Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN ALAM FARMASI

EKTRAKSI DAN PEMEKATAN

Disusun Oleh:

Kelompok 8 Farmasi 4B

Dea Dara P (31114108)

Farid Sandy M (31114073)

Ina Rahmadani (31114081)

M. Ikhsan Maulana (31114089)

Siti Laila Abiya (31114105)

Ulfi Handayani (31114109)

Yuni Siti Sugihartini (31114113)

STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

2017
A. Tujuan
1. Melakukan penyarian simplisia tumbuhan obat dengan berbagai metode ekstraksi.
2. Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa mengerti dan mampu melakukan
ekstraksi metabolit sekunder dari suatu simplisia dengan metode tertentu.

B. Dasar Teori

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen senyawa yang diinginkan


dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang
merupakan sumber komponennya. Pada umumnya ekstraksi akan semakin baik bila
permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut semakin luas. Dengan
demikian, semakin halus serbuk simplisia maka akan semakin baik ekstraksinya. Selain
luas bidang, ekstraksi juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia simplisia yang
bersangkutan (Ahmad, 2006).

Proses pemisahan senyawa dari simplisia dilakukan dengan menggunakan pelarut


tertentu sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan senyawa
berdasarkan kaidah like dissolved like yang artinya suatu senyawa akan larut dalam
pelarut yang sama tingkat kepolarannya. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut
pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Kepolaran suatu pelarut ditentukan oleh
besar konstanta dieletriknya, yaitu semakin besar nilai konstanta dielektrik suatu pelarut
maka polaritasnya semakin besar. Menurut Ahmad (2006) beberapa aspek yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan pelarut antara lain:

1. Selektifitas, yaitu pelarut hanya melarutkan komponen target yang diinginkan dan
bukan komponen lain.
2. Kelarutan, yaitu kemampuan pelarut untuk melarutkan ekstrak yang lebih besar
dengan sedikit pelarut.
3. Toksisitas, yaitu pelarut tidak beracun.
4. Penguapan, yaitu pelarut yang digunakan mudah diuapkan.
5. Ekonomis, yaitu harga pelarut relatif murah.

Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode tergantung dari tujuan


ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode ekstraksi
yang paling sederhana adalah maserasi. Maserasi adalah perendaman bahan dalam suatu
pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak serta terhindar dari
perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).
Secara umum metode ekstraksi dibagi dua macam yaitu ekstraksi tunggal dan
ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah melarutkan bahan yang akan diekstrak
dengan satu jenis pelarut. Kelebihan dari metode ini yaitu lebih sederhana dan tidak
memerlukan waktu yang lama, akan tetapi rendemen yang dihasilkan sangat sedikit.
Adapun metode ekstraksi bertingkat adalah melarutkan bahan atau sampel dengan
menggunakan dua atau lebih pelarut. Kelebihan dari metode ekstraksi bertingkat ini ialah
dapat menghasilkan rendemen dalam jumlah yang besar dengan senyawa yang berbeda
tingkat kepolarannya. Ekstraksi bertingkat dilakukan secara berturut-turut yang dimulai
dari pelarut non polar berupa kloroform, selanjutnya pelarut semipolar berupa etil asetat
dan dilanjutkan dengan pelarut polar seperti metanol atau etanol (Sudarmadji dkk.,
2007).
Pelarut pengekstrak yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut
yang optimal untuk menarik senyawa yang terdapat dalam simplisia. Syarat pelarut yang
digunakan untuk mengekstraksi yaitu murah, mudah didapat, stabil secara fisik dan
kimia, bersifat inert dengan senyawa yang ingin ditarik, tidak mudah menguap, tidak
mudah terbakar, selektif terhadap zat yang ingin ditarik, aman, ramah lingkungan dan
diperbolehkan oleh peraturan perundangan (Ditjen POM, 1986).
Penguapan dimaksudkan untuk mendapatkan kosistensi ekstrak yang lebih pekat.
Dan tujuan dilakukan penguapan adalah untuk menghilangkan cairan penyari yang
digunakan, agar tidak mengganggu pada proses partisi.
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pemekatan (Dirjen POM, 1986) :
a. Suhu, berpengaruh pada kecepatan penguapan, makin tinggi suhu makin cepat
penguapan. Disamping mempengaruhi kecepatan penguapan, suhu juga
berperanan terhadap kerusakan bahan yang diuapkan. Banyak glikosida dan
alkaloida terurai pada suhu di bawah 100oC.
b. Hormon, enzim dan antibiotic lebih peka lagi terhadap pemanasan. Karena itu
pengaturan suhu sangat penting agar penguapan dapat berjalan cepat dan
kemungkinan terjadinya peruraian dapat ditekan sekecil mungkin. Untuk zat-zat
yang peka terhadap panas dilakukan penguapan secara khusus misalnya dengan
pengurangan tekanan dan lain-lain.
c. Waktu Penerapan, suhu yang relatif tinggi untuk waktu yang singkat kurang
menimbulkan kerusakan dibandingkan dengan bila dilakukan pada suhu rendah
tetapi memerlukan waktu lama.
d. Kelembaban, Beberapa senyawa kimia dapat terurai dengan mudah apabila
kelembabannya tinggi, terutama pada kenaikan suhu. Beberapa reaksi peruraian
seperti hidrolisa memerlukan air sebagai medium untuk berlangsungnya reaksi
tersebut.
e. Cara Penguapan Bentuk, hasil akhir seringkali menentukan cara penguapan yang
tepat. Panci penguapan dan alat penyuling akan menghasilkan produk bentuk
cair atau padat. Penguapan lapis tipis menghasilkan produk bentuk cair.
Umumnya cara pemekatan tidak dilakukan dengan lebih dari satu cara.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
No Nama Alat Gambar
1 Erlenmeyer

2 Batang Pengaduk

3 Kertas Saring
4 Corong

5 Cawan

6 Waterbath

2. Bahan
No Nama Bahan Gambar
1 Serbuk Simplisia
Daun Sirsak

2 Etanol 70%
D. Prosedur Kerja

Serbuk simplisia daun sirsak (Annona muricata)


ditimbang sebanyak 200 gram

Ditambahkan pelarut etanol 70% ke dalam


maserator sampai seluruh simplisia terendam

Maserasi dilakukan selama 3 X 24 jam, dimana


setiap 24 jam dilakukan penggantian pelarut dan
pengadukan

Maserat yang didapat kemudian ditampung dan


dilakukan pemekatan dengan menggunakan
rotary evaporator pada suhu 78 C

E. Data Hasil Pengamatan

NO Perlakuan Hasil Gambar


1. Ditimbang simplisia yang telah Hasil penimbangan
dikeringkan dan di blender yang didapat
sebanyak 150 g

2. Proses maserasi dilakukan dengan Didapat sebanyak


pennambahan larutan etanol 70% 1L
sampai simplisia terendam
3. Proses pemekatan dilakukan pada
suhu 78C

4. Penimbangan hasil pemekatan Didapat hasil


sebesar 64,43 g

F. Perhitungan

% Rendemen = 100%

64,43
= 100% = 42,953%
150

G. Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu ekstraksi pemekatan pada ekstrak daun sirsak (Annona
Mucirata L.) merupakan salah satu tanaman buah yang berasal dari Karibia, Amerika Tengah
dan Amerika Selatan. Buah sirsak rasanya manis agak asam. Setiap 100 g buah yang dapat
dimakan mengandung 3.3 g serat sehingga dapat memenuhi 13% kebutuhan serat per hari.
Selain itu sirsak ini merupakan senyawa flavonoid yang mana senyawa tersebut diketahui
memiliki banyak fungsi termasuk sebagai antioksidan.

Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil ekstrak dari
simplisia daun sirsak yang mana ekstraksi merupakan suatu penarikan senyawa metabolit
sekunder dengan bantuan pelarut, pelarut yang digunakan pada ekstraksi tersebut yaitu etanol
70%. Digunakannya etanol 70% karena etanol tersebut bersifat polar sehingga senyawa yang
diinginkan yaitu flavonoid dapat tertarik dari simplisia tersebut. Ekstraksi akan lebih cepat
dilakukan pada suhu tinggi. Metode ekstrak yang digunaan dalam praktikum kali ini yaitu
metode maserasi, karena metode tersebut merupakan salah satu metode umum dalam proses
ekstraksi bahan alam, selain itu metode maserasi lebih sederhana dan mudah. Ekstrak etanol
yang mengandung flavonoid akan merusak dinding sel yang terdiri dari lipid sehingga
menyebabkan zona hambatnya lebih besar. Flavonoid merupakan senyawa polar yang
umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol pada pereaksi yang digunakan.

Metode yang digunakan pada praktikum ini yaitu metode maserasi yang mana Metode
maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan
terlindung dari cahaya. Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah
mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel
yang berupa daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan
lemak/lipid. Keuntungan cara ini adalah pengerjaan yang dilakukan sederhana begitu juga
alat alat yang digunakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurnya artinya tidak semua sari yang terekstraksi. Cairan penyari
yang dipakai biasanya berupa air, etanol, atau pelarut lain. Pada penyarian dengan cara
maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir
serbuk simplisia, sehingga terjadi keseimbangan antara konsentrasi di dalam dan di luar sel.

Maserasi dilakukan 3 kali selama 24 jam dengan menggunakan alat gelas erlenmayer
1 liter dan dilakukan pengadukan, yang mana tujuan pengadukan pada metode ini yaitu untuk
mempercepat kontak antara sampel dan pelarut. Kemudian larutan disaring menggunakan
corong dan diperoleh filtrat dengan warna hijau kecoklatan pada ekstrak tersebut. Disini
ektrak simplisia dimaserasi dengan alat gelas yaitu Erlenmeyer dengan menggunakan pelarut
etanol 70% sampai simplisia tersebut terendam, simplisia yang akan dimaserasi sebelumnya
ditimbang terlebih dahulu yaitu sebanyak 150 gram. cairan penyari akan menembus dinding
sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut. Maserasi yang
dilakukan selama 24 jam dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Senyawa-senyawa yang
memiliki aktivitas sebagai antioksidan alami atau senyawa fenolik umumnya bersifat polar
sehingga lebih mudah larut dalam pelarut polar. Etanol merupakan pelarut yang paling umum
digunakan untuk mengekstrak karena lebih mudah melarutkannya.

Dari data pengamatan yang telah dilakukan, yaitu ekstraksi dengan metode maserasi
yang dilakukan yaitu dengan Erlenmeyer 1 L, maserasi dilakukan 3 kali selama 24 jam
sehingga dihasilkan ekstrak encer sebanyak 805 mL. sehingga didapatkan suatu ekstrak dari
daun sirsak menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70% didapatkan ekstrak
simplisia daun sirsak sebanyak 64,43 g, dan dapat dilihat secara kasat mata atau organoleptik
dari hasil pengekstrakan, pada warna larutan encer berwarna hijau kecoklatan, dengan bau
khas agak asam dan rasa pahit, dan telah dilakukan perhitungan rendemen pada ekstrak
kental, yang mana semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai ekstrak
yang dihasilkan semakin banyak, dihasilkan nilai rendemen pada ekstrak ini yaitu 42,953%
Kualitas ekstrak yang dihasilkan berbanding terbalik dengan jumlah rendamen yang
dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendamen yang dihasilkan maka semakin rendah mutu yang
di dapatkan, sehingga ekstrak kental ini dapat digunakan pada praktikum selanjutnya.

H. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan yaitu Serbuk sebelum diekstraksi
daun sirsak adalah 150 gram, untuk menghasilkan suatu ekstrak dari daun sirsak
menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70% didapatkan ekstrak simplisia daun
sirsak sebanyak 64,43 g , dan dihasilkan rendemen dari ekstrak ini yaitu 42,953 %.
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat
Penelitian. Universitas Negeri Andalas.
Ahmad, F., Gusnidar dan Reski. 2006. Ekstraksi Bahan Humat dari Batubara
(Subbitumminus) dengan Menggunakan 10 Jenis Pelarut. J.Solum 4: Hal 72-79
Ditjen POM, (1986), Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
K.Heyne.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Edisi III. Yayasan sarana Warna Jaya.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Makhmud, AI. 2001. Metode Pemisahan. Departemen Farmasi Fakultas Sains Dan
tekhnologi, Universitas Hasanuddin : Makassar.
Pratiwi, I. (2009). Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Acalyp haindica terhadap Bakteri
Salmonella cholerasuis dan Salmonella typhimurium. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA
UNS, Surakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta:Liberty. hal 93-94.
Sudjadi, 1986, Metode Pemisahan, Universitas Gadjah Mada: Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai