i
3.3 Diagram alir menghitung rembesan dengan SEEP/W ............................................ 30
3.4 Diagram alir menghitung rembesan dengan SLOPE/W ......................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................. 32
4.1 Data teknis bendungan jehem ................................................................................ 32
4.1.1 Sistem Pengelak ............................................................................................. 32
4.1.2 Bangunan pengambilan .................................................................................. 33
4.1.3 Bangunan pelimpah ....................................................................................... 33
4.1.4 Tubuh bendungan dan tampungan waduk ....................................................... 34
4.2 Parameter tanah..................................................................................................... 35
4.3 Perhitungan Rembesan pada Bendungan (SEEP/W Analysis)............................... 35
4.1.1 Menggambar geometri bendungan ................................................................. 36
4.1.2 Memasukkan parameter lapisan material tanah timbunan bendungan ............. 37
4.1.3 Menentukan kondisi batas (boundary conditions/bc) ...................................... 38
4.1.4 Penyelesaian masalah rembesan pada bendungan (solve analysis) .................. 40
4.4 Analisis Rembesan pada Tubuh Bendungan .......................................................... 41
4.5 Analisis Rembesan di Bawah Tubuh Bendungan ................................................... 44
4.6 Analisis Stabilitas Lereng Bendungan (SLOPE/W Analysis) ................................. 47
4.6.1 Menggambar geometri bendungan ................................................................. 48
4.6.2 Memasukkan parameter lapisan material tanah timbunan bendungan ............. 48
4.6.3 Menentukan kondisi batas (boundary conditions/bc) ...................................... 49
4.7 Stabilitas lereng tanpa pengaruh beban gempa ....................................................... 50
4.8 Stabilitas lereng dengan pengaruh beban gempa .................................................... 58
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... xx
5.1 Simpulan............................................................................................................... xx
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bendungan merupakan suatu bangunan yang dibangun dengan tujuan menampung air
untuk digunakan berbagai keperluan manusia. Salah satu masalah dalam rekayasa geoteknik
khususnya pada bedungan adalah stabilitas lereng bendungan. Pemahaman mengenai masalah
geologi, hidrologi, dan karakteristik tanah merupakan suatu hal yang penting dalam
penerapan prinsip-prinsip analisis stabilitas lereng bendungan. Dalam analisis tersebut
diperlukan juga pengambilan keputusan sehubungan dengan resiko yang dapat diterima atau
faktor keamanan yang memadai. Pada umumnya permasalahan yang sering dijumpai pada
stabilitas lereng bendungan adalah kecilnya kestabilan tanah. Kekuatan geser suatu tanah
tidak mampu memikul suatu kondisi beban kerja yang berlebihan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan suatu solusi atau kajian yang
optimal, sehingga dibutuhkan suatu analisis yang handal dari permasalahan stabilitas lereng
bendungan tersebut Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk meninjau dan menganalisis
stabilitas lereng bendungan yang terjadi.
1
1.2 Rumusan Masalah
Analisis stabilitas lereng bendungan urugan ini meninjau keamanan timbunan tanah
yang membentuk bendungan utama pada Bendungan Jehem. Kondisi-kondisi atau masalah-
masalah yang ditinjau dalam perhitungan stabilitas bendungan ini adalah:
1. Rembesan pada tubuh bendungan untuk kondisi muka air banjir, muka air normal
(musim hujan) dan muka air minimum (musim kemarau).
2. Rembesan pada tubuh bendungan untuk kondisi muka air banjir, muka air normal
(musim hujan) dan muka air minimum (musim kemarau).
3. Kemanan lereng di hulu (upstream) dan hilir (downstream) bendungan untuk
kondisi:
Masa pembangunan tanpa dan dengan beban gempa
Bendungan beroperasi dengan air di hulu bendungan: muka air banjir, muka air
normal dan muka air minimum, tanpa dan dengan beban gempa.
Surut cepat (rapid drawdown), tanpa dan dengan beban gempa.
2
1.4 Batasan Masalah
Pembatasan masalah ini meliputi hal hal sebagai berikut:
1. Analisis dilakukan terhadap Rencana Bendungan Jehem, Desa Jehem, Kabupaten
Bangli yaitu mengenai stabilitas lereng bendungan utama.
2. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program Geostudio 2007.
3. Parameter tanah diketahui.
4. Dilakukannya penelitian ini adalah guna mengkaji ulang mengenai hasil Detail
Desain Waduk Jehem di Kabupaten Bangli oleh CV. Asta Prima (2006).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Sumber: RSNI T-01-2002
5
2. Filter
Untuk mencegah erosi buluh, biasanya ditempatkan pada kedua sisi zona kedap air.
