allah, seperti sholat, puasa, dan haji, serta yang juga berdimensi
hubungan dengan manusia, seperti zakat . Hubungan manusia dalam
bentuk peribadatan biasa dengan Allah disebut ibadah mahdhah atau
ibadah khusus, karena sifatnya yang khas dan tata caranya sudah
ditentukan secara pasti oleh Allah dan dicontohkan secara rinci oleh
Rasulullah.
b. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara horizontal, dengan
sesama manusia dan makhluk lainnya disebut muamalah. Muamalah
meliputi ketentuan atau peraturan segala aktivitas hidup manusia dalam
pergaulan dengan sesamanya dan dengan alam sekitarnya.

3. A K H L A K

Akhlak merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi


ajaran tentang perilaku atau moral. Dalam kamus Bahasa Indonesia,kata
akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.Kata akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluk artinya dayan kekuatan jiwa
yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir
dan direnungkan lagi. Dengan demikian, akhlak pada dasarnya adalah
sikap yang melekat pada diseseorang yang secara spontan diwujudkan
dalam tingkah laku atau perbuatan.
Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cerminan dari apa yang
ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan
dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan
dalam prilaku nyata sehari-hari.Inilah misi diutusnya Nabi Muhammad
SAW.
Menurut obyek atau sasaranya pembahasan tentang akhlak
biasanya dikategorikan menjadi 3:
a. Akhlak kepada Allah, meliputi beribadah kepada Allah, berzikir
kepada Allah, berdoa kepada Allah,dan tawakkal kepada Allah.

b. Akhlak kepada manusia, meliput : pertama sabar,yaitu prilaku


sesorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu
dan penerimaan terhadap apa yangmenimpanya. Kedua Syukur yaitu
sikap berterima kasih atas pemberian nikmat. Ketiga Tawadhu' yaitu
rendah hati,selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang
tua,kaya,miskin,tua dan muda.

