8699 - Makalah GGK KSFK Bu Caecil
8699 - Makalah GGK KSFK Bu Caecil
Farmasi Klinik
Disusun oleh :
0
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan
fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu
dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga
tulang tetap kuat. Tiap ginjal tersusun dari sekitar sejuta unit penyaring yang
menyaring cairan dan limbah untuk dikeluarkan serta mencegah keluarnya sel
darah dan molekul besar yang sebagian besar berupa protein. Selanjutnya
melewati tubulus yang mengambil kembali mineral yang dibutuhkan tubuh dan
sumsum tulang memproduksi sel darah merah, serta menghasilkan bentuk aktif
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
1
cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau
produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang
semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja
Penyakit gagal ginjal kronik yang cenderung kurang tertangani secara baik
banyak terjadi di negara berkembang. Kecenderungan ini memperkuat prediksi
bahwa tahun 2015, sebanyak tiga juta penduduk dunia perlu pengobatan
pengganti gagal ginjal kronik. Indonesia berada diurutan ke empat sebagai
negara terbanyak penderita gagal ginjal kronik. Dengan jumlah penderita
mencapai 16 juta jiwa. Jumlah angka penderita semakin meningkat dari tahun
ke tahun (Dharma, dkk 2015).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
progresif dan kemudian berakhir pada gagal ginjal tahap akhir. Penyakit ginjal
kronik adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau
tahun. Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal dan atau
atau urin.
Penyakit ginjal tahap akhir adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
berikut:
3
Keterangan: GFR dan albuminuria menggambarkan risiko progresivitas sesuai
warna (hijau, kuning, oranye, merah, merah tua). Angka di dalam kotak
apabila kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah
atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui
pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah satu
protein dalam urin secara berkala dapat menunjukkan sampai berapa jauh
untuk:
Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan
sayur sayuran, pilih asupan rendah kolesterol dan lemak, batasi asupan
pertahankan berat tubuh yang ideal, asupan kalium dan fosfor biasanya
4
tidak dibatasi kecuali bagi yang kadar di dalam darah diatas normal dan
e. Berhenti merokok.
apabila: kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah
atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui
pemeriksaan MRl, CT Scan, ultrasound atau contrast x-ray, dan salah satu
disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah
5
b. Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat
ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam
sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga
dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada
dalam tubuh.
c. Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga
6
didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat
penderita hipertensi.
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15-30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah: fatique: rasa lemah/
pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya
kandungan protein di urin, rasa sakit pada ginjal, sulit tidur, nausea: muntah
atau rasa ingin muntah, perubahan cita rasa makanan, bau mulut uremic:
lain:
7
a. Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan
sereal gandum perlu dibatasi apabila kadar fosfor dan kalium dalam
8
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain, kehilangan nafsu makan,
gatal, urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali, bengkak, terutama di
seputar wajah, mata dan pergelangan kaki, keram otot dan perubahan warna
Diet sehat bagi penderita gagal ginjal terminal yang menjalani dialisis
antara lain:
a. Mengkonsumsi roti dan sereal gandum whole grain, buah segar dan
sereal gandum yang mengandung kadar fosfor dan kalium yang tinggi
untuk orang sehat yaitu 0.8 gram protein/ kilogram berat badan.
9
e. Pertahankan berat tubuh yang ideal salah satunya dengan
h. Membatasi asupan fosfor tidak lebih dari 1000 mg atau sesuai dengan
kebutuhan
i. Membatasi asupan kalium tidak lebih dari 2000 mg s/d 3000 mg atau
Menurut Wilson dan Price (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
nefropati
10
d. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
tubulus ginjal
amiloidosis
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRB) pada tahun
1. Glomerulonelritis
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,
2. Diabetes Mellitus
11
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah
2. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh
genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai
adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh
3. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko dari faktor risiko utama dari PGK seperti
hipertensi dan diabetes. Pada obesitas, ginjal juga harus bekerja lebih keras
akibat peningkatan berat badan. Peningkatan fungsi ini dapat merusak ginjal
12
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada
akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi
penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik
yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk
hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan
13
asam akibat tubulus ginjal tidak mampu mengeksresi ammonia (NH3-) dan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran
Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah
satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya
filtrasi melalui glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum dan
Gejala klinis yang terjadi pada penderita Gagal Ginjal Kronik, yaitu :
14
2) Nokturia (buang air kecil di malam hari). Pembengkakan tungkai, kaki
penimbunan cairan).