Rembesan dari zona ini dialirkan melalui drainase horizontal. Tebal filter
disesuaikan dengan workability, clogging dan gempa (2 - 3 m).
3. Zona transisi/semi lulus air
Dipasang diantara zona kedap air dan lulus air, untuk mencegah perbedaan gradasi
yang signifikan. Zona transisi dapat dicampur dengan kerikil, pasir, batuan lapuk
atau batuan pecah.
4. Zona lulus air
Berfungsi memikul beban air dan menstabilkan lereng hilir terhadap gaya luar.
Bahan sangat halus agar air hujan dan air sisa bebas mengalir. Bahan dapat berupa
batuan keras, kerakal, kerikil. Bila dipasang dibagian udik harus mempunyai
ketahanan tinggi terhadap tekanan gelombang air.
6
Bidang gelincir dapat terbentuk dimana saja di daerah-daerah yang lemah. Jika longsor
terjadi dimana permukaan bidang gelincir memotong lereng pada dasar atau di atas ujung
dasar dinamakan longsor lereng (slope failure) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2a.
Lengkung kelongsoran disebut sebagai lingkaran ujung dasar (toe circle), jika bidang gelincir
tadi melalui ujung dasar maka disebut lingkaran lereng (slope circle). Pada kondisi tertentu
terjadi kelongsoran dangkal (shallow slope failure) seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.2b. Jika longsor terjadi dimana permukaan bidang gelincir berada agak jauh di bawah ujung
dasar dinamakan longsor dasar (base failure) seperti pada Gambar 2.2c. Lengkung
kelongsorannya dinamakan lingkaran titik tengah (midpoint circle) (Braja M. Das, 2002).
Proses menghitung dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk sepanjang
permukaan longsor yang paling mungkin dengan kekuatan geser dari tanah yang
bersangkutan dinamakan dengan Analisis Stabilitas Lereng (Slope Stability Analysis).
(Gambar 2.2a)
7
(Gambar 2.2b)
(Gambar 2.2c)
8
Berat Isi
Berat isi diperlukan untuk perhitungan beban guna analisis stabilitas lereng. Berat isi
dibedakan menjadi berat isi asli, berat isi jenuh, dan berat isi terendam air yang
penggunaannya tergantung kondisi lapangan.
Salah satu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah/batuan adalah untuk
analisis stabilitas lereng. Keruntuhan geser pada tanah atau batuan terjadi akibat gerak relatif
antarbutirnya. Oleh sebab itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antarbutirnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan geser terdiri atas:
Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah/batuan dan ikatan butirnya.
Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja
pada bidang geser.
9
Analisis stabilitas lereng pada dasarnya dapat ditinjau sebagai mekanisme gerak suatu
benda yang terletak pada bidang miring. Benda akan tetap pada posisinya jika gaya penahan
R yang terbentuk oleh gaya geser antara benda dan permukaan lereng lebih besar
dibandingkan dengan gaya gelincir T dari benda akibat gaya gravitasi. Sebaliknya benda akan
tergelincir jika gaya penahan R lebih kecil dibanding dengan gaya gelincir T. Secara skematik
terlihat pada Gambar (2.4). Secara matematis stabilitas lereng dapat diformulasikan sebagai:
.(2.2)
dimana :
FK = faktor keamanan
R = gaya penahan
10
Tabel 2.1. Persyaratan faktor keamanan minimum untuk stabilitas bendungan tipe urugan
11
2.2.2 Metode Bishop
Cara analisis yang dibuat oleh A.W. Bishop (1955) menggunakan cara elemen dimana
gaya yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan seperti pada Gambar 2.5. Persyaratan
keseimbangan yang diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor
keamanan terhadap keruntuhan didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser
maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsoran (Stersedia) dengan tahanan geser yang
diperlukan untuk keseimbangan (S perlu) (SKBI-2.3.06, 1987).
.(2.3)
Cara penyelesaian merupakan coba ulang (trial dan error) harga faktor keamanan FK di
ruas kiri persamaan (2.19), dengan menggunakan Gambar 2.5 untuk mempercepat
perhitungan (SKBI-2.3.06, 1987).
Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar,
bila sudut negatif (-) di lereng paling bawah mendekati 30 (Gambar 2.5). Kondisi ini bisa
timbul bila lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandaikan berada dekat
puncak lereng. Faktor keamanan yang diperoleh dengan cara ini lebih besar daripada dengan
cara Fellenius (SKBI-2.3.06, 1987).
