Anda di halaman 1dari 136
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM by DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR DIREKTORAT BINA TEKNIK PEDOMAN BENDUNGAN LIMBAH TAMBANG Nopember 2004 ee REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR. DIREKTORAT BINA TEKNIK 5, Pattimura No. 20 Persil Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Telp. (021) 7396616 - 75908264 KATA PENGANTAR Pedoman ini disusun untuk melengkapi pedoman yang berkaitan dengan kegiatan Bendungan Limbeh Tambang, disusun secara sederhana dengan dilengkapi : gambar dan penjelasan bagian-bagian bendungan limbah tambang. Pedoman Bendungan Limbah Tambang berisi penjelasan mengenai Sistem Pembuangan Tailing, Pertimbangan Desain, Desain Bagian-bagian Penting Bendungan aling, Pengerdalian Kontruksi dan Operas, Pekerjaan Perbaikan, Rehabiitasi dan Penutupan, Pemantauan Bendungan Limbah Tambang ditembah dengan , Ketentuan_lainnya yang masih berkaitan dan menjelaskan aturan pokok Secara garis besar untuk diguniakan bersama dengan pedoman, standar dan manual yang berhubungan dengan bendungan tersebut. Penyusunan pedoman telah melalui tahapan diskusi yang panjang balk diskusi intern di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air maupun diskusi dengan pare pakar dan berbagai pihak yang berkecimpung dalam pelaksanaan bendungan untuk mendapatian masukan penyempumaan. Saran dan masukan peserta lokekarya telah Giakorodasikan dalam pedoman ini, namun pedoman ini perlu secara berkala dikaji dan diperbaiki. Untuk itu kritk dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan pedoman masih sangat kami harapkan. semoga pedoman ini dapat mengisi kekurangan dari pedoman ~ pedoman yang ada Gan bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam Kegiatan bendungan limbah tambang. Jakarta;—Nopember 2004 Disusun atas kerjasama Direktorat Bina Teknik Balai Keamanan Bendungan Bagian Proyek Keamanan Bendungan dibantu oleh Konsultan Persero PT Virama Karya DAFTAR ISI Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar... BABI PENDAHULUAN t41 Umum. 1 4.2. Maksud dan Tujuan 4 1.2.4 Maksud 4 4.2.2 Tujuan 4 4.3. Lingkup Pedoman 5 14 Validitas dan Keterbatasan... 5 1.5 Acuan Normatif. eh 16 Istilah dan Pengertian ... 5 BABII SISTEM PEMBUANGAN TAILING 24 22 Konsep Umum, 2.1.1. Lubang Yang Ada 2.1.2 Lokasi Lembah 2.1.3 Lokasi Luar Lembat Komponen Sistem... 2.2.1 Sistem Penghantaran .. 222 Tey Bendungan Bendungan Konvensional (Tipe A) 14 Bendungan Konvensional Konstruksi Bertahap (Tipe 8)... 15 Bendungan Konstruksi Bertahap Dengan Zona Kedap Dihulu (Tipe C)... 16 Bendungan Dengan Zona Kedap Dari Material Taliing (Tipe D) 17 Bendungan dengan Zona Struktur Dari Material Tailing (Tipe E) 19 Bendungan Tailing Dengan Metode Konstruksi Bergeser ke Hulu Menagunakan Material Pantai atau Peddok (Tipe F) on isan 25 2.2.3. Keterbatasan Metode Hult: 29 2.2.4 Pengaliran Aliran Alamiah, 22.5 Pengendapan Di Waduk . : : 2.2.6 Pemindahan Cairan Permukaan 3 32 2.26.1. Menara Dekant .. 2.262. _Dekant Dengan Saluran Luncur Miring " i 2.263. _Dekant Dengan Sistem Pompa. 3 34 2.2.7 Pengendalian Pencemaran.. 34 2.2.7.1, Material Padat 34 2272. Air... 35 2273. Gas 36 BAB III BAB IV BABV PERTIMBANGAN DESAIN Umum. Rekomendasi Dan Persetujuan Investigasi Lokasi Material Buangan ........ Sifat-sifat Khusus Material - Konsep Dasar. Pertimbangan-pertimbangan Fondasi. Pertimbangan Gempa ..... Desain Bendungan Yang Sebagian Besar Dibangun Dari Material Tailing 47 Pembangunan Bendungan Dengan Metode Konstruksi Puncak Bergeser Ke Arah Hulu. Zs er 3.9.1. Umum 3.92. Pantai 3.9.3. Gaya Geser 3.9.4. Tekanan Pori dan Drainse POLEEBOY OVOHGRON= e © 3.10. Konstruksi Bendungan Menggunakan Sistem Peddok 50 3.11 Bendungan Dengan Konstruksi Puncak Bergeser Ke Arah Hilir Dan Bendungan Dengan As Puncak Tetep.. 3.12. Bendungan Yang Dibangun Dengan Material Dari Sumber Galian....... 52 DESAIN BAGIAN-BAGIAN PENTING BENDUNGAN TAILING Analisis Stabilitas Lereng ‘Sistem Drainasi.. ‘Sistem Dekant. 4.3.1. Desain Dari Sistem Pengendalian Air zs 43.2. Desain Menara Dekant Dan Peluncur Dekant..... sone 82 BAA ena 43.2.1. Desain Hidrolika .. 62 4.32.2. Menara Dan Peluncur DekantiKondui) 84 4.3.3. Kondisi Pasca Penutupan Operasi... : 66 PENGENDALIAN KONSTRUKSI DAN OPERAS! 5.1 Kondisi Alam i 69 5.1.1. Kondisi Iklim..... 69 5.1.2. Jenis Material Tailing . 69 5.2 Sistem Dekant. 70 5.2.1. Menara Vertikal dan Culvent 70 5.2.2. Saluran Luncur(Chute) dan Pipa Konduit... 1 5.2.3. Dekant Pipa Konduit Yang Disembung-sambung.. ai 5.2.4. Pompa Terapung (Pump Barge)... : 1 5.3 Drainasi Bawah Permukaan....... 5.3.1. Penampung Air Rembesan Bendungen (Need Seepage Collection). 73 5.3.2. Lapisan Kedap Air Buatan . z 75 5.3.3. Sumuran Berfilter (Filter wells) 78 5.3.4, Pengukuran Rembesan .. 76 §.4 Bendungan Starter.......... 7 5.5 Metode Konstruksi Kearah Hulu (Upst 78 5.5.1, Pembentukan Pantai Pada Kolam Waduk az 78 5.5.2, Konstruksi Tanggul Dan Drainasi. 5.5.3. Penyelidikan Material BAB VI BAB VII 5.6 Metode Konstruksi Kearah Hilir (Downstream Construction) 81 5.6.1 Pembentukan Lereng Hilir Bendungan 5.6.2 Pengujian Material a 5.7 Konstruksi Menggunaken Tailing Dengan Pengaturan Air (Dewatering)... 82 5.8 Perlindungan Lereng..... : 83 §.6.1. Perlindungan Dengan Batu 83 5.6.2. Vegetasi... : 83 5.6.3. Inspeksi dan Pemantauan. 2 B4 5.9 Jaminan Mutu Dan Rencana Tindak Darurat 85 PEKERJAAN PERBAIKAN 6.1. Pendahuluan.. 86 6.2. Problem Yang Sering Muncul 86 6.2.1. Peluapan (overtopping). 86 6.2.2. Ketidakstabilan Lereng Tubuh Bendungan 88 6. 3 6.2.3 Erosi intemal Akibat Rembesan ae 89 6.2.4 Erosi intemal... Efe 62.5. Kerusakan Akibat Gempa. 626 Kerusakan Pada Sistem Pengeluaran (Sistem 6.2.7 Pencemaran Air Tanah Pekerjaan Perbaikan...... 6.3.1 Umum. 632. Perbaikan Akibat Periuapan........ 6.3.3 Perbaikan Lereng Yang Tidak Stabil 6.3.4 Pekerjaan Perbaikan Akibat Erosi Internal 6.3.5 Pekerjaan Perbaikan Akibat Erosi Ekstemal... 6.3.6 Pekerjaan Perbaikan Kerusakan Akibat Gempa 6.3.7 Pekerjaan Perbaikan Pada Sistem Pengeluaran (Sistem Dekant) 6.3.8 Pekerjaan Perbaikan Terhadap Pencemaran Air Tanah REHABILITASI DAM PENUTUPAN ANd BONS Umum... Pertimbangan Ekonomi. Tujuan Utama. Stabilitas, 7.4.1. Stabilitas Lereng 7.4.2. Kegempaan 7.4.3. Proteksi Lereng 7.4.4. Sistem Draina: Hidrologi Kontaminasi 5 7.6.1. Pengendalian Rembesan. 7.6.2. Kualitas Air Permukaan ..... 7.6.3. Pengendalian Debu..... Dampak Visual Restorasi Keamanan. 7.9.4. Umum. 7.9.2. Pemantauan Dan Pengamatan. BAB VIIIPEMANTAUAN BENDUNGAN LIMBAH TAMBANG BAB IX Daftar Referensi PEDO OOH Noaaens Umum . eevee 108 Bendungan Tailing Dengan Konstruksi Puncak Bergeser Kehuiu 110 Bendungan Tailing Dengan Konstruksi Puncak Bergeser Kehili.. 