4) Tremor tangan.
7) Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
pemerikasaan rutin urin dan darah. Melalui pemeriksaan rutin, terutama pada
orang-orang beresiko tinggi, akan mudah untuk mendeteksi jika ada penurunan
fungsi ginjal. Jika memang dicurigai positif, maka tes tersebut dapat diulang
kerusakan ginjal:
a. Tes urin
Salah satu gejala penyakit ginjal adalah terdapat protein atau darah dalam
urin. Perubahan pada urin ini dapat muncul 6-10 bulan atau lebih lama
15
b. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
kotoran yang berhasil disaring ginjal dari darah. Hasil perkiraan laju
c. Pemindaian
Dalam kasus gagal ginjal stadium lanjut, ginjal dapat mengkerut dan
tidak normal dalam aliran urin pasien. Proses ini dilakukan dengan alat
d. Biopsi ginjal
Penting untuk melakukan deteksi dini PGK yang dapat dilihat dalam diagram di
bawah ini:
tinggi
menderita penyakit
ginjal?
16
Diabetes Tekanan darah
Obesitas diabetes)
menderita penyakit
ginjal
Ekskresi Na urin per 24 jam dapat diukur selama periode berat badan stabil
dan diet asupan natrium disesuaikan menurut timbulnya edema pergelangan kaki
pada pagi hari. Pada umumnya diet 6 gram NaCl baik sebagai permulaan (Price,
2006)
17
Mempertahankan kadar fosfor serum normal dapat mencegah osteodistrofi
ginjal dan progesifitas ke arah GGK. Kadar fosfor harus dipertahankan 3,5-4
mg/dl. Sumber makanan yang kaya akan fosfor (daging, telur) harus dibatasi.
Diatasi dengan pemberian Calsium Carbonat (CaCO3) sebagai pengikat fosfor
secara oral. Pasien GGK memerlukan 1000-1500 mg kalsium per hari untuk
mempertahankan keseimbangan kalsium. Jika pemberian CaCO3 atau kalsium
glukonat tidak menormalkan kadar kalsium serum atau terapi dengan 1,25
dihidroksi vitamin D3 dapat dimulai dengan 0,25g yang dapat ditingkatkan
dengan interval 2-4 minggu untuk menormalkan kalsium serum (Price, 2006).
B. Terapi Farmakologi
1. Diabetes dan Hipertensi dengan PGK
a. Keparahan PGK dapat dibatasi dengan mengontrol hiperglikemia dan
hipertensi. Algoritma pengelolaan diabetes pada PGK dapat dilihat pada
gambar 1.
b. Dilakukan terapi diabetes.
c. Mengontrol tekanan darah (gambar 2) dapat mengurangi nilai penurunan GFR
dan albuminuria pada pasien tanpa diabetes. The Kidney Disease Improving
Global Outcomes (KDIGO) merekomendasikan tekanan darah 140/90
mmHg, jika ekskresi albumin urin 30 mg / 24 jam.
d. Jika ekskresi albumin pada urin 30 mg / 24 jam, maka target tekanan
darahnya 130/80 mmHg dan digunakan terapi lini pertama dengan
antihipertensi golongan Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI) atau
penghambat reseptor angiotensin II (ARB). Bila terjadi tambahan reduksi
proteinuria, maka ditambahkan diuretik thiazide yang dikombinasikan dengan
ARB.
18
e. Calcium Chanel Blocker (CCB), seperti Nondihydropyridine umumnya
digunakan sebagai antiproteinurik lini kedua ketika ACEI atau ARB
dikontraindikasikan atau tidak ditoleransi.
f. Klirens ACEI berkurang pada penderita PGK; Oleh karena itu, pengobatan
harus dimulai dengan dosis terendah, dan kemudain disesuaikan secara
bertahap untuk mencapai target tekanan darah.