12
Gambar 2.5. Suatu gaya pada suatu elemen menurut Bishop
.(2.4)
.(2.5)
....(2.6)
13
dengan:
F = adalah gaya gempa mendatar (kN) ;
W = adalah: berat (ton);
Kh = adalah koefisien gempa dasar yang tergantung pada periode ulang T ;
ad = adalah percepatan gempa terkoreksi oleh pengaruh jenis tanah (gal) ;
1 = adalah koreksi pengaruh daerah bebas (freefield) untuk bendungan tipe
urugan = 0,7; namun, untuk bendungan beton dan pasangan batu = 1 ;
K = adalah koefisien gempa terkoreksi untuk analisis stabilitas ;
g = adalah gravitasi (=980 cm/det 2).
Dalam metode analisis ini, percepatan gempa dari dasar sampai dengan puncak
bendungan dianggap sama. Anggapan ini sebetulnya kurang tepat karena bendungan
tipe urugan bersifat lebih fleksibel sehingga percepatan gempa seharusnya makin
membesar di puncak. Analisis stabilitas dilakukan dengan metode keseimbangan batas
dengan koefisien gempa K yang keluarannya berupa faktor keamanan.
2. Cara koefisien gempa termodifikasi
Cara koefisien gempa yang telah diuraikan perlu dimodifikasi karena sudah tidak sesuai
lagi. Oleh karena itu, digunakan cara dari Jepang Seismic Design Guideline for Fill
Dam dengan koefisien gempa desain Kh= ad/g, yang diperoleh dari persamaan (2.5)
dan (2.6). Koefisien gempa desain pada tubuh bendungan yang merupakan fungsi dari
kedalaman, dapat dihitung dengan persamaan:
......(2.7)
dengan:
Ko = adalah koefisien gempa desain terkoreksi di permukaan tanah ;
2 = adalah koreksi pengaruh jenis struktur, untuk bendungan tipe urugan = 0,5 ;
Kh = adalah koefisien gempa dasar yang tergantung periode ulang T.
Dalam analisis stabilitas ini koefisien gempa pada kedalaman Y dari puncak bendungan
berbeda-beda. Untuk analisis stabilitas, peninjauan dilakukan pada Y = 0.25H; 0.50H;
0,75H dan H (H ialah tinggi bendungan) dengan menggunakan K h pada periode ulang
sesuai dengan yang dipersyaratkan. Koefisien gempa rata-rata K pada Y yang berbeda-
beda dapat dihitung dengan persamaan-persamaan sebagai berikut (gambar 2.6):
14
Untuk 0 < Y/H 0,4
K = K0 x {2,5 1,85 x (Y/h)} ....(2.8)
15
Gambar 2.7 Peta Zona Gempa Indonesia
Sumber: Depkimpraswil, 2004
16
2.3 Jaringan Aliran
Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir air akan bergerak dari bagian
hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis
ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensial di semua titik pada garis
tersebut adalah sama. Jadi, apabila alat-alat pizometer diletakkan di beberapa titik yang
berbeda-beda di sepanjang satu garis ekipotensial, air di dalam tiap-tiap pizometer tersebut
akan naik pada ketinggian yang sama. Gambar 2.9a menunjukkan definisi garis aliran dan
garis ekipotensial untuk aliran di dalam lapisan tanah yang tembus air (permeable layer) di
sekeliling jajaran turap.
Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jaringan aliran
(flownet). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa jaringan aliran dibuat untuk
menghitung aliran air tanah. Dalam pembuatan jaringan aliran, garis-garis aliran dan
ekipotensial digambar sedemikian rupa sehingga:
1. Garis ekipotensial memotong tegak lurus garis aliran
2. Elemen-elemen aliran dibuat kira-kira mendekati bentuk bujur sangkar
Gambar 2.9b adalah suatu contoh dari jaringan aliran yang lengkap. Contoh lain dari
jaringan aliran dalam lapisan tanah tembus air yang isotropik diberikan dalam Gambar 2.10.
Penggambaran suatu jaringan aliran biasanya harus dicoba berkali-kali. Selama menggambar
jaringan aliran, harus selalu diingat kondisi-kondisi batasnya. Untuk jaringan aliran yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.9b, keadaan batas yang dipakai adalah:
1. Permukaan lapisan tembus air pada bagian hulu dan hilir dari sungai (garis ab dan
de) adalah garis-garis ekipotensial.
2. Karena ab dan de adalah garis-garis ekipotensial, semua garis-garis aliran
memotongnya tegak lurus.
3. Batas lapisan kedap air, yaitu garis fg , adalah garis aliran ; begitu juga permukaan
turap kedap air, yaitu garis acd.
4. Garis-garis ekipotensial memotong acd dan fg tegak lurus.
17
Gambar 2.9a.
