Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita


1. Uterus
Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah pir dan
berdinding tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, panjang uterus 3 inci
(8cm), lebar 2 inci (5cm), dan tebal 1 inci (2,5cm).13
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi.
Uterus terbagi menjadi fundus, corpus, dan cervix uteri. Fundus uteri
adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk ke
uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada
kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin
berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum
uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri dan pars
supravaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada serviks disebut
kanalis servikalis.1
Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan:1
1. Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam
2. Miometrium, lapisan tebal otot polos
3. Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar.
Endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkelok. Endometrium
melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus
haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa haid
endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam
masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik. Lapisan otot
polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk
longitudinal. Diantara lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk
anyaman, lapisan ini paling penting pada persalinan karena sesudah
plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit pembuluh darah. Uterus

4
5

ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan
ligamentum yang menyokongnya untuk terfiksasi dengan baik.13

2. Tuba Falopii
Terdapat dua buah tuba uterinae, setiap tuba uterinae mempunyai
panjang sekitar 4 inci (10cm) dan terletak pada pinggir atas ligamentum
latum. Masing-masing tuba menghubungkan cavitas peritonealis di region
ovarium dengan cavitas uteri. Tuba uterinae terbagi menjadi empat bagian:
1. Infundibulum tuba uterinae adalah ujung lateral tuba uterinae yang
berbentuk corong dan menjorok ke luar ligamentum latum dan
terletak di atas ovarium. Ujung bebasnya berbentuk tonjolan seperti
jari-jari yang melingkupi ovarium.
2. Ampulla tubae uterinae merupakan bagian tuba uterine yang paling
luas.
3. Isthmus tubae uterinae merupakan bagian tuba uterine yang paling
sempit dan terletak tepat lateral terhadap uterus.
4. Pars uterine merupakan segmen yang menembus dinding uterus.13
Tuba uterinae menerima ovum dari ovarium dan merupakan tempat
terjadinya fertilisasi (biasanya di ampulla tubae uterinae). Tuba uterinae
menyediakan makanan untuk ovum yang telah difertilisasi dan membawa
ovum yang telah difertilisasi ke dalam cavitas uteri. Tuba uterinae juga
merupakan saluran yang dilalui oleh spermatozoa untuk mencapai ovum.13

3. Fimbrae
Fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian
disalurkan ke dalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum
viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot dinding
tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler.
Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang berlipat-lipat dengan
sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk
6

menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan


arus yang ditimbulkan oleh getaran silia tersebut.1

4. Ovarium
Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang
sekitar 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Ovarium merupakan
organ yang bertanggung jawab terhadap produksi sel benih perempuan
yang disebut ovum; dan hormone sex perempuan, estrogen dan
progesterone, pada perempuan dewasa.13
Setiap bulan 1-2 folikel akan keluar yang dalam
perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.1

Gambar 1. Anatomi organ reproduksi wanita


7

2.2 Perdarahan Antepartum


2.2.1 Definisi
Perdarahan ante partum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi
setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu.1
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa
kehamilan dimana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat
janin lebih dari 1000 gram.6
Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan diatas
28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada
trimester ketiga. Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut1,2 :
1. Perdarahan akibat kelainan plasenta
a. Plasenta previa
b. Solusi plasenta (abruptio plasenta)
c. Insersio velamentosa
d. Plasenta sirkumvalata
e. Pecahnya sinus marginalis dan vasa previa
2. Perdarahan yang bukan dari kelainan plasenta
a. Pecahnya varices vagina
b. Perdarahan polip serviks
c. Perdarahan perlukan seviks
d. Trauma

2.2.2 Insiden
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh
persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975)
dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan. RS pirngadi Medan kira-kira
10% dari seluruh persalinan.1
Pada kejadian perdarahan antepartum, kejadian yang berbahaya
umumnya bersumber pada kelainan letak plasenta dan lepasnya plasenta
dari tempat implantasinya sehingga menyebabkan perdarahan, maka
8

persalinan tidak dapat dihindarkan walaupun umur kehamilan belum


cukup bulan. Suatu penelitian menjelaskan bahwa perdarahan antepartum
juga merupakan penyebab persalinan prematur dengan kejadian sebesar
14,1%.7
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Wiji Lestari dengan judul
Hubungan Antara Paritas dengan Kejadian Perdarahan Antepartum di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (2007) didapatkan hasil bahwa
wanita multipara memiliki risiko 2,76 kali lebih besar untuk mengalami
terjadinya perdarahan antepartum daripada wanita primipara.