19
Target:
Tekanan Darah
? 140/90 mmHg, jika ekskresi
albumin urin <30 mg/24 jam
atau Cek nilai ACR , sCR, & GFR Metformin:
? 130/80 mmHg, jika ekskresi tiap tahun untuk pasien diabetes Lanjutkan jika GFR >45mL/min/1.73 m 2
2
albumin urin >30 mg/24 jam dengan PGK yang telah 5 tahun Tinjau ulang, jika GFR 30-44 mL/min/1.73 m
HbA1C didiagnosis DM tipe 1 / DM tipe 2 Hentikan, jika GFR < 30 mL/min/1.73 m
2
17
PGK-ND tanpa DM
Ya
TD memenuhi target? Lanjutkan terapi
Tidak
Gambar 2. Terapi Hipertensi pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK), PGK Non Dialisis (PGK-ND) tanpa Diabetes Melitus (DM)
18
2. Anemia dengan PGK
a. KDIGO mendefinisikan Anemia sebagai kondisi dimana Hb < 13 g/dL (130
g/dL; 8.07 mmol/L) untuk laki-laki dewasa dan < 12 g/dL (120 g/L; 7.45
mmol/L) untuk wanita dewasa.
b. Terapi diawali dengan Erythropoetic-Stimulating Agent (ESA) pada semua
pasien PGK dengan Hb 9-10 g/dL (90-100 g/L; 5.59-6.21 mmol/L). Target Hb
masih bersfiat kontroversial.
c. Kekurangan zat besi adalah penyebab utama resistensi terapi anemia
menggunakan ESA. Penambahan zat besi dibutuhkan pada kebanyakan pasien
PGK untuk memenuhi penyimpanan zat besi akibat kehilangan darah yang
terus berlanjut dan adanya peningkatan kebutuhan zat besi.
d. Terapi zat besi secara parenteral dapat meningkatkan respon terhadap terapi
ESA dan pengurangan dosis diperlukan untuk mencapai dan mempertahanakan
indeks target. Sebaliknya terapi secara oral penyerapannya kurang baik dan
sering terjadi ketidakpatuhan pasien, karena efek samping yang muncul.
(gambar 3)
e. Preparasi zat besi secara IV memiliki profil farmakokinetik yang berbeda, dan
tidak berkorelasi dengan efek farmakodinamik.
f. Efek samping zat besi secara IV meliputi; reaksi alergi, hipotensi, pusing,
dyspnea, sakit kepala, sakit punggung bagian bawah, artralgia, sinkop, dan
artritis. Beberapa reaksi ini dapat diminimalkan dengan menurunkan dosis atau
laju infus. Sodium ferri glukonat, sukrosa besi, dan ferumoxytol dilaporkan
lebih baik daripada dekstran besi.
g. Pemberian epoetin alfa secara subkutan (SC) lebih disukai, karena jalur IV
tidak diperlukan, dan dosis SC dapat mempertahankan indeks target antara
15% sampai 30% lebih rendah dari dosis IV.
h. Darbepoetin alfa memiliki waktu paruh lebih lama daripada epoetin alfa dan
aktivitas biologis berkepanjangan. Dosis diberikan lebih jarang, mulai dari
seminggu sekali bila diberikan IV atau SC.
i. ESA dapat ditoleransi dengan baik. Hipertensi adalah efek samping yang paling
umum.
19
Anemia pada PGK
Jika Hb >10 g/dL (>100 g/dL; >6.21 mmol/L) Jika Hb <10 g/dL (<100 g/dL; <6.21 mmol/L)
Evaluasi kembali kadar besi mengikuti aturan suplementasi besi ESA dapat dipertimbangkan jika peningkatan Dimu lai de nga n tera pi ES A;p emilihan ESA
dan prosesnya sesuai kriteria di atas. kualitas hidup diharapkan dan pasien sadar d i p e r ti m b a n g k a n d a r i ti n g k a t P G K d a n
serta menerima resiko dari terapiESA. pengatiran perawatan (Pengaturan Dialisis dan
pengobatan lain)..
J ika Hb 1 0-11 g /d L (10 0-110 g/dL; 6. 21 -6. 8 3 Nilai Hb setiap minggu sampai stabil, kemudian
mmol/L) pada PGK-D atau dipelihara hingga di setidaknya tiap bulan ( PGK -D) dan tiap 3 bulan
bawah 10 g/dLpadaPGK -ND .Dilanjutkan regimen (PGK -ND ).