412 Bendungan Tailing Tipe Penampung Air. : Penyempurnan Sistem Pemantauan Yang Sudah Ada. Pemantauan Bendungan Tailing Yang Telah Dihapuskan Fungsinya 114 Pemrosesan Dan Evaluasi Data ater) KETENTUAN LAIN 9.4 Umum 116 9.2. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 1977 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup 116 9.3. Peraturan Pemerintah Ri Nomor 18 Tahun 1999 Tentang 'Pengelolaan Limba Berbahaya Dan Beracun ... Slt 9.4 Peraturan — peraturan lain. 117 DAFTAR TABEL Tabel 1 Kelebihan dan kekurangan berbagai tipe bendungan tailing....... Tabel 2 Penyabab penympangan yang dapstdicena mela inapeksi den pemantauan , i a ‘ Tabel 3 Kemungkinan upaya perbaikan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakstabilan lereng von Tabel 4 Kelebihan dan kekurangan pengendalian rembesan untuk mencegah Pencemaran air tanah ronson vi 53 87 92 96 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25 Gambar 26 Gambar 27 Gambar 28 Gambar 29 Gambar 30 Gambar 31 Gambar 32 Gambar 33 Gambar 34 Gambar 35 Diagram proses pengelolaan bijih tambang Contoh slari tailing, Penyimpanan tailing di lubang galian tak terpakai . Penyimpanan tailing di lokasi lembah. Penyaluran slari tailing melalui pipa besi Tipe A — Bendungan konvensional Tipe B — Bendungan konvensional konstruksi bertahap Tipe C — Bendungan bertahap dengan zona kedap di hul Tipe D— Bendungan dengan zona kedap dari material t Klasifikasi material endapan dari hidrosiklon : Tipe E; — Konstruksi bendungan menggunakan metode Konstruksi hilir.... 24 Tipe E2 — Konstruksi bendungan menggunakan metode garis pusat.......... 22 Tipe E; — Bendungan tailing dengan metode konstruksi hulu. menggunakan siklon..... panes Tipe F, — Konstruksi bendungan menggunakan metode katup (spigof)....... 26 Tipe F2 — Konstruksi bendungan menggunakan metode "sub-aeria’... Tipe Fs — Konstruksi bendungan menggunakan metode "peddok’ Sistem menara dekant .. Tongkang tempat pompa........ Kurva distribusi ukuran partikel tailing - Endapan tailing di kolam waduk yang membentuk | pant. Lingkaran Mohr... a Konstruksi bendungan kearah hulu Conteh ilustrasi neraca air sistem penampungan talling yang dibangun dengan metode konstruksi peddok 59 Denah komponen hidrologi sistem penampungan tailing coor) Tipe menara dekant... 63 Gaya yang bekerja pada menara sistem dekant... 65 Metode penempatan pipa konduit di paritan untuk mengurangi tegangan 68 Dekant pipa konduit yang disambung-sambung .. 1 Contoh penampungan air rembesan Alat ukur V Notch..... Konstruksi hulu yang dimodifikasi Penyebaran tailing dengan alat penyebar melalui spigot... Penggalian paritan dan pembuangan tanggul dengan alat beret... Contoh bangunan pelimpah pada saat masa operasi tambang Bangunan pelimpah direhabilitasi untuk menampung banjir pasca ‘Operasi tambang......... aN BAB | PENDAHULUAN 4.4 Umum Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi bahan tambang yang melimpah. Berbagai jenis bahan tambang seperti: emas, tembaga, nikel, besi, bauksit, timah, intan, mangaan, batubara dan lain sebagainya terkandung di bumi Indonesia. Penggalian dan pengolahan bahan tambang, disamping akan menghasilkan mineral berharga juga ‘akan menghasilkan limbah tambang dari lapisan penutup (overburden) dan tailing dalam jumlah yang besar. Batuan penutup adalah batuan alamiah yang digali dan dipindahkan untuk mendapatkan bijih (ore) yang mengandung logam atau mineral berharga, sedang tailing adalah butiran batu yang tersisa setelah bijh melewati proses pengambilan (extracted) logam atau mineral berharga di pabrik pengolahan. Umumnya bijin dalam bentuk batuan keras (hardrock ore), diproses melalui tahapan seperti gambar 1 : peremukan (crushing), penggerusan (mill, pengambilan atau pemisahan (separation) mineral berharga/konsentrat dengan bantuan bahan kimia atau cara pengapungan (floating), kemudian dilanjutkan pemekatan (dewatering) sehingga material tersisa pada akhir proses (tail) tinggal berupa bubur atau slari tailing (tailing slurry). Slari tailing kemudian dialirkan ke tempat pembuangan atau kolam penampungan yang umumnya terbentuk Karena dibangunnya bendungan. Kadang-kadang slari tailing dibuang ke dasar laut dalam (deep sea tailing placement - DSPT), tapi cara ini sering menimbulkan masalah dengan lingkungan. Pada penambangan batu bara, kegiatan pengolahan yang mencakup proses peremukan, pencucian, pemekatan dan atau pembuangan batuan/mineral pengotor dan atau senyawa belerang, memeriukan air dalam jumlah besar. Air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan air buangan dari kegiatan pengolahan batubara, kemudian ditampung di kolam pengendap (pond) untuk dibersihkan dari kandungan material layangnya (suspended solid). Volume fimbah tambang pada umumnya sangat besar, oleh karena itu diperlukan kolam yang sangat besar pula untuk menampung limbah agar tidak menimbulkan dampak merugikan pada lingkungan, perlu dilakukan pengelolaan batuan penutup dan pengelolaan tailing dengan cara yang tepat. Salah satu teknik pengelolaan tailing adalah dengan membangun bendungan limbah (tailing dam). Batuan Penutup (Overburden) Bijih Tambang (Ore) LB Peremukan (Crushing) Penyaringan (Screens) Penggerusan (Grinding/Milling) i3 | Klasifikasi | Pemisahan mineral berharga Pemekatan | (Sparation or Leaching) (Dewatering) Mineral Berharga oe (Concentrate) Tailing Gambar 1 Diagram proses pengolahan bijih tambang Fokus pengelolaan tailing adalah mengumpulkan atau mengendapkan tailing di kolam waduk, dan memantau air yang keluar dari kolam waduk agar tidak menimbulkan dampak negatif terutama bagi kesehatan masyarakat dalam jangka panjang. Di kolam waduk material padat lambat laun akan mengendap ke dasar kolam kemudian terbentuk pantai-pantai (beach) yang semakin lama semakin luas. Untuk memastikan agar air yang keluar dari Kolam telah memenuhi persyaratan lingkungan, sebelum dibuang ke perairan umum air dari kolam harus diolah lebih dulu di instalasi pengolah limbah (IPAL) sehingga memenuhi persyaratan baku mutu air limbah. Gambar 2 Contoh slari tailing Bendungan limbah tambang awalnya didesain secara empiris sehingga_menampilkan perilaku bendungan yang kurang memuaskan. Bulletin ICOLD 121 tahun 2001 melaporkan bahwa sampai tahun 2000 telah tercatat 221 kali terjadi musibah besar pada bendungan limbah tambang, yang telah menelan korban jiwa yang cukup banyak, antara lain: bendungan limbah tambang Aberfan Inggris tahun 1966 korban lebih dari 100 orang, Mufiira Zambia 1970: 89 orang, Bufallo Creek USA 1972: 125 orang, Stava Itali 1985: 269 orang. Untuk menghindari terulangnya kejadian tersebut, bendungan limbah tambang periu didesain dan dikonstruksi dengan cara lebih baik sehingga keamanannya dapat ditingkatkan. Bendungan limbah tambang memi beberapa sifat yang sama dengan bendungan penampung air, oleh karena itu pada awal penyiapan desain dapat digunakan teknologi 