Gambar 2.9b.
Gambar 2.9. (a) Definisi garis aliran dan garis ekipotensial, (b) gambar jaringan aliran
yang lengkap
18
Gambar 2.10. Jaringan aliran di bawah bendungan
Dari hukum Darcy, jumlah air yang mengalir per satuan waktu adalah k. i. A. Jadi,
Persamaan (2.10) dapat dituliskan lagi sebagai berikut:
.......(2.11)
19
2.3.2 Debit Rembesan Melalui Bendungan
Cara ini merupakan cara pendekatan dan berlaku untuk serta lapisan pada dasar
bendungan berupa lapisan rapat air. Cara yang lebih tepat adalah dengan mengambarkan
flownet dahulu baru dihitung dengan rumus. Untuk kondisi tanah tidak rapat air harus
digambarkan flownetnya. Cara pendekatan dibedakan dua keadaan bendungan:
Untuk lereng hilir 300
Untuk lereng hilir 300
1. Pada kondisi 300, dianggap garis rembesan masih sama dengan parabola dasar.
Berdasarkan hukum kontinuitas debit pada setiap tampang vertikal sama besar. Pada
tampang potongan I-I untuk lebar satu satuan:
Rumus debit:
......(2.12)
karena lebar sama dengan satu satuan maka A=Y, sehingga gradien hidraulik sama
dengan garis rembesan atau,
.........(2.13)
20
Persamaan garis rembesan:
Penyimpangan garis rembesan terhadap parabola dasar cukup banyak dan garis
rembesan di hilir menyusur garis.
Debit:
Rumus ini berlaku untuk tiap tampang vertikal. Dipandang tampang lewat R:
........(2.15)
21
Nilai x dari a cos sampai d
Nilai y dari h2 sampai h1
.....(2.16)
........(2.17)
22
Gambar 2.13. Flownet pada bendungan urugan
23
2.4 Geostudio 2007 Full License
Geostudio berasal dari Kanada yang dikembangkan oleh perusahaan swasta. Program
komputer SEEP/W dan SLOPE/W adalah bagian dari Geostudio, masing-masing memiliki
fungsi untuk menganalisis rembesan air tanah dan untuk menganalisis SF (safety faktor/faktor
keamanan) lereng.
Gambar 2.15. Teknik grid & radius untuk model bidang gelincir melingkar
(modifikasi dari Krahn, 2004)
25
Penentuan titik sebagai pusat lingkaran dan radius lingkaran untuk menghasilkan model
bidang gelincir dilakukan dengan mengukur jarak antara puncak lereng dengan kaki lereng.
Lingkaran yang dibuat harus memotong puncak hingga kaki bukit dan tidak boleh memotong
batas terluar dari puncak lereng maupun kaki lereng (Gambar 2.16). Selain pusat lingkaran
dan radius lingkaran, model bidang gelincir dihasilkan berdasarkan data karakteristik tanah
yang mencakup berat satuan (), kohesi (c), dan angle of friction ().
Gambar 2.16. Penentuan pusat dan radius lingkaran yang benar (atas) penentuan pusat
dan radius lingkaran yang salah (bawah)
26
Perhitungan SF untuk bidang gelincir melingkar pada umumnya dilakukan dengan
metode Janbu. Namun untuk penyelesaian permasalahan dalam makalah ini digunakan
metode Morgenstern-Price. Alasan dipilihnya metode Morgenstern-Price untuk analisis
adalah dipertimbangkannya enam kriteria yaitu keseimbangan momen, keseimbangan gaya,
gaya normal antar potongan (X), gaya geser antar potongan (E), inklinasi dari resultan X/E,
dan hubungan antara X-E (Krahn, 2004).
Hasil pertimbangan enam kriteria tersebut akan memberikan perhitungan SF dengan
tingkat error yang minimum (Krahn, 2004). Keunggulan lain dari digunakannya metode
Morgenstern-Price untuk analisis stabilitas lereng menurut Krahn (2004) adalah variasi dari
gaya antar potongan dapat dimodelkan. Perhitungan safety factor pada dasarnya adalah
perhitungan jumlah gaya antar potongan pada model lereng yang dibuat. Lereng yang dibuat
dibagi menjadi potongan-potongan kecil untuk memudahkan perhitungan (Gambar 2.17).
Gaya yang bekerja dapat dengan mudah dihitung untuk tiap luas dari potongan tersebut dikali
dengan satu unit agar diperoleh volume. Perbandingan jumlah seluruh gaya yang bekerja
sebagai driving force dan resisting force pada potongan-potongan tersebut menghasilkan nilai
SF.
Gambar 2.16. Pembagian potongan pada suatu lereng dan bidang gelincir di dalam
lereng tersebut (Krahn, 2004)
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Keseluruhan
Studi ini dilakukan melalui beberapa tahap berikut:
Mulai
Proses Perhitungan:
1. Rembesan pada tubuh bendungan untuk kondisi:
Muka Air Banjir
Muka Air Normal (Musim Hujan)
Muka Air Minimum (Musim Kemarau)
2. Rembesan di bawah tubuh bendungan untuk kondisi:
Muka Air Banjir
Muka Air Normal (Musim Hujan)
Muka Air Minimum (Musim Kemarau)
3. Keamanan lereng di hulu (upstream) dan hilir (downstream) bendungan untuk kondisi:
Masa pembangunan, tanpa dan dengan beban gempa
Bendungan beroperasi dengan air di hulu bendungan: muka air banjir, muka air normal
dan muka air minimum, tanpa dan dengan beban gempa
Surut cepat (rapid drawdown), tanpa dan dengan beban gempa
Hasil Perhitungan:
1. Debit rembesan pada tubuh bendungan dengan SEEP/W dan flownet
2. Debit rembesan di bawah tubuh bendungan dengan SEEP/W dan flownet
3. Angka keamanan lereng di hulu dan hilir bendungan dengan SLOPE/W
untuk kondisi:
Masa pembangunan, tanpa dan dengan beban gempa
Bendungan beroperasi dengan air di hulu bendungan: muka air banjir,
muka air normal dan muka air minimum, tanpa dan dengan beban
gempa
Surut cepat (rapid drawdown), tanpa dan dengan beban gempa
Selesai
28
3.2 Lokasi dan Metode Pengumpulan Data
Untuk melakukan penelitian ini diperlukan data pendukung. Data yang digunakan
untuk penelitian ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan berupa:
1. Data-data geometri bendungan
2. Data-data material timbunan bendungan
3. Koefisien permeabilitas (k) material timbunan bendungan dan tanah dasar
bendungan
4. Data ketinggian air pada hulu bendungan
29
3.3 Diagram Alir Menghitung Rembesan dengan SEEP/W
Mulai
1. Keyin Analysis
2. Menggambar Bendungan
Input: 3. Setting Material
(,c,, k)
Menentukan Boundary
Condition
verifikasi
Proses/Solve Analysis
Output:
Arah/vektor aliran
Garis rembesan
Pola aliran (flownet)
Debit rembesan
Selesai
30
3.4 Diagram Alir Menghitung Rembesan dengan SLOPE/W
Mulai
4. Keyin Analysis
5. Menggambar Bendungan
Input: 6. Setting Material
(,c,, k)
Menentukan Grid and
Radius
verifikasi
Proses/Solve Analysis
Output:
Safety Factor/faktor
keamanan
Selesai
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Debit rencana
- Penampang = Lingkaran
- Jumlah = 1 Buah
- Diameter = 3,00 m
2. Bendungan Pengelak
(Cofferdam)
32
- Kemiringan hulu = 1 : 2,5
- Bentuk = Lingkaran
- Diameter = 0,70 m
1. Pelimpah
- Debit rencana
33
- Lebar saluran samping = 7,84 m (hulu)
14,00 m (hilir)
34
2. Tampungan Waduk (Reservoir)
kadar air
0
Material Zona k (m/dt) g (t/m )
3 2
c (t/m ) q() optimum rata-
rata (%)
Inti (Core) 1 6.34E-07 1.796 3.40 21.5 38.56
Filter Halus 2 4.13E-04 2.184 0.00 40 14.72
Filter Kasar 3 2.23E-03 2.351 0.00 40 9.67
Random Tanah 4 2.23E-03 2.242 0.00 40 9.67
Rip-rap 5 5.00E-06 2.180 3.79 40 7.77
Tanah dasar
bendungan 9.02E-07 38.56
-
35
4.1.1 Menggambar geometri bendungan
Sebelum menggambar geometri di Geostudio terlebih dahulu ditentukan koordinat
geometri bendungan pada program Autocad (gambar 4.1), jenis material bendungan
seperti ditunjukkan pada (gambar 4.2). Penggambaran geometri bendungan pada
progran geostudio dengan memakai tool sketch line, hasil geometri geostudio seperti
pada gambar (4.3).