ESA yang ada. Dilajutkan dengan memantau kadar Besi setidaknya
setiap 3 bulan.
J i k a Hb t i d a k n a i k 1 g / d L ( > 1 0 g /d L ; 0 . 6 2
J i ka Hb d i n a ik k a n > 1 g /d L (>1 0 g / d L ; 0 . 6 2 mmol/L) setelah 4 minggu, dosis ESA dapat dinaikkan
mmol/L) dalam 2 minggu atau melebihi 11 g/dL sebesar 25% (jika hiporesponsif terhadapESA, hindari
( 11 0 g /d L ; 6 . 8 3 m mo l / L ) p a d a P G K - D a t a u kenaikan dosis ESA yang berulang melebihi dua kali
10 g/dL pada PGK- ND, kurangi dosis sebanyak 25% dosis awal yang berdasarkan Berat badan).
atau ubah dosisnya.
Gambar 3. Algoritma Terapi untuk Manajemen Anemia Menggunakan Besi dan Terapi Erythropoiesis Stimulating-Agent (ESA)
20
3 Penyakit Ginjal Kronik yang Berhubungan dengan Gangguan Mineral dan
Tulang
a. Gangguan metabolisme mineral dan tulang (CKD-MBD) sering terjadi pada
PGK dan termasuk akibat dari kelainan hormon paratiroid (PTH), kalsium,
fosfor, produk kalsium fosfor, vitamin D, dan bone turnover, juga karena
kalsifikasi jaringan lunak.
b. Keseimbangan kalsium-fosfor dimediasi melalui interaksi hormon yang
kompleks dan berefek pada tulang, saluran pencernaan, ginjal, dan kelenjar
paratiroid. Seiring perkembangan penyakit ginjal, aktivasi vitamin D pada
ginjal terganggu, sehingga mengurangi penyerapan kalsium di usus.
Rendahnya konsentrasi kalsium darah merangsang sekresi PTH. Saat fungsi
ginjal menurun, keseimbangan kalsium serum dapat dipertahankan hanya
dengan cara menghambat resorpsi kalsium pada tulang, yang akhirnya
mengakibatkan osteodistrofi ginjal (ROD).
c. Hiperparatiroidisme sekunder juga menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas dan kematian mendadak pada penderita hemodialisis.
d. Terapi
Melakukan diet fosfor, dialisis, dan paratiroidektomi adalah pengobatan
non-farmakologi untuk pengelolaan hyperphosphatemia dan CKD-MBD.
Panduan KDOQI memberikan kisaran kalsium, fosfor, kalsium fosfor yang
diinginkan, dan PTH utuh berdasarkan tahap CKD (lihat tabel 1).
21
e. Agen Phosphate-Binding
Agen lini pertama untuk mengendalikan konsentrasi serum fosfor dan
kalsium (tabel 2). Pedoman KDOQI merekomendasikan bahwa unsur kalsium
dari kalsium yang mengandung pengikat sebaiknya tidak melebihi 1500 mg /
hari, dan total asupan harian dari semua sumber sebaiknya tidak melebihi 2000
mg. Hal ini mungkin memerlukan kombinasi kalsium dan produk yang tidak
mengandung kalsium (misalnya, sevelamer HCl dan lantanum karbonat).
Efek samping dari semua pengikat fosfat umumnya terbatas pada efek GI,
termasuk sembelit, diare, mual, muntah, dan sakit perut. Resiko hiperkalsemia
mungkin memerlukan pembatasan penggunaan pengikat yang mengandung
kalsium dan atau mengurangi asupan dalam makanan. Pengikat aluminium dan
magnesium tidak dianjurkan untuk pemakaian biasa pada PGK karena pengikat
aluminium memiliki toksisitas pada SSP dan memperburuk anemia, sedangkan
pengikat magnesium bisa menyebabkan hipermagnesemia dan hiperkalemia.
f. Terapi Vitamin D
Pengendalian kalsium dan fosfor yang tidak wajar harus dicapai sebelum
inisiasi dan selama terapi vitamin D lanjutan.cCalcitriol, 1,25-
dihydroxyvitamin D, secara langsung menekan sintesis dan sekresi PTH dan
meningkatkan reseptor vitamin D. Dosis tergantung pada stadium PGK (tabel
3).