3 bendungan penampung air pada umumnya. Tetapi bendungan limbah tambang memil perbedaan pada teknik pelaksanaan konstruksi dan operasinya, dan memiliki perbedaan pada material yang ditampung baik secara fisik maupun kandungan kimiawinya. Selain itu, bendungan limbah tambang didesain untuk kemudian dihapuskan fungsinya, tidak untuk dioperasikan sepanjang masa. Pelaksanaan konstruksi biasanya bersamaan dengan operasi, dan apabila kondisi memungkinkan, bendungan dibangun di luar alur sungai Umumnya bendungan limbah tambang dibangun untuk menampung material buangan padat (solid waste material). Air yang berasal dari pengendapan material tailing hanya ditampung sementara selama masa operasi, untuk kemudian dipompa kembali ke pabrik pengolahan, Pedoman Bendungan Limbah Tambang, disiapkan untuk memberi penjelasan secara garis besar mengenai aplikasi teknik sipil dan geoteknik pada desain, pelaksanaan konstruksi dan operasi bendungan limbah tambang, serta rehabilitasi yang dilakukan sebelum penghapusan fungsi bendungan agar memenuhi kaidah keamanan bendungan dan lingkungan. Bahasan pada Pedoman Limbah Tambang ini difokuskan pada bendungan limbah tambang yang ditujukan untuk menampung material tailing (falling dam), hal ini dikarenakan bendungan ini memiliki problem keamanan bendungan yang jauh lebih besar dibanding bendungan limbah tambang yang ditujukan untuk menampung limbah galian (waste dump) Oleh karena itu pada pembahasan pada bab-bab selanjutnya bendungan limbah tambang disebut dengan bendungan tailing. 4.2. Maksud dan tujuan 1.2.4, Maksud Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada Pemrakarsa, Pemilik/Pengelola dari pihak-pihak terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan penghapusan bendungan tailing mengenai tata cara perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan bendungan tailing 4.2.2. Tujuan Tujuan dari Pedoman adalah agar desain dan konstruksi bendungan tailing layak teknis serta aman dalam operasinya. 1.3. Lingkup Pedoman Membahas secara umum : pertimbangan desain, pelaksanaan konstruksi, pengoperasin, pemantauan dan penghapusan fungsi bendungan limbah tambang. Berlaku untuk : bendungan tailing sesuai lingkup pengaturan SNI 03-1731-1989 tentang Tata Cara Keamanan Bendungan, beserta revisinya. 1.4 Validitas dan Keterbatasan Pedoman ini hanya memberi petunjuk umum tentang pembangunan dan penghapusan fungsi bendungan tailing tipe urugan (non uranium), bukan petunjuk desain rinci (cesign hand book ) sehingga dalam pemakainnya harus mengacu pula pada peraturan, standard dan pedoman lain yang berlaku, demikian pula pedoman yang terkait dengan bendungan tailing dari COLD yang diterbitkan lewat bulletin-buletinnya 4.5 Acuan Normatif 1) SNI03-1731-1989 Tata cara keamanan bendungan 2) SNI03-2392-1990 Tata cara pelaksanaan injeksi semen pada batuan 3) SNI03-6465-2000 Tata cara pengendalian mutu bendungan urugan 4) Permen Kimpraswil No 296/KPTS/M/2001 :_Tentang Keamanan Bendungan 5) Pd.M-01-2004-A Uji mutu konstruksi tubuh bendungan tipe urugan 6) Bulletin 45, ICOLD, 1982 : Manual on tailing dams and dumps 7) Bulletin 97, ICOLD, 1984 : Tailing Dams- Design of Drainage 8) Bulletin 98, ICOLD, 1995 : Tailing Dams and Seimicity 9) Bulletin 101,ICOLD, 1995: Tailing Dams-Transport placement and decantation 10) Bulletin 103,ICOLD, 1996: Tailing Dams and Environment 11) Bulletin 104,ICOLD, 1996: Monitoring of Tailing Dams. 42) Bulletin 121,ICOLD, 2001: Tailing Dams-Risk of Dangerous Occurences 4.6 Istilah dan Pengertian : 4) Limbah, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan; 2) Limbah tambang, adalah limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan pengolahan bahan tambang yang terdiri dari batuan penutup dan tailing; 3) Tailing, adalah limbah tambang yang berasal dari proses pengolahan bijih tambang yang umumnya berbentuk bubur atau slari 6) i) 8) 9) 10) 11) 12) 13) Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat B3, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain; Peddok, adalah petak-petak pengendapan tailing yang dibatasi oleh pematang untuk mempercepat proses penguapan dan pengendapan tailing; Sistem Dekant, adalah sistem pengeluaran kelebihan air pada bendungan tailing yang dapat berupa menara yang dilengkapi dengan mulut pengeluaran yang dapat dirubah ketinggiannya sesuai dengan elevasi air di kolam waduk serta gorong- gorong untuk mengalirkan air keluar dari kolam waduk, atau berupa sistem pemompaan atau saluran di sisi tubuh bendungan yang kadang-kadang dilengkapi balok skot untuk pengaturan pengeluaran; Spigot, adalah katup-katup untuk mengatur pembuangan tailing ke kolam waduk; Hidrosikion, adalah alat untuk memisahan material tailing berbutir kasar dan halus, yang diletakkan pada ujung pipa pembuangan tailing; Pantai atau beach, adalah endapan tailing yang berada di atas genangan air; Bendungan starter, adalah timbunan yang berbentuk tanggul_ yang dibangun pada awal setiap tahap pembangunan bendungan tailing, yang berfungsi sebagai penahan material tailing agar terkumpul pada suatu tempat tertentu; Kuari, adalah sumber galian batuan; Penstock, adalah penstock shaft dalam sistem dekant atau biasa disebut pipa pesat tegak; Penstock outfall, adalah pipa pesat luncur dalam sistem dekant atau juga biasa disebut dengan konduit; BAB II SISTEM PEMBUANGAN TAILING 2.1. Konsep Umum Beberapa abad yang lalu tailing dari operasi pertambangan dan industri, umumya dibuang ke aliran terdekat dan dihanyutkan air agar mengendap lebih jauh ke hilir atau ke laut yang jauh dari tempat jlakukannya operasi. Saat ini jarang ada produk tailing yang aman dan relatif tidak berbahaya bagi lingkungan hidup atau aktivitas manusia. Oleh karena itu peraturan perundang-undangan yang ada melarang pembuangan murah, semacam itu. Perkembangan mutakhir metode pembuangan yang mudah adalah mengganti dengan rangkaian pipa menuju pantai dan biasanya lebih jauh lagi hingga mencapai perairan dalam agar tailing dapat dibuang ke laut bebas. Partikel-partikel kasar akan menumpuk di dekat titik pembuangan sedangkan partikel-partikel yang lebih halus tersebar menjauh atau mendekat, tergantung sifat koagulasi partikel, oleh gelombang dan arus. Karena dampak racun yang dapat bereaksi seketika dan bahaya jangka panjang bagi dasar laut, menyebabkan solusi ini tidak dapat diterima kecuali dalam situasi yang sangat langka. Hampir dapat dipastikan bahwa semua pembuangan usaha pertambangan dan industri akan mempengaruhi tanah. Oleh Karena itu untuk penyimpanan tailing dalam periode yang sangat lama perlu persyaratan untuk seleksi tanah tempat tailing akan disimpan. Endapan tailing harus dijaga dari kerusakan fisik agar tidak menimbulkan kebocoran dan tidak mencemari kawasan sekeliling, mencemari aliran air di sekitamya, mencemari air tanah maupun