36
Gambar 4.3. Hasil penggambaran geometri bendungan di geostudio
Gambar 4.4. Jendela keyin materials (kiri) dan keyin hydraulic conductivity function (kanan)
37
Gambar 4.5. Hasil draw material pada geometri geostudio, tampak pada gambar diatas material
penyusun tubuh bendungan sudah lengkap
Gambar 4.6. konstruksi tubuh bendungan yang telah digambar kondisi batasnya
38
b. Kondisi batas pada analisis rembesan di bawah tubuh bendungan antara lain (gambar
4.7):
1. reservoir head, bc berupa garis (line) maksudnya daerah kaki lereng di hulu. Head
pada gambar di bawah bernilai 35,2 m, yaitu head pada kondisi ma. Banjir. Untuk
head kondisi yang lainnya menyesuaikan.
2. Toe water, bc berupa garis (line) maksudnya daerah kaki lereng di hilir. Nilai pada
toe water = 0 m karena elavasi (datum) bendungan berada pada elevasi 0 m, lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah.
1 2
Gambar 4.7. konstruksi bawah tubuh bendungan yang telah digambar kondisi batasnya
39
4.1.4 Penyelesaian masalah rembesan pada bendungan (solve analysis)
Sebelum dilakukan solve analysis, model di mesh terlebih dahulu dan ditentukan flux
section (daerah yang akan ditampilkan nilai rembesannya) seperti pada gambar 4.8 dan
gambar 4.9. selanjutnya model siap untuk dilakukan solve analysis.
Flux section
Gambar 4.8. konstruksi tubuh bendungan yang telah di mesh dan ditentukan flux sectionnya
Flux section
Gambar 4.9. konstruksi bawah tubuh bendungan yang telah di mesh dan ditentukan flux sectionnya
40
4.4 Analisis Rembesan pada Tubuh Bendungan
Perhitungan rembesan pada tubuh bendungan meninjau bendungan kondisi:
1. Kondisi muka air banjir, head = 35.2 m
2. Kondisi muka air normal, head = 32.67 m
3. Kondisi muka air rendah, head = 15.17 m
41
Gambar 4.11. hasil perhitungan rembesan tubuh bendungan kondisi MA. Banjir
berdasarkan perhitungan dengan SEEP/W maka diperoleh debit rembesan (q) pada tubuh bendungan untuk kondisi MA Banjir sebesar 5.19E-05 m3/s
syarat keamanan bendungan terhadap rembesan adalah debit rembesan yang diijinkan (q ijin) < 1 % dari debit limpasan tahunan rata-rata (debit banjir rata-rata)
Gambar 4.12. hasil perhitungan rembesan tubuh bendungan kondisi MA. Normal
berdasarkan perhitungan dengan SEEP/W maka diperoleh debit rembesan (q) pada tubuh bendungan untuk kondisi MA Normal sebesar 4.60E-05 m3/s
syarat keamanan bendungan terhadap rembesan adalah debit rembesan yang diijinkan (q ijin) < 1 % dari debit limpasan tahunan rata-rata (debit banjir rata-rata)
42
Gambar 4.13. hasil perhitungan rembesan tubuh bendungan kondisi MA. Rendah
berdasarkan perhitungan dengan SEEP/W maka diperoleh debit rembesan (q) pada tubuh bendungan untuk kondisi MA Rendah sebesar 6.68E-06 m3/s
syarat keamanan bendungan terhadap rembesan adalah debit rembesan yang diijinkan (q ijin) < 1 % dari debit limpasan tahunan rata-rata (debit banjir rata-rata)
43
4.5 Analisis Rembesan di Bawah Tubuh Bendungan
Perhitungan rembesan di bawah tubuh bendungan meninjau bendungan kondisi:
a. Tanpa cut-off
1. Kondisi muka air banjir, head = 35.2 m
2. Kondisi muka air normal, head = 32.67 m
3. Kondisi muka air rendah, head = 15.17 m
b. Dengan cut-off
Kondisi muka air banjir, head = 35.2 m
44
Gambar 4.15. hasil perhitungan rembesan di bawah tubuh bendungan kondisi MA. Banjir tanpa cut-
off
diperoleh debit rembesan (q) di bawah tubuh bendungan tanpa cut-off untuk kondisi MA Banjir sebesar 4.43E-06 m3/s
syarat keamanan bendungan terhadap rembesan adalah debit rembesan yang diijinkan (q ijin) < 1 % dari debit limpasan tahunan rata-rata (debit banjir rata-rata)
Gambar 4.16. hasil perhitungan rembesan di bawah tubuh bendungan kondisi MA. Normal tanpa cut-
off
diperoleh debit rembesan (q) di bawah tubuh bendungan tanpa cut-off untuk kondisi MA Normal sebesar 4.11E-06 m3/s
syarat keamanan bendungan terhadap rembesan adalah debit rembesan yang diijinkan (q ijin) < 1 % dari debit limpasan tahunan rata-rata (debit banjir rata-rata)
45
Gambar 4.17. hasil perhitungan rembesan di bawah tubuh bendungan kondisi MA. Rendah tanpa cut-
off
diperoleh debit rembesan (q) di bawah tubuh bendungan tanpa cut-off untuk kondisi MA Rendah sebesar 1.91E-06 m3/s
syarat keamanan bendungan terhadap rembesan adalah debit rembesan yang diijinkan (q ijin) < 1 % dari debit limpasan tahunan rata-rata (debit banjir rata-rata)
Gambar 4.18. hasil perhitungan rembesan di bawah tubuh bendungan kondisi MA. Banjir dengan cut-
off
diperoleh debit rembesan (q) di bawah tubuh bendungan dengan cut-off untuk kondisi MA Banjir sebesar 3.71E-06 m3/s
syarat keamanan bendungan terhadap rembesan adalah debit rembesan yang diijinkan (q ijin) < 1 % dari debit limpasan tahunan rata-rata (debit banjir rata-rata)
46
4.6 Analisis Stabilitas Lereng Bendungan (SLOPE/W Analysis)
Pada penelitian ini, dalam perhitungan stabilitas lereng bendungan meninjau kondisi
bendungan seperti di bawah ini:
a. Tanpa Pengaruh Beban Gempa
1) Masa Pembangunan (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,3.