Petunjuk Penulisan
Profil UII
Tim Redaksi

TIGA PILAR DASAR ISLAM UNTUK MENAJADI MANUSIA


SEMPURNA
Dalam sebuah riwayat, yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Umar r.a,
mengatakan, Suatu hari, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah s.a.w,
datang seorang laki-laki di hadapan kami. Ia mengenakan pakian putih dan
rambutnya terlihat sangat hitam. Tak ada tanda-tanda bahwa ia sedang berjalan.
Tak seorang pun di antara kami yang mengenalinya. Ia maju mendekati Nabi
s.a.w, kemudian duduk, meletakkan lututnya di hadapan lutut Nabi s.a.w, dan
meletakkan tangannya diatas lutunya.
Ia berkata, Wahai Muhammad, katakanlah kepadaku tentang Islam,
Rasulullah s.a.w, bersabda, Islam adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan yang
berhak di sembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan berhaji ke Baitullah
bagi yang mampu. Orang itu berkata, engkau benar. Kami heran, mengapa ia
bertanya tetapi ia juga membenarkan jawaban Nabi s.a.w. kemudian ia berkata,
katakana padaku tentang iman. Nabi s.aw. bersabda, Iman adalah percaya
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan
Hari Akhir serta beriman pada apa yang telah ditetapkan , baik dan buruk.
Orang itu kembali berkata, engkau benar, sekarang katakanlah padaku tentang
Ihsan. Nabi s.a.w menjawab, Ihsan adalah engkau beribadah pada Allah
seolah-olah engkau melihat-Nya dan bila engkau tidak melihat-Nya,
sesungguhnya Dia melihatmu.
Ia kemudian berkata, sekarang katakanlah padaku tentang kiamat. Nabi s.a.w
menjawab, yang ditanya tidak lebih tahu dari pada yang bertanya. Ia berkata,
Kalau begitu beritahukan padaku tanda-tandanya. Nabi s.a.w menjawab,
budak perempuan melahirkan tuannya sendiri dan kau akan menyaksikan para
penggembala bertelanjang kaki, tak berbaju, dan miskin berlomba-lomba
membangun gedung tinggi. Setelah itu ia bangkit dan pergi meninggalkan
kami. Lalu Rasulullah berkata kepadaku, wahai Umar, tahukah kamu siapa
yang bertanya itu ? aku berkata, Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.
Beliau berkata, ia adalah malaikat Jibril, ia datang untuk mengajarimu tentang
agama. (H.R Muslim).
Menurut Muhammad Hisyam Kabbani hadits di atas dikenal oleh
kalangan muhaditsin sebagai umm al-sunnah wa al-hadits (induk segala sunnah
dan hadits). Melalui hadits ini, sebenarnya ada banyak hal yang kita dapatkan,
(malaikat Jibril) membagi agama ke dalam tiga cabang utama atau tiga pilar
dasar, yang merupakan sumber semua ajaran Islam, serta induk segala hadits
dan sunnah. Ia menekankan nilai penting setiap cabang itu dengan mengajukan
pertanyaan yang berbeda-beda. Cabang yang pertama berkaitan dengan
pertanyaan apakah Islam (ketundukan) itu? Cabang yang kedua berkaitan
dengan pertanyaan, apakah iman (keyakinan) itu? cabang yang ketiga
berkaitan dengan pertanyaan, apakah ihsan (kesempurnaan akhlak) itu? Jadi,
keberagamaan seorang muslim meliputi ketiga hal itu: Islam, Iman, dan Ihsan.
Tidak disebut keberagamaan seseorang yang hanya berislam, beriman, atau
hanya berihsan, ketiganya merupakan bagian agama yang sangat mendasar dan
tidak satupun darinya yang dapat diabaikan.
Tiga Pilar Dasar Islam
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di atas, bahwa Islam, iman,
dan ihsan dapat disebut sebagai tiga pilar dasar agama Islam. Pilar pertama,
mewakili sisi praktis agama, termasuk ibadah, amaliah dan kewajiban-
kewajiban lainnya. Pilar itu merupakan aspek lahir yang berkaitan dengan diri
seseorang dan masyarakat. Para ulama menyebutnya dengan istilah syariat,
mereka mengembangkan sebuah cabang ilmu khusus yaitu ilmu yurisprudensi
(hukum Islam) atau dikenal dengan istilah fiqih.
Secara etimologis syariat diartikan tempat mengalirnya air, yakni sebuah
metode atau jalan atas sesuatu. Hukum syara menurut ulama ushul ialah
doktrin (kitab) syri yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang
mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan
(taqrir). Dalam pengertian lain syariat berarti hukum-hukum yang diadakan
oleh Allah untuk hamba-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang
berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang
berhubungan dengan amaliah. Berbeda halnya dengan hukum Islam atau lebih
dikenal dengan istilah fiqih, yang diartikan secara etimologis adalah paham
yang mendalam. Kata faqaha atau yang berakar pada kata itu dalam al-Quran
disebut dalam 20 ayat; 19 diantaranya berarti bentuk tertentu dari kedalaman
paham dan kedalaman ilmu yang menyebabkan dapat diambil manfaat darinya.
Secara definitive, fiqh berarti, ilmu tentang hukum-hukum syara yang bersifat
amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafshili (terperinci).
Pilar kedua, berkaitan dengan kepercayaan (keimanan) yang terletak dalam hati
dan pikiran. Keyakinan (atau kepercayaan) ini meliputi keimanan kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, Hari Akhir dan taqdir
(hari kepastian). Pilar ini dikenal di kalangan para ulama sebagai ilmu tauhid
(aqidah). Aqidah merupakan totalitas keyakinan seseorang hamba terhadap
wujud Tuhan dengan segala perangkat ajaran agama yang diturunkan-Nya.
Adapun pilar ketiga adalah berkaitan dengan akhlakul karimah (ihsan) yang
terletak pada aplikasi nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai implikasi dari
keberislaman dan keimanan seseor