atmosfer. Karena tailing dialirkan dari tempat pengolahan dalam bentuk slari atau bentuk cairan, massa yang diendapkan periu ditampung agar tidak mengalir keluar. Bangunan penampung tailing pada prinsipnya terdiri dari dua komponen yaitu urugan atau tubuh bendungan tailing (tail 19s dam) dan kolam pengendapan material (kolam waduk). Pada sebagian besar kolam waduk, material padat akan mengendap dan terpisah dengan material layang. Material di kolam waduk terdiri dari endapan material padat dengan berbagai konsistensi dan cairan permukaan yang biasanya berupa air yang berasal dari aliran permukaan atau hujan yang jatuh langsung di atas kolam waduk. Cairan permukaan dapat dikembalikan ke pabrik pemrosesan untuk digunakan kembali, disimpan di kolam waduk untuk digunakan di masa mendatang atau dibuang dengan cara penguapan, dan setelah diolah di IPAL, dilepas ke perairan umum terdekat. ‘Ada beberapa macam cara penampungan tailing yang memenuhi persyaratan dasar. Pemilhan lokasi dan tipe pengelolaan akan dipengaruhi oleh_pertimbangan keamanan, ‘ekonomi, faktor-faktor topografi, klimatologi dan kegempaan, dampak fingkungan hidup maupun kemudahan operasi Pengaturan dan cara penampungan tailing, dapat diklasifikasikan sebagai berikut 2.1.1. Lubang Yang Ada Bekas tambang terbuka atau bekas g: h melesak di atas lokasi pertambangan atau cekungan alami yang tidak terpakai dapat dimanfaatkan untuk penampungan tailing. Keuntungan utama dari cara ini adalah tidak periu bendungan secara khusus, karena sudah ada tampungan alami (gambar 3). Cara penampungan ini cukup aman karena keruntuhan bendungan tidak akan terjadi dan penggenangan daerah sekitar dapat dihindari. Tetapi kelemahannya adalah timbulnya dampak negatif bagi daerah sekitarnya akibat peningkatan tekanan porl, rembesan atau resiko terjadi rembesan di daerah sekitamya. Selain itu apabila dasar dari kolam waduk tidak kedap air dapat terjadi perkolasi atau masuknya tailing ke air tanah sehingga menyebabkan polusi terutama terhadap air tanah. Gambar 3 Penyimpanan tailing di lubang galian tak terpakai Lokasi Lembah Lokasi yang memiliki topografi bergelombang atau berlereng curam dapat dipilih sebagai tempat penampungan tailing, namun perlu bendungan yang melintang lembah (gambar 4), Pertimbangan ekonomi didasarkan pada perbandingan antara besamya volume tampungan dan volume timbunan bendungan penahan, Pada metode ini umumnya diperlukan timbunan yang lebih tinggi daripada cara yang lain sehingga perlu perhatian terhadap stabilitas timbunan. Kelemahan atau kerugian penggunaan lokasi lembah adalah mengganggu aliran air alamiah sehingga perlu dibangun fasilitas untuk mengendalikan seluruh aliran permukaan dari daerah tangkapan air di hulu, dengan mengelakkan aliran keluar dari daerah tampungan. Pada pilihan dengan membangun bendungan, konsekuensinya harus dilengkapi dengan pelimpah, Gambar 4 Penyimpanan tailing di lokasi lembah 2.1.3. Lokasi Luar Lembah Apabila lokasi yang tersedia berupa tanah datar atau lereng lembah yang landai, maka untuk memperoleh kolam waduk, perlu bendungan pada seluruh tepinya atau pada sis sisi kaki bukit. Rasio volume tampungan dengan voiume bendungan penahan realtif rendah, sehingga kurang ekonomis. Keunggulan pengelolaan model ini terletak pada kecilnya aliran alamiah yang harus dikendalikan, terutama untuk waduk yang sepenuhnya dikelilingi bendungan pembatas, selain itu pengendalian pencemaran air tanah mudah dilakukan. Dalam prakteknya untuk mendapatkan kolam waduk yang dikehendaki sering digunakan kombinasi dari dua atau tiga cara di atas. Pemilihan_lokasi untuk pembuangan tailing dipengaruhi oleh faktor_ kepemilikan tanah serta tata guna lahan tanah saat ini dan masa yang akan datang di lokasi yang dimaksud dan daerah sekitarnya. Faktorfaktor yang perlu diperhatikan dalam pemilinan lokasi antara lain adalah sebagai berikut 1) 2) 4) 5) 6) 7) 8) Kedekatan: Lokasi yang dekat dengan tempat pengolahan akan mengurangi biaya transportasi Volume Timbunan Penutup (Embankment Recovery); Lokasi dengan rasio volume tampungan yang lebih besar dibanding volume timbunan pada umumnya lebih dikehendaki, walaupun hal tidak membatasi penggunaan material tailing untuk pembangunan bendungan. Topografi; Sekalipun tujuan pada butir 2) menguntungkan, tetapi lokasi dengan lereng amat curam harus dihindari karena akan membutuhkan timbunan yang sangat tinggi, dan menyebabkan kesulitan akses atau menimbulkan risiko stabilitas. Aliran permukaan alamiah; lokasi dengan daerah tangkapan air yang luas sedapat mungkin dihindari. Elevasi; sebaiknya dipilin lokasi yang elevasinya mendekati sama dengan elevasi pabrik pengolahan. Lokasi yang jauh lebih tinggi daripada tempat pengolahan membutuhkan biaya pemompaan tailing yang mahal, sebaliknya lokasi yang jauh lebih rendah daripada tempat pengolahan akan memerlukan biaya pemompaan air yang besar jika surplus air harus dikembalikan ke tempat pengolahan. Kondisi Fondasi; walaupun dasar fondasi kedap air dan bentuk tampungannya bagus, tetapi kalau kondisi fondasinya jelek, sebaiknya dihindari. Persyaratan fondesi bagi bendungan tailing, umumnya sama dengan bendungan penampungan air. Lokasi Tambang Potensial; lokasi yang diperkirakan memiliki sumber daya mineral yang dapat dieksploitasi, harus dihindari. Keberadaan Manusia; pusat hunian penduduk dan kawasan altivitas manusia harus dihindari 10 9) Gangguan Visual; lokasi yang terlindung dari pandangan umum lebih diutamakan. 10) Sensitivitas Lingkungan; lokasi dengan spesies flora atau fauna yang terancam punah harus dihindari 11) Pertimbangan-pertimbangan Air Tanah; lokasi yang akan menyebabkan rembesan berlebihan (sesuai peraturan lingkungan yang berlaku) dari kolam waduk ke air tanah harus dihindari, terutama jika air tanah dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Apabila tidak ada lokasi lainnya, maka alternatifnya adalah dengan memasang lapisan kedap air di seluruh dasar kolam waduk agar akuifer tidak terganggu. 12) Erosi; lokasi yang sangat rentan terhadap erosi air atau angin harus dihindari Berbagai cara penampungan tersebut di atas akan memerlukan pertimbangan dalam sistem pembuangan yang terkait dengan metodenya: (1) penghantaran, atau transportasi tailing (2) konstruksi bendungan, (3) pengalihan, atau pengaliran aliran alamiah, (4) pengedapan dalam kolam waduk, (6) evakuasi kelebihan cairan permukaan dan aliran alamiah, dan (6) pencegahan pencemaran di luar tempat pengendapan. Tipe-tipe sistem pembuangan tailing dan komponennya, akan dijelaskan lebih rinci pada sub bab 2.2. dan Bab 4 2.2. Komponen Sistem ‘Ada tujuh Komponen pokok yang diperlukan untuk masing-masing cara pembuangan tailing : (1) sistem untuk menghantar tailing ke lokasi pembuangan, (2) timbunan atau bendungan untuk menahan tailing agar tetap berada dalam lokasi, (3) pengaturan/ pengelakan aliran alamiah. (4) sistem pengendapan tailing di kolam waduk, (5) __fasilitas untuk evakuasi kelebihan air permukaan berlebihan dari kolam waduk, "1 (6) _upaya perlindungan kawasan sekitar dari polusi, (7) __instrumentasi dan sistem pemantauan agar dapat dilakukan pengawasan yang akurat terus-menerus terhadap integritas struktural bendungan dan kolam waduk dan pengawasan tethadap kualitas serta dampak alirannya pada lingkungan. Instalasi harus mengikuti manual pabrik serta pedoman yang berlaku, sederhana pengoperasiannya, tahan terhadap ancaman kimiawi dan sesuai untuk operasi jangka panjang Kegunaan masing-masing komponen dan cara pengaturan yang umum dilakukan untuk memenuhi tujuan di atas dijelaskan secara ringkas sebagai berikut. 