2.3 Plasenta Previa


2.3.1 Definisi
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian
atau seluruh Ostium uteri internum.1,3
Sejalan dengan bertambah membesarnya Rahim dan meluasnya
segmen bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari
plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal
maupan dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu di
ulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.3
Implantasi plasenta yang normal ialah pada dinding depan, dinding
belakang rahim, atau di daerah fundus uteri.17
9

Gambar 2. Implantasi Normal Plasenta

2.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data kelahiran di U.S pada tahun 2001, plasenta previa
menjadi penyulit 1 dari 305 persalinan Martin dkk (2002). Crane dkk
(1999) mendapatkan insiden 0,33% (1 dari 300) pada hampir 93.000
persalinan di Nova Scotia. Insiden di Parkland Hospital adalah 0,26% (1
dari 390) pada lebih dari 169.000 persalinan dalam 12 tahun.15 Sedangkan
di Rumah Sakit Sanglah Denpasar kejadiannya 2,7%.16
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan paritas tinggi dan
pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal.3
Dari hasil penelitian Darwin (2011) menunjukkan bahwa kejadian
plasenta previa yaitu 210 (3,57%) dimana pada tahun 2008 terdapat 108
kasus (3,82%) dan tahun 2009 terdapat 102 kasus (3,34%). Kejadian
plasenta previa terbanyak terdapat pada usia 35 tahun, yaitu 70 orang
(33,33%). Berdasarkan jumlah paritas, plasenta previa paling banyak
terdapat pada jumlah paritas 2-4 kali, yaitu 99 orang (47,14%). Pada pasien
dengan plasenta previa terdapat 8 orang (3,81%) yang memiliki riwayat
seksio 2 kali. Terdapat 2 kasus (0,95%) plasenta previa pada kehamilan
ganda dan 28 orang (13,33%) pada pasien dengan riwayat abortus.14
10

2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa yaitu :
a. Plasenta Previa Totalis atau komplit
Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir (ostium uteri internum). Pada
posisi ini tidak mungkin bayi dilahirkan pervaginam (spontan) karena
berisiko perdarahan yang hebat.
b. Plasenta Previa Lateralis.
Bila plasenta yang menutupi sebagian jalan lahir (ostium uteri
internum).
c. Plasenta Previa Marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang berada di pinggir ostium uteri
internum.
d. Plasenta Letak Rendah (Low-lying PlacentaI)
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian
rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang lebih 2 cm dari
ostium uteri internum. Bila yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal.3

Gambar 3. Klasifikasi plasenta previa


11

Menurut Perisaei dkk (2008) plasenta previa dapat dibagi menjadi


empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound yaitu:11
1. Derajat I yaitu plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
2. Derajat II yaitu plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
3. Derajat III yaitu plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri
internum.
4. Derajat IV yaitu plasenta telah berada tepat pada segmen bawah
rahim.

2.3.4 Faktor Risiko


Etiologi plasenta previa masih belum diketahui dengan jelas.
mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan bahwa penyebab plasenta previa adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses dari
radang atau atrofi.3,12
Adapun beberapa faktor risiko terjadinya plasenta previa yaitu :
a. Kehamilan dengan ibu berusia lanjut
b. Multiparitas
c. Riwayat seksio sesarea sebelumnya
d. Vaskularisasi desidua yang tidak memadai
e. Wanita yang merokok
f. Multifetal gestations
g. Plasenta yang terlalu besar
h. Riwayat aborsi

2.3.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga
dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah rahim, tampak plasenta akan mengalami pelepasan.
Sebagaimana diketahui tampak plasenta yang terbentuk dari jaringan
12

maternal yaitu bagian desisua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari
uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada
waktuserviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian
tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervilus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen
bawah rahim itu perdarahan plasenta previa berapapun pasti akan terjadi
(unvoidable bleeding).4
Perdarahan ditempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan servik tidak mampu berkontraksi dengan
kuat karena memiliki elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
dengan akibatnya pembuluh darah tempat ini tidak dapat tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan terhenti karena terjadinya pembekuan kecuali
jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana akan
ada perdarahan akan berlangsung lebih lama dan lebih banyak. Oleh
karena itu pembekuan segmen bawah rahim akan berlangsung progresif
dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain
(causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri
(pain less).4
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan
baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.perdarahan
pertama cenderung sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan
berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada usia
kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih dari separuh kejadiannya
terjadi pada umur kehamilan 34 minggu keatas. Berhubungan dengan letak
13