2) Muka Air Banjir (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,5
3) Muka Air Normal (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,5
4) Muka Air Rendah (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,5
5) Surut Cepat (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,1
b. Dengan Pengaruh Beban Gempa
1) Masa Pembangunan (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,2
2) Muka Air Banjir (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,2
3) Muka Air Normal (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,2
4) Muka Air Rendah (Upstream dan Downstream)
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,2
5) Surut Cepat (Upstream dan Downstream)
47
Syarat keamanan minimum (safety factor) pada kondisi ini menurut RSNI M-03-
2002 yaitu minimal 1,1
Perhitungan stabilitas lereng bendungan merupakan kelanjutan dari perhitungan
rembesan pada tubuh bendungan, sehingga perhitungan rembesan pada tubuh bendungan
merupakan induk analisis (parent analysis) bagi perhitungan stabilitas lereng. Hal ini karena
berhubungan dengan rembesan pada tubuh bendungan.Perhitungan debit rembesan pada
tubuh bendungan melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Menggambar geometri bendungan
2. Memasukkan parameter lapisan material tanah timbunan bendungan
3. Menentukan kondisi batas (boundary conditions)
4. Penyelesaian masalah (solve analysis)
4.6.1 Menggambar geometri bendungan
Perhitungan stabilitas lereng dengan SLOPE/W melanjutkan perhitungan rembesan
dengan SEEP/W sebagai induk analisis (parent analysis), sehingga gambar bendungan dari
analisis SEEP/W dapat langsung digunakan.
4.6.2 Memasukkan parameter lapisan material tanah timbunan bendungan
Tahap berikutnya adalah input parameter tanah yaitu berat volume tanah (g), kohesi (c )
dan sudut geser dalam (q) seperti nilai pada tabel 4.1 ke dalam program geostudio, hasil input
material seperti ditunjukkan pada gambar 4.19. Selanjutnya draw material yang sudah
ditentukan ke geometri sehingga hasilnya tampak pada gambar 4.20.
48
4.6.3 Menentukan kondisi batas (boundary conditions/bc)
Kondisi batas (reservoid head) dalam perhitungan stabilitas lereng bendungan berkaitan
dengan kondisi batas pada perhitungan rembesan dengan SEEP/W yang mempengaruhi
perhitungan stabilitas lereng, kecuali untuk kondisi air bendunga surut cepat (rapid
drawdown) pada analisis SEEP/W kondisi batas untuk reservoir head diisi 35,2 m, karena
dianggap muka air pada bendungan belum turun sehingga sama dengan muka air maksimum.
Tetapi pada keyin analysis pada kolom PWP Condition from dipilih piezometric line dan
posisi muka air harus digambar ulang, karena jika tidak ditentukan maka program akan
menghitung sama dengan kondisi bendungan beroperasi.
Setelah selesai menentukan kondisi batas (boundary conditions) maka dapat dilanjutkan
dengan penyelesaian perhitungan (solve analysisi) untuk setiap kondisi yang ditinjau.