2.2.1 Sistem penghantaran Pengangkutan slari dari tempat pengolahan ke lokasi pembuangan seringkali dilakukan dengan rangkaian pipa, tetapi pengaliran dengan saluran terbuka kadang-kadang juga digunakan karena lebih murah. Karena penggunannya bersifat sementara, rangkaian pipa jarang ditanam dalam tanah. Bahan pipa yang pall berkepadatan tinggi (high density polyethylene). Dahulu, sebagian besar digunakan umum digunakan adalah baja (tanpa pelapis) dan polyetilene bahan baja, dengan perencanaan yang cermat dan kecepatan aliran moderat, pipa baja dapat dipakai dalam jangka lama dan mampu memberikan solusi paling ekonomis, utamanya di negara-negara yang memproduksi baja sendiri. Polyetilene juga sangat menguntungkan karena ketahanannya yang besar terhadap keausan oleh kandungan tailing padat, sehingga_belakangan ini mulai banyak dipakai, terutama di negara-negara maju. Faktorfaktor yang turut mempengaruhi pilihan bahan antara lain adalah, untuk baja lebih kaku, dan memiliki kemampuan menghadapi tekanan tinggi, serta relatif mudah penempatannya. Sedangkan polyetilene memiliki karakteristik susut tinggi. Jika tailing bersifat abrasif, tata letak pipa diusahakan lurus, dan periu pertimbangan penggunaan bahan konstruksi lin atau pemasangan lapis pelindung apebila tailing bersifat reaktif secara kimiawi. Detail tentang transportasi_ dan penempatan tailing serta sistem dekant dibahas pada ‘Sub Bab 4.3, Gambar 5 adalah contoh penghanteran tailing melalui pipa besi. 12 Gambar 5 Penyaluran slari tailing melalui pipa besi 2.2.2. Tubuh Bendungan ‘Tubuh bendungan tailing merupakan komponen terpenting dalam sistem penampungan tailing terkait dengan keamanannya. Sering kali Komponen ini juga menjadi bagian paling mahal dari sistem. Oleh karena itu perlu rekayasa teknis yang tinggi untuk memenuhi kriteria kombinasi antara faktor kemanan dan ekonomi tersebut di atas. Material Konstruksi dan metode konstruksi yang digunakan untuk pembangunan bendungan tailing banyak macamnya tergantung pada 1) 2) 3) 4) kondisi lokasi bendungan; ketersediaan material; ketersediaan dana serta;, kebijaksanaan operasi tambang secara keseluruhan. Agar mudahnya tipe bendungan diklasifikasikan sebagai berikut : a) (2) @) (4) Bendungan Konvensional (Tipe A) Bendungan Konvensional Konstruksi Bertahap (Tipe B) Bendungan Konstruksi Bertahap Dengan Zona Kedap Di Hulu (Tipe C) Bendungan Dengan Zona Kedap Dari Material Tailing (Tipe D) 13 (8) Bendungan Dengan Zona Struktur Dari Material Tailing (Tipe E) (6) Bendungan Konstruksi Bergeser ke Hulu Dengan Material Pantai atau Peddok Tipe F) Pengelompokan tersebut di atas lebih bervariasi dibanding dengan tipe bendungan konvensional yang dibangun dengan menggunakan material dari sumber galinan. 2224. Bendungan Konvensional (Tipe A) Tipe bendungan ini dipilih apabila diperlukan waduk untuk penampung tailing maupun penampung air sepanjang masa sejak dari awal pembuangan tailing F . Gambar 6 Tipe A - Bendungan konvensional (A) Timbunan bahu (B) Sistem drainasi dengan filter (©) Inti (D) Groting fondasi (E) Endapan material tailing (F) Air di kolam waduk Penampang bendungan dibuat sesuai dengan kondisi fondasi dan material yang tersedia. Pada tipe ini material tailing tidak digunakan untuk konstruksi, karena bendungan telah selesai dibangun sebelum dilakukan pembuangan tailing. Pada gambar 6 bendungan dibangun dengan inti tegak yang cukup lebar di tengah agar bendungan dapat berfungsi menahan air dengan balk. Setiap bagian bendungan harus mampu mengendalikan rembesan_hingga batas yang disyaratkan, agar dapat mengendalikan dampak terhadap lingkungan dan mencegeh timbuinya tekanan pori yang berlebihan yang dapat mengancam stabilitas bendungan. Fondasi dan bendungan harus mampu menahan beban yang bekerja antara lain, berat sendiri bendungan, air atau tailing dengan air. Material tailing harus dipertimbangkan baik dalam bentuk padat maupun 44 dalam kendisi cair, Karena akan memberikan tekanan horizontal lebih besar terhadap bendungan daripada tekanan yang diberikan air saja. Filter harus sanggup mengalirkan air rembesan secara efektif tanpa meloloskan material padat. Bendungan tipe ini cocok : 1) untuk menampung air bagi pemenuhan kebutuhan pabrik pengolahan bijih atau; 2) untuk menampung air tailing selama proses pengendapan atau; 3) _untuk tujuan pengurangan konsentrasi racun (sianida), atau; 4) arena tidak terhindarkan masuknya aliran alami ke kolam waduk dalam jumlah yang besar. Kelebihan utama bendungan konvensional (tipe A) ini adalah perencanaannya dapat dilakukan_ secara cermat dan konstruksi dapat dilaksanakan dalam tempo relatif singkat (dibanding dengan tipe bendungan tailing lain dimana konstruksi dan operasi dilakukan bersama). Selain itu bendungan tipe ini dapat memberikan ketenangan jangka panjang bagi operator dan pengawas pembangunan karena proses pelaksanaannya tidak rumit, baik pada masa kontruksi maupun selama periode operasi. Keunggulan lainnya adalah mampu memberi periindungan terhadap polusi yang berasal dari air dan angin. Kelemahan utamanya adalah biaya lebih mahal dibanding dengan bendungan tipe lain yang dibangun dengan material tailing. 2.2.2.2. Bendungan Konvensional Konstruksi Bertahap (Tipe B) Bendungan tipe ini memiliki kemiripan karakter dengan bendungan konvensional (Tipe ‘A) tetapi modal awalnya yang tinggi dapat direduksi dengan pelaksanaan_ konstruksi bertahap sehingga biaya dapat disebar merata selama periode operasi penampungan. Pembangunan tubuh bendungan tahap selanjutnya dilaksanakan apabila endapan material tailing telah mencapai batas tinggi jagaan. 15 Gambar 7 Tipe B - Bendungan konvensional konstruksi bertahap (A) Timbunan bahu (8) Drainasi dengan filter (C) Inti (D) Grouting fondasi (E) Endapan material tailing (F) Air di kolam waduk (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan masa yang akan datang Pada tipe ini sering digunakan inti miring agar dimungkinkan perluasan timbunan pada sisi hilir. Posisi inti dan drainasi diupayakan seakurat mungkin agar timbunan yang dibuat lebih dulu dapat menyatu dengan baik dengan timbunan yang dilaksanakan sesudahnya. 