Anda di halaman 1dari 7

PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA

ASBESTOSIS

DISUSUN OLEH :
IBNU NUGROHO S
INDAH NUR ABIDAH

TINGKAT IV
DIPLOMA IV
PENJURUSAN K3
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 2
2015
ASBESTOSIS

Pendahuluan
Asbestos merupakan kelompok mineral silikat fibrosa dari logam magnesium dan besi yang
sering digunakan sebagai bahan baku industri tegel lantai dan atap. Asbestos telah dikenal
sejak zaman batu dan makin banyak digunakan setelah masa revolusi industri pada akhir
abad ke 19. Produksi asbestos meningkat tajam hingga dapat mengganggu kesehatan,hingga
kini asbestos masih banyak digunakan dalam industri dan konstruksi di negara berkembang.
Sejak tahun 1940 di Amerika ditemukan bahwa antara 8-11 juta orang terpajan asbes dalam
pekerjaannya. Kongres Amerika Serikat menyatakan bahwa tidak ada batas minimum yang
aman bagi individu untuk terpajan serat asbes.

Pengertian
Asbestosis adalah pneumokoniosis (suatu penyakit saluran pernafasan) yang terjadi akibat
menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas.
Asbestosis pertama kali dikemukakan oleh Cooke pada 1927, setalah pada 1906 dilaporkan
kasus kematian akibat asbestos.
Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika
terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut.
Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura atau selaput yang melapisi
paru-paru.
Asbestosis dan abses pleural adalah penyakit non malignant yang pelan-pelan menjadi
progresif. Asbes ini dapat menyebabkan perusakan atau palemahan pada fungsi paru
termasuk pengurangan kapasitas paru, pembatasan bernafas, serta penurunan kemampuan
untuk memindahkan oksigen dari udara kedalam darah. Dalam literature lain menyebutkan
bahwa asbestosis adalah proses interstitial yang perlahan-lahan berkembang menjadi
fibrosis paru-paru non nodular difus yang mengenai saluran nafas terminal, alveoli dan
pleura (Price SA, 1995).

Faktor Penyebab
Asbestosis disebabkan oleh debu asbes. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan
komposisi kimiawi yang berbeda. Asbes adalah mineral yang dapat dijalin seperti wol dan
merupakan produk alam mineral yang diketahui tahan terhadap panas dan korosi, tidak
meneruskan arus listrik, tahan terhadap asam kuat, serta merupakan serat yang kuat dan
fleksibel, mudah dijalin bersama-sama dan digunakan secara luas di dalam bangunan dan
pabrik-pabrik industri.
Berdasarkan tipe serat dibagi menjadi 2 grup :
1. Serpentine : Chrysotile (putih)
2. Amphiboles : Crocidolite (biru), Tremolite, Amosite (coklat) dan Anthrophylite
Semua tipe asbestos berbahaya, namun crocidolite dan amosit lebih berbahaya dari pada
chrysotile, namun yang paling banyak digunakan adalah asbestos golongan chrysotile,
karena seratnya panjang dan paling kuat. Pada kelompok amphibole serat lebih pendek
namun lebih stabil secara kimiawi dan lebih tahan terhadap asam.
Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi
dan industri lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel
yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah:
1. Orang-orang yang bekerja di industri pengelolaan, pertambangan, penenunan,
pemintalan asbes dan reparasi tekstil dengan produk-produk yang mengandung
asbes.
2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah
di dalam pakaian pekerja
3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan
asbes dibandingkan non-perokok. Harapan hidup perokok lebih pendek
dibandingkan non-perokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-10
tahun dapat mengurangi risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu
setengah sampai satu sepertiga dari rekan-rekan mereka yang terus merokok.
Tipe pemajanan terhadap asbesstos dibagi menjadi tiga kategori :
1. Pajanan primer : pajanan primer secara langsung terjadi pada penambang asbestos
2. Pajanan sekunder : pajanan sekunder didapatkan pada pekerja industri yang
menggunakan asbestos seperti pada pekerja konstruksi
3. Pajanan tersier : merupakan pajanan non okupasi yang disebabkan oleh polusi udara
Patofisiologi
Proses patofisiologi asbestosis diawali dengan inhalasi serat asbestos. Serat berukuran besar
akan tertahan di hidung dan saluran pernapasan atas dan dapat dikeluarkan oleh sistem
mukosiliaris. Serat berdiameter 0,5-5 mikrometer akan tersimpan di bifurcatio saluran,
bronkioli, dan alveoli. Serat asbestos akan menyebabkan cedera sel epitel dan sel makrofag
alveolar yang berusaha memfagosit serat. Beberapa serat akan masuk ke dalam jaringan
intersisium melalui penetrasi yang dibawa oleh makrofag atau epitel. Makrofag yang telah
rusak akan mengeluarkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat merusak jaringan dan
beberapa sitokin, termasuk Tumor Necrosis Factor (TNF), nterleukin-1, dan metabolit asam
arakidonat yang akan memulai inflamasi alveoli (alveolitis). Sel epitel yang terganggu juga
mengeluarkan sitokin. Gangguan asbestos berskala kecil tidak akan menimbulkan gangguan
setelah inflamasi terjadi. Namun bila serat terinhalasi dalam kadar lebih tinggi, alveolitis
akan terjadi lebih intens, menyebabkan reaksi jaringan yang lebih hebat. Reaksi jaringan ini
menyebabkan fibrosis yang progresif, yaitu pengeluaran sitokin profi brosis seperti
fibronektin, fibroblast growth factor, platelet-derived growth factor dan insulin-like growth
factor yang akan menyebabkan sintesis kolagen.