perdarahannya ter;letak dekat ostium uteri internum, maka perdarahanya


lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematoma
retroplasenta yang mampu merusak jaringan yang lebih luas dan
melepaskan tromboplastin kedalam sirkulasi maternal. Dengan demikian,
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.4
Hal lain perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya
plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi
plasenta akreta, plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta yang tumbuh
vilinya bisa menembus kebuli-buli dan kerektum bersama plasenta previa.
Plasenta akreta dan plasenta inkreta lebih sering terjadi pada uterus
sebelum pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh
mudah robek sebab kurangnya elemen-elemen otot yang terdapat disana.
Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan
pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya pada kala tiga karena
plasenta sukar melepas dangan sempurna (retentio plasenta), atau setelah
uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.

2.3.6 Gambaran klinik


1. Perdarahan uterus keluar dari vagina tanpa rasa nyeri, tanpa sebab dan
biasanya berulang (painless, recurrent bleeding). Pada setiap
pengulangan perdarahan menjadi lebih banyak bahkan mengalir.
Perdarahan biasanya terjadi pada akhir trimester kedua atau sesudahnya
dan darah berwarna merah segar.
2. Perdarahan akibat plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini, dan
dapat menyebabkan anemia.
3. Pada palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih
tinggi (floating) sering dijumpai kelainan letak janin dan palpasi
abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.
14

4. Perdarahan pertama (first bleeding ) biasanya tidak banyak dan berhenti


spontan.
5. Janin biasanya masih baik.3

2.3.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan
beberapa pemeriksaan :
a. Anamnesis
Adanya keluhan berupa perdarahan jalan lahir pada kehamilan
setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (Trimester III).
Perdarahan tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), perdarahan
bisa berulang (recurrent) serta perdarahan berwarna merah terang.
b. Pemeriksaan fisik
1. vital sign dan denyut jantung janin harus selalu di awasi dengan
ketat.
2. Pemeriksaan luar
Inspeksi
o Perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya.
o Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemia.
o Keadaan penderita bervariasi dari kesadaran yang compos
mentis sampai koma.
Palpasi abdomen
o Bagian terbawah janin belum turun, mengambang karena
sekitar ostium uteri tertutup oleh jaringan plasenta. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung
(floating) atau di atas PAP.
o Terdapat kelainan letak janin intrauteri; letak bokong, letak
lintang dan bagian terendah miring.
o Janin sering belum cukup bulan, sehingga fundus uteri masih
rendah.
15

Pemeriksaan auskultasi
o Pemeriksaan menggunakan Doppler sehingga detak jantung
janin dapat didengar oleh ibu.1,4,6
3. Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam (pemeriksaan serviks) merupakan
kontraindikasi, kecuali apabila wanita yang bersangkutan sudah di
meja operasi dengan segala persiapan untuk seksio sesaria segera
karena pemeriksaan yang dilakukan dengan hati-hati dapat juga
menyebabkan perdarahan masif. Selain itu, pemeriksaan ini jangan
dilakukan kecuali apabila memang telah direncanakan
persalinan.1,4,6
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Inspekulo
Bertujuan untuk mengetahui dari mana asal perdarahan,
apakah berasal dari uterus atau dari kelainan serviks dan vagina.
Apabila perdarahan berasal dari uterus adanya plasenta previa dan
solusio plasenta harus dicurigai. Pada kebanyakan kasus, perdarahan
dapat dinilai tanpa pemeriksaan inspekulo karena berpotensi
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografi cara ini sudah
mulai banyak dipakai di Indonesia. Terdapat dua metode pada
pemeriksaan yaitu USG transabdominal dan USG transvaginal.
- USG transabdominal
Metode yang paling sederhana, tepat dan aman untuk mengetahui
lokasi plasenta. Menurut Laing (1996), rata-rata tingkat
akurasinya adalah sekitar 96%. Hasil postif palsu sering
disebabkan oleh distensi kandung kemih, sehingga pemeriksaan
USG harus diulang setelah kandung kemih kosong.
16