Vitamin D analog paricalcitol dan doxercalciferol yang lebih baru dapat
dikaitkan dengan berkurangnya hiperkalsemia, paricalcitol,
hyperphosphatemia. Terapi vitamin D berhubungan dengan penurunan angka
kematian.
22
Tabel 2. Agen Agen Pengikat Fosfat untuk Terapi Pada Hiperfosfatemia Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Obat Isi Dosis awal Dosis titrasi Keterangan
Kalsium Karbonat 40% unsur Kalsium 0.5-1 g, 3 kali Dinaikan/ diturunkan 500 Agen lini pertama; karakteristik disolusi dan mengikat
sehari bersama mg setiap makan (200 mg fosfat, mungkin berbeda-beda antara 1 produk dengan
makan kalsium dasar) produk lainnya.
Kurang lebih 39 mg ikatan fosfor tiap 1 g kalsium
karbonat.
Kalsium Asetat 25% unsut kalsium 0.5-1 g, 3 kali Dinaikan/ diturunkan 667 Agen lini pertama; tingkat efikasi mirip dengan kalsium
(25% unsur (169 mg unsur sehari bersama mg setiap makan (169 mg karbonat, dengan unsur elemen kalsium yang lebih
Kalsium) kalsium tiap 667 makan kalsium dasar) rendah.
mg kapsul)
Kurang lebih 45 mg ikatan fosfor tiap 1 g kalsium
asetat.
Sevelamer 800 mg tablet 800-1600 mg, 3 Dinaikkan/ diturunkan 800 Agen lini pertama; juga kolesterol LDL yang lebih
Karbonat 0,8 dan 2,4 gram kali sehari bersama mg setiap makan. rendah.
serbuk untuk makan (dosis 1 Pertimbangan pada pasien yang beresiko kalsifikasi
suspensi oral kali sehari juga ekstraskeletal.
efektif) Dihubungkan dengan lebih rendahnya resiko asidosis
dan efek samping gastrointestinal daripada Renagel
(Sevelamer HCl) yang tersedia tidak lebih lama.
Lanthanum 500, 750, dan 1000 1500 mg per hari Dinaikkan/ diturunkan 750 Agen lini pertama; potnsial untuk akumulasi lanthanum,
Karbonat mg tablet kunyah dalam dosis mg per hari karena absorpso gastrointestinal (tidak diketahui
terbagi, bersama konsekuensi jangka panjang).
makan
Aluminium Kandungan 300-600 mg, 3 kali Tidak untuk penggunaan Bukan agen lini pertama; beresiko terhadap toksisitas
Hidroksida berbeda-beda (100- sehari bersama jangka panjang. aluminium; jangan digunakan bersamaan dengan produk
600 mg/unit) makan. Diperlukan titrasi dosis yang mengandung sitrat.
Cadangan untuk penggunaan jangka pendek (4 minggu)
pada pasien dengan hiperfosfatemia yang tidak
merespon dengan binder lainnya.
23
Tabel 3. Agen Agen Vitamin D
Nama Bentuk Rute
Dosis Awal Rentang Dosis Frekuensi Pemberian
Generik Vitamin D Pemberian
Nutrisi Vitamin D
Ergokalsiferol D2 PO Berdasarkan tingkat OHD25 400 50000 UI Perhari (Dosis 4002000 UI)
Cholaklasiferol D3 PO Tiap minggu/bulan untuk
dosis yang lebih tinggi (50000
UI)
Vitamin D Aktif
Kalsitriol D3 IV 1-2 mcg 0.5-5 mcg Tiga kali tiap minggu
PO 0.25 mcg 0.25-5 mcg Setiap hari / 3 kali seminggu
Analog Vitamin D
Paricalcitol D2 PO PGK-ND: 1 mcg/hari atau 2 mcg, 3 1-4 mcg Setiap hari / 3 kali seminggu
kali seminggu jika PTH 500 pg/mL
(500 ng/L); 2 mcg/hari atau 4 mcg, 3
kali seminggu jika PTH >500 pg/mL
(>500 ng/L);
PGK stage 5 : dosis (mcg) didasarkan
pada rasio PTH/80 dan diberikan 3 kali
perminggu
IV PGK stage 5 : 0.04-1 mcg, 3 kali 2.5 15 mcg Tiga kali per minggu
perminggu
Doxercalciferol D2 PO PGK-ND: 1 mcg per hari 5-20 mcg Setiap hari / 3 kali seminggu
PGK stage 5: 10 mcg, 3 kali
perminggu
IV PGK stage 5: 4 mcg, 3 kali perminggu 2-8 mcg Tiga kali per minggu
24
g. Kalsimimetik
Cinacalcet mengurangi sekresi PTH dengan meningkatkan sensitivitas reseptor
calciumsensing. Efek samping yang paling umum adalah mual dan muntah. Cara paling
efektif untuk menggunakan cinacalcet dengan terapi lain belum diputuskan adalah: Dosis
awal; 30 mg per hari, yang dapat disesuaikan dengan konsentrasi PTH dan kalsium yang
diinginkan setiap 2 sampai 4 minggu sampai maksimum 180 mg setiap hari.