ang.
Menjadi Manusia yang Sempurna
Menjadi manusia yang sempurna dan paripurna tidak semerta-merta karena
pernyataan atas keislamannya atau keimanannya, melainkan melalui proses
yang cukup panjang. Pertama, mulai dari ia menyatakan keislamannya diawali
dengan ucapan kalimat syahadatain (telah membaca dua kalimat syahadat) yang
diteguhkan dengan hati dan dipraktekkan dengan tingkah laku. Kedua,
mendirikan shalat. Shalat inilah yang menjadi penegas keislaman seseorang
dalam beragama, sampai-sampai Nabi s.a.w bersabda, Shalat adalah tiang
agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan agama, dan
barang siapa meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama (HR. Baihaqi).
Ketiga, membayar zakat. Zakat adalah salah satu ajaran agama yang
menekankan pada aspek sosial. Keberhasilan seseorang dalam melaksanakan
(ibadah) zakat dilihat dari aspek sosial secara umum bisa dilihat bahwa
seseorang yang berhasil dalam melaksanakan ibadah puasa setelah memasuki
bulan syawal dia menjadi seorang yang berjiwa sosial tinggi peduli dengan
lingkungan sekitarnya. Keempat, berpuasa di bulan Ramadhan. Ibadah puasa
merupakan ibadah untuk mendidik umat Islam memiliki sifat amanah, sebab
ibadah puasa merupakan salah satu ibadah yang tidak bisa dilihat oleh orang
lain tetapi hanya bisa diketahui oleh diri orang yang melaksanakan puasa dan
Allah SWT. Berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya yang dapat dilihat dan
diketahui oleh orang lain seperti kita dapat melihat orang yang melaksanakan
shalat, membayar zakat, atau yang melaksanakan ibadah haji. Dengan puasa
diharapkan umat Islam menjadi pribadi-pribadi yang bisa memegang amanah
dalam segala hal. Kelima, berhaji kebaitullah bagi yang mampu. Ibadah haji
pada hakikatnya adalah perjalanan menghampiri Allah SWT dengan
mendatangi rumah-Nya. Sebagai perjalanan mendekati Allah SWT, haji harus
dilakukan secara tulus, terlepas dari motif-motif yang bersifat duniawi, seperti
mencari pangkat, status sosial, atau berbangga diri.
Proses menjadi manusia yang sempurna tidak berhenti sampai di sini, tahap
selanjutnya adalah pernyataan iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan Hari Akhir serta beriman pada apa yang
telah ditetapkan, baik dan buruk.
Keimanan bukanlah amal yang tampak melainkan amalan hati yang
tersembunyi, hanya dia dan Allah yang mengetahui keberimanan seseorang.
Disinilah Allah membedakan antara iman (percaya) dan Islam (ketundukan),
begitu pula hadits Nabi s.a.w. (misalnya), Allah berfirman, Orang Arab itu
mengatakan, kami beriman. katakanlah kalian tidak beriman, tetapi
katakanlah, kami tunduk (aslamn). (QS al-Hujurat [49]: 14). Ayat ini turun
berkenan dengan kaum munafiq. Memang mereka melaksanakan shalat, puasa,
dan zakat, serta ibadah lainnya, tetapi mereka mengingkari semua itu. Tatkala
mereka mengaku beriman, Allah menyatakan bahwa pengakuan mereka bohong
karena hati mereka mengingkarinya.
Ihsan merupakan aspek ketiga dari agama, dikenal sebagai aspek ruhani, karena
dimaksudkan untuk menyedarkan manusia tatkala ia hendak mempertautkan
aspek pertama (Islam) dan aspek kedua (iman), serta memperingatkan bahwa
Allah selalu hadir dan mengawasinya. Ia harus mempertimbangkan hal ini
ketika berpikir dan bertindak, sebagaimana dalam firman Allah, Dia bersama
kamu di mana kamu berada (QS al-Hadd [57]: 4). Ayat ini dipertegas dengan
pengertian ihsan dalam sabda Nabi yang diriwayatkan Muslim. Apabila ia tidak
dapat melihat Allah -karena tak seorang pun dapat melihat-Nya di kehidupan
ini- maka ia harus terus menjaga kesadaran dalam hatinya bahwa Allah ada dan
mengawasinya. Ia harus sadar bahwa Allah mengetahui setiap saat dan hingga
hal terkecil dari ibadah dan keyakinannya. Dengan itu ia akan mencapai
keadaan sempurna atau dalam al-Quran disebut dengan sebaik-baiknya bentuk
(Q.S at-Tn [95]: 4-6)
Penutup
Ringkasnya, Islam menggambarkan prilaku seorang muslim, iman berkaitan
dengan kepercayaan dan akidahnya, dan ihsan mengacu pada keadaan hati yang
menentukan apakah keislaman dan keimanan seseorang itu akan membuahkan
hasil dikehidupan ini dan kehidupan akhirat atau tidak. Inilah yang dimaksud
hadits riwayat Bukhari; Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal
daging, apabila ia baik, baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak, rusaklah
seluru tubuhnya. Itulah hati. (H.R Bukhari)
Ada beberapa bagian cerminan dari keislaman, keimanan dan keihsanan
seseorang seperti takwa, warak, zuhud (tidak hedonis), khusyuk (keadaan hati
yang tenang), sabar, sidik, tawakal, adab (budi mulya), tobat (kembali ke jakan
yang benar), inbah (kembali berpaling pada Allah), hilmi (lembut), rahmah
(kasih sayang), dermawan, tawaduk (rendah hati) dan lain-lain. Semua itu
merupakan sifat Nabi s.a.w sebagaimana yang dikatakan dalam hadits dari
Aisyah r.a bahwa Akhlaknya adalah al-Quran (H.R Bukhari dan Muslim).
Nabi s.a.w pada gilirannya, menanamkan semua sifat ini kepada para
sahabatnya dan akhirnya sampailah pada kita, sehingga mereka menjadi teladan
yang menampilkan citra bagaimana seharusnya umat manusia berada dalam
harmoni yang sempurna dengan sang Khalik (Allah) dan makhluk-Nya
(sesamanya).Ashlih nafsaka wadu ghairaka! Allah-u Alam bi al- Shawab.