2.22.3. Bendungan Konstruksi Bertahap Dengan Zona Kedap Di hulu {Tipe C) Jika tailing yang diendapkan berada di dekat atau di atas level air permukaan pada kolam waduk, zona kedap bendungan akan lebih mudah jika diletakkan pada sisi hulunya. Hal ini dimungkinkan jika tailing dan aimya disimpan bersama dalam kolam waduk dan tidak mungkin bila hanya untuk menampung air saje. Dipadukan dengan zona kedap air pada sisi hulu, tailing yang diendapkan dapat berfungsi sebagai lapis kedap air. Fungsi fondasi dalam mencegah rembesan sepanjang kaki dan sekitamya akan lebih baik serta ukuran dari zona kedap air dapat dikurangi. 16 Sebelum tailing dibuang secara teratur, air akan menggenang pada bagian bawah tubuh bendungan hingga endapan material tailing mencapai ketinggian tertentu dan mampu membantu fungsi kedap air. Agar bendungan mampu menahan air tanpa bantuan fungsi kedap air dari endapan tailing, maka perlu suatu bendungan Kecil yang dibangun pada setiap awal tahap bendungan. Bendungan tersebut disebut dengan bendungan strarter (starter darn), Gambar 8 Tipe C - Bendungan bertahap dengan zona kedap di hulu (A) Timbunan bahu (B) Drainasi dengan filter (©) Inti {E) Endapan material tailing (F) Air di kolam waduk (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan masa yang akan datang 2.2.2.4. Bendungan Dengan Zona Kedap Dari Material Tailing (Tipe D) Apabila sebagian atau seluruh tailing disebarkan dan diendapkan di dekat tubuh bendungan, maka akan terbentuk pantai endapan material tailing yang kemudian dapat berfungsi sebagai zona semi kedap air yang selanjutnya menjadi zona kedap air (sedikit kurang kedap). Gradien hidrolis yang rendah menyebabkan tidak perlunya perbaikan fondasi zona kedap air di bawah fondasi secara ekstensif asalkan tidak ada celah-celah pada fondasi yang dapat melewatkan material padat. Fondasi yang relatif kurang kedap akan bermanfaat mengurangi tekanan pori pada zona selimut, dan dapat meningkatkan stabilitas bendungan. Tetapi metode ini memiliki kelemahan Karena perkolasi yang mengarah ke fondasi tidak diperkenankan menimbulkan risiko pencemaran terhadap air 17 tanah. Pada kasus seperti ini harus dipasang selimut kedap air untuk mencegah rembesen ke arah bawah, dan_perlu dilengkapi dengan sistem drainasi dengan filter untuk mengalirkan air rembesan ke hilir, kemudian dipompakan kembali ke kolam waduk atau langsung ke tempat pengolahan. Analisis untung rugi penghilangan zona kedap yang dibangun dari material yang berasal dari sumber galian (borrow area) perlu dipertimbangkan, tetapi umumnya diantara endapan pantai dan tubuh bendungan tetap dibutuhkan lapisan fiter dan transisi. Tipe ini cocok bila air yang masuk ke waduk genangannya dapat diatur tidak akan naik melebihi elevasi tertinggi pantai dan elevasi timbunan kedap air. Hal ini hanya dapat dilakukan bila daerah tangkapan (catchment area) di hulu kecil/ tidak luas, disamping itu juga diperlukan strategi yang bik dalam penempatan tailing ager dapat terbentuk pantai yang cukup tinggi disetiap saat. Bendungan starter seperti yang dijelaskan pada bendungan konstruksi bertahap dengan zona kedap di hulu (Tipe C) juga diperlukan pada tipe ini, Perhatian serius dan kepastian operasional sangat diperlukan bagi keamanan dalam penggunaan tipe ini Gambar 9 Tipe D - Bendungan dengan zona kedap dari material tailing (A) Timbunan dari sumber galian (umumnya berupa kerikil) (B) Drainasi dengan fitter (C) Timbunan kedap air (E) Endapan tailing (F) Air di kolam (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan dimasa yang akan datang (J) Bendungan starter 18 2.2.2.6. Bendungan Dengan Zona Struktur Dari Material Tailing (Tipe E) Bendungan dengan zona kedap dari material tailing (tipe D) menggunakan endapan material tailing sebagai penahan air. Lebih jauh lagi sering kali dari segi biaya jauh lebih efektif, apabila menggunakan tailing sebagai material konstruksi dalam zona struktural bendungan. Mengacu gambar 19 dapat dicermati bahwa produk tailing umumnya terdiri atas gabungan partikel-partikel yang bagian terbesamya dikategorikan sebagai lanau dan umumnya seluruh material produk keseluruhannya biasanya tidak cocok untuk zona struktural timbunan. Selain itu akan ada persoalan mengenai pemisahan antara air dengan material padat sebelum dapat dipakai sebagai bahan konstruksi bendungan. Meskipun demikian, dalam produk tersebut cukup banyak bagian material yang lebih kasar dapat digunakan untuk material semi kedap (biasanya material berpasir). Hal ini diperoleh dengan cara pengendapan pada suatu pantai (masalah ini dibahas dalam Bab 3). Pemisahan juga dapat dilakukan menggunakan hidrosiklon. Pada proses ini material dimasukkan di bawah tekanan dan dirotasi secara_ spiral sehingga terjadi percepatan sedimentasi. Partikel-partikel kasar dialirkan lewat aliran bagian bawah (under flow) dengan persentase bahan padat cukup tinggi, sedangkan produk-produk halus yang sebagian besar, berupa air, dialirkan secara terpisah melalui aliran bagian atas (over flow). Tipikal kiasifikasi material endapan yang keluar dari hidrosiklon disajikan dalam gambar 10. 19 100 © 50 40 30 10 ‘6005 0.07 O05 OF 05 04 = i ec F wu] Si Sa Gambar 10 Klasifikasi material endapan dari hidrosikion Si-Lanau Sa - Pasir F- Halus M- Medium C-Kasar A- Produk tailing B- Aliran Bagian Bawah Cy - Aliran Bagian Atas Karena produk aliran bagian bawah hidrosiklon mengandung bahan padat yang tinggi dan apabila mengalir melalui suatu rangkaian pipa akan memiliki tahanan gesek yang tinggi, maka proses pemisahan dilakukan sedekat mungkin dengan titik pembuangan. Biasanya dilakukan dari timbunan itu juga, tetapi jika lereng tumpuannya agak curam, dapat dilakukan di lereng tumpuan kemudian dialirkan dengan gravitasi pipa ke titik pengendapan. Cara lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan hidrosikion portabel dengan ukuran lebih kecil yang dioperasikan di puncak atau di dekat puncak bendungan. Metode ini lebih banyak memakan tenaga kerja, tetapi lebih fleksibel dan lebin cocok untuk keadaan tertentu. Hasil proses pengendapan, cara ini akan membentuk endapan tailing yang relatif curam dengan kemiringan lereng dari 1:2 hingga 1:5, tergantung pada distribusi ukuran partikel, kandungan air dan volume material. Aliran bagian atas dari hidrosiklon yang berupa air dan butiran halus dalirkan langsung ke waduk di depan lereng hulu. 20 1) Bendungan Tailing Dengan Metode Konstruksi hilir (Tipe E1) Fraksi kasar tailing yang dipisahken dengan hidrosiklon, dapat digunakan untuk membentuk seluruh timbunan atau sebagian besar timbunan bendungan. Ukuran hidrosikion diseleksi sedemikian rupa hingga membentuk tumpukan atau timbunan yang berkembang sejajar ke arah