Gambaran Klinis
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah terbentuknya jaringan
parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Keluhan dan gejala
timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu 7-10 tahun.
Gejala pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan
gerak badan
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :
a) nafas pendek setelah beraktifitas
b) batuk kering
c) rhonki kering dibasal paru
d) clubbing finger (bentuk jari-jari tangan yang menyerupai tabuh genderang)

Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara ronki. Untuk
memperkuat diagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis
atau pencitraan diagnostik sangat diperlukan dalam kasus asbestosis karena tanda fibrosis
dapat ditemukan dengan modalitas radiologis. Pemeriksaan yang dapat menunjang
diagnosis asbestosis adalah pemeriksaan rontgen dan pemindai CT Scan
a) Radiografi
Pada pemeriksaan rontgen dapat ditemukan beberapa gambaran radioopak kecil
liner iregular, lebih banyak dibasal paru. Ada tiga tingkatan gambaran rontgen sesuai
dengan perjalanan asbestosis. Pada tahap awal, dapat diperoleh gambaran pola
retikular pada basal paru. Tahap kedua ditandai dengan peningkatan bayangan opak
kecil iregular menjadi pola intersisial yang luas. Pada tahap akhir dapat menjadi pola
intersisial kasar dan honey-comb pada paru atas, namun gambaran ini jarang
ditemukan.
b) CT Scan
c) Tes fungsi paru dengan Oximetry
d) Spirometri

Pengobatan
Pengobatan suprotif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir/dahak
dari paru-paru melalui prosedur postural drainase, perkusi dada dan vibrasi.
Tujuan perawatan adalah untuk membantu pasien dapat bernapas dengan mudah,
mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Antibiotik
dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau Acetominophen (Tylenol) dapat
membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators oral atau inhalasi dan melebarkan
saluran napas. Dapat diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Kadang-kadang
dilakukan pencangkokan paru-paru. (Aditama TY, 1992).

Pencegahan
Health Promotion
a) Pendidikan kesehatan kepada pekerja
b) Peningkatan dan perbaikan gizi pekerja
c) Perkembangan kejiwaan pekerja yang sehat
d) Penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang sehat
e) Pemeriksaan sebelum bekerja (Effendy, 1997)
Pencegahan Primer
Specific Protection
a) Penggunaan masker bagi pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan.
b) Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di
lingkungan kerja.
c) Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat produksi sehingga tidak
menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi
d) Bila bahan yang berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap pekerja dapat
dihindari dengan mengisolasi proses produksi.
e) Ventilasi udara yang cukup di ruang kerja
f) Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja yang
berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok.
g) Guna menghindari sumber penyakit yang akan tersebar pada pihak keluarga,
disarankan setiap pekerja untuk mencuci pakaian kerjanya di pabrik, dan
menggantinya dengan pakaian bersih untuk kembali ke rumah. Sehingga semua
pakaian kerja tidak ada yang dibawa pulang, dan pekerja membersihkan diri atau
mandi sebelum kembali ke rumah masing-masing (Aditama TY, 1992).

Pencegahan Sekunder
Adalah melakukan deteksi dini penyakit dan deteksi dini pajanan zat yang dapat
menimbulkan penyakit. Hal ini dilakukan dengan pemeriksaan berkala pada pekerja yang
beresiko.
Pencegahan Tersier
Pencegahn tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk dan penyakit
menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit perlu secepatnya menghindarkan diri
dari pajanan lebih lanjut.

Pengendalian
Batas pengendalian HSE :
a) Untuk asbestos yang terdiri atas atau mengandung crocidolite atau amosite :
0,2 serabut/ml udara rata- rata selama masa 4 jam terus menerus
0,6 serabut/ml udara rata- rata selama masa 10 jam terus menerus
b) Untuk asbestos yang terdiri atas atau mengandung jenis lainnya tapi bukan
crocidolite atau amosit :
0,5 serabut/ml udara rata- rata selama masa 4 jam terus menerus
1,5 serabut/ml udara rata- rata selama masa 10 jam terus menerus

Daftar Referensi
http://www.nhs.uk/conditions/Asbestosis/Pages/Introduction.aspx
http://www.lung.org/lung-disease/asbestosis/understanding-asbestosis.html
http://www.asbestos.com/asbestosis/
https://id.wikipedia.org/wiki/Asbestosis
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35523-Kep%20Respirasi-
Askep%20Asbestosis%20dan%20Silikosis.html#popup
http://www.kesehatankerja.com/Asbestosis%20dan%20bahaya%20kesehatan.html
http://www.academia.edu/8764902/ASBESTOSIS
Jurnal Pencitraan Diagnostik Kasus Asbestosis dan Diagnosis Diferensialnya oleh Andreas
Erick Haurissa
Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja penulis J.Jeyaratnam dan David Koh
Buku saku kesehatan kerja edisi 3 penulis J.M. Harrington dan F.S. Hill

Anda mungkin juga menyukai