c. Akhlak kepada orang tua adalah berbuat baik kepadanya dengan


ucapan dan perbuatan.
d. Akhlak kepada keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang di
antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi
melalui kata-kata maupun prilaku.
e. Akhlak kepada lingkungan hidup.
Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat, kebaikan dan
kedamaian bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan
lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah:
" Tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam" (Al-Anbiya.ayat 107).
Memakmurkan alam adalah mengelola sumberdaya sehingga dapat
memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu
sendiri.Allah menyediakan alam yang subur ini untuk disikapi oleh
manusia dengan kerja keras mengelola memeliharanya sehingga
melahirkan nilai tambah yang tinggi. Sebagaiman firman Allah dalam
surah Hud ayat 61:
" Dia menciptakan kalian dari bumi dan menyediakan kalian sebagai
pemakmurnya".
Masa sebelum kedatangan Islam
Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan
perlintasan perdagangan dalam Jalan Sutera yang menjadikan satu antara Indo Eropa
dengan kawasan Asia di timur.
Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang
merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi.
Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu, karena di sana terdapat
berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah.
Masyarakat ini disebut pula Jahiliyah atau dalam artian lain bodoh.
Bodoh disini bukan dalam intelegensianya namun dalam pemikiran moral.
Warga Quraisy terkenal dengan masyarakat yang suka berpuisi.
Mereka menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan disaat berkumpul di tempat-tempat
ramai.

Masa Awal
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang
terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571
masehi).
Ia dilahirkan ditengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan
suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala.
Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia
masih berada di dalam kandungan.

Pada saat usianya masih 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia.


Sepeninggalan ibunya, Muhammad dibesarkan oleh kakeknya Abdul Muthalib dan
dilanjutkan oleh pamannya yaitu Abu Talib.
Muhammad kemudian menikah dengan seorang janda bernama Siti Khadijah dan
menjalani kehidupan secara sederhana.
Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan
Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran
Islam secara tertutup kepada para sahabatnya.
Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, akhirnya ajaran
Islam kemudian juga disampaikan secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah,
yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.

Pada tahun 622 masehi, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah.


Peristiwa ini disebut Hijrah, dan semenjak peristiwa itulah dasar permulaan perhitungan
kalender Islam.
Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari
Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga semakin kuatlah umat
Islam.
Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu
mendapatkan kemenangan.
Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.

Anda mungkin juga menyukai