- USG Transvaginal
Pemakaian USG transvaginal telah secara nyata
menyempurnakan tingkat ketepatan diagnosis plasenta previa.
Farine dkk (1988) mampu melakukan visualisasi os interna
serviks pada semua kasus dengan teknik transvaginal. Pada studi
membandingkan gambaran abdominal ultrasonografi dan
transvaginal ultrasonografi, Smith dkk. (1997) dan Taipale dkk.
(1998) mendapatkan teknik transvaginal lebih akurat. Tingkat
akurasinya adalah 98% positive predictive value dan 100%
negative prediction value pada upaya penegakan plasenta previa.
USG transvaginal dapat digunakan untuk menentukan plasenta
previa letak rendah dan lebih akurat dibandingkan USG
transabdominal.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sejumlah peneliti menggunakan MRI untuk
memvisualisasikan kelaianan plasenta, termasuk plasenta previa dan
membantu identifikasi plasenta akreta, inkreta dan perkreta.1,4,6
4. Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada
kejadian plasenta previa dengan perdarahan:
a. Complete Blood Count dengan hematocrit dan platelet
b. Prothombine time dan activated thromblopastin time
c. Betke-Kleihauer tes untuk menilai perdarahan fetomaternal. 1,4,6

2.3.8 Tatalaksana
a. Terapi Ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir
prematur dan mengurangi angka kematian neonatus. Penderita dirawat
tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis
melainkan melalui usaha non-invasif dan pemantauan secara ketat dan
baik agar janin dapat hidup di dalam kandungan. Transfusi darah dan
17

operasi harus dapat dilakukan setiap saat bila diperlukan. Anemia perlu
diatasi atas pertimbangan perdarahan selanjutnya dengan menilai
perdarahan berdasarkan pemeriksaan hemoglobin dan hematocrit
secara berkala. pemberian steroid pada kehamilan antara 24 minggu
34 minggu untuk pematangan paru janin.1,3,4
- Syarat terapi ekspektatif :
Perdarahan sedikit kadar Hb > 8 g%, keadaan umum ibu baik.
Usia kehamilan < 37 minggu atau berat janin belum mencapai
2.500 gram.
Perdarahan tidak aktif.
Janin hidup.
Belum inpartu.
- Tindakan :
Tirah baring, rawat inap dan berikan antibiotik profilaksis
Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
Berikan tokolitik bila ada kontraksi
o MgSO4 4g IV dosis awal dilanjutkan 4g setiap 6 jam.
o Nifedipin 3 x 20 mg/hari
o Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
janin.
Steroid pada kehamilan <32 minggu :
a) 2 x 12 mg/24 jam I.V/IM
b) 4 x 6 mg/12 jam I.V/IM
Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu
masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan dengan
pesan untuk segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi
perdarahan berulang.
b. Terapi Aktif
- Kriteria terapi aktif :
Perdarahan banyak
18

Keadaan umum jelek


Pasien syok
Inpartu
Usia kehamilan >37 minggu
Taksiran berat janin >2500 gram
Janin mati
- Tindakan :
Perbaiki keadaan umum : beri infus, atasi syok dan transfusi darah
Bila keadaan umum jelek setelah syok teratasi segera seksio
sesar.1,3,4

2.3.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak dan fatal.
1. Perdarahan dapat mengakibatkan penderita menjadi anemia bahkan
syok karena pembentukan segmen rahim yang terjadi secara ritmik,
sehingga pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat
berulang dan semakin banyak.
2. Akibat plasenta berimplantasi di segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini tipis sehingga memudahkan jaringan trofoblas menginvasi ke dalam
myometrium bahkan sampai perimetrium dan menjadi penyebab dari
plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
3. Kelainan letak janin pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasai dengan segala
konsekuensinya.
4. Prematuritas disebabkan plasenta previa berkisar 60% pada kematian
perinatal. Kematian fetus dikarenakan asfiksia atau perlukaan saat lahir.
5. Komplikasi lain dari plasenta previa adalah persalinan seksio sesaria
(RR = 3,9), abruption plasenta (RR = 13,8), perdarahan postpartum (RR
19

= 1,7), malpresentasion (RR = 2,8), kematian maternal dari perdarahan


uterus (50%) dan disseminated intravascular coagulation (DIC).1,3,4

2.3.10 Prognosis
Pada kasus plasenta previa didapatkan 50% kelahiran prematur
yang menjadi penyebab utama kematian perinatal, kematian janin
disebabkan karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan
postpartum karena trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila
perdarahan tidak dapat dihentikan maka dilakukan histerektomi.
Sekarang penanganan relatif bersifat dini, sehingga mortalitas dan
morbiditas ibu dan perinatal jauh menurun karena diagnosis dini dan
pemeriksaan yang tidak invasive dengan USG disamping ketersediaan
transfuse darah dan cairan infus.4

Anda mungkin juga menyukai