49
4.7 Stabilitas Lereng Tanpa Pengaruh Beban Gempa
Gambar 4.21. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi masa pembangunan
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 2.562, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.3
Gambar 4.22. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 2.537, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.3
50
Gambar 4.23. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 3.569, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.5
Gambar 4.24. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 2.493, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.5
51
Gambar 4.25. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 3.279, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.5
Gambar 4.26. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi muka air normal
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 2.496, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.5
52
Gambar 4.27. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 2.562, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.5
Gambar 4.28. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi muka air rendah
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan sebesar 2.526, sehingga bendungan telah
memenuhi syarat keamanan minimum yang telah ditentukan RSNI M-03-2002 yaitu 1.5
53
Untuk kondisi rapid drawdown dalam analisis ini digunakan durasi surut selama 30 hari (2592000
seconds), tinjauan analisis dimulai pada 0.25 hari (21600 seconds) seperti pada gambar 4.29. sebelum
model dilakukan solve analysis maka model di verify terlebih dahulu untuk mengecek apakah ada
kesalahan atau tidak, seperti pada gambar 4.30. Setelah tidak ada kesalahan/error maka model siap di
solve analysis.
54
Gambar 4.31. perubahan piezometric line dari kondisi muka air banjir, menjadi kondisi muka air pada
elevasi 0 m akibat surut cepat/rapid drawdown.
Pada gambar berikutnya akan ditampilkan hasil analisis keamanan lereng untuk kondisi rapid
drawdown terhadap waktu, saat waktu 0.25 hari (21600 sec) dan 30 hari (2592000 sec).
Gambar 4.32. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi rapid drawdown 0.25 hari (21600 sec)
55
Gambar 4.33. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi rapid drawdown 30 hari (2592000 sec)
Gambar 4.34. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi rapid drawdown 0.25 hari (21600 sec)
56
Gambar 4.35. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi rapid drawdown 30 hari (2592000 sec)
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan untuk semua kondisi rapid drawdown lebih
besar dari yang disyaratkan oleh RSNI M-03-2002 yaitu 1.1.
57
4.8 Stabilitas Lereng Dengan Pengaruh Beban Gempa
Untuk menganalisis keamanan lereng dengan gempa, terlebih dahulu dihitung koefisien
gempa yang mempengaruhi untuk lokasi yang rencana waduk dibangun, perhitungan
koefisien gempa didasarkan pada z (koefisien zona gempa), ac (percepatan gempa
dasar), v (faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat) dan ad (percepatan gempa
terkoreksi). Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai koefisien gempa, kv = 0.116.
Nilai tersebut kemudian di input pada geoslope ke dalam seperti pada gambar 4.36.
setelah nilai di input kemudian model siap untuk dilakukan solve analysis.
58
Gambar 4.37. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi masa pembangunan
Gambar 4.38. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi masa pembangunan
59
Gambar 4.39. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi muka air banjir
Gambar 4.40. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi muka air banjir
60
Gambar 4.41. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi muka air normal
Gambar 4.42. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi muka air normal
61
Gambar 4.43. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi muka air rendah
Gambar 4.44. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi muka air rendah
62
Gambar 4.45. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hulu (upstream)
Kondisi rapid drawdown
Gambar 4.46. Hasil perhitungan stabilitas lereng kritis (critical slip) hilir (downstream)
Kondisi rapid drawdown
Dari hasil perhitungan diatas didapat angka keamanan untuk semua kondisi stabilitas dengan
pengaruh beban gempa lebih besar dari yang disyaratkan oleh RSNI M-03-2002.
Dari hasil perhitungan rembesan dan angka keamanan kemudian dilakukan tabulasi, seperti pada tabel
4.2 dan tabel 4.3 di bawah.
63
Tabel. 4.2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rembesan
Debit Rembesan (m3/dt)
Tubuh Bendungan Bawah Tubuh Bendungan
Metode
MA. MA. MA. MA. MA. MA.
Banjir Normal Rendah Banjir Normal Rendah
-05 -05 -06 -06 -06
SEEP/W 5.19E 4.60E 6.68E 4.43E 4.11E 1.91E-06
Flownet* 2.23E-05 6.35E-06
*: perhitungan terlampir
*: perhitungan terlampir
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraiakan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Debit rembesan pada tubuh bendungan maupun di bawah tubuh bendungan untuk semua
kondisi (ma. Banjir, normal, rendah) lebih kecil dari debit rembesan yang diijinkan,
sehingga debit rembesan yang melalui tubuh bendungan aman bagi bendungan.
2. Semua angka keamanan yang diperoleh lebih besar daripada angka keamanan minimum
untuk semua kondisi (masa pembangunan, ma. Banjir, ma. Normal, ma. Rendah, rapid
drawdown) yang disyaratkan RSNI M-03-2002, sehingga bendungan aman terhadap
longsoran.
DAFTAR PUSTAKA