hilir, yang sisi hulunya dapat digunakan untuk menampung material tailing. Dengan garis batas penempatan tailing dan hidrosiklon pada puncak bendungan starter, aliran bagian bawah dilepas ke hilir guna membentuk timbunan, dan aliran bagian atas dilepas ke kolam waduk, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 11. Lereng hulu timbunan yang terbentuk pada eleva: yang lebih tinggi dibuat suatu berm untuk memungkinkan ditempatkannya pipa penghantar, dan kemudian hidrosiklon diangkat ketika elevasi waduk naik. Sebagai suatu alternatif, hidrosikion besar dapat ditempatkan di tebing tumpuan , di atas ketinggian puncak maksimum, dengan kedua aliran bagian bawah maupun aliran bagian atas dialirkan ke bawah menuju timbunan Metode pengendapan ini diistilahkan sebagai metode hilir karena jika ketinggian bendungan bertambah, posisi puncaknya bergeser ke A Gambar 11 Tipe E;. Konstruksi bendungan menggunakan metode konstruksi hilir (A) Zona struktural dibentuk dengan aliran bagian bawah hidrosikion {B) Drainasi dengan filter {E) Pantai yang dibentuk dengan aliran bagian atas hidrosikion (F) Air di kolam waduk (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan dimasa yang akan datang (J) Bendungan starter (K) Urutan lokasi penempatan rangkaian pipa tailing (L) Urutan lokasi penempatan hidrosiklon atau urutan pengendapan 24 2) _ Bendungan Tailing Dengan Metode Konstruksi Garis Pusat (E2) Metode konstruksi ‘hilir menggunakan cukup banyak volume material kasar sebagai timbunan dan area tanah untuk tapak bendungan. Jika proporsi material kasar yang dipisahkan dengan hidrosiklon tidak memadai bagi konstruksi timbunan untuk menjaga naiknya elevasi waduk, maka untuk mempercepat konstruksi bendungan perlu material yang diambil dari sumber galian. Sebagai alteratif untuk bagian hulu timbunan dapat digunakan material yang dibentuk pada pantai tailing yang diendapkan yang secara struktural kurang kompeten. Hal ini dimungkinkan karena sisi hulu timbunan secara progresif ditopang oleh kenaikan endapan. Konstruksi ini diperlihatkan pada Gambar 12 dan metodenya lazim —disebut_ sebagai metode-—‘garis._—_pusat’ cap Gambar 12 Tipe E,, Konstruksi bendungan menggunakan metode garis pusat (A) Zona struktural dibentuk dengan aliran bagian bawah hidrosiklon (8) Drainasi dengan filter (E) Pantai yang dibentuk dengan aliran bagian atas hidrosikion (P) Air di kolam waduk (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan dimasa yang akan datang (J) Bendungan starter (K) Urutan lokasi penempatan rangkaian pipa tailing (U) Urutan lokasi penempatan hidrosikion atau urutan pengendapan (M) Perancah Bendungan starter dibangun tepat di bawah posisi puncak timbunan terakhir, dan aliran bagian bawah hidrosiklon dialirkan ke hilir. Apabita pengendapan telah mencapai tahap disaat mana rangkaian pipa penghenter dan timbunan hidrosikion harus dinaikkan, ‘aliran bagian bawah' kemudian dialirkan pada sisi hulu pipa penghantar, sebagaimana ditunjukkan Gambar 12a. Pola zigzag pengendapan ini berlangsung di sepanjang konstruksi timbunan. Salah satu alternatif membangun bendungan dengan metode ‘garis pusat’, adalah dengan menempatkan pipa penghantar pada suatu perancah di atas level pengendapan dan timbunan ditingkatkan dalam interval pendek dalam suatu alur vertikal, sebagaimana ditunjukkan Gambar 12b. 3) Bendungan Tailing Dengan Metode Konstruksi Hulu Menggunakan Siklon (Tipe E.3) Pengendapan ‘aliran bagian bawah’ maupun ‘aliran bagian atas’ pada sisi hulu rangkaian pipa penghantar disebut dengan istilah metode konstruksi ‘hulu’ dan sering digunakan untuk membangun keseluruhan timbunan. Penggunaan fraksi kasar tailing, sangat ekonomis karena hanya zona terluar tipis yang menggunakan material ini 23 Gambar 13 Tipe Es. Bendungan tailing dengan metode konstruksi hulu menggunakan sikion (A) Zona struktural yang dibentuk dengan aliran bagian bawah hidrosikion (8) Drainasi dengan filter (©) Pantal yang dibentuk dengan aliran bagian atas hidrosiklon (F) Air di kolam waduk (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan dimasa yang akan datang (J) Bendungan starter (K)) Urutan lokasi penempatan rangkaian pipa (L) Unutan lokasi penempatan hidrosikion atau urutan pengendapan Metode ‘hulu’ diperlihatkan dalam gambar 13. Pengalaman masa lalu menunjukkan sistem ini memiliki kelemahan terkait dengan stabilitas dan kepekaannya terhadap likuifaksi. Peru kecermatan dalam desain agar permukaan preatik dapat dikendalikan, dengan drainasi yang tepat. Tailing yang lebih halus yang dialirkan melalui “aliran bagian bawah" umumnya lebih lemah dibanding fraksi yang lebih kasar_karena kurang padat sebab material diendapkan di dalam air atau tidak dapat didrainasi, dikonsolidasikan atau dikeringkan hingga padat. Sifat kurang lulus air dapat menyebabkan permukaan preatik menjadi tinggi dan mengindikasikan terjadinya peningkatan tekanan pori. Material tersebut dapat membentuk suatu zona lemah sehubungan dengan stabilitas lereng rilir. leh karenanya metode Konstruksi hulu yang menggunakan material halus, harus dilengkapi dengan sistem drainasi yang bai dan pengeringan untuk memberikan kekuatan terhadap stabilitas lereng. Pada daerah dengan kegempaan tinggi, stabilitas harus mendapatkan perhatian utama 24 22.2.6 Bendungan Tailing Dengan Metode Konstruksi Bergeser ke Hulu Menggunakan Material Pantai atau Peddok (Tipe F) Tipe bendungan ini merupakan tipe yang tertua dan tradisional. Ukuran butiran tailing dipisahkan dengan cara pengendapan pantai sebagai ganti pemisahan dengan cara siklon Metode ini semaksimal mungkin menggunakan_ material tailing, dan di daerah dengan iklim kering dan topografi agak landai serta dan upah tenaga kerja yang terjangkau, menjadikan metode ini yang termurah di antara metode lainnya. Metode ini mengandalkan endapan pantai yang baik dengan pengendalian pada penyebaran aliran tailing dan pengendalian atas lamanya waktu material dialirkan dari setiap tik pengeluaran. Pada saat telah terbentuk pantai yang lebar, pasir di bagian atas dekat puncak dikeruk dengan cangkul untuk kemudian ditempatkan pada tepi hilir dari puncak untuk menjaga agar aliran tailing mengalir ke arah bagian tengah kolam waduk , tidak ke arah hilir lereng bendungan. Sudut kemiringan lereng bendungan ini dipengaruhi oleh besarnya kemampuan penambahan tinggi tanggul pada tepi puncak bendungan yang bergerak ke arah hulu dari tanggul dibawahnya. Sekarang lebih umum bendungan starter dibangun lebih awal dengan peralatan mekanis dan menggunaken urugan tanah atau urugan batu, seperti dalam gambar 14, dan untuk meninggikan lereng hilir dibuat tanggul kecil, yang dibangun dari pasir pantai dengan alat mekanik ringan yang bekerja di atas pengendapan pantai dan selalu dijaga sudut lereng hilimya 4) Metode Pembuangan Spigot (F.1) Metode ini sangat sederhana, tailing dialirkan secara gravitasi dari tempat pengolahan melalui parit dan talang kayu ke bendungan. Talang kayu ditopang di sepanjang puncak bendungan , dan mempunyai beberapa lubang disampingnya yang dapat ditutup dengan penutup kayu, dan jika dikehendaki dapat berfungsi untuk mengalirkan tailing ke pantal Sekarang lebih banyak tailing dipompa dan dialirkan melalui pipa. Tailing dialirkan melalui pipa pengangkut utama, kemudian dikeluarkan melalui cabang-cabang keluaran yang dilengkapi dengan spigot untuk mengatur keluaran. Tailing dialirkan pada pantai dari beberapa spigot-spigot dan pada saat yang sama spigot lainnya ditutup agar pantai mengering dan kontruksi tanggul dapat diisi untuk lapisan berikutnya. Pantai yang terbentuk dengan metode ini harus relatif datar, agar terjadi proses pemisahan ukuran butiran dengan baik dan konsekuensinya diperlukan pantai yang 25 lebar dengan tinggi jagaan yang cukup diatas level permukaan di kolam waduk. Metode ini berfungsi dengan baik bila aliran air ke kolam waduk agak pelan. Meskipun material kasar umumnya mengendap pada bagian luar dekat dengan lereng hilir (membentuk struktur bendungan), tetapi kadang-kadang beberapa lapisan material halus juga terendapken di bagian luar, karena pengaruh dari bermacam-macam partikel endapan dan adanya cekungan-cekungan pada pantai, yang akhimya akan mempengaruhi stabilitas struktur bendungan. Gambar 14 Tipe F;. Konstruksi bendungan menggunakan metode katup (spigot) (A) Tailing berbutir kasar {B) Drainasi dengan filter (©) Tailing berbutir halus (F) Air di kolam waduk (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan dimasa yang akan datang (K) Urutan lokasi penempatan pipa tailing (M) Pipa pembawa tailing (N) Tanggul yang dibangun dari tailing berbutir kasar 2) Metode pembuangan sub-aerial (Tipe F.2) Perkembangan lebih mutakhir dalam metode pembuangan tipe pantai disebut sistem ‘sub-aerial’ atau ‘lapisan tipis. Metode ini menggunakan sistem drainasi_ untuk mendapatkan kekuatan dan pengendalian terhadap proses pengendapan material tailing. Tailing dialirkan seperti pada metode spigot, namum ditambah alat penyemprot 26 untuk memperoleh pengendapan yang lebih seragam. Metode ini akan menghasilkan simulasi sangat mirip dengan aliran yang melebar di atas pantai dan sudut pantai yang lebih tajam. Lokasi pengendapan digeser secara berangsur-angsur sehingga kedalaman dan waktu pengeringan masing-masing lapisan yang diendapkan dapat dikendalikan agar material mempunyai kekuatan yang dikehendaki. Sistem drainasi bawah tanah perlu disediakan untuk membuang kandungan material tailing sehingga diperoleh percepatan kekuatan Pemilinan metode ini juga harus mempertimbangkan kemampuan waduk dalam menampung debit aliran alamiah yang masuk ke waduk, seperti juga metode-metode konstruksi yang lain. Gambar 15 Tipe F2. Konstruksi bendungan menggunakan metode ‘sub-aerial’ (€) Endapan tailing (F) Air di kolam waduk (N) Tanggul yang dibangun dari tailing berbutir kasar (Q) Alat penyemprot (sparayer) 3) Metode Pembuangan Peddok (Tipe F.3) Sistem pembuangan tailing yang lain, dilakukan dengan mengendalikan aliran atas semua produk tailing, terutama pada saat terjadi kekurangan material kasar, hal ini dilakukan dengan pembuatan serangkaian peddok tailing di sepanjang garis 27 bendungan. Metode ini memanfaatkan drainasi dan pengawetan dengan cara Pengeringan (desiccation) lapisan tipis tailing, dan sangat berhasil di daerah beriklim kering. Peddok cikelilingi tanggul rendah yang dibuat secara manual dari material yang diendapkan, dengan pemadatan ringan. Selanjutnya tailing dialirkan ke dalamnya pada siang hari serta surplus air dan surplus tailing dialirkan dari peddok ke kolam waduk yang lebin dalam. Kedalaman buangan material pada tiap-tiap peddok dikendalikan dengan cermat, kemudian dikeringkan hingga kekuatan minimum tercapai, sementara peddok- peddok di sebelahnya diisi, Pada malam hari semua produk tail dalam kolam waduk 9 dialirkan ke bagian Sistem ini telah berhasil dimanfaatkan selama satu abad lebih dalam area tambang tradisinnal dengan iklim kering, rerata penguapan tinggi, dan kondisi perekonomian yang memungkinkan penyediaan tenaga Kerja dalam jumiah besar. Salah satu keterbatasan metode ini adalah besamya laju peningkatan timbunan, yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi ikim dan ketersediaan kapasitas penyimpanan air, yang normalnya metode ini hanya cocok digunakan pada lokasi-lokasi bendungan di luar lembah, Gambar 16 Tipe Fs Konstruksi bendungan menggunakan metode ‘peddok’ (A) Zona struktural yang terbentuk dari endapan tailing di peddok (B) Drainasi dengan filter (E) Endapan tailing (F) Air di kolam waduk (G) Penampang bendungan saat ini (H) Penampang bendungan dimasa yang akan datang (N) Tanggul yang dibangun dari tailing berbutir kasar 28 2.2.3. Keterbatasan Metode Hulu Periu diperhatikan bahwa: 1) Metode konstruksi hulu memilki problem stabilitas bendungan yang serius terutama pada daerah yang sering mengalami goncangan gempa. Pembangunan bendungan tailing dengan metode konstruksi hulu harus melakukan langkah khusus sebagai berikut (1) penyediaan saluran drainasi bawah tanah di hulu tubuh bendungan (2) pemisahen endapan lanau dari pasir pada jarak tertentu dari bendungan 2) Beberapa metode hulu, seperti pengendapan sub-aerial dan peddok, tidak cocok dipakei untuk operasi penambangan dengan lubang galian terbuka yang besar dengan produksi tailing lebih dari 100,000 ton setiap harinya. Disamping itu pengendapan peddok tidak cocok untuk ikim basah 2.2.4. Pengalihan Aliran Alamiah Pengalihan atau pengelakan alan alamiah di sekitar waduk tailing diperiukan : (1) untuk menjaga kecukupan tinggi jagaan (freeboard) yang dibutuhkan antara level air tertinggi dengan puncak timbunan dari bendungan Tipe A atau B; (2) untuk menjaga kecukupan tinggi jagaan yang diperlukan antara level air tertinggi dengan pantai tailing untuk bendungan tipe D, E, atau F, juga untuk menghindari bocoran dan tekanan pori tinggi pada zona struktural; (3) _ untuk menghindari pencemaran aliran alamiah oleh kandungan substansi kimia dan zat beracun dari tailing datam kolam waduk. (4) untuk mengurangi volume air dalam kolam terjadi akibat masuknya aliran alami; (6) _karena disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. Untuk daerah aliran sungai kecil masih dimungkinkan masuknya air ke dalam kolam waduk, tetapi untuk DAS yang luas, sering lebih ekonomis menghindari masuknya air ke dalam kolam waduk dengan cara membuat sistem pengelak yang dapat berupa : (1) saluran pengelak yang dibuat mengelilingi kolam waduk; (2) gorong-gorong yang dibuat di bawah kolam waduk dan di bawah bendungan untuk mengalirkan aliran alamiah dari hulu waduk ke hilir bendungan; 29

Anda mungkin juga menyukai