h. Hiperlipidemia
` Prevalensi hiperlipidemia meningkat saat fungsi ginjal menurun.Pedoman nasional
menjelaskan mengenai penanganan dislipidemia secara agresif harus ditangani pada pasien
dengan PGK. Pedoman KDIGO merekomendasikan pengobatan dengan statin (misalnya
atorvastatin 20 mg,fluvastatin 80 mg, rosuvastatin 10 mg, simvastatin 20 mg)pada orang
dewasa berusia 50 tahun atau lebih, yang merupakan pasien PGK-ND dengan stadium 1
sampai 5.
Pada pasien dengan ESRD, profil lipid harus ditinjau ulang setidaknya setiap tahun
dan 2 sampai 3 bulan setelah mengganti pengobatan.
Pada prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk menggantikan kerja ginjal yaitu
menyaring dan membuang sisa sisa metabolisme dan kelebihan cairan, membantu
menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta membantu menjaga tekanan darah.
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai
pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapilerkapiler
selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan
panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang
mahal (Rahardjo, 2006).
Dialisis peritoneal adalah tindakan medis dengan memasukkan cairan yang mengandung
campuran gula dan garam khusus ke dalam rongga perut, sehingga akan menyerap zat-zat
25
racun dari jaringan. Cairan tersebut kemudian akan dikeluarkan dan dibuang. Akhir-akhir ini
sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar
negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup.
Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yan jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006)
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70- 80% faal ginjal alamiah
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
weight gain) merupakan suatu tantangan yang besar bagi pasien dan petugas kesehatan.
Pembatasan asupan air merupakan satu dari sejumlah pembatasan diet yang dihadapi oleh
orang yang menjalani dialisis. Kelebihan berat akibat cairan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap angka morbiditas dan mortalitas pada orang-orang yang menjalani
26
hemodialisis. Kelebihan cairan berhubungan dengan berbagai macam komplikasi seperti
hipertensi, ascites, edema perifer. Hal ini tentunya mempengaruhi kualitas hidup pasien
(Pace, 2007).
Ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk merumuskan asupan cairan pada
pasien yang menjalani dialisis. Kopple dan Massry (2004) merekomendasikan sebagai
berikut:
dimana 600 mL mewakili kehilangan cairan bersih per hari (900 mL insensible water loss
dikurangi 300 mL cairan yang diproduksi melalui proses metabolisme). Kehilangan cairan
Penyesuaian Dosis
Strategi penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal dapat membantu dalam terapi obat
individu dan dapat mencegah penurunan kualitas hidup pasien lebih lanjut (Falconnier dkk,
2001). Metode yang direkomendasikan dalam mengatur penyesuaian dosis adalah dengan
mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau kombinasi keduanya (Munar dan Sigh,
2007).
Untuk Laki-laki :
Untuk Perempuan:
27
CrClest adalah bersihan kreatinin dalam mL/min, umur dalam tahun, BW (Body
Weight) adalah bobot badan pasien dalam kg, SCr adalah kreatinin serum. Nilai 0,85
adalah faktor koreksi untuk perempuan karena perempuan memiliki massa otot yang
lebih kecil dari pada laki-laki. Persamaan ini hanya berlaku untuk pasien dengan bobot
badan yang normal, memiliki usia diatas 18 tahun dan memiliki kreatinin serum yang
stabil.
Ess adalah nilai eksresi kreatinin, IBW adalah bobot badan ideal dalam kg dan umur
dalam tahun. Setelah didapatkan nilai Ess, dilakukan perhitungan terhadap nilai koreksi
Scrave adalah nilai rata-ratadua kreatininserum yang ditentukan dalam mg/dL, Scr1
adalah kreatinin serum pertama dan Scr2 adalah kreatinin serum kedua, keduanya
dalam mg/dL, dant selisih waktu antara pengukuran Scr1 dan Scr2.
28
Wt adalah bobot badan dalam kg, umur dalam tahun, Ht tinggi dalam meter, dan SCr
perhitungan penyesuaian dosis untuk obat yang dieksresikan terutama melalui ginjal,
golongan obat yang bersifat nefrotoksik maupun golongan obat dengan indeks terapi
sempit yang dieksresikan melalui ginjal. Metode yang dapat digunakan dalam
penyesuaian dosis adalah Metode fraksi eksresi obat dalam bentuk utuh.
dengan menggunakan data nilai fraksi obat yang dieksresikan dalam bentuk utuh()
untuk masing-masing obat yang perlu penyesuaian. Untuk sebagian besar obat,
Rasio bersihan kreatinin pada ginjal normal dan ginjal yang terganggu fungsinya
adalah nilai bersihan kreatinin pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
29
Dosis dihitung dengan menggunakan rasio bersihan kreatinin. Penyesuaian dosis
Dengan Duadalah dosis pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal danDnadalah
dosis pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Penyesuaian dosis juga dapat
dengan u adalah interval untuk pasien uremia dan N adalah interval pada fungsi
ginjal normal.
30
31
32
BAB III
A. Data pasien
Nama : Tn. F
Usia : 69 Tahun
Ruangan : owl
Keluhan pasien:
33
Pemeriksaan dan tanda-tanda vital
Tanggal
Jenis Nilai normal
23/4 24/4 25/4 26/4 27/4 28/4 29/4 30/4 31/4 1/5 2/5
darah
mmol/L
en
Tekanan 120/80 mmHg 160/ 170/ 150/ 170/ 150/ 140/ 160/ 140/ 180/ 140/9
Respiration 18-22x/menit 20 20 20 22 20 20 23 19 20 24
Rate
Nadi 80 75 80 96 84 68 80 79 86 75
34
Profil Penggunaan obat
Parenteral
Laktat 20 tpm
Resfar 1 fl/hr/4jam Iv
4A/Hari
Albuminal 100cc Iv
25%
Per Oral
Spironolacton 3 x 25 mg Po
Irbesartan 1x 150 mg Po
Digoxin 2x Po
Chaana 3 x II caps Po
Furosemid 1x1 Po
Paracetamol 3 x 1 (500 Po
mg)
Analisis SOAP
SUBJEKTIF
35
a. Pasien : Bapak F, 68 tahun di rawat inap 23 April 2 Mei 2016
c. Riwayat Penyakit : -
OBJEKTIF
Tanggal
Parameter Nilai normal
23/4 24/4 25/4 26/4 27/4 28/4 29/4 30/4 31/4 1/5 2/5
Tekanan 120/80 mmHg 160/ 170/ 150/ 170/ 150/ 140/ 160/ 140/ 180/ 140/9
Respiration 18-22x/menit 20 20 20 22 20 20 23 19 20 24
Rate
Nadi 80 75 80 96 84 68 80 79 86 75
Kesimpulan
TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
RR RR
darah
36
Hematokrit 33-45 % 21,3 27,7 Menurun Hasil Pemeriksaan
Kolesterol <200 mg/dl 197 Normal
Lab
TG <160 mg/dl 151 Normal
mmol/L
en
Darah 90 90 80
Assesment
Ureum dan kreatinin darah meningkat disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal untuk
Kadar serum kreatinin pasien pada tanggal 23 menunjukkan hasil 2,57 mg/dL nilai ini
diatas rentang normal dari serum kreatinin yaitu 0,6 1,1 mg/dL.
(140)
= 72
37
(14062) 61
= = 25,71 /
72 2,57
Kadar serum kreatinin pasien pada tanggal 30 menunjukkan hasil 2,75 mg/dL nilai ini
diatas rentang normal dari serum kreatin ini yaitu 0,6 1,1 mg/dL.
(140)
= 72
(14062) 61
= = 24,03 /
72 2,75
adalah 24,03 ml/menit, maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gagal ginjal
kronis.
38
Hemoglobin menurun, maka pasokan oksigen ke berbagai bagian tubuh berkurang,
sehingga fungsi tubuh akan terhambat dan mengalami anemia, gagal ginjal.
jangka lama melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang
Analisis DRP
2. DRP tidak ada indikasi ada obat (tidak butuh obat) : digoksin
serum kalium
39
Irbesartan + Spironolakton : Irbesartan dan spironolakton bersamaan meningkatkan kadar
kalium
kalium
Digoxin + Spironolakton :
PLAN
Disarankan untuk melakukan perhitungan nilai CrCl agar mengetahui kondisi ginjal
Pasien dengan gagal ginjal kronis (GFR < 25 ml/menit) yang tidak menjalani perawatan
dialisis, asupan kalori yang diperbolehkan untuk usia kurang dari 60 tahun adalah 35
glukonas
Pemberian Channa dan Albuminal masih belum bisa menormalkan kadar albumin pada
pasien. Perlu penambahan pemberian albuminal untuk bisa menaikkan kadar albumin
pada pasien
Dilakukan monitoring kadar kalium pada pasien karena ada interaksi antar obat yang
40
Dilakukan monitoring terhadap pemberian ulang paracetamol karena pasien memiliki
hipertensi
KIE
Membatasi asupan protein 0,8 g/kgbb/hari pada pasien dengan GFR 30 ml/menit/1,73
m2 (KDIGO, 2012)
Dianjurkan mengonsumsi makanan yang tinggi zat besi seperti protein hewani
Menghindari makanan atau minuman yang mengandung kalium, seperti pisang, air
kelapa
Furosemid tidak dianjurkan untuk dikonsumsi malam hari karena obat ini menyebabkan
Spironolakton tidak dianjurkan untuk dikonsumsi malam hari karena obat ini
41
DAFTAR PUSTAKA
Busse, W.W. dan Lemanske, R.F. 2001. Advances in Immunology. N Engl Journal Med. 62.
344.
Corwin, J.Elizabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Dharma, D. S., dkk. (2015).Penyakit Ginjal Deteksi Dini dan Pencegahan. Yogyakarta : CV
Solusi Distribusi
Daugirdas, J.T. Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook Of Dialysis, 4th Edition. Philadelphia:
Lipincott William and Wilkins.
Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Jeremy, dkk, 2002. At a Glance : Sistem Respirasi Edisi 2. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.2002. Iso Farmakoterapi.. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2000. Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri, volum 2,
No. 1 : 50-67.
Kimberly N., Justin P., dan elleen B. 2010. Effect of Smooking in the Association Between
Environmental Triggers and Asthma Severity Among Adults in New England.
Journal of Asthma Allergy Educators OnlineFirst. 10. No. 10
Munar, M.Y, Singh, H. 2007. Drug Dosing Adjustment in Patients with Chronic Kidney
Disease. American Academy of Family Physician, 75, 10, 14871496.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2005. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma
di Indonesia. Jakarta: PDPI.
42
Peter H. 1998. ABC of Allergies of Pathogenic mechanisms: a rational basis for treatment..
BMJ. 61. 316.
Price, Sylvia A.,Lorraire, Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC.
Raharjo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Terapi Hemodialisa. Edisi 4. Jilid II.
Jakarta: Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Rengganis, Iris. 2011. Diagnosis dan Tata Laksana Asma Bronkial. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
Shargel, L., Wu-Pong, S., Yu, A. B. C. 2005. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics. Fifth edition. United States : The McGraw-Hill Companies.
Sudoyo dan Aru. (2006). Buku Ajar llmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen llmu
Penyakit Dalam FKUI.
Supriyatno, H.B., 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak. Maj
Kedokt Indon, Volum 55, No. 